Anda di halaman 1dari 63

PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH KABUPATEN KEDIRE

RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH


JRYA MELATI
in Dina Peon.Mod4Pel.y. ftp.. tu letup.t. rt6, 03.090.603934182/20./
TkAEDMIAI LAM fay8Nga.ii we k. 10.Ni0h. Karat. iii! Tl (004441748[F%ls. (0354) 443155
KA.RS .$uryam iya.hi1leb.site hp//www.uy80l000

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH SURYA MELATT


Nomor; 0262/PRN/IL.6.AU/H/V/2023
Tentang
PANDUAN UNIT PELAYANAN FARMASl
RUMAN SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH SURYA MELA TT KEDIRL

Direktur Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Surya Melati Kediri, setelah:


Menimbang : 1. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah
Sakit Umum Muhammadiyah Surya Melati, maka diperlukan
penyelenggaraan pelayanan farmasi yang bermutu tinggi,
2. Bahwa untuk memenuhi diktum 1 (satu) di atas, perlu adanya
Peraturan Direktur tentang Panduan Unit Pelayanan Farmasi
Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Surya Melati sebagal
landasan bagi penyelenggaraan pelayanan farmasi di Rumah
Sakit Umum Muhammadiyah Surya Melati;
4. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam diktum 1 (satu) dan 2 (dua) di atas, perlu ditetapkan
dengan Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Muhammadiyah
Surya Melati.
Menginga 1 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan;
2 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit,
3. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2020
tentang Cpta Kerja,
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan;
5. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika;
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 2 tahun 2022
tentang Cipta Kerja;
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 47 tahun 2021
tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan;
8. peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor S
tahun 2023 tentang Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi;
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 72
tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit;
11. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 11
tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien;

16roe1Ge[00914L00114..g14Mg14000//494loco01en180%01.th.thl
12. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia nomor 40 tahun 2013 tentang Pedoman Pengelolaan
Perkursor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi;
13. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia nomor 24 Tahun 2021 tentang Pengawasan
Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian;
14. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
HK.01.07/MENKES/659/2017 tentang Formularium Nasional;
15. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1439/MENKES/SK/XI/2002 tentang Penggunaan Gas Medis pada
Sarana Pelayanan Kesehatan;
16. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit;
17. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah;
18. Keputusan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur
nomor 2207/KEP/II.0/D/2021 tentang Pengangkatan Direktur
Rumah Sakit Umum (RSU) Muhammadiyah Surya Melati
Kabupaten Kediri Masa Jabatan 2021 – 2025.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH


SURYA MELATI TENTANG PANDUAN UNIT PELAYANAN FARMASI
RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH SURYA MELATI KEDIRI

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Panduan Unit Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Surya Melati Kediri
digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pelayanan farmasi di Rumah Sakit
Umum Muhammadiyah Surya Melati Kediri.

Pasal 2
Panduan Unit Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Surya Melati Kediri
berisi:
1. Panduan Penyusunan Formularium;
2. Panduan Obat High Alert;
3. Panduan Penetapan Beyond Use Date;
4. Panduan Penulisan Resep;
5. Panduan Obat Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor.

BAB II
DEFINISI

Pasal 3
Yang dimaksud dengan:
1. Seleksi obat adalah salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengendalikan
pembiayaan obat terhadap pengadaan stok obat;
2. Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medis dari suatu
Rumah Sakit yang bekerja melalui Komite Farmasi dan Terapi;
3. Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh Komite Farmasi
dan Terapi untuk digunakan di Rumah Sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu
yang ditentukan;
4. Sistem pembuatan formularium adalah suatu sistem di mana prosesnya tetap berjalan
terus, dalam arti kata bahwa sementara formularium itu digunakan oleh staf medis, di
lain pihak Komite Farmasi dan Terapi mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan
terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan
keselamatan dan kesejahteraan pasien.
5. High Alert Medication adalah obat-obat yang memiliki risiko tinggi menyebabkan/
menimbulkan adanya komplikasi/membahayakan pasien secara signifikan jika
terdapat kesalahan penggunaan (dosis, interval dan pemilihan);
6. Obat risiko tinggi yaitu obat yang apabila terjadi kesalahan (error) dapat menimbulkan
kematian atau kecacatan seperti insulin atau heparin;
7. Obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinis tampak/kelihatan sama (look
alike), bunyi ucapan sama (sound alike), atau disebut juga nama obat rupa ucapan
mirip (NORUM);
8. Elektrolit konsentrat seperti potassium klorida dengan konsentrasi sama atau lebih
dari 2 mEq/ml, potassium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari 3
mmol/ml, natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat
dengan konsentrasi 20%, 40% atau lebih.
9. Beyond Use Date (BUD) adalah batas waktu penggunaan produk obat setelah diracik/
disiapkan atau setelah kemasan primernya dibuka/dirusak. Kemasan primer disini
berarti kemasan yang langsung bersentuhan dengan bahan obat, seperti: botol,
ampul, vial blister, dst.;
10. Expired Date adalah batas waktu penggunaan produk obat setelah diproduksi oleh
pabrik farmasi, sebelum kemasannya dibuka;
11. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik
dalam bentuk paper maupun electronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat
bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku;
12. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang tentang Narkotika;
13. Psikotropika adalah zat/bahan baku atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku;
14. Prekursor farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi industri
farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang mengandung
ephedrine, pseudoephedrine, norephedrine/phenylpropanolamine, ergotamin,
ergometrine, atau Potasium Permanganat.

BAB III
RUANG LINGKUP

Pasal 4
Ruang lingkup Panduan Penyusunan Formularium meliputi:
1. Kriteria pemilihan obat untuk masuk formularium Rumah Sakit;
2. Tahapan proses penyusunan formularium Rumah Sakit.
Pasal 5
Ruang lingkup Panduan Obat High Alert meliputi:
1. Prinsip High Alert;
2. Prosedur;
3. High alert medication;
4. Pemberian high alert medications pada pedriatik dan neonatus.

Pasal 6
Ruang lingkup Panduan Penetapan Beyond Use Date meliputi:
1. Perbedaan beyond use date dan expired date;
2. Penetapan beyond use date obat non steril;
3. Beyond use date obat racikan;
4. Beyond use date obat steril;

Pasal 7
Ruang lingkup Panduan Penulisan Resep meliputi:
1. Prinsip penggunaan obat secara rasional;
2. Definisi resep;
3. Ukuran lembaran resep;
4. Jenis-jenis resep;
5. Penulis resep;
6. Latar belakang penulisan resep;
7. Tujuan penulisan resep;
8. Kerahasian dalam penulisan resep;
9. Format penulisan resep;
10. Tanda-tanda pada resep;
11. Persyaratan menulis resep dan kaidahnya;
12. Prinsip penulisan resep;
13. Karakteristik penulisan resep;
14. Permasalahan dalam menulis resep;
15. Tata cara penulisan resep.

Pasal 8
Ruang lingkup Panduan Obat Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor meliputi:
1. Penyaluran;
2. Penyerahan;
3. Penyimpanan;
4. Pemusnahan;
5. Pencatatan dan pelaporan.

BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 9
Peraturan Direktur ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Kediri
12 Syawal 1444 H
Pada tanggal
2Mei 2023 M

Direktur
Rumah Sakit Umum hammadiyah
Surya'-lat

ANI, M.A.R.S,

Tembusan kepqda Yth.;


1. Kepala Unit Pelayanan Farmasi
2. Arsip
Lampiran 1 : Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Surya Melati
Nomor : 0262/PRN/III.6.AU/H/V/2023
Tentang : Panduan Unit Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Umum Muhammadiyah
Surya Melati Kediri

PANDUAN PENYUSUNAN FORMULARIUM


RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH SURYA MELATI KEDIRI

BAB I
PENDAHULUAN

1. Seleksi obat merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengendalikan
pembiayaan obat terhadap pengadaan stok obat.
2. Tujuan seleksi obat bertujuan agar dapat menerapkan secara tepat asas substitusi
generik dan asas pertukaran terapi untuk menjamin terapi obat bermutu tinggi, untuk
pemilihan dan aplikasi terapi yang tepat, memastikan kualitas obat, mengendalikan
pembiayaan obat, bersaing baik dari segi kualitas, penyimpanan, distribusi dan
prosedur pembuatan dengan harga yang rendah untuk meningkatkan hubungan,
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan obat yang cost effective dan berdasarkan
EBM.
3. Seleksi obat meliputi evaluasi dan asesmen data bioekivalen, karakteristik
penyimpanan, dispensing dan konsumsi (pemberian), harga dan informasi produk yang
relevan. Seleksi obat dalam formularium meliputi pemilihan distributor, penyeleksian
distributor, penambahan atau penghapusan obat baru setelah disetujui Panitia
Farmasi dan Terapi.
4. Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medis dari suatu rumah
sakit yang bekerja melalui Panitia Farmasi dan Terapi.
5. Formularium adalah himpunan obat yang diterima/disetujui oleh Panitia Farmasi dan
Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang
ditentukan.
6. Sistem pembuatan formularium adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan
7. Sistem pembuatan formularium adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan
terus, dalam arti kata bahwa sementara Formularium itu digunakan oleh staf medis, di
lain pihak Panitia Farmasi dan Terapi mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan
terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan
keselamatan dan kesejahteraan pasien.
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Panduan Penyusunan Formularium meliputi:


1. Kriteria pemilihan obat untuk masuk formularium Rumah Sakit;
2. Tahapan proses penyusunan formularium Rumah Sakit.
BAB III
KEBIJAKAN

Kebijakan yang digunakan meliputi:


1. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 5 tahun 2023 tentang
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 72 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
5. Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Surya Melati Nomor:
1097/PRN/III06.AU/H/XI/2022 tentang Pelayanan Farmasi yang menyatakan bahwa:
a. Rumah Sakit menetapkan dan menerapkan formularium yang digunakan untuk
peresepan/permintaan obat/instruksi pengobatan;
b. Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang telah disepakati staf medis,
disusun oleh Komite Farmasi dan Terapi yang telah ditetapkan oleh Direktur
Rumah Sakit;
c. Komite Farmasi dan Terapi merupakan komite yang memberikan rekomendasi
kepada Direktur Rumah Sakit mengenai kebijakan penggunaan obat di Rumah Sakit
yang anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili semua spesialis yang ada di
Rumah Sakit, apoteker Unit Pelayanan Farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya
apabila diperlukan;
d. Komite Farmasi dan Terapi melakukan pemantauan kepatuhan terhadap
formularium Rumah Sakit baik persediaan maupun penggunaannya, serta
melakukan evaluasi terhadap formularium Rumah Sakit minimal setahun sekali
berdasarkan informasi tentang efektivitas, keamanan, dan biaya;
e. Rumah Sakit melakukan pelaksanaan dan evaluasi terhadap perencanaan dan
pengadaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai;
f. Pengadaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai melibatkan apoteker
sesuai peraturan perundang-undangan.
BAB IV
TATA LAKSANA

1. Kriteria pemilihan obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit


a. Mengutamakan penggunaan obat generik atau formularium nasional
b. Sesuai dengan panduan praktik klinis
c. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling menguntungkan
penderita
d. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
e. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
f. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
g. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh pasien
h. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi berdasarkan biaya
langsung dan tidak langsung
i. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan aman (evidence based
medicines) yang paling dibutuhkan untuk pelayanan dengan harga yang
terjangkau.
j. Pembatasan sediaan suplemen
k. Obat-obat yang tidak termasuk NORUM/ LASA.

2. Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit


a. Buat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing Kelompok Staf Medis
berdasarkan standar terapi atau standar pelayanan medis
b. Kelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi
c. Bahas usulan tersebut dalam rapat Panitia Farmasi dan Terapi
d. Kembalikan rancangan hasil pembahasan Panitia Farmasi dan Terapi, dikembalikan
ke masing-masing KSM untuk mendapatkan umpan balik
e. Bahas hasil umpan balik dari masing-masing KSM
f. Tetapkan daftar obat yang masuk ke dalam Formularium Rumah Sakit
g. Lakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada staf dan melakukan
monitoring.
BAB VI
DOKUMENTASI

Dokumentasi penyusunan Formularium rumah Sakit adalah Form usulan obat

Ditetapkan di Kediri
12 5yawal 1444 H
Pada tanggal
2Mei 2023 M

Direktur
Rumah Sakit Umum Muhammadiyah
Surya Melati


drg. MILLATUL
�HANI,
M.A.R.S.
Lampiran 2 : Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Surya Melati
Nomor : 0262/PRN/III.6.AU/H/V/2023
Tentang : Panduan Unit Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Umum Muhammadiyah
Surya Melati Kediri

PANDUAN OBAT HIGH ALERT


RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH SURYA MELATI KEDIRI

BAB I
DEFINISI

1. High Alert Medication adalah obat-obat yang memiliki risiko tinggi menyebabkan/
menimbulkan adanya komplikasi/membahayakan pasien secara signifikan jika
terdapat kesalahan penggunaan (dosis, interval dan pemilihan). Hal ini dikarenakan
adanya rentang dosis terapeutik dan keamanan yang sempit atau karena insiden yang
tinggi akan terjadinya kesalahan.
2. Obat risiko tinggi yaitu obat yang apabila terjadi kesalahan (error) dapat menimbulkan
kematian atau kecacatan seperti insulin, heparin.
3. Obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinis tampak/kelihatan sama (Look
Alike), bunyi ucapan sama (Sound Alike), atau disebut juga nama obat rupa ucapan
mirip (NORUM).
4. Elektrolit konsentrat seperti potassium klorida dengan konsentrasi sama atau lebih
dari 2 mEq/ml, potassium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari 3
mmol/ml, natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat
dengan konsentrasi 20%, 40% atau lebih.
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Panduan Obat High Alert meliputi:


1. Prinsip High Alert;
2. Prosedur;
3. High alert medication;
4. Pemberian high alert medications pada pedriatik dan neonatus.
BAB III
KEBIJAKAN

Kebijakan yang digunakan meliputi:


1. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 5 tahun 2023 tentang
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 72 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
6. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit Edisi III Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2015.
7. Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Surya Melati Nomor:
1097/PRN/III06.AU/H/XI/2022 tentang Pelayanan Farmasi yang menyatakan bahwa:
a. Pemberian obat dilakukan oleh staf yang kompeten dan berwenang dengan
pembatasan yang ditetapkan;
b. Sebelum obat diberikan kepada pasien, dilaksanakan verifikasi minimal meliputi:
identitas pasien, nama obat, dosis rute, dan waktu pemberian;
c. Khusus obat high alert, dilakukan dua kali pemeriksaan dengan staf yang kompeten
sebelum diberikan kepada pasien;
d. Pasien diberikan informasi tentang obat yang akan diberikan.
BAB IV
TATA LAKSANA

Panduan ini diterapkan di lingkup Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Surya


Melati Kediri yang ditujukan kepada seluruh staf medis Rumah Sakit yang memberikan
terapi medis kepada pasien. Pelaksanaan panduan ini adalah seluruh staf medis Rumah
Sakit Umum Muhammadiyah Surya Melati Kediri. Obat-obatan yang digunakan dalam
emergency medis (misalnya kondisi mengancam nyawa yang bersifat gawat darurat) tidak
diwajibkan untuk mengikuti Panduan dan Prosedur Penggunaan Obat High Alert
Medication. Obat-obatan yang termasuk dalam kategori High Alert adalah:
1. Obat Resiko Tinggi
a. Agonis Adrenergik IV (Epinefrin, Fenilefrin, , Norepinefrin, Isoproterenol)
b. Antagonis Adrenergik (Propanolol)
c. Agen Anestesi, Umum, Inhalasi dan IV (Propofol, Ketamin)
d. Antiaritmia, IV (Lidocain, Amiodaron)
e. Agen Antitrombotik, meliputi:
 Antikoagulan (Warfarin, low molecular weight Heparin, IV unfractionated
Heparin)
 Inhibitor faktor Xa (Fondaparinux)
f. Larutan Kardioplegik
g. Obat epidural atau intratekal
h. Hipoglikemik, oral
i. Obat inotropik, IV (Digoksin, Dobutamin, Dopamin)
j. Kalsium Intravena
k. Narkotik /Opioid:
 IV
 Transdermal
 Oral (formulasi larutan konsentrat, immediate release dan susteined
release)
l. Agen Sedasi Sedang, IV (midazolam)
m. Agen Sedasi Sedang, Oral, untuk anak-anak (Kloralhidrat)
n. Agen Block Neuromuscular (Atrakurium)
o. Insulin SC dan IV
2. Obat LASA/NORUM
Daftar obat LASA /NORUM terlampir
3. Elektrolit Konsentrat
a. Injeksi NACL  0,9% ,
b. Injeksi Kalium (Klorida, Asetat dan Fosfat)  0,4 Eq/ml
c. Infus Magnesium Sulfate

A. PRINSIP
1. Kurangi atau eliminasi kemungkinan terjadinya kesalahan
a. Mengurangi jumlah high alert medication yang disimpan di suatu unit
b. Mengurangi konsentrasi dan volume obat yang tersedia
c. Hindarkan penggunaan high alert medication sebisa mungkin
2. Lakukan pengecekan ganda.
3. Meminimalisasi konsekuensi kesalahan
a. Misalnya: kesalahan fatal terjadi di mana injeksi vial 50 ml berisi lidocain 2%
tertukar dengan manitol (kemasan dan cairan obat serupa). Solusinya sediakan
lidocain 2% dalam vial 10 ml, sehingga kalaupun terjadi salah pemberian,
jumlah lidocain yang diinjeksikan kurang bertampak fatal.
b. Pisahkan obat-obatan dengan nama atau label yang mirip.
c. Minimalisasi instruksi verbal dan hindarkan penggunaan singkatan.
d. Batasi akses terhadap high alert medication.
e. Gunakan table dosis standar (dari pada menggunakan dosis perhitungan
berdasarkan berat badan/fungsi ginjal, dimana rentan terjadi kesalahan)

B. PROSEDUR
Lakukan prosedur dengan aman dan hati-hati selama memberikan instruksi,
mempersiapkan, memberikan obat dan menyimpan high alert medication.
1. Peresepan
a. Instruksi pemberian obat high alert hanya boleh dilakukan oleh dokter.
b. Jangan memberikan instruksi hanya secara verbal mengenai high alert
medications.
c. Instruksi ini harus mencakup minimal nama pasien dan nomor rekam medik
pasien; tanggal dan waktu instruksi dibuat; nama obat (generik), dosis, jalur
pemberian dan tanggal pemberian obat; kecepatan dan/durasi pemberian
obat.
d. Dokter harus mempunyai diagnosis, kondisi, dan indikasi penggunaan setiap
high alert medications secara tertulis.
e. Setiap resep yang tidak jelas harus dilakukan konfirmasi kepada DPJP.

