Anda di halaman 1dari 3

Aktivitas Buzzer di Media Sosial Menurut Hukum Islam

Disusun Oleh :

Vanesa Michela Budiman

(2602064550)

Universitas Bina Nusantara

2022

Jakarta
Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi juga mengalami perkembangan


yang sangat pesat. Salah satu bukti nyata dari perkembangan teknologi ialah
ramainya penggunaan sosial media. Sekarang ini sangat sulit untuk menemukan
orang-orang yang tidak menggunakan sosial media. Dari anak kecil sampai orang tua
Sebagian besar menggunakan sosial media. Banyak hal positif yang bisa kita
dapatkan dari penggunaan sosial media, seperti mempermudah komunikasi dengan
orang-orang yang tinggal berjauhan, mendapatkan informasi dengan lebih mudah,
dan bahkan sekarang, sosial media juga sering kali dijadikan lahan pekerjaan bagi
sebagian orang. Salah satu contohnya ialah profesi buzzer. kegiatan buzzer ini
umumnya dilakukan di media-media sosial, seperti twitter, facebook, Instagram, dan
belakangan juga dilakukan di tiktok. Pada awalnya, seseorang yang berprofesi
sebagai buzzer dibayar untuk mempromosikan atau memasarkan sebuah benda atau
barang yang dimiliki oleh pelanggannya kepada masyarakat lewat sosial media.
Namun seiring dengan berkembangnya waktu, jasa buzzer ini mulai menarik
perhatian para politikus. Di Indonesia sendiri, ketertarikan para politikus terhadap
jasa buzzer ini bermula sejak kegiatan pemilu tahun 2014 lalu. Semenjak saat itu,
mulai banyak para politikus yang menggunakan jasa buzzer untuk kepentingan
pilkada ataupun pemilu. Mereka biasanya menggunakan jasa buzzer ini untuk
membangun citra yang bagus di depan public, agar bisa menang dalam pilkada
ataupun pemilu. Sayangnya tidak semua pasangan calon pemimpin menggunakan
jasa buzzer untuk hal-hal yang positif. Sebagian besar dari mereka, menggunakan
jasa buzzer ini untuk menjatuhkan lawan mereka. Diantaranya seperti menyebarkan
berita-berita hoaks, ujaran kebencian, kampanye negatif, fitnah, dan hal-hal negatif
lainnyayang membuat citra dari lawan mereka menjadi buruk di mata masyarakat.
Hal ini yang kemudian menjadikan profesi buzzer dipandang buruk di mata
masyarakat Indonesia.1 Di zaman sekarang ini jasa buzzer dianggap paling efektif
untuk menarik perhatian masyarakat, dikarenakan hampir sebagian besar masyarakat
di Indonesia merupakan pengguna sosial media, untuk itu pendekatan yang paling
efektif dilakukan adalah lewat sosial media juga. Apalagi jika melihat masyarakat

1
Christiany Juditha. “Buzzer di Media Sosial Pada Pilkada dan Pemilu Indonesia,” Jurnal Prosiding
Seminar Nasional Komunikasi dan Informa tika, vol. 3 (2019), Hlm. 199-201
Indonesia yang cenderung mudah percaya dengan berita-berita yang ada di sosial
media, tanpa mencari tahu apakah itu merupakan suatu kebenaran atau tidak.
Menurut Laras Sekarasih, PhD, seorang dosen psikologi media dari Universitas
Indonesia, seseorang lebih mudah percaya berita hoax, apabila berita tersebut sama
dengan pendapat mereka. Contohnya saja jika ada seseorang yang tidak setuju akan
suatu pruduk, kelompok ataupun kebijakan tertentu, dan ada orang lain yang
menyebarkan berita yang sesuai dengan ketidaksetujuannya tersebut, maka orang itu
akan dengan mudahnya percaya dengan berita itu, tanpa mencari tahu lebih lanjut
kebenarannya.2

2
“Mengapa Banyak Orang Mudah Percaya Berita ‘Hoax’?” (On-line), tersedia di WWW:
https://nasional.kompas.com/read/2017/01/23/18181951/mengapa.banyak.orang.mudah.percaya.berita
.hoax (11 Januari 2022).

Anda mungkin juga menyukai