Anda di halaman 1dari 15

Pajak PBB P3

ANALISIS PAJAK PUSAT DAN DAERAH


ATAS PROPERTI
Anggota Kelompok
● M. Abrar Irsan. (20/463928/SV/18247)
● Adiba Alfahrozi K. (20/463909/SV/18228)
● Ibnu Bintang Amirul W (20/463923/SV/18242)
● Prisca Wahyu Hariyanto (20/463933/SV/18252)
● Tsany Afif Nugrahatama (20/463939/SV/18258)
Tugas

1. Analisislah penyebab terjadinya perdagangan pajak khususnya pajak


PBB P3
2. Berikan contoh kasus penggelapan pajak (khususnya PBB P3) yang
terjadi di Indonesia. Analisis penyebabnya
3. Berikan saran dan pandangan Anda terkait upaya untuk meminimalisir
kasus penggelapan pajak tersebut!
Sumber kasus : Dua Tersangka Kasus Korupsi Pajak PBB Ditetapkan
Kejari OKU, Penggelapan Uang Mencapai Milyaran (voi.id)
Penyebab terjadinya penggelapan pajak khususnya pajak PBB P3

Ketidakmampu
Ketidakpatuhan Wajib Korupsi an Mendeteksi
Pajak Penggelapan

1 3 5

2 4 6

Kurangnya Ketidakseimbangan Kekurangan Sumber


Pengawasan dan Sistem Perpajakan Daya
Penegakan Hukum
1. Ketidakpatuhan Wajib Pajak

Salah satu penyebab utama penggelapan pajak adalah


ketidakpatuhan dari wajib pajak itu sendiri. Wajib pajak dapat
dengan sengaja menghindari atau tidak melaporkan properti
yang mereka miliki, atau mengajukan laporan yang tidak
akurat atau tidak lengkap. Mereka mungkin juga
menggunakan taktik penipuan atau manipulasi data untuk
mengurangi jumlah pajak yang harus mereka bayar.
2. Kurangnya Pengawasan dan Penegakan Hukum

Jika sistem pengawasan dan penegakan hukum terkait


pajak PBB-P3 tidak efektif, maka peluang penggelapan
akan meningkat. Kurangnya pengawasan memungkinkan
wajib pajak untuk melakukan pelanggaran tanpa ketahuan
pemerintah, sementara penegakan hukum yang lemah
berarti tidak ada konsekuensi yang signifikan bagi mereka
yang melanggar.
3. Korupsi

Korupsi di berbagai tingkatan pemerintahan atau lembaga


dapat memfasilitasi penggelapan pajak. Para pegawai
pajak yang korup atau tidak jujur dapat menerima suap
atau memberikan perlakuan khusus kepada wajib pajak
tertentu, memungkinkan mereka untuk menghindari atau
mengurangi kewajiban pajak mereka.
4. Ketidakseimbangan Sistem Perpajakan

Jika sistem perpajakan tidak adil atau tidak seimbang,


wajib pajak mungkin merasa tidak puas dan cenderung
menghindari kewajiban pajak. Misalnya, jika tarif pajak
terlalu tinggi atau jika pemerintah tidak memberikan
layanan publik yang memadai dengan dana pajak yang
dikumpulkan, maka wajib pajak dapat merasa terdorong
untuk menghindari membayar pajak.
5. Ketidakmampuan Mendeteksi Penggelapan

Tidak adanya mekanisme atau teknologi yang efektif


untuk mendeteksi penggelapan pajak PBB juga dapat
menjadi faktor penyebab. Jika pemerintah tidak memiliki
sistem yang handal untuk memantau dan mendeteksi
pelanggaran, maka pelaku penggelapan pajak dapat
beroperasi tanpa terdeteksi.
6. Kekurangan Sumber Daya

Kurangnya sumber daya manusia, teknologi, dan anggaran


untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum
yang efektif juga dapat menyebabkan penggelapan pajak
PBB. Tanpa sumber daya yang memadai, pemerintah akan
sulit untuk mengatasi penggelapan pajak dengan efektif.
Contoh Kasus Penggelapan Pajak di Indonesia

Dua tersangka atas kasus dugaan korupsi pajak PBB sektor


Pertambangan, Perkebunan dan Perhutanan (PBB P3) 2015 ditetapkan
oleh penyidik Kejaksaan Negeri Kabupaten Ogan Komering Ulu,
Sumatera Selatan. Para tersangka yakni mantan Kepala Dinas
Pendapatan Daerah setempat FH dan bendaharanya SY.

