Anda di halaman 1dari 21

ANALISA PERMASALAHAN EKONOMI MAKRO

KABUPATEN SERANG

Disusun Oleh :
1. ……………….. (….. )
NIP ………………..
2. Pendi
NIP 7774220027

JURUSAN MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG - BANTEN
2022
DAFTAR ISI

……………………………………………………………………….
……………………………………………………………………….

……………………………………………………………………….

……………………………………………………………………….

……………………………………………………………………….

……………………………………………………………………….

……………………………………………………………………….

……………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN

Indikator kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu aspek yang sangat penting
dalam melihat kemajuan suatu wilayah. Pada kesempatan ini kami akan mengurai mengenai
kondisi Laju Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, Tingkat Pengangguran Terbuka, Gini
Ratio, Indeks Pembanunan Manusia dan Laju Inflasi daerah Kabupaten Serang.

Situasi perekonomian di Kabupaten Serang dari tahun 2020 hingga 2021 masih
didominasi oleh terjadinya pandemi COVID-19 yang mendorong pemerintah pusat dan
daerah, untuk menerapkan kebijakan yang membatasi berbagai kegiatan masyarakat,
termasuk pembatasan kegiatan sosial, bisnis, dan industri. Perbaikan di bidang ekonomi
mulai menjadi perhatian Pemerintah di tahun 2021 ini yang ditandai dengan keberhasilan
pemerintah dalam menahan kontraksi ekonomi di tahun 2020. Capaian ini tidak terlepas dari
keberhasilan upaya pemerintah dalam pengendalian pandemi COVID 19. Pulihnya
permintaan domestic juga mendorong perbaikan aktivitas produksi sehingga membuat laju
pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Serang mengalami pertumbuhan positif. Pemulihan
terjadi terutama di lapangan usaha Industri Pengolahan, Perdagangan Besar dan Eceran,
Konstruksi serta lapangan usaha Transportasi dan Pergudangan mencerminkan aktivitas
ekonomi sudah mulai bangkit kembali.

Mulai bangkitnya perekonomian di Kabupaten Serang mengimplikasi membaiknya


kondisi ketenagakerjaan di Kabupaten Serang. Hal ini seiring dengan pertumbuhan positif
sektor unggulan yang ada di Kabupaten Serang. Pemerintah Kabupaten Serang telah
meciptakan tambahan lapangan pekerjaan baru diberbagai lapangan usaha esensial dalam
rangka mengendalikan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Serang.
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) Agustus 2021 sebesar 10,58 persen atau turun 1,64
persen poin dibandingkan dengan Agustus 2020.

Pandemi COVID 19 membuat sebagian penduduk kehilangan atau berhenti dari


pekerjaannya, juga membuat Sebagian penduduk menjadi sementara tidak bekerja atau
mengalami pengurangan tenaga kerja. Penduduk yang berusaha sendiri mengalami
penurunan, kemungkinan beralih menjadi berusaha dibantu pekerja tidak tetap/pekerja
keluarga atau menjadi pekerja bebas. Hal ini terjadi karena sulitnya kondisi usaha sehingga
banyak mengakibatkan usaha yang bangkrut dan munculnya sektorsektor informal akibat dari
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang diberlakukan oleh perusahaan yang tutup akibat
pandemic COVID 19. Berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2021 sebanyak 57,6 persen
penduduk bekerja di sektor informal. Pekerja di sektor informal erat kaitannya dengan upah
yang rendah dan kemiskinan karena identik dengan kualitas sumber daya manusia yang
rendah. Hal ini pula yang menyebabkan tingkat kemiskinan di Kabupaten Serang meningkat.
Pada tahun 2021 Pemerintah Kabupaten Serang mengusulkan sebanyak 300 ribu keluarga
untuk menerima Bantuan Sosial Tunai (BST).

Dari uraian diatas, dilihat dari sisi kemiskinan, BPS melaporkan bahwa angka
kemiskinan Kabupaten Serang hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) bulan
September 2021 sebesar 5,49 persen, mengalami peningkatan sebesar 0,55 persen poin
dibanding periode sebelumnya (September 2020) yang sebesar 4,94 persen. Beberapa
lapangan usaha utama di Kabupaten Serang mengalami penurunan kinerja yang signifikan,
seperti pertambangan dan Penggalian, Jasa Perusahaan, dan Jasa Pendidikan.

Pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2022, Arah Kebijakan Ekonomi Daerah
Kabupaten Serang yaitu “Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural” pembangunan
nasional diarahkan pada 10 (sepuluh) fokus pembangunan yang meliputi : 1. Industri, 2.
Pariwisata, 3. Ketahanan Pangan, 4. UMKM, 5. Infrastruktur, 6. Transformasi Digital, 7.
Pembangunan Rendah Karbon, 8. Reformasi Perlindungan Sosial, 9. Reformasi Pendidikan
dan Keterampilan dan 10. Reformasi Kesehatan. Adapun target indicator Daera Kabupaten
Serang Tahun 2022 yaitu Laju Pertumbuhan Ekonomi sebesar 2,97 persen, Laju Inflasi
sebesar 1,59 persen, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 67,29, Tingkat
Kemiskinan 4,22 persen dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 11,89 persen.
BAB II
ANALISIS EKONOMI DAERAH KABUPATEN SERANG

1. LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI


1.1. Struktur Ekonomi
Struktur perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari distribusi persentase
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku dari kelompok
lapangan usaha yang terdiri dari kelompok lapangan usaha primer, sekunder dan
kelompok lapangan usaha tersier. Kelompok lapangan usaha primer terdiri dari
lapangan usaha Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Pertambangan dan
Penggalian. Kelompok lapangan usaha sekunder terdiri dari lapangan usaha
Industri Pengolahan; Pengadaan Listrik, Gas; Pengadaan Air; Konstruksi.
Kemudian kelompok lapangan usaha tersier terdiri dari lapangan usaha
Perdagangan Besar Eceran dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; Transportasi
dan Pergudangan; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; Informasi dan
Komunikasi; Jasa Keuangan dan Asuransi; Real Estat; Jasa Perusahaan;
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib; Jasa
Pendidikan, Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial dan Jasa Lainnya.

Selama periode 2017-2021, struktur ekonomi masyarakat Kabupaten Serang


telah bergeser dari kelompok lapangan usaha primer ke kelompok lapangan usaha
sekunder yang terlihat dari besarnya kenaikan / penurunan peranan masing-masing
kelompok lapangan usaha terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Serang. Pada
tahun 2021, kelompok lapangan usaha tersier memberikan sumbangan sebesar
31,89 persen yang mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2020 sebesar
32,41 persen. Kelompok lapangan usaha primer dan sekunder memberikan
sumbangan masingmasing sebesar 9,87 persen dan 58,23 persen. Kelompok
lapangan usaha primer mengalami penurunan dibandingkan tahun 2020 sebesar
10,16 persen dan kelompok lapangan usaha sekunder justru meningkat dibanding
tahun 2020 yang berada di posisi 57,43 persen. Terjadinya pandemi COVID 19 ini
sangat mempengaruhi segala sektor perekonomian di Indonesia, tak terkecuali di
Kabupaten Serang. Baik sektor sekunder maupun tersier mengalami imbas dari
terjadinya pandemik COVID 19.
Apabila dilihat menurut lapangan usahanya, pada tahun 2021, lapangan usaha
Industri Pengolahan memberikan sumbangan tertinggi sebesar 45,96 persen,
kemudian disusul lapangan usaha Konstruksi sebesar 11,92 persen, Lapangan
usaha Pertanian , Kehutanan dan Perikanan sebesar 9,76 persen, lapangan usaha
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Motor sebesar 9 persen,
lapangan usaha Real Estate sebesar 4,96 persen. Sementara peranan lapangan
usaha lainnya secara keseluruhan menyumbang sebesar 18,40 persen.

Distribusi Presentasi PDRB Kabupaten Serang Atas


Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2021
18.40%

4.96%
45.96%

9.00%

9.76%

11.92%

Industri Pengolahan / Manufacturing1st Qtr


Konstruksi / Construction2nd Qtr
Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor / Wholesale and Retail Trade
Real Estat / Real Estat
Lapangan Usaha Lainnya / Other industries

