Anda di halaman 1dari 5

TUGAS RESENSI

BAHASA INDONESIA

DI SUSUN OLEH
ANDI ARUL AR-RAZAQ
IDENTITAS BUKU :
JUDUL BUKU: THE SHUT-INS ARE MOCKING MY YOUTHFUL DAY
PENULIS BUKU: Hitsugi Yusuke
PENERBIT: Shining Rose
TAHUN TERBIT: 2013
JUMLAH HALAMAN: 336

PENDAHULUAN
Aoi Haruya adalah seorang korban bully. Ia ditolong oleh seorang anak perempuan
cantik bernama Mizudori Shihane yang sangat ditakuti dengan julukan
[Huckebein]. Haruya berharap agar ia dapat berdiri sejajar di samping Shihane
yang cantik namun berpendirian keras, akan tetapi mereka akhirnya terpisah
karena Haruya harus pindah sekolah.
Enam tahun kemudian, Haruya yang menjadi siswa SMA sudah tumbuh menjadi
lelaki tangguh yang dikagumi siapa pun. Haruya akhirnya kembali ke tempat
dahulu ia menghabiskan waktu bersama dengan Shihane, namun ketika mereka
bertemu kembali, saat ini Shihane telah berubah total menjadi Hikikomori
akut…!?
ISI RESENSI
Ceritanya pada dasarnya tentang dua sahabat lama, Aoi Haruya dan Mizudori
Shihane. Haruya di masa kecil adalah seorang anak berbadan gemuk dan lemah,
yang karenanya dijuluki Nick-kun (diambil dari kata ‘nikku’ yang berarti daging).
Sedangkan Shihane adalah seorang gadis cantik, pintar, dan populer yang karena
suatu alasan, sangat jago berkelahi. Bahkan sewaktu kecil, Shihane memperoleh
julukan Huckebein (yang ketika aku pertama baca ini, hanya aku tahu merupakan
salah satu mecha orisinil dari seri Super Robot Taisen itu loh, yang bentuknya
mirip Gundam dan ditenagai Black Hole Engine tapi ternyata sebenarnya
merupakan nama sejenis burung), yang merupakan indikasi dirinya sekuat apa.
Seriusan. Intinya, Shihane saking kuatnya kayak seolah-olah bukan manusia.
Mungkin selevel dengan duo Onibaku dari Shonan Junaigumi.
Haruya yang telah berulangkali ditolong Shihane dari bullying mengira dirinya
akan bisa menjumpai Shihane kembali sesudah SMA. Terutama ketika
keluarganya harus pindah dulu, Haruya berjanji pada Shihane akan menjadi orang
kuat yang pantas mendampingi Shihane. Kini sesudah remaja, Haruya telah
tampan dan langsing karena rajin berolahraga dan latihan karate. Sekilas, dirinya
bahkan kelihatan cocok jadi pemeran utama di salah satu seri Kamen Rider. Di
tahun keduanya di SMA, Haruya kembali ke kota tempat asalnya sesudah berhasil
membujuk kedua orangtuanya bahwa kini ia bisa hidup mandiri.
Karenanya, Haruya benar-benar berasumsi bisa mendampingi Shihane sekarang.
Tapi tidak. Harapannya ternyata nyaris pupus.
Alasannya karena Shihane telah menjadi seorang hikkikomori (situasi
pengasingan diri saat tidak adanya partisipasi sosial, yang berlangsung
setidaknya 6 bulan berturut-turut) yang berhenti bersekolah, yang kerjaannya
sepanjang hari hanya bermain.
KEUNGGULAN BUKU
The Shut-ins are Mocking My Youthful Day memiliki daya pikat yang sangat
besar dari segi kedekatan dengan pembaca. Dengan pembukaan yang sedemikian
rupa, mulanya saya kira kisah ini akan berjalan serupa Masamune-kun(tapi, saya
tidak tahu, sebelum membaca The Shut-ins are Mocking My Youthful Day sampai
volume terakhir―ketiga). Namun, sejauh ini, tebakan saya agaknya meleset. Di
sini, penulis lebih menekankan aspek ‘psikologis’ sebagai substansi ceritanya.
Trauma seorang korban bullying atau sesuatu semacam itu.
Barangkali, dikarenakan satu substansi vital inilah, The Shut-ins are Mocking My
Youthful Day menjadi kisah yang halus dan dipoles dengan menarik. Meskipun
harus saya akui, saya baru bisa mengatakan bahwa novel ini bagus, justru di saat-
saat terakhir―sewaktu benar-benar masuk ke dalam konflik, klimaks, dan segala
macamnya. Saya tidak tahu, apa yang akan saya katakan kalau saja saya dipaksa
membaca novel ini dalam mood dan kondisi saya yang agak konservatif seperti
pada hari-hari biasanya.
Sebuah kesalahan besar yang benar-benar ketara; yang dilakukan penulis, bagi
saya adalah, membiarkan satu-satunya benang sub-plot(atau foreshadowing?)
tergantung begitu saja di awal. Bagi penggemar cerita misteri, ada baiknya jangan
berharap yang tidak-tidak mengenai novel ini―dan bagi pembaca kepo, yang suka
menebak-nebak jalan cerita, tampaknya akan dibuat tersenyum penuh kemenangan
karena, saya yakin, mampu menerka dengan (amat) jelas alur cerita dengan mudah.
KEKURANGAN BUKU
Jadi soal cerita, kalau kau nanya apa ini bagus apa enggak, maka secara pribadi
aku akan jawab, uh, enggak. Ceritanya enggak bagus. Para karakternya lebih
banyak digerakkan oleh emosi ketimbang pikiran gitu. Perkembangan plotnya
juga suka kerasa agak absurd. Lalu ada sejumlah bumbu fanservice (Fanservice
adalah material dalam sebuah karya fiksi atau dalam serial fiksi yang secara
intensional ditambahkan untuk menarik audience yang tidak langsung
berpengaruh kepada alur cerita) di sana-sini.

PENUTUP
Meski kisah yang dituangkan dalam novel ini terlihat fiksi, Tapi, kalau dinilai
kualitasnya sebagai LN, dalam artian 'cepat dibaca' dan 'menghibur', buku ini
termasuk bagus. Aku membuka per halamannya itu benar-benar cepat. Lalu
meski ada banyak bagian yang bikin aku ngerasa aneh, meski terkesan tebal,
buku ini bisa beres kubaca dalam sehari.

Anda mungkin juga menyukai