2. Persiapan
a. Memastikan bahwa pada kemasan terkecil obat yang berisiko tinggi telah
tertempel label “HIGH ALERT” dan untuk obat yang LASA harus tertempel label
“LASA”.
b. Setiap obat dengan resiko tinggi dan elektrolit konsentrat harus diberikan label
identitas pasien pengguna obat tersebut.
c. Dilakukan telaah resep dan telaah obat untuk memastikan obat yang disiapkan
sesuai.

3. Penyimpanan
a. High Alert Medications yang disimpan di ruang perawat harus disimpan di
dalam troli obat.
b. Semua tempat penyimpanan harus diberikan label yang jelas dan dipisahkan
dengan obat-obatan rutin lainnya. Jika High Alert Medications harus disimpan
di area perawatan pasien, diberikan label “HIGH ALERT” pada tutup luar
tempat penyimpanan. Khusus untuk obat LASA penyimpanannya pada troli
obat pasien dengan setiap kemasan terkecil obat tertempel label “LASA”.
c. Jika menggunakan dispensing cabinet untuk menyimpan High Alert Medication,
berilah pesan pengingat ditutup cabinet agar perawat pasien dapat waspada
dan berhati-hati dengan High Alert Medication.
d. Setiap kotak /tempat yang berisi High Alert Medication harus diberi label.
e. Infus intravena High Alert Medication harus diberikan label yang jelas dengan
menggunakan huruf /tulisan yang berbeda dengan sekitarnya.
f. Penyimpanan jenis obat High Alert yang sama dibagian farmasi harus
diletakkan dalam satu box.

4. Pelabelan
Semua tempat penyimpanan obat higt alert
5. Pemberian Obat
a. Perawat harus selalu melakukan pengecekan ganda (double check) terhadap
semua High Alert Medications sebelum diberikan kepada pasien.
b. Pengecekan ganda terhadap High Alert Medications:
1) Pengecekan ganda diperlukan sebelum memberikan high alert medications
tertentu/spesifik dan disaat pelaporan pergantian jaga atau saat melakukan
transfer pasien.
2) Pengecekan ganda ini akan dicatat pada rekam medis pasien atau pada
catatan pemberian medikasi pasien.
3) Pengecekan pertama harus dilakukan oleh petugas yang berwenang untuk
menginstruksi, meresepkan atau memberikan obat-obatan, antara lain
perawat, farmasis dan dokter.
4) Pengecekan kedua akan dilakukan oleh petugas yang berwenang atau
perawat lainnya (petugas tidak boleh sama dengan pengecek pertama).
5) Kebutuhan minimal untuk melakukan pengecekan ganda/verikasi oleh
orang kedua dilakukan kondisi setiap akan menginjeksikan obat dan untuk
infuse (saat terapi inisial, saat terdapat perubahan konsentrasi obat, saat
pemberian bolus, saat penggantian jaga perawat atau transfer pasien,
setiap terjadi perubahan dosis obat).
c. Prosedur untuk dosis inisial atau inisiasi infuse baru:
1) Petugas kesehatan mempersiapkan obat dan hal-hal di bawah ini untuk
menjalani pengecekan ganda oleh petugas kedua:
a) Obat-obatan pasien dengan label yang masih intake,
b) Rekam medis pasien, catatan pemberian medikasi pasien atau
resep/instruksi tertulis dokter,
c) Obat yang hendak diberikan lengkap dengan labelnya.
2) Petugas kedua akan memastikan hal-hal sebagai berikut ini:
a) Obat telah disesuaikan dengan instruksi,
b) Perawat pasien harus memverifikasi bahwa obat yang hendak diberikan
telah sesuai dengan instruksi dokter,
c) Obat memenuhi 7 persyaratan:
 Benar pasien
 Benar obat
 Benar dosis
 Benar cara (rute)
 Benar waktu
 Benar expired date
 Benar pendokumentasian
d) Membaca label dengan suara lantang kepada perawat untuk
memverifikasi : obat tepat, dosis atau kecepatannya tepat, termasuk
pengecekan ganda mengenai perhitungan dan verifikasi pompa infuse,
rute pemberian tepat, frekuensi/interval tepat, diberikan kepada pasien
yang tepat.
3) Pada beberapa kasus, harus tersedia juga kemasan/vial obat untuk
memastikan bahwa obat yang disiapkan adalah obat yang benar.
4) Ketika petugas kedua telah selesai melakukan pengecekan ganda dan
kedua petugas puas bahwa obat telah sesuai, lakukan pencatatan pada
rekam medis/catatan pemberian medikasi pasien.
5) Petugas kedua harus menulis “dicek oleh” dan diisi dengan nama pengecek.
6) Pengecekan ganda akan dilakukan sebelum obat akan diberikan kepada
pasien.
7) Pastikan infuse obat berada pada jalur/selang yang benar dan lakukan
pengecekan selang infus mulai dari larutan/cairan infus, pompa hingga
tempat insersi selang.
8) Pastikan pompa infuse terprogram dengan kecepatan pemberian yang
tepat, termasuk ketepatan data berat badan pasien.
9) Untuk pengecekan saat pergantian jaga perawat atau transfer pasien:
a) Petugas kedua akan memastikan hal-hal berikut ini, obat yang diberikan
harus memenuhi tujuh persyaratan, perawat berikutnya akan membaca
label dengan lantang kepada perawat sebelumnya untuk memverfikasi
kelima persyaratan (seperti yang telah disebutkan di atas).
b) Saat pengecekan telah selesai dan kedua perawat yakin bahwa obat
telah selesai, lakukan pada bagian pengecekan oleh perawat di rekam
medis pasien.
d. Sesaat sebelum memberikan obat, perawat mengecek nama pasien,
memberitahukan kepada pasien mengenai nama obat yang diberikan kepada
pasien, dosis dan tujuannya (pasien dapat juga berperan sebagai pengecek, jika
memungkinkan).
e. Semua pemberian high alert medications intravena dan bersifat kontinu harus
diberikan pada pasien ruang perawatan intensif atau pada pasien resiko tinggi
mengalami kelebihan cairan (volume over load). Setiap selang infuse harus
diberi label dengan nama obat yang diberikan diujung distal selang dan pada
pintu masuk pompa (untuk mempermudah verifikasi dan meminimalkan
kesalahan).
f. Pada situasi emergency, di mana pelabelan dan prosedur pengecekan ganda
dapat menghambat atau menunda penatalaksanaan dan berdampak negatif
terhadap pasien. Perawat atau dokter pertama-tama harus menentukan dan
memastikan bahwa kondisi klinis pasien benar-benar bersifat emergency dan
perlu ditatalaksana segera sedemikian rupa sehingga pengecekan ganda dapat
ditunda. Petugas yang memberikan obat harus menyebutkan dengan lantang
semua terapi obat yang diberikan sebelum memberikannya kepada pasien.
g. Obat yang tidak digunakan dikembalikan kepada farmasi atau apotek, dan
dilakukan peninjauan ulang oleh farmasis/apoteker apakah terjadi kesalahan
obat yang belum diberikan.
h. Dosis ekstra yang digunakan ditinjau ulang oleh apoteker untuk mengetahui
indikasi penggunaan dosis ekstra.

C. HIGH ALERT MEDICATIONS


1. Agonis Adrenergik IV (Epinefrin, Norepinefrin)
a. Instruksi medikasi harus meliputi “kecepatan awal”.
b. Saat titrasi obat harus meliputi parameternya.
c. Konsentrasi standar untuk infuse kontinu: Epinefrin 4 mg/250 ml; Norepinefrin
8 mg/250 ml; Fenilefrin 50 mg/250 ml.
d. Pada kondisi klinis di mana diperlukan konsentrasi infuse yang tidak sesuai
standar, spuit atau botol infuse harus diberi label “Konsentrasi yang digunakan
adalah ................”
e. Gunakan monitor kardiovaskuler pada semua pasien dengan pemasangan vena
sentral.
2. Antagonis Adrenergik (Propranolol)
Konsentrasi standar Esmolol : vial 100 mg/10 ml; ampul 2,5 g/10 ml
3. Dobutamin dan Dopamin
a. Sering terjadi kesalahan berupa obat tertukar karena namanya mirip dan
indikasinya yang serupa. Gunakan label yang dapat membedakan nama obat
(misalnya: DOBUTamin, DOPamin).
b. Gunakan konsentrasi standar.
c. Beri label pada pompa dan botol infuse berupa nama obat dan dosisnya.
4. Kalsium Intravena
a. CaCl tidak boleh diberikan melalui IM karena bersifat sangat iriatif terhadap
jaringan.
b. Faktor yang dapat mempengaruhi konsentrasi kalsium dalam darah adalah
kadar fosfor serum dan albumin serum.
c. Efek samping yang dapat terjadi:
1) Interaksi obat dengan Digoksin (injeksi cepat kalsium dapat menyebabkan
brandiaritmia terutama pada pasien yang mengkonsumsi Digoksin).
2) Antagonis terhadap CCB (Calsium-Channel Blocker) dan peningkatan
tekanan darah.
3) Hipokalsemia dan Hiperkalsemia akibat pemantauan kadar kalsium yang
tidak efisien.
4) Rasio kalsium-fosfor yang tidak tepat dalam larutan IV dan menyebabkan
presipitasi dan kerusakan organ.
5) Nekrosis jaringan akibat ekstravasasi kalsium klorida.
d. Insruksikan pemberian kalsium dalam satuan miligram.
e. Lakukan pengecekan ganda.
5. Infuse kontinu Heparin
a. Protokol standar indikasi adalah untuk trombosis vena dalam (Deep Vein
Thrombosis – DVT), sakit jantung, stroke dan ultra filtrasi.
b. Singkatan “u” untuk unit tidak diperbolehkan. Jangan menggunakan singkatan.
c. Standar konsentrasi obat untuk infuse kontinu : Heparin 25.000 unit/500 ml
dekstrose 5% setara dengan 50 unit/ml; Lepirudin 50 mg/250 ml dan 100
mg/250 ml; Argatroban250 mg/250 ml.
d. Gunakan pompa infuse.
e. Lakukan pengecekan ganda.
f. Berikan stiker atau label pada vial heparin dan lakukan pengecekan ganda
terhadap adanya perubahan kecepatan pemberian.
g. Untuk pemberian bolus, berikan dengan spuit (dari pada memodifikasi
kecepatan infuse).
h. Obat-obatan harus diawasi dan dipantau.
i. Warfarin harus diinstruksikan secara harian berdasarkan pada nilai INR/PT
harian.
6. Infuse narkose/Opioat, termasuk infuse narkose epidural
a. Opioate dan substansi lainnya harus disimpan dalam lemari penyimpanan yang
terkunci di farmasi/unit pelayanan farmasi dan di ruang perawatan pasien.
b. Kapanpun memungkinkan, instruksi yang dicetak (print) sebaiknya tersedia
dalam meresepkan obat.
c. Berikan label high alert untuk infuse kontinu dengan konsentrasi non standar
yang diberikan atau diantarkan ke unit rawat, jika diperlukan sewaktu waktu.
d. Konsentrasi standar:
1) Morfin 1 mg/ml
2) Meperidin 10 mg/ml
3) Hidromorfin 0,2 mg/ml (lima kali lebih poten dibandingkan morfin)
4) Fentanil (penggunaan ICU) 10 mcg/ml
e. Konsentrasi tinggi: (berikan label: “Konsentrasi Tinggi”)
1) Morfin 5 