OLEH:
2023
SOAL:
Perencanaan pembangunan suatu daerah dibuat berdasarkan kepada permasalahan dan
kebutuhan masyarakat sehingga tujuannya adalah untuk memberikan solusi terbaik dengan tujuan
akhir adalah mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Dalam era Otonomi Daerah yang bersifat
bottom up, pemerintah daerah bersama-sama dengan masyarakat dapat menyusun perencanaan
pembangunan daerah tersebut dengan memperhatikan pentingnya sinkronisasi antara perencanaan
makro, perencanaan sektoral, perencanaan regional, dan perencanaan mikro.
Berdasarkan hal tersebut:
a. Tentukan satu wilayah sebagai unit analisis Saudara untuk mengerjakan take home ini.
Masing-masing mahasiswa menganalisis unit wilayah yang berbeda.
Jawab :
Untuk mengerjakan analisis sinkronisasi antara perencanaan makro, perencanaan sektoral,
perencanaan regional, dan perencanaan mikro, saya mengambil unit wilayah di Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY).
(a) Perencanaan makro, pertumbuhan ekonomi tidak dapat terlepas dari peranan investasi di
daerah. Jika investasi dialokasikan pada sektor yang tepat dan dijalankan dengan baik, maka tujuan
dari pembangunan ekonomi akan tercapai. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta berupaya untuk
memberikan kemudahan investasi, dengan tujuan investor akan tertarik menanamkan modalnya di
DIY. Dengan demikian perekonomian DIY akan semakin berkembang. Apabila dilihat dari asalnya,
penanaman modal dapat dibagi menjadi dua, yaitu Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan
Penanaman Modal Asing (PMA). PMDN adalah penggunaan modal dalam negeri bagi usaha-usaha
yang mendorong pembangunan ekonomi pada umumnya. Penanaman Modal Asing (PMA)
merupakan penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan
ketentuan perundang - undangan di Indonesia, dalam hal ini pemilik modal secara langsung
menanggung resiko dari penanaman modal tersebut.
Pada tahun 2021, tercatat kumulatif Penanaman Modal Dalam Negeri di DIY adalah Rp
22.692.647.593.467,00. Di sektor primer, penanaman modal ini didominasi oleh sektor pangan,
perkebunan dan peternakan. Untuk sektor sekunder sebagian besar di sektor industri tekstil, dan di
sektor tersier mayoritas di sektor konstruksi, hotel dan restoran dan transportasi. Kumulatif
Penanaman Modal Asing (PMA) tercatat sebesar Rp 9.803.584.510.503,00. Penanaman modal ini di
sektor primer sebagian besar ditujukan untuk sektor pertambangan, di sektor sekunder mayoritas
ditujukan ke sektor industri makanan dan di sektor tersier sebagian besar di sektor perdagangan dan
reparasi, sektor hotel dan restoran, sektor transportasi, gudang dan komunikasi, dan juga sektor
perumahan, kawasan industri dan perkantoran.
Di DIY, sampai dengan tahun 2021 akumulasi jumlah proyek PMDN tercatat sebesar 4.351
proyek investasi. Dibandingkan dengan jumlah proyek tahun-tahun sebelumnya angka ini mengalami
peningkatan yang sangat fantastis, tahun 2018 tercatat sebesar 179, tahun 2019 dan 2020
mengalami peningkatan menjadi sebesar 325 di tahun 2019 dan 560 di tahun 2020. Pertumbuhan
akumulasi investasi PMDN tahun 2021 mengalami peningkatan sebesar 13,90% dibanding tahun
sebelumnya. Nilai realisasi PMDN tahun 2021 yaitu sebesar Rp 22.692.647.593.467,00.
Jumlah proyek Penanaman Modal Asing (PMA) di DIY tahun 2021 sebanyak 778 proyek. Seperti
pada jumlah proyek PMDN, angka ini juga menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan jika
dilihat dari jumlah proyek tahun-tahun sebelumnya, yaitu 189 proyek di tahun 2018, 196 proyek di
tahun 2020 dan 214 proyek di tahun 2021. Pertumbuhan realisasi investasi PMA tahun 2021 sebesar
3,30% dibandingkan tahun 2020. Besarnya realisasi PMA tahun 2021 mencapai Rp
9.803.548.510.503,90. Distribusi PMDN maupun PMA di antara Kabupaten/Kota DIY tidaklah merata.
PMDN di tahun 2021 banyak dilakukan di Kabupaten Kulon Progo, hal ini dapat dimaklumi bahwa
besarnya investasi yang besar ini kemungkinan masih terkait dengan pembangunan bandara baru
YIA (Yogyakarta International Airport).
(b) Perencanaan sektoral DIY untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan adanya
dukungan sarana dan prasarana pembangunan kawasan serta pemerataan investasi, Mendorong
pusat-pusat pertumbuhan di Gunungkidul, Bantul dan Kulon Progo yang ditopang dengan
terwujudnya konektivitas antar wilayah.
Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kegiatan perencanaan
pembangunan yang terkait dengan investasi adalah Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Nilai
ICOR menunjukkan jumlah investasi baru yang dibutuhkan untuk menaikkan/menambah satu unit
output dalam perekonomian suatu wilayah. Kajian mengenai ICOR menjadi sangat penting dan
menarik untuk mendorong peningkatan investasi dalam rangka meningkatkan pertumbuhan
ekonomi daerah. Analisis ICOR, selain dapat mengetahui efisiensi investasi juga diharapkan dapat
mengetahui permasalahan ICOR sectoral di Daerah Istimewa Yogyakarta, sehingga dapat dirumuskan
rekomendasi bahan kebijakan yang tepat, sehingga dapat mendorong investasi yang akhirnya
menciptakan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi.
Selama periode tahun 2013-2021 investasi di DIY menunjukkan perkembangan yang positif,
di antaranya dapat dilihat dari nilai maupun share-nya terhadap PDRB. Nilai investasi atas dasar
harga berlaku (ADHB) naik sebesar 13,3 triliun rupiah, yaitu dari 25,22 triliun rupiah menjadi 38,52
juta rupiah. Sementara bila dihitung atas dasar harga konstan (ADHK) 2010 naik sekitar 4,83 triliun
rupiah, yaitu dari 21,02 triliun rupiah menjadi 25,86 triliun rupiah. Angka koefisien ICOR pada tahun
2013 sebesar 5,36 yang artinya untuk dapat menambah 1 juta rupiah output diperlukan investasi
sebesar 5,36 juta rupiah. Selama 2013-2017 ICOR DIY belum menunjukkan perkembangan yang
menggembirakan karena masih berkisar pada angka 5,5 namun pada tahun 2018 mulai
menunjukkan kecenderungan menurun. Artinya, investasi semakin efisien meskipun belum
mencapai angka 4, namun pada tahun 2020 ICOR bernilai negatif dan pada tahun 2021 nilai ICOR DIY
naik kembali dibandingkan tahun 2019 menjadi sebesar 5,23. Meskipun demikian, kualitas ICOR DIY
dalam periode 2012-2019 masih lebih baik dibanding dengan ICOR di tingkat nasional. Pada tahun
2020, nilai ICOR agregat DIY sebesar -9,1 hal ini menunjukkan bahwa di DIY pada masa pandemi
masih ada pengeluaran investasi (nilai PMTB positif) meskipun pertumbuhan PDRB negatif. Hal ini
merupakan gejala yang cukup baik, karena dalam suatu perekonomian jika masih ada pengeluaran
investasi, maka ada harapan untuk tumbuh dimasa datang. Apalagi negatifnya pertumbuhan
ekonomi bukan diakibatkan oleh divestasi, tetapi oleh bencana pandemi. Pada tahun 2021
perekonomian DIY membaik, pertumbuhan ekonomi menunjukkan angka positif dibandingkan
dengan tahun 2020, kondisi membaiknya perekonomian juga menyebabkan terjadinya kenaikan
pengeluaran investasi, pada tahun 2021 ICOR DIY bernilai 5,23. Adanya Analisi ini adalah sebagai
menyedia informasi dalam rangka mengevaluasi tingkat efisiensi dan efektivitas penggunaan barang
modal yang dilakukan oleh sektor‐ sektor ekonomi di Daerah Istimewa Yogyakarta.
(d) perencanaan mikro: DIY merupakan wilayah dimana sebagian besar penduduk miskin bekerja di
sektor informal. Sektor pariwisata merupakan mata pencaharian warga secara umum di DIY. Namun
sektor pariwisata ini dinilai paling parah terdampak pada masa pandemi covid-19. Hampir di seluruh
wilayah tanah air, industri pariwisata mengalami penurunan jumlah pengunjung secara drastis.
Memasuki periode masa tanggap darurat, Pemerintah DIY secara bertahap melalukan upaya untuk
mendorong pariwisata agar tumbuh kembali. Berdasarkan SE Kepala Dinas Pariwisata DIY Nomor
188/00493 yang merupakan respon dari intruksi Gubernur DIY Nomor 1/INSTR/2021 Tentang
Kebijakan Pengetatan Secara Terbatas Kegiatan Masyarakat di DIY. Dengan demikian, Pariwisata
tetap dibuka, dengan syarat bagi masyarakat umum dan wisatawan perlu mencermati berbagai
penyesuaian dalam pelayanan pariwisata.