Sumber data : BPS Kabupaten Serang, 2022

1.2. Pertumbuhan Ekonomi


Pandemi COVID 19 yang telah terjadi sejak tahun 2020 hingga saat ini
memberikan banyak pelajaran bagi kita. Dimulai dari memperbanyak pembuatan
lokasi isolasi terpusat, mempercepat vaksinasi, serta memperbaiki rumah sakit
lapangan dan logistic untuk penanganan pasien. Peran pemerintah dimasa
pandemic COVID 19 juga mulai membaik dengan adanya pemberlakuan karantina
selama 10-14 hari untuk menahan kasus impor serta adanya aplikasi Peduli
Lindungi yang semakin membaik penggunaannya.
Terkait dengan pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi dan
pengendalian Pandemi COVID 19 menjadi bukti tepatnya kebijakan dan Program
Pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari membaiknya laju pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten Serang. Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Serang tahun 2021
berhasil tumbuh positif sebesar 3,65 persen. Dimana pada tahun 2019
pertumbuhannya sebesar 5,01 persen dan tahun 2020 terkontraksi negatif 2,38
persen. Sebagian besar lapangan usaha yang memberikan kontribusi signifikan
terhadap perekonomian Kabupaten Serang mengalami.
pertumbuhan yang positif. Hanya 3 (tiga) lapangan usaha yang terkontraksi
negatif laju pertumbuhannya, diantaranya Lapangan Usaha Pertambangan dan
Penggalian masih terkontraksi negatif 2,08 persen, Jasa Pendidikan terkontraksi
atau menurun sebesar -1,27 persen, dan Lapangan Usaha Jasa Perusahaan
terkontraksi negatif sebesar 0,42 persen. Berkurangnya jumlah peserta didik akibat
pandemik COVID 19 menjadi salah satu faktor yang menyebabkan lapangan usaha
jasa Pendidikan mengalami pertumbuhan negatif.
Adapun lapangan usaha yang mencatat pertumbuhan positif terbesar, berturut-
turut adalah Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 7,50 persen; Konstruksi
sebesar 6,92 persen; Transportasi dan Pergudangan sebesar 5,55 persen; Pengadaan
Listrik dan Gas sebesar 5,06 persen; serta Informasi dan Komunikasi sebesar 4,80
persen.
Lapangan usaha Industri Pengolahan menjadi salah satu target yang dipantau
oleh Pemerintah untuk memulihkan kinerja produksinya, sehingga
pertumbuhannya di tahun 2021 ini menjadi cukup menjanjikan dibanding lapangan
usaha lainnya. Program strategis yang dilakukan oleh pemerintah seperti
pembangunan sarana dan prasarana, pemberdayaan IKM serta berbagai fasilitas
infrastruktur yang dikembangkan agar pelaku usaha memperoleh kenyamanan
dalam mengembangkan usahanya.
Lapangan Usaha lainnya yang tumbuh positif diantaranya lapangan usaha
Industri Pengolahan sebesar 4,16 persen; Jasa Keuangan dan Asuransi sebesar 3,99
persen; Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang sebesar 3,77
persen; Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar 3,44 persen; Real
Estate sebesar 2,62 persen; Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor sebesar 1,93 persen; Pertanian, Kehutanan dan perikanan sebesar
1,44 persen; Jasa Lainnya sebesar 1,24 persen; serta Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib sebesar 0,09 persen.
Berdasarkan sumber pertumbuhan ekonomi Kabupaten Serang Tahun 2021,
sumber positif tertinggi berasal dari Lapangan Usaha Industri Pengolahan sebesar 2
persen; diikuti Kontruksi sebesar 0,70 persen; Transportasi dan Pergudangan
sebesar 0,21 persen; dan Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor sebesar 0,18 persen.

Sumber Pertumbuhan PDRB Kabupaten Serang Menurut Lapangan Usaha


(persen), 2021

Laju Pertumbuhan PDRB/Growth Rate of GRDP


5.22 5.29
5.01 Lainnya/Another Industrys
1.12 1.07
0.99 Real Estat/Real Estate Activities

0.38 0.45 Transportasi dan Pergudangan / Transportation and Store


0.42 3.65
0.31 0.32
0.25 0.42
0.46 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Mo-
0.52 0.15 tor/Whosale and Retail Trade Except of Motor Vehicles and Mo-
0.65 0.21
0.18 torcycles
0.56 0.75
0.83 0.70 Konstruksi /Construction

