dan Perpajakan
KECURANGAN PADA SEKTOR PUBLIK
Sektor publik dapat dipahami sebagai suat entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha
untuk menghasilkan barang dan pelayanan publik dalam ranga memenuhi kebutuhan dan hak publik.
Tujuan sektor publik untuk memberikan pelayanan publik seperti pendidikan, kesehatan
masyarakat, keamanan, penegakan hukum, tansaportasi publik dan penyediaan barang
kebutuhan publik.
KECURANGAN PADA SEKTOR PUBLIK
• Korupsi merupakan jenis kecurangan atau fraud yang sering terjadi di sekor
pemerintah.
• Korupsi merupakan perbuatan penyalahgunaan kekuasan publik demi keuntungan
pribadi, penyalahgunaan terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan
menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal untuk memperkaya diri
sendiri.
KECURANGAN PADA SEKTOR PUBLIK
Greed (Keserakahan)
Adanya perilaku serakah yang secara potensial ada di dalam diri setiap orang
Opportunity (kesempatan)
Keadaan organisasi atau instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa sehingga terbuka
kesempatan bagi seorang untuk melalukan kecurangan terhadapnya
Needs (kebutuhan)
faktor-faktor yang dibutuhkan oleh individu- individu untuk menunjang hidupnya yang
menurutnya wajar
Menurut BPKP (2010), kunci untuk mencegah dan mudah mendeteksi fraud
adalah penerapan model penangkal multisegi (organization-wide model of
deterrence). Model ini mengandalkan keterlibatan penangkalan korupsi pada
setiap level dan fungsi pada organisasi.
Model ini meliputi tiga komponen yang saling berinteraksi yang dirancang
untuk memaksimalkan kesempatan organisasi dalam mencegah dan
mendeteksi fraud, yaitu
1. pengendalian keuangan;
2. sistem non keuangan; dan
3. pengawasan dan perilaku manajemen.
KECURANGAN PADA SEKTOR
PERPAJAKAN
Salah satu mencurangi kewajiban perpajakan ialah melalui tax evasion. Tax evasion
sering disebut juga dengan tax fraud atau penggelapan pajak. Tax evasion adalah bentuk
pelanggaran yang dilakukan Wajib Pajak dengan sengaja mengurangi jumlah pajak terutang
bahkan meniadakan kewajiban membayar pajaknya secara ilegal. Wajib Pajak dianggap
melakukan Tax evasion apabila :
1. Dengan sengaja menyembunyikan aset atau memanipulasi data Wajib Pajak untuk
menghindari pembayaran pajak.
2. tidak melaporkan SPT hingga manipulasi informasi pendapatan dan jumlah aset
3. memalsukan atau mencatut identitas
4. menerbitkan faktur pajak palsu
5. pendirian perusahaan fiktif
6. Dengan sengaja tidak membayar pajak terutang
Hukum Tindakan Pelanggaran Pajak di
Indonesia
Sedangkan pada Pasal 39, dijelaskan juga apabila Wajib Pajak dengan sengaja melakukan:
1. Tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan Nomor Pokok Wajib Pajak
2. Tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
3. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikannya namun isi di
dalamnya tidak sesuai/tidak lengkap
4. Menolak untuk dilakukan audit atau pemeriksaan
5. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan
dan/atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya
6. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia
7. Tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan.
8. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.
Maka Wajib Pajak dapat dipidana paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dengan
denda sekurang-kurangnya 2 kali jumlah pajak terutang dan paling banyak 4 kali jumlah
pajak terutang.
Faktor yang Memengaruhi Tax Evasion
Salah satu penyebab yang paling umum adalah kaitannya dengan tax morale. Menurut
OECD, tax morale adalah ukuran persepsi atau kesadaran Wajib Pajak terhadap kewajiban
pembayaran pajak. Studi lainnya yang dilakukan oleh Alfredo Lamagrande. Dimana
terdapat empat model pengukuran penyebab adanya Tax evasion yaitu:
1. Model ekonomis – model paling sederhana yaitu Tax evasion dilakukan untuk
mengurangi risiko kerugian atau memaksimalkan keuntungan Wajib Pajak
bersangkutan.
2. Model Empiris – model survei dan wawancara dengan mengambil sampel tertentu
terhadap subjek pajak.
3. Model Simulasi dan Eksperimen – model penelitian Tax evasion dengan melakukan
simulasi atau eksperimen pada subjek pajak yang berada pada kondisi atau situasi
tertentu.
4. Model Psiko-Ekonomi – Model yang menggambarkan bahwa Tax evasion terjadi
karena kompleksitas penyebab karena melibatkan psikologi-ekonomi subjek Wajib
Pajak.
Perbedaan Tax Evasion, Tax Avoidance
dan Tax Planning
• Perbedaan ketiganya adalah didasari dari legalitas. Itu artinya aktivitas tersebut
mampu merugikan negara atau tidak. Tax evasion jelas dalam praktiknya memiliki
dampak kerugian bagi negara dan sifatnya ilegal karena melanggar Undang-Undang.
• Tax avoidance adalah skema transaksi perpajakan yang bertujuan mengurangi beban
pajak dengan memanfaatkan kelemahan ketentuan perpajakan suatu negara. Itu
artinya Tindakan tax avoidance masih berada dalam koridor hukum.
• Tax planning sendiri juga merupakan skema yang dilakukan untuk mengurangi beban
pajak terutang namun sesuai dengan perundang-undangan dan sifatnya tidak
menimbulkan sengketa pajak. Karena sifatnya yang penuh kehati-hatian, tax
planning biasanya disusun oleh konsultan pajak
Contoh Kasus 1
Contoh yang paling umum dan sering terjadi adalah overestimate of deduction atau
pelaporan biaya objek pajak yang lebih besar dari seharusnya yang membuat pengenaan
pajaknya menjadi lebih kecil.
Contoh kasus adalah pembelian properti. Misal sebuah developer properti berhasil
menjual rumah mewah seharga Rp10 miliar. Namun dalam akta notaris hanya tertulis
Rp900 juta dimana terdapat selisih Rp9,1 miliar. Dalam transaksi tersebut terdapat
potensi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang disetor sebesar 10% dari Rp9,1 miliar yaitu
Rp910 juta dan PPh final sebesar 5% dari Rp9,1 miliar yaitu Rp455 juta. Dalam transaksi
tersebut negara memiliki potensi penerimaan sebesar Rp1,3 miliar. Bayangkan jika dalam
kurun satu tahun developer tersebut berhasil menjual ratusan unit, kerugian negara bisa
mencapai puluhan miliar.
Contoh Kasus 2
Contoh kasus kedua adalah Gayus Tambunan. Lelaki yang memiliki nama lengkap
Gayus Halomoan Tambunan ini bekerja di kantor pusat pajak dengan menjabat bagian
Penelaah Keberatan Direktorat Jenderal Pajak. Posisi yang sangat strategis, sehingga ia
dituduh bermain sebagai makelar kasus (markus). Kasus pun berlanjut karena di duga
banyak pejabat tinggi Polri yang terlibat dalam kasus Gayus.
Pada 19 Januari 2011, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 7 tahun
penjara dan denda Rp 300 juta atau subsider 3 bulan kurungan terkait kasus mafia pajak
terhadap Gayus. Hukuman Gayus ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut
Gayus dengan hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Dalam sidang putusan
yang dipimpin Hakim Albertina Ho, Gayus terbukti bersalah melakukan tindak pidana
korupsi dengan menguntungkan PT Surya Alam Tunggal (SAT) dalam pembayaran pajak
serta merugikan keuangan negara sebesar Rp 570 juta. Selain itu, Albertina Ho dkk juga
menegaskan, sebagai peneliti pajak di Direktorat Banding, Gayus juga terbukti menyalahi
wewenangnya. Dia telah menerima keberatan pembayaran pajak PT SAT.