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi pihak yang paling merasakan atas
dampak dari pandemi covid-19. Lebih dari 55% konsumen tidak dapat mengakses produk-produk
UMKM, sehingga menurunkan onzet penjualan UMKM. Pemerintah DIY memberikan rangsangan
masyarakat untuk membeli produk-produk UMKM, sebagaimana SE Gubernur DIY Nomor 519/7669
tentang himbauan untuk membeli produk-produk UMKM.
Sehingga,
Berdasarkan survey dampak covid-19 terhadap pelaku usaha di Indonesia yang dilakukan
BPS pada bulan Juli 2020 diperoleh informasi bahwa perusahaan berhenti beroperasi (8,76%),
pemberlakukan Work Form Home (7,5%) beroperasi dengan pengurangan kapasitas (24,31%),
beroperasi bahkan melebihi kapasitas sebelum covid-19 (0,49%) dan sisanya masih beroperasi
seperti biasa (58,95%). Secara umum terlihat bahwa sebagian besar penduduk miskin bekerja di
sektor informal.
Untuk sinkronisasi antara perencanaan makro, perencanaan sektoral, perencanaan regional,
dan perencanaan mikro dalam perencanaan pembangunan yang terdapat di daerah DIY, dalam
rangka memecahkan permasalahan Kemiskinan yang ada di wilayah DIY, pemerintah menerapkan
perencanaan pembangunan untuk mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat dengan berbagai
macam kebijakan seperti kemudahan untuk berinvestasi yang mengundang Invertor dalam negeri
maupun luar negeri untuk menanamkan modalnya yang akan berdampak pada meningkatnya
pertumbuhan ekonomi. Selain itu, DIY juga menerapkan kebijakan diberbagai sektor : seperti
kesehatan, pendidikan, sosial dan ekonomi sebagai bentuk penanggulangan Covid-19 yang
menyebabkan lesunya ekonomi daerah yang meningkatkan angka kemiskinan.
Penanggulangan kemiskinan menjadi program prioritas Pemerintah Daerah DIY, dalam
Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Tahun 2022-2027 yang meliputi visi, misi, tujuan, sasaran, indikatif pendanaan, dan program
pembangunan daerah dan rekomendasi dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Penurunan kemiskinan di DIY pada September 2021 diduga didorong dari upaya Penanganan
Corona Virus Disease (Covid-19) di DIY yang berkaitan bantuan sosial bagi warga masyarakat melalui
program perlindungan sosial (perlinsos) tepat sasaran.
Dari data diatas dapat dilihat bahwa tingkat kemiskinan di DIY cenderung menurun dari
tahun ke tahun, pada September tahun 2020 tingkat kemiskinan di DIY meningkat mencapai 12,80 %
atau mengalami kenaikan lebih tinggi dibandingkan kondisi pada September 2019 yang sebesar
11,44 %. Maret tahun 2021 tingkat kemiskinan DIY sebesar 12,80% pada September 2021 turun 0,89
% sehingga angka kemiskinannya sebesar 11,91% masih berada diatas angka nasional yaitu sebesar
9,71% . Penurunan kemiskinan di DIY pada September 2021 diduga didorong dari upaya Penanganan
Corona Virus Disease (Covid-19) di DIY yang berkaitan bantuan sosial bagi warga masyarakat melalui
program perlindungan sosial (perlinsos) tepat sasaran.
Terdapat pola peningkatan garis kemiskinan dari tahun ke tahun yang didorong oleh
peningkatan harga-harga. Peningkatan garis kemiskinan jika tidak diiringi dengan peningkatan daya
beli tentu berpotensi mendorong peningkatan jumlah penduduk miskin di DIY. Hal ini perlu menjadi
perhatian dan diantisipasi dengan upaya pengendalian harga-harga terutama bahan kebutuhan
pokok. PDRB DIY selama kurun waktu 2017-2021 menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2017, nilai PDRB atas dasar harga berlaku sebesar Rp119,128 triliun dan pada tahun
2020 mencapai Rp138,389 triliun atau meningkat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 8,76% per
tahun. Namun pada tahun 2021 mengalami kenaikan sebesar Rp10,980 triliyun dengan nilai
PDRBnya sebesar 149.369 triliyun. Sedangkan nilai PDRB berdasarkan harga konstan sebesar
Rp27,42 triliyun hal ini akibat dari pandemic Covid-19 yang melaksanakan PPKM dimana aktivitas
sosial dan ekonomi sangat terbatas sehingga berkurangnya penyediaan akomodasi dan makan
minum sebesar Rp107.308 triliyun. Komponen pengeluaran berikutnya yang mendorong
pertumbuhan triwulan IV-2021 adalah komponen ekspor luar negeri, konsumsi LNPRT, dan
pembentukan modal tetap bruto, masing-masing tumbuh 24,52 persen, 7,38 persen, dan 5,58
persen. Demikian pula komponen impor luar negeri dan pengeluaran konsumsi rumah tangga yang
juga tumbuh 4,78 persen, dan 3,33 persen.