Anda di halaman 1dari 3

Sayid Sulaiman bin Abdurrahman Ba Syaiban merupakan salah satu tokoh

penyebar agama Islam di Jawa Timur. Sayid Sulaiman sendiri mewarisi


keturunan leluhurnya dalam berdakwah.

Ayahnya merupakan seorang ulama dari Yaman dan Ibunya adalah putri dari
Sunan Gunung Jati, Syarif Hidayatullah. Sayid Sulaiman sendiri lahir dan
dibesarkan di Cirebon Jawa Barat.

Makam Sayyid Sulaiman masih menjadi salah satu jujukan para peziarah
untuk mengenal lebih dekat dengan salah satu tokoh penyebar Agama Islam
di tanah Jawa itu.

Jejak peninggalan Mbah Sayyid Sulaiman bukan hanya makam beliau yang
berada di Dusun Rejoslamet, Desa Mancilan, Kecamatan Mojoagung. Dalam
menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa, jejak peninggalan yang bisa
dirasakan hasilnya sampai hari ini adalah masih berdirinya pondok Pesantren.
Pesantren itulah yang kemudian menjadi salah satu peninggalan yang tak
rapuh dimakan zaman, hingga hari ini.

Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, adalah salah satu saksi sejarah Mbah
Sayyid dalam menyebarkan agama Islam dan turun temurun menurunkan
pewaris perjuangan atau alim ulama, yang kemudian jadi pemangku beberapa
pondok besar.

Kala itu, ketekunan dan pengaruhnya dalam berdakwah membuat penjajah


Belanda cemas. Oleh karena itu, saat beranjak dewasa beliau diasingkan oleh
Belanda ke wilayah timur. beliau pun akhirnya tinggal dan bermukim di Krapyak
Pekalongan Jawa Tengah. Dari Pekalongan, Mbah Sayid Sulaiman lalu
berkelana lagi menuju Surakarta. Tidak lama di Surakarta kemudian beliu
melanjutkan perjalanan menuju ke Ampel Surabaya untuk memperdalam ilmu
agama. Saat di Ampel beliau bertemu dengan adiknya Sayid Abdurrahim.
Selepas menimba ilmu di Ampel, mereka berdua pun menuju Pasuruan dan
berguru kepada Mbah Sholeh Semendhi. hingga akhirnya mereka berdua
dinikahkan dengan kedua putri Mbah Sholeh.

Mbah Sholeh Semendi,merupakan putra dari Sultan Maulana Hasanudin,


seorang ulama pejuang yang gigih dari Banten. Ketika Banten bergejolak, mbah
Sholeh keluar dari Banten dan memilih syiar Islam di Pasuruan dan beliau wafat
disana.

Wafat di Desa Mancilan

setelah menikah, Mbah Sayid Sulaiman sempat kembali ke Cirebon tempat


kelahirannya. Namun situasi di sana saat itu sedang ricuh lantaran pertikaian
antara Sultan Ageng Tirtayasa dan putranya sendiri, Sultan Abdul Qohar. Hal ini
terjadi lantaran putranya memihak kepada Belanda.

Mengetahui situasi tersebut, Sayid Sulaiman memutuskan kembali ke Pasuruan.


dan mendirikan pesantren yang kini dikenal dengan nama Pondok Pesantren
Sidogiri.

Kabar ini kemudian terdengar hingga ke Keraton Solo (Mataram). Sayid


Sulaiman pun diundang Sultan untuk hadir di keraton. Dengan tujuan ingin
mengangkat Mbah Sayid sualaiman untuk menjadi hakim keraton. atas
undangan itu, Sayid Sulaiman meminta pertimbangan terlebih dahulu kepada
isteri dan masyarakat Pasuruan kemudian beliaupun berangkat ke Solo. Namun
akhirnya permintaan Sultan ditolak. Sebab, masyarakat Pasuruan tidak ingin
kehilangan tokoh yang yang menjadi panutan itu.

Dalam perjalanan sekembalinya beliau dari Solo sampailah beliau di kawasan


yang sekarang disebut Kabupaten Jombang, pada awalnya wilyah ini masuk
kawasan Kota Mojokerto, kemudian pada tahun 1910 Jombang memishkan diri
menjadi Kabupaten mandiri. Di jombang mbah Sayid Sulaiman jatuh sakit
ditempat tersebut. hingga akhirnya pada 17 Rabiul Awal 1193 H atau 24 Maret
1780 M. beliau wafat dan dimakamkan di Desa Mancilan, Kecamatan
Mojoagung. Kab. Jombang Meski berada di Desa Mancilan, masyarakat kerap
menyebut kawasan ini makam Betek.

Kalau diperhatikan lokasi Makam belai memang jadi satu dengan pemakaman
umum, dikawan makam ini juga terdapat musholla, tempat untuk bersuci, dan
lorong menuju ke makam.

Selain itu, ada pula adam makam keramat Mbah Alif. Kami sarankan apabila
ada dari panjenengan yang hendak ziarah hendklah dahulu ziarah kemakam
beliau sebelum ke makam Mbah Sayid Sulaiman. Mengapa demikian?

Secara tata kramanya Mbah Alief adalah Sohibul wilayah atau tuan rumah.
Diceritakan secara turun menurun mbah Sayid Sulaiman memiliki hubungan
dekat dengan Mbah Raden Alief, Bahkan saat sakit, Mbah Raden Alief inilah
yang merawat Mbah Sayid Sulaiman hingga akhir hayat beliau. Bagi panjengan
yang bermukim di Surabaya, panjengan harus berterimakasih kepada beliau
Mbah Alif, sebab beliaulah yang dulu membabat alas di kawasan wonokromo
hingga ke pesisir utara dan dikenal sebagai Adipati Wirosobo. Makam mbah Alif
berada kurang lebih 50 meter dari makam Mbah Sayid Sulaiman yang menjadi
salah satu jujugan para peziarah yang berwisata religi.

Tak hanya dari Jombang, banyak rombongan peziarah yang berasal dari luar
kota hingga luar negeri yang berkunjung.

Mengenai banyak desas desus terkait terkabulnya hajat para ziarah yang datang
ke Makam Mbah Sayyid Sulaiman, itu kembali kepada kehendak Allah. Sebab
Allah memberikan sesuatu itu bukan hanya karena Doa saja tapi juga keyakinan
seseorang itu sendiri kepada Doanya. Jadi dimanapun panjengan berdoa jangan
ada keragu-raguan setitikpun kepada kuasa Allah. Sebab Allah mengatakan
prasangkaku tergantung prasangka dari hamba ku.

Tidak semua yang nampak itu nyata, tidak semua yang tak telihat itu tidak ada.
Tidak semua yang tertulis itu kebenaran, dan tidak semua yang tak tercatat itu
rahasia. Kami dari Kiai Jawi menghaturkan terimaksih atas perhatian, kritikan
dan masukannya dan kami mohon maaf jika ada ketidak sepakatan dari apa
yang kami sampaikan. Kebenaran hanya milik Allah dan Rasullnya kami
hanyalah insan biasa. Wasllamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Anda mungkin juga menyukai