Penahanan kedua tersangka itu karena penyidik pada tindak pidana


khusus telah menemukan dua alat bukti atas dugaan tindak pidana
korupsi dalam penggunaan pemungutan pajak daerah (PBB P3) pada
Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten OKU tahun anggaran
2015 dengan kerugian negara senilai Rp2 .051.311.801.
Dalam kasus ini tim penyidik telah melakukan penyitaan uang sejumlah Rp
1.488.944.714 dalam perkara ini," katanya.

Kedua tersangka dalam sangkaan primair melanggar Pasal 2 ayat (1) Pasal 18
UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang
perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana, dengan ancaman pidana maksimal 20
tahun serta denda paling sedikit Rp200 juta

Kemudian sangkaan subsidiar Pasal 3 Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah
dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat (1) Ke- 1
KUHPidana, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau paling
singkat 1 tahun dengan denda paling sedikit 50 juta paling banyak Rp1 miliar.
Saran dan Pandangan terkait Upaya untuk Meminimalisir Kasus Penggelapan
Pajak tersebut!

1. Transparansi dan Akuntabilitas: Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam sistem


perpajakan sangat penting. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat pengawasan dan audit
internal, serta memastikan bahwa informasi terkait pajak tersedia secara publik. Penggunaan
teknologi seperti sistem elektronik untuk pencatatan dan pelaporan pajak dapat membantu
meminimalisir kesempatan penggelapan.

2. Pendidikan dan Kesadaran Pajak: Meningkatkan pendidikan dan kesadaran pajak di masyarakat
juga sangat penting. Dengan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya
membayar pajak dan konsekuensinya, mereka akan lebih cenderung patuh terhadap kewajiban
perpajakan mereka. Kampanye informasi dan edukasi yang efektif dapat membantu meningkatkan
kesadaran ini.

3. Sanksi yang Tegas: Penting untuk memberlakukan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran
perpajakan. Hal ini meliputi penegakan hukum yang efektif dan penuntutan yang tegas terhadap
pelaku penggelapan pajak. Sanksi yang berat dan mendukung penindakan hukum yang cepat dan
adil akan memberikan efek jera dan menjadi peringatan bagi orang lain yang berencana melakukan
tindakan serupa.

4. Kolaborasi Antar instansi: Kerjasama antara lembaga pemerintah yang terkait dengan
perpajakan, seperti instansi pajak, kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan, sangat penting. Kolaborasi
yang baik antara instansi-instansi ini akan memudahkan pertukaran informasi, pengumpulan bukti,
penyelidikan, dan penindakan terhadap kasus penggelapan pajak.
5. Pengawasan Internal yang Kuat: Sistem pengawasan internal yang kuat di dalam
lembaga pemerintah terkait perpajakan sangat penting. Pengawasan yang ketat terhadap
proses pemungutan dan penggunaan pajak dapat membantu mengidentifikasi potensi
penyalahgunaan dana pajak secara dini.

6. Penghargaan terhadap Pengaduan: Mendorong masyarakat untuk melaporkan


tindakan korupsi atau penggelapan pajak dengan menjamin perlindungan dan
memberikan insentif bagi mereka yang melaporkan dapat membantu mengungkap
kasus-kasus yang sebelumnya tidak terdeteksi.

7. Penggunaan Teknologi: Menerapkan teknologi canggih dalam sistem perpajakan dapat


membantu meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas. Contohnya,
penggunaan sistem e-filing, e-audit, dan e-payment dapat mengurangi kesempatan
manipulasi dan penggelapan data.

8. Kolaborasi Internasional: Kerjasama internasional dalam hal pertukaran informasi dan


penegakan hukum juga penting untuk memerangi penggelapan pajak. Melalui pertukaran
informasi
TERIMA KASIH
Haryadi’s Team

Anda mungkin juga menyukai