Anda di halaman 1dari 6

Biografi Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)

]
Nama Tokoh : Maulana Malik Ibrahim

Lahir : Paruh awal abad ke 14

Nama Ayah : Jamaluddin Akbar al-Husaini

Nama Ibu :–

Meninggal : 1419 Masehi

Latar Belakang Sunan Gresik

Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim adalah seorang Walisongo yang dianggap pertama kali
datang. Ia bukan orang Jawa, tapi diketahui berasal dari Khasan, Iran. Saat kedatangan Sunan
Gresik yang diperkirakan terjadi tahun 1404 M sudah ada masyarakat islam, khususnya di daerah
pantai utara. Hal ini ditegaskan dengan adanya makam Fatimah binti Maimun yang wafat tahun
1082 M.

Kisah Perjuangan Sunan Gresik

Tujuan Sunan Gresik ke tanah Jawa adalah untuk menyiarkan agama Islam yang belum terlalu
banyak dipeluk masyarakat Jawa. Tempat pertama kali yang dituju adalah desa Sembalo. Namun,
sekarang Sembalo berubah nama menjadi daerah Leran, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik.
Setelah sampai di Manyar, Sunan Gresik segera membangun sebuah masjid.

Cara yang dilakukan pertama kali oleh Sunan Gresik adalah mendekati masyarakat melalui
pergaulan. Tata bahasa yang ramah senantiasa diperlihatkannya dalam pergaulan. Sunan Gresik
tidak menentang agama dan kepercayaan penduduk asli, melainkan hanya mengedepankan
akhlak mulia seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad saw. Berkat keramahannya, banyak
masyarakat yang tertarik dengan agama Islam.
Selain berdakwah, Sunan Gresik juga berdagang. Shingga membuatnya dapat berinteraksi
dengan masyarakat banyak dan mudah. Selain itu, raja dan para bangsawan juga ikut serta dalam
kegiatan jual beli.

Setelah mapan di dalam masyarakat, Sunan Gresik kemudian berkunjungan ke ibukota Majapahit
di Trowulan. Meskipun Raja Majapahit tidak masuk Islam, dia tetap menerima Sunan Gresik
dengan baik. Bahkan memberikannya sebidang tanah di tepian kota Gresik. Wilayah itulah yang
sekarang dikenal dengan desa Gapura.

Dalam mencari kader-kader penyiar agama Islam, Sunan Gresik membuka pesantren yang
menjadi tempat mendidik pemuka agama Islam di masa selanjutnya. Hal ini mirip dengan gaya
Biksu Hindu mendidik para cantrik di mandalanya. Hingga saat ini makam Sunan Gresik masih
diziarahi orang-orang yang menghargai usahanya menyebarkan agama Islam berabad-abad yang
silam. Setiap malam Jumat Legi, masyarakat setempat sealu berkunjung untuk berziarah.

Ritual Haul (Ziarah tahunan) juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Yang disesuaikan
tanggal wafat pada prasasti makam Sunan Gresik. Pada acara haul biasa dilakukan khataman Al-
Quran, pembacaan riwayat Nabi Muhammad, dan menghidangkan makanan khas Gresik yaitu
bubur harisah.
Sunan Muria (Raden Umar Said)

Raden Umar Said atau yang lebih dikenal dengan Sunan Muria merupakan salah satu walisongo yang tinggal di
daerah Gunung muria. Nama Muria diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, 18 kilometer
ke utara kota Kudus. Selain akhlak yang sholeh, beliau terkenal memiliki kesaktian dalam pertarungan.

Silsilah / Asal-usul Sunan Muria

Satu versi menyebutkan, Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga. Ahli sejarah A.M. Noertjahjo (1974) dan
Solihin Salam (1964, 1974) yakin dengan versi ini. Berdasarkan penelusuran mereka, pernikahanSunan
Kalijaga dengan Dewi Saroh binti Maulana Is-haq memperoleh tiga anak, yakni Sunan Muria, Dewi Rukayah,
dan Dewi Sofiah.

Versi lain memaparkan, Sunan Muria adalah putra Raden Usman Haji alias Sunan Ngudung. Karya R.
Darmowasito, Pustoko Darah Agung, yang berisi sejarah dan silsilah wali dan raja-raja Jawa, menyebutkan
Sunan Muria sebagai putra Raden Usman Haji. Bahkan ada juga yang menyebutnya keturunan Tionghoa.

Dalam bukunya, Runtuhnya Kerajaan Hindhu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara (1968),
Prof. Dr. Slamet Muljana menyebutkan ayah Sunan Muria, Sunan Kalijaga, tak lain seorang kapitan Tionghoa
bernama Gan Sie Cang. Sunan Muria disebut ''tak pandai berbahasa Tionghoa karena berbaur dengan suku
Jawa''.

Slamet mengacu pada naskah kuno yang ditemukan di Klenteng Sam Po Kong, Semarang, pada 1928.
Pemerintahan Orde Baru ketika itu khawatir penemuan Slamet ini mengundang heboh. Akibatnya, karya Slamet
itu masuk dalam daftar buku yang dilarang Kejaksaan Agung pada 1971. Sayang sekali, belum ada telaah
mendalam mengenai berbagai versi itu.

Sejauh ini, karya Umar Hasyim, Sunan Muria: Antara Fakta dan Legenda (1983), bolehlah digolongkan
penelitian awal yang mencoba menelusuri silsilah Sunan Muria secara lebih ilmiah. Ia berusaha membedakan
cerita rakyat dengan fakta. Misalnya tentang Sunan Muria sebagai keturunan Tionghoa.

Umar mengumpulkan sejumlah pendapat ahli sejarah. Ternyata, keabsahan naskah kuno tadi meragukan,
karena telah bercampur dengan dongeng rakyat. Walau begitu, Umar mengaku kadang-kadang terpaksa
mengandalkan penafsirannya dalam menelusuri jejak Sunan Muria. Hasilnya, Umar cenderung pada versi
Sunan Muria sebagai putra Sunan Kalijaga.

Cara berdakwah
Dari berbagai versi itu, tak ada yang meragukan reputasi Sunan Muria dalam berdakwah. Gayanya ''moderat'',
mengikuti Sunan Kalijaga, menyelusup lewat berbagai tradisi kebudayaan Jawa. Misalnya adat kenduri pada hari-
hari tertentu setelah kematian anggota keluarga, seperti nelung dino sampai nyewu, yang tak diharamkannya.

Hanya, tradisi berbau klenik seperti membakar kemenyan atau menyuguhkan sesaji diganti dengan doa atau
salawat. Sunan Muria juga berdakwah lewat berbagai kesenian Jawa, misalnya mencipta macapat, lagu Jawa.
Lagu sinom dan kinanti dipercayai sebagai karya Sunan Muria, yang sampai sekarang masih lestari.

Lewat tembang-tembang itulah ia mengajak umatnya mengamalkan ajaran Islam. Karena itulah, Sunan Muria
lebih senang berdakwah pada rakyat jelata ketimbang kaum bangsawan. Maka daerah dakwahnya cukup luas
dan tersebar. Mulai lereng-lereng Gunung Muria, pelosok Pati, Kudus, Juana, sampai pesisir utara.

Cara dakwah inilah yang menyebabkan Sunan Muria dikenal sebagai sunan yang suka berdakwah topo ngeli.
Yakni dengan ''menghanyutkan diri'' dalam masyarakat. Sasaran dakwah dari Sunan Muria adalah para
pedagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata. Ia adalah satu-atunya wali yang tetap mempertahankan kesenian
gamelan dan wayang sebagai alat dakwah untuk menyampaikan islam.

Keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya. Sunan Muria
seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530), Ia dikenal
sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi
pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari
Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom
dan Kinanti.

Tempat dakwahnya berada di sekitar gunung muria, kemudian dakwahnya diperlua meliputi Tayu, Juwana,
kudus, dan lereng gunung muria. Ia dikenal dengan sebutan sunan muria karena tinggal di gunung Muria.

Sampai kini, kompleks makam Sunan Muria, yang terletak di Desa Colo, tak pernah sepi dari penziarah. Dalam
seharinya tempat tersebut dikunjungi tak kurang dari 15.000 penziarah.
Lelah Mengalah
Dulu ku tak tahu Sulit untuk kembali
Kalau cintamu kau bagi dua Kasih biarkan aku pergi
Dulu ku tak tahu
Kalau kau sudah ada yang punya Lelah hati ini
Lelah hidup denganmu
Kini ku mengerti Walau ku terlanjur sayang pada dirimu
Betapa sakitnya hati ini Namun kusesali semuanya kusesali
kini ku sadari Untung saja aku tak sampai bunuh diri
Telah lama ku dikhianati
Lelah ku mengalah lelah memendam rasa
Lelah hati ini Luka hati ini tak dapat terobati
Lelah hidup denganmu Telah sekian lama hidup bersandiwara
Walau ku terlanjur sayang pada dirimu Biar ku mengalah asal engkau bahagia
Namun kusesali semuanya kusesali
Untung saja aku tak sampai bunuh diri Tak mudah tuk dijalani
Hanya merana hati
Lelah ku mengalah lelah memendam rasa Bagai jarum dalam jerami
Luka hati ini tak dapat terobati Sulit untuk kembali
Telah sekian lama hidup bersandiwara Kasih biarkan aku pergi
Biar ku mengalah asal engkau bahagia

Dulu ku tak tahu


Kalau cintamu kau bagi dua
Dulu ku tak tahu
Kalau kau sudah ada yang punya

Lelah hati ini


Lelah hidup denganmu
Walau ku terlanjur sayang pada dirimu
Namun kusesali semuanya kusesali
Untung saja aku tak sampai bunuh diri

Lelah ku mengalah lelah memendam rasa


Luka hati ini tak dapat terobati
Telah sekian lama hidup bersandiwara
Biar ku mengalah asal engkau bahagia

Tak mudah tuk dijalani


Hanya merana hati
Bagai jarum dalam jerami
Kemarin
Seventeen

Kemarin engkau masih ada di sini


Bersamaku menikmati rasa ini
Berharap semua takkan pernah berakhir
Bersamamu
Bersamamu
Kemarin dunia terlihat sangat indah
Dan denganmu merasakan ini semua
Melewati hitam-putih hidup ini
Bersamamu
Bersamamu
Kini sendiri di sini
Mencarimu tak tahu di mana
Semoga tenang kau di sana
Selamanya
Aku selalu mengingatmu
Doakanmu setiap malamku
Semoga tenang kau di sana
Selamanya
Kini sendiri di sini
Mencarimu tak tahu di mana
Semoga tenang kau di sana
Selamanya
Aku selalu mengingatmu
Doakanmu setiap malamku
Semoga tenang kau di sana
Selamanya

Anda mungkin juga menyukai