Disusun Oleh :
Sabilyta Constantya
20200660029
2021
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Menurut Tim Pokja DPP PPNI (2017), faktor-faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya gangguan mobilitas fisik, adalah sebagai berikut :
1) Penurunan kendali otot
2) Penurunan kekuatan otot
3) Kekakuan sendi
4) Kontraktur
5) Gangguan muskoloskeletal
6) Gangguan neuromuskular
7) Keengganan melakukan pergerakan
2.1.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan masalah
gangguan mobilitas fisik yaitu dengan memberikan latihan rentang gerak.
Latihan rentang gerak yang dapat diberikan salah satunya yaitu dengan latihan
Range of Motion (ROM) yang merupakan latihan gerak sendi dimana pasien
akan menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik
secara pasif maupun aktif.
Range of Motion (ROM) pasif diberikan pada pasien dengan
kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan pada tulang maupun
sendi
dikarenakan pasien tidak dapat melakukannya sendiri yang tentu saja pasien
membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga. Kemudian, untuk
Range of Motion (ROM) aktif sendiri merupakan latihan yang dilakukan
sendiri oleh pasien tanpa membutuhkan bantuan dari perawat ataupun
keluarga. Tujuan Range of Motion (ROM) itu sendiri, yaitu mempertahankan
atau memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang
sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk (Potter & Perry, 2012).
Saputra (2013) berpendapat bahwa penatalaksanaan untuk gangguan
mobilitas fisik, antara lain :
a. Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan pasien, seperti
memiringkan pasien, posisi fowler, posisi sims, posisi trendelenburg,
posisi genupectoral, posisi dorsal recumbent, dan posisi litotomi.
b. Ambulasi dini Salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini
bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun
dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan yang lainnya.
c. Melakukan aktivitas sehari-hari. Melakukan aktivitas sehari-hari
dilakukan untuk melatih kekuatan, ketahanan, dan kemampuan sendi agar
mudah bergerak, serta mingkatkan fungsi kardiovaskular.
d. Latihan Range of Motion (ROM) aktif atau pasif.
2.2.2 Etiologi
Penyebab CVA (Cerebro Vaskuler Accident) dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu:
1) Trombosis serebri.
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral atau
penyebab utama thrombosis serebral adalah penyebab paling umum dari
stroke. Thrombosis ditemukan pada 40% dari semua kasus stroke yang
telah dibuktikan oleh ahli patologi. Biasanya pada kaitanya dengan
kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis (Smeltzer,
2005).
2) Emboli selebri
Embolisme selebri termasuk urutan kedua dari berbagi penyebab
utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibandingkan
dengan penderita thrombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari
suatu
thrombus dalam jantung sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya
merupakan perwujudan penyakit jantung (Price, 2005).
3) Hemoragik
Hemoragik dapat terjadi diluar durameter (hemoragik ekstra dural atau
epidural) di bawah durameter (hemoragik subdural), diruang sub arachnoid
(hemoragik subarachnoid) atau dalam substansial otak (hemoragik intra
serebral) (Price, 2005).
2.2.4 Klasifikasi
Stroke Cerebro Vaskuler Accident (CVA) dapat diklasifikasikan
menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu :
1) Stroke hemoragik
Merupakan pendarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau
saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun. Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal
yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang
terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh
karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler (Widjaja, 1994).
2) Stroke non hemoragik (CVA Infark)
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran
umumnya baik
2.2.5 WOC
2.2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan CVA (Cerebro Vaskuler Accident) (Wijaya 2013)
1) Penatalaksanaan umum
a) Posisi kepala dan badan diatas 20-30 derajat, posisi lateral dekubitus
bila disertai muntah. Oleh dimulai mobilisasi bertahap bila
hemodinamik stabil.
b) Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu berikan
oksigen 1-2 liter/menit bila ada hasil gas darah.
c) Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan kateter.
d) Suhu tubuh harus dipertahankan.
e) Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan baik,
bila terhadap gangguan menelan atau pasien yang kesadaran menurun,
dianjurkan pipi NGT. f. Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika tidak ada
kontraidikasi
2) Penatalaksanan medis
a) Trombolitik (streptokinase)
b) Anti platelet / anti trombolitit (asetosol, ticlopidin, clostazol,
dipiridamol)
c) Antikoagulan (heparin)
d) Hemorrhagea (pentoxifilyn)
e) Antagonis serotonin(noftidrofuryl)
f) Antagonis calcium (nomodipin, piracetam)
3) Penatalaksanaan khusus
a) Atasi kejang (antikonvulsan)
b) Atasi tekanan intracranial yang meninggi manitol, gliserol,
furosemide, intubasi, steroid dll)
c) Atasi dekompresi (kraniotomi)
d) Untuk penatalaksanaan faktor resiko
1) Atasi hipertensi ( anti hipertensi)
2) Atasi hiperglikemia (anti hiperglikemia)
3) Atasi hiperurisemia (anti hiperurisemia)
2.3.4 Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan intelektual,
kemampuan hubungan antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan, penemuan perubahan pada pertahanan
daya tahan tubuh, pencegahan komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan lingkungan,
implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman dan keselamatan klien.
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan dan dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam
keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan
BAB III
METODE PENELITIHAN