Industri Pengolahan/Manufacturing
2.34 2.24
1.88 2.00

0.35
0.10
2017 2018 2019 2020 2021

-2.55

-0.04
-0.15
-0.09
-1.96

Sumber data: BPS Kabupaten Serang 2022


Laju Pertumbuhan PDRB ADHK Menurut Kab/Kota di Provinsi Banten (Persen)
TAHUN
Kabupaten/Kota PDRB
2017 2018 2019 2020 2021
Kabupaten Pandeglang 6.00 5.30 4.75 -0.54 3.00
Kabupaten Lebak 5.76 5.63 5.55 -0.88 3.08
Kabupaten Tangerang 5.82 5.80 5.58 -3.70 4.63
Kabupaten Serang 5.22 5.29 5.01 -1.96 3.65
Kota Tangerang 5.88 4.95 4.05 -6.92 3.70
Kota Cilegon 5.50 6.11 5.32 -0.88 4.81
Kota Serang 6.43 6.59 6.20 -1.29 3.80
Kota Tangerang Selatan 7.30 7.49 7.40 -1.01 4.77
Jumlah 5.93 5.80 5.32 -3.08 4.16
Sumber data: BPS Kabupaten Serang 2022

1.3. PDRB Per Kapita


Bila PDRB suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggal di
daerah itu, maka akan dihasilkan suatu indikator yang dinamakan PDRB per
kapita. PDRB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai PDRB per
kepala atau per satu orang penduduk. Pada tahun 2021, secara agregat PDRB per
kapita Kabupaten Serang mencapai 48,83 juta rupiah atau senilai US$ 3.451,55
mengalami pertumbuhan positif sebesar 3,60 persen bila dibandingkan dengan
tahun 2020 yang sebesar 47,13 juta rupiah (US$ 3.331,50). Adapun pada tahun
2019 PDRB per kapita Kabupaten Serang sebesar 51,09 juta rupiah (US$
3.059,80). Pandemi COVID 19 di Tahun 2020 hingga 2021 ini berdampak sangat
tinggi bagi pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Serang, karena
pertumbuhan ekonomi yang sudah mulai membaik dan di sisi lain jumlah
penduduk juga semakin bertambah.

PDRB per kapita merupakan proxy ukuran pendapatan per kapita atau dengan
kata lain, PDRB per kapita diasumsikan sebagai pendapatan per kapita.
Kemampuan masyarakat untuk mengonsumsi produk barang/jasa sangat
dipengaruhi oleh pendapatan per kapita.

Uraian 2017 2018 2019 2020 2021


PDRB per Kapita (juta rupiah) 44,13 47,64 51,09 47,13 48,83

PDRB per Kapita (US $) 3.296,82 3.340,99 3.611,54 3.331,50 3.451,55


Indeks Perkembangan PDRB per
183,69 198,30 212,71 196,21 203,29
Kapita (2010=100)
Pertumbuhan PDRB per Kapita
7,61 7,95 7,27 (7,75) 3,60
(persen)
2. ANGKA KEMISKINAN
Perkembangan jumlah dan presenatse penduduk penduduk miskin Kabupaten
Serang pada tahun 2017-2020 cenderung fluktuatif dari tahun ke tahun. Presentase
penduduk miskin terendah di Kabupaten Serang terjadi pada Maret 2019 yaitu sebesar
4,08% (61,54 ribu orang) dan pada Maret 2021 mencapai 5,49% (83,00 ribu orang).
Fenomena kenaikan tingkat kemiskinan juga masih terjadi hamper di seluruh
kabupaten/kota di Indonesia yang salah satu faktornya adalah kondisi pandemic Covid-
19 di tahun 2021 yang masih menyebabkan aktivitas ekonomi dan daya beli masyarakat
menurun.

g RA FIK 5
JUML A H DA N P RE S E N T A S E P E N DUDUK MIS K IN
K A BUP A T E N S E RA N G T A HUN 2017- 2021

Presentase penduduk miskin (%) Jumlah Penduduk Miskin (Ribu Jiwa)

83.00
69.11 74.80
64.46 61.54

4.63 4.30 4.08 4.94 5.49


2017 2018 2019 2020 2021

Sumber : BPS Kabupaten Serang, 2022

Grafik 6
Garis Kemiskinan Kabupaten Serang tahun 2017-2020

Rp400,000 Rp362,000
Rp341,074
Rp350,000 Rp294,829
Rp309,036
Rp300,000Rp269,652
Rp250,000
Rp200,000
Rp150,000
Rp100,000
Rp50,000
Rp-
Garis Kemiskinan
di Kabupaten
Serang

2017 2018 2019 2020 2021


Sumber : BPS Kabupaten Serang, 2022
Garis Kemiskinan di Kabupaten Serang terus mengalami peningkatan sebesar
Rp. 362.000,- artinya seseorang dianggap miskin jika pengeluaran makanan dan non
makanannya dibawah Rp. 362.000,- perbulan atau sekitar Rp. 12.067,- per hari.

Tabel 3
Presenatse Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

Tahun
Peringkat Kabupaten/Kota
2017 2018 2019 2020 2021
1 Kab Pandeglang 9,74 9,61 9,42 9,92 10,72
2 Kab Lebak 8,64 8,41 8,3 9,24 10,29
3 Kab Tangerang 5,39 5,18 5,14 6,23 7,12
4 Kota Serang 5,57 5,36 5,28 6,06 6,79
5 Kota Tangerang 4,95 4,76 4,43 5,22 5,93
6 Kab Serang 4,63 4,3 4,08 4,94 5,49
7 Kota Cilegon 3,52 3,25 3,03 3,69 4,24
8 Kota Tangerang Selatan 1,76 1,68 1,68 2,29 2,57
Sumber : BPS Provinsi Banten, 2022

Berdasarkan table di atas,di Provinsi Banten pada tahun 2021 dapat terlihat
Kabupaten Serang memiliki presentase penduduk miskin terendah ketiga di Kota
Cilegon.

3. TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)


Meningkatnya TPT pada tahun 2020 lalu merupakan fenomena yang terjadi hampir
di seluruh Indonesia yang disebabkan terjadinya pandemic covid-19. Namun mulai akhir
tahun 2020 dan sepanjang tahun 2021, berbagai upaya untuk mereduksi dampak covid-
19 terus dilakukan beriringan dengan upaya-upaya pemulihan ekonomi daerah dan
peningkatan kompetensi Angkatan Kerja untuk menurunkan tingkat pengangguran,
sehingga di tahun 2021 tingkat pengangguran terbuka dapat kembali menurun.

Grafik 7
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
Kabupaten Serang tahun 2017-2021
14.00% 13.00% 12.63% 12.22%
12.00% 10.58% 10.58%
10.00%
8.00%
6.00%
4.00%
2.00%
0.00%
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

2017 2018 2019 2020 2021


Sumber : BPS Kabupaten Serang, 2022

Grafik 8
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
Kabupaten Serang tahun 2017-2021
65.00%
63.86%
64.00% 63.30% 63.46%
63.00%
62.00% 61.77%

61.00%
59.95%
60.00%
59.00%
58.00%
57.00%
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)

2017 2018 2019 2020 2021


Sumber : BPS Kabupaten Serang, 2022
Sumber : BPS Kabupaten Serang, 2022

Grafik 9
Jumlah Angkatan Kerja
di Kabupaten Serang tahun 2017-2021
659,906 635,562
622,979 601,147
581,370 575,820 596,379 585,592
529,744 553,290

51,626 47,159 47,857 63,527 49,970

2017 2018 2019 2020 2021

Pengangguran Terbuka (Jiwa) Bekerja (Jiwa)


Angkatan Kerja (Jiwa)

4. GINI RATIO
Setiap negara berupaya untuk meningkatkan pembangunan ekonomi untuk
mengurangi kemisikinan dan mengurangi tingkat pengangguran. Dua masalah besar
yang umumnya dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah
kesenjangan ekonomi atau ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok
masyarakat berpendapatan tinggi dan kelompok masyarakat berpendapatan rendah.
Masalah ketimpangan pendapatan tidak hanya dihadapi oleh negara sedang berkembang,
namun negara maju sekalipun tidak terlepas dari permasalahan ini. Perbedaannya
terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat ketimpangan yang terjadi, serta tingkat
kesulitan mengatasinya yang dipengaruhi oleh luas wilayah dan jumlah penduduk.

Untuk mencapai tujuan meningkatkan distribusi pendapatan adalah dengan adanya


pelaksanaan pembangunan ekonomi, Suryono (2000) menyatakan bahwa pembangunan
ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk
atau suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Menurut Todaro (2006) bahwa
dalam mengukur distribusi pendapatan diukur dari 2 ukuran pokok yaitu distribusi
pendapatan pribadi atau distribusi pendapatan personal dan distribusi fungsional yang
mempertimbangkan individu sebagai totalitas yang terpisahpisah, yang menggambarkan
penerimaan pendapatan penduduk yaitu 40% penduduk menerima pendapatan paling
rendah, 40% penduduk menerima pendapatan menengah dan 20% menerima pendapatan
yang paling tingi.

Ketimpangan distribusi pendapatan merupakan masalah perbedaan pendapatan


anatara masayarakat atau daerah yang maju dengan daerah yang tertinggal. Semakin
besar jurang pendapatan maka semakin besar pula variasi dalam distribusi pendapatan
akan menyebabkan terjadinya disparitas pendapatan. Hal tersebut tidak dapat dihindari
karena adanya efek perembesan kebawah (trickle down effect) dari output secara
sempurna. Hasil output nasional hanya dinikmati oleh segelintir golongan minoritas
dengan tujuan tertentu (Musfidar, 2012).

Beberapa ukuran ketimpangan yang sering digunakan antara lain : Indeks Gini,
Indeks Theil dan ukuran ketimpangan dari Bank Dunia. Dalam pembahansan ini ukuran
ketimpangan yang digunakan adalah Indeks Gini. Indeks Gini adalah satu ukuran
ketimpangan yang paling sering digunakan untuk mengukur ketimpangan dan ukuran
ketimpangan agregat yang nilainya berkisar antara nol dan satu. Nilai Indeks Gini nol
artinya tidak ada ketimpangan (pemeraatan sempurna) sedangkan nilai satu artinya
ketimpangan sempurna.

Faktor Penyebab Distribusi Pendapatan Tidak Merata (ketimpangan distribusi


pendapatan). Menurut Arsyad (2010), Ada 8 hal yang menyebabkan ketimpangan
distribusi di Negara Sedang Berkembang :
1. Pertumbuhan penduuduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan
per kapita.
2. Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional
dengan pertambahan produksi barang-barang.
3. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.
4. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal, sehingga
persentase pendapatan modal kerja tambahan besar dibandingkan persentase
pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah.
5. Rendahnya mobilitas sosial.
6. Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan
harga-harga barang hasil industry untuk melindungi usaha-usaha golongan
kapitalis.
7. Memburuknya nilai tukar bagi negara-negara sedang berkemabang dalam
perdagangan dengan negaranegara maju, sebagi akibat ketidak elastisan permintaan
negara-negara maju terhadap barang-barang ekspor NSB.
8. Hancurnya industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga,
dan lain-lain.

Berdasarkan Laporan Bank Indonesia (BI) Perwakilan Banten bulan Mei 2022,
Tingkat Ketimpangan di Provinsi Banten pada periode September 2021 tercatat stabil
dibandingkan periode Maret 2021. Ketimpangan meningkat di wilayah perkotaan dan
menurun di wilayah pedesaan. Hal ini sejalan dengan jumlah penduduk miskin. Sejak
Maret 2015, tingkat ketimpangan di Provinsi Banten selalu lebih rendah dibandingkan
nasional. Hal ini dapat diartikan adanya perbaikan pada tingkat kesenjangan ekonomi di
Provinsi Banten dari tahun ke tahun seiring dengan pertumbuhan ekonomi Provinsi
Banten yang juga menunjukkan akselerasi Berdasarkan wilayah, menurunnya
ketimpangan di Provinsi Banten terutama terjadi di daerah perkotaan yaitu dari 0,369
pada Maret 2021 menjadi 0,365 pada September 2021. Angka gini ratio di pedesaan
mengalami penurunan yaitu 0,296 pada September 2020 menjadi 0,280 pada Maret
2021. Lebih lanjut diketahui bahwa angka gini ratio di pedesaan Provinsi Banten
sepanjang 5 tahun terakhir selalu lebih rendah dibandingkan di perkotaan yang
menunjukkan bahwa pendapatan maupun pengeluaran masyarakat di wilayah pedesaan
relatif lebih merata dibandingkan di perkotaan.
Adapun salah satu daerah Provinsi Banten yaitu Kabupaten Serang mengalami
peningkatan Gini Ratio pada tahun 2021 sebesar 0,04 point, dari tahun 2022 sebesar
0,303 menjadi 0,246 pada tahun 2021. Berikut angka gini ratio Kabupaten Serang sejak
tahun 2018 - 2021.

Gini Ratio Kabupaten Serang Tahun 2018 - 2021

0.305 0.303

0.248 0.246

2018 2019 2020 2021

5. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)


Kinerja pembangunan manusia di Kabupaten Serang yang tercermin pada indeks
komposit IPM (Indeks Pembangunan Manusia) menunjukkan kenaikan dari tahun 2017
sebesar 65,60 menjadi 66,82 pada tahun 2021. Peringkat IPM Kabupaten Serang masih
di peringkat 6 dari 8 kabupaten/kota di Banten. Kategori IPM Kabupaten Serang masuk
dalam kategori IPM yang sedang dengan nilai IPM dibawah 70. Namun, melalui
program-program Pemerintah dan peran serta masyarakat, nilai indeksnya terus
meningkat dari tahun ke tahun.

Tabel 1
Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Serang
Indikator 2017 2018 2019 2020 2021
Angka Harapan Hidup (AHH) 64,02 64,22 64,47 64,64 64,76
Harapan Lama Sekolah (HLS) 12,38 12,39 12,43 12,57 12,58
Rata-rata Lama Sekolah (RLS) 7,17 7,18 7,33 7,5 7,51
Pengeluaran (Juta Rp) 10,47 10,69 10,8 10,67 10,71
IPM 65,6 65,93 66,38 66,7 66,82
Ranking IPM di Provinsi Banten 6 6 6 6 6
Sumber : BPS Kabupaten Serang, 2022
Tabel 1
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

Peringkat Kabupaten/Kota 2017 2018 2019 2020 2021


1 Kota Tangerang Selatan 80.84 81.17 81.48 81.36 81.60
2 Kota Tangerang 77.01 77.92 78.43 78.25 78.50
3 Kota Cilegon 72.29 72.65 73.01 73.05 73.35
4 Kota Serang 71.31 71.68 72.10 72.16 72.44
5 Kab Tangerang 70.97 71.59 71.93 71.92 72.29
6 Kab Serang 65.60 65.93 66.38 66.70 66.82
7 Kab Pandeglang 63.82 64.34 64.91 65.00 65.17
8 Kab Lebak 62.95 63.37 63.88 63.91 64.03
Sumber : BPS Kabupaten Serang, 2022

Grafik 1
Indeks Pembangunan Manusia
Kabupaten Serang tahun 2017-2021
67 66.7 66.82
66.5 66.38
65.93
66 65.6
65.5
65
64.5
IPM

2017 2018 2019 2020 2021

Sumber : BPS Kabupaten Serang, 2022

Ditengah masih berlangsungnya pandemi covid-19 di 2021, nilai IPM Kabupaten


Serang hanya meningkat sebesar 0,12 poin dibandingkan dengan tahun 2020 lalu.
Peningkatan ini jauh lebih baik dibandingkan tahun 2020 lalu yang masih sangat
terdampak pandemi covid-19. Komponen IPM yang memberikan kontribusi tertinggi
pada peningkatan IPM 2021 adalah indeks kesehatan, yaitu pada variabel angka harapan
hidup (AHH).

Grafik 2
Angka Harapan Hidup (AHH)
Kabupaten Serang tahun 2017-2021
65 64.76
64.8 64.64
64.6 64.47
64.4 64.22
64.2 64.02
64
63.8
63.6
Angka Harapan Hidup (AHH)

2017 2018 2019 2020 2021


Sumber : BPS Kabupaten Serang, 2022

Dimensi Angka Harapan Hidup (AHH) mempresentasikan dimensi umur panjang


dan hidup sehat yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama periode 2017 hingga
2021, Angka Harapan Hidup telah meningkat sebesar 0,95 tahun atau rata-rata tumbuh
sebesar 1,49% persen per tahun.
Grafik 3
Dimensi Pendidikan
Kabupaten Serang tahun 2017-2021

14 12.57 12.58
12.38 12.39 12.43
12

10
7.17 7.18 7.33 7.5 7.51
8

0
2017 2018 2019 2020 2021

Harapan Lama Sekolah (HLS) Rata-rata Lama Sekolah (RLS)

Sumber : BPS Kabupaten Serang, 2022

Dimensi Pendidikan pada IPM dibentuk oleh dua indicator, yaitu Harapan Lama
Sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS). Kedua indicator ini terus meningkat
dari tahun ke tahun. Selama periode 2017 hingga 2021, Harapan Lama Sekolah di
Kabupaten Serang telah meningkat sebesar 0,21 tahun, sementara Rata-rata Lama
Sekolah bertambah 1,53 tahun.

Grafik 4
Dimensi Standard Hidup Layak
Kabupaten Serang tahun 2017-2021
10.9
10.8
10.8
10.69 10.71
10.7 10.67

10.6
10.5 10.47

10.4
10.3
Pengeluaran (Juta Rp)

2017 2018 2019 2020 2021


Sumber : BPS Kabupaten Serang, 2022

Rata-rata pengeluaran sempat mengalami penurunan daya beli di tahun 2020 lalu
karena pandemic covid-19, sedangkan di tahun 2021 indeks daya beli kembali membaik,
yaitu untuk rata-rata pengeluaran riil masyarakat Kabupaten Serang tahun 2021 sebesar
Rp. 10.713.000,- per tahun. Peningkatan ini tentunya tidak lepas dari peran Pemerintah
Daerah Kabupaten Serang dalam memberikan subsidi dalam rangka meningkatkan daya
beli masyarakat. Kebijakan ini harus diikuti dengan pembinaan dan perluasan wawasan
serta mengasah kemampuan masyarakat untuk menghasilkan produk barang dan jasa.

6. LAJU INFLASI
6.1. Definis Inflasi
Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum
dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Deflasi merupakan kebalikan dari
inflasi, yakni penurunan harga barang secara umum dan terus menerus.

Perhitungan inflasi dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), link ke


metadata SEKI-IHK. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat
disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan
harga) pada barang lainnya.

6.2. Pengukuran Indeks Harga Konsumen (IHK)


Inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa secara umum
dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Deflasi merupakan kebalikan dari
inflasi, yakni penurunan harga barang secara umum dan terus menerus.

Berdasarkan the Classification of Individual Consumption by Purpose


(COICOP), IHK dikelompokkan ke dalam tujuh kelompok pengeluaran, yaitu:
1. Bahan Makanan.
2. Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau.
3. Perumahan.
4. Sandang.
5. Kesehatan.
6. Pendidikan dan Olahraga.
7. Transportasi dan Komunikasi.
6.3. Disagregasi Inflasi
Di samping pengelompokan berdasarkan COICOP tersebut, BPS saat ini juga
mempublikasikan inflasi berdasarkan pengelompokan lainnya yang dinamakan
disagregasi inflasi. Disagregasi inflasi dilakukan untuk menghasilkan indikator
inflasi yang menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental. Di
Indonesia, disagregasi inflasi IHK tersebut dikelompokan menjadi :
1. Inflasi Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten
(persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh
faktor fundamental, seperti :
- Interaksi permintaan-penawaran.
- Lingkungan eksternal: nilai tukar, harga komoditi internasional, inflasi
mitra dagang.
- Ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen.
2. Inflasi non-Inti, yaitu komponen inflasi yang cenderung tinggi volatilitasnya
karena dipengaruhi oleh selain faktor fundamental. Komponen inflasi non-inti
terdiri dari :
- Inflasi Komponen Bergejolak (Volatile Food): Inflasi yang dominan
dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti
panen, gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan
domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan internasional.
- Inflasi Komponen Harga yang diatur oleh Pemerintah (Administered
Prices): Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa
kebijakan harga Pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik,
tarif angkutan, dll.

6.4. Determinan Inflasi


Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari
sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor
terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak
inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, peningkatan harga-harga
komoditi yang diatur pemerintah (Administered Price), dan terjadi negative supply
shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Faktor penyebab demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang
dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi
ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan
total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara
itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku
ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi dalam keputusan kegiatan
ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut dapat bersifat adaptif atau forward
looking.

Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan
pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal,
dan tahun baru) dan penentuan upah minimum provinsi (UMP). Meskipun
ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung
kenaikan permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya
keagamaan meningkat lebih tinggi dari kondisi supply-demand tersebut. Demikian
halnya pada saat penentuan UMP, pedagang ikut pula meningkatkan harga barang
meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu signifikan dalam mendorong
peningkatan permintaan.

6.5. Pentingnya Kestabilan Harga


Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat bagi pertumbuhan
ekonomi yang berkesinambungan yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan
pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak
negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Pertama, inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat


akan terus turun sehingga standar hidup dari masyarakat turun dan akhirnya
menjadikan semua orang, terutama orang miskin, bertambah miskin. Kedua, inflasi
yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian (uncertainty) bagi pelaku
ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa
inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan
konsumsi, investasi, dan produksi, yang pada akhirnya akan menurunkan
pertumbuhan ekonomi. Ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding
dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil
menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai Rupiah.
Keempat, pentingnya kestabilan harga kaitannya dengan SSK (referensi).

6.6.

7.
8.
9.

Anda mungkin juga menyukai