Anda di halaman 1dari 5

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/338832000

Lautan Jilbab sebagai Fenomena Kebudayaan

Article · January 2020

CITATIONS READS

0 475

1 author:

Rony K. Pratama
Universitas Negeri Yogyakarta
167 PUBLICATIONS   9 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Literacy Instruction View project

History View project

All content following this page was uploaded by Rony K. Pratama on 27 January 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Lautan Jilbab sebagai Fenomena Kebudayaan • CakNun.com 15/01/20 14.58

Lautan Jilbab sebagai Fenomena Kebudayaan


Rony K. Pratama
24 Sep 2019 • Dibaca normal 4 menit

“Lautan Jilbab! Lautan Jilbab! Gelombang perjuangan, luka pengembaraan,


tak mungkin bisa dihentikan. Wahai! Sunyi telah memulai bicara!” — Syair
Lautan Jilbab (1988)

Viralnya pemakaian jilbab bagi kaum muslimah belakangan ini sesungguhnya tak terlepas dari upaya
Cak Nun pada medio tahun 80-an. Sejak dipentaskannya naskah Lautan Jilbab di penjuru kota di
Indonesia, khususnya di Jawa, kala itu turut mewacanakan pemakaian pakaian “penutup aurat” bagi
muslimah.

Hal ini bukan berarti Cak Nun merupakan pencetus pertama jilbab, melainkan berkat gerakannya itu,
muslimah menjadi berani mengekspresikan kemuslimahannya di tengah arus deradikalisasi simbol

https://www.caknun.com/2019/lautan-jilbab-sebagai-fenomena-kebudayaan/ Page 1 of 4
Lautan Jilbab sebagai Fenomena Kebudayaan • CakNun.com 15/01/20 14.58

Islam regim Soeharto tahun 80-an.

Kita tahu, meninjam istilah Cak Nun, Soeharto mengalami konversi simbolik dari “Islam-Jawa” ke
“Jawa-Islam”. Frasa tersebut memproyeksikan atmosfer politik nasional Soeharto yang semula anti
Islam pada tahun 80-an kemudian tahun 90-an menjadi mendekat ke Islam.

Yang terakhir ini pada gilirannya ditandai oleh berdirinya ICMI. Konteks sejarah demikian
membentangkan bagaimana Islam secara simbolik pernah mengalami represi besar-besaran di bawah
payung pemerintahan Soeharto.

Tekanan terhadap Islam, khususnya pelarangan penggunaan jilbab di ruang-ruang publik, membuat
gerakan Lautan Jilbab menjadi trajektori penting. Yang menarik ditelisik lebih lanjut, bagaimana Lautan
Jilbab semula dikonstruksi, sehingga menjadi gerakan besar sosial-kemasyarakatan.

Berangkat dari pertanyaan itu kemudian menyasar pada transformasi penggunaan jilbab sampai hari ini
yang niscaya terikat oleh kepentingan industri budaya. Tulisan ini hendak menjawab dua pertanyaan
tersebut.

Konteks Historis
Lautan Jilbab sebagai puisi dan pementasan sesungguhnya tak lahir dari “kekosongan budaya”—pinjam
istilah dari Suminto A. Sayuti. Pada mulanya tanggal 17 Maret 1982 manakala Mendikbud Daoed
Joesoef meneken Surat Keputusan 052/C/Kep/D.82 mengenai Seragam Sekolah Nasional.

https://www.caknun.com/2019/lautan-jilbab-sebagai-fenomena-kebudayaan/ Page 2 of 4
Lautan Jilbab sebagai Fenomena Kebudayaan • CakNun.com 15/01/20 14.58

Dampak dari surat tersebut ialah dilarangnya pemakaian jilbab bagi kalangan muslimah di sekolah
formal. Sebelum surat itu dilayangkan, di tahun-tahun sebelumnya, pemerintah Soeharto mencurigai
gerakan politik Islam yang dianggap akan merongrong Pancasila.

Cak Nun gelisah akan kondisi itu. Ia kemudian menulis puisi Lautan Jilbab. Sajak itu dideklamasikan
pada forum Ramadhan on Campus yang dipanitiai Jamaah Shalahuddin UGM pada Mei 1987. Tahun-
tahun berikutnya ia tak sekadar dibacakan secara tunggal oleh Cak Nun, melainkan juga dipentaskan
hingga pernah menarik audiens sebanyak 6000 orang. Tentu saja membeludaknya orang niscaya karena
formasi pementasan telah mengalami gubahan sedemikian rupa. Pendeknya, Cak Nun menteaterkan
Lautan Jilbab.

Beberapa sumber berita cetak menulis kalau pementasan Lautan Jilbab di Stadiun Wilis, Madiun,
mencapai 35.000 penonton. Suatu jumlah yang sedemikian fantastis untuk pertunjukan teater masa itu.
Koran Jawa Pos tanggal 23 Juli 1991 dengan tajuk Christine Hakim di Lautan Jilbab: Karya Cak Nun
Digelar di Go Skate menyebut pertunjukan tersebut sebagai drama kolosal. Di sana tercatat,
“Pementasan kali ini melibatkan 70 orang. 40 orang Surabaya dan 30 dari Yogyakarta. Pendukung dari
Surabaya kebanyakan berasal kalangan nonteatrikal. Persiapannya membutuhkan waktu dua bulan.”

Berapa harga sistem tiket masa itu? Lebih lanjut Jawa Pos menyiarkan, “Harga tiket Rp 10 ribu dan Rp
5 ribu. Untuk sementara ini, pembelian tiket dilayani dengan sistem kuitansi. Hal itu untuk menangkal
kemungkinan adanya pemalsuan karcis. Pementasan dilakukan mulai pukul 19.30.”

https://www.caknun.com/2019/lautan-jilbab-sebagai-fenomena-kebudayaan/ Page 3 of 4
Lautan Jilbab sebagai Fenomena Kebudayaan • CakNun.com 15/01/20 14.58

Maiyahan

Rony K. Pratama
Pembelajar di Maiyah. Jamaah Maiyah Yogyakarta dan aktif menghadiri Mocopat Syafaat.

https://www.caknun.com/2019/lautan-jilbab-sebagai-fenomena-kebudayaan/ Page 4 of 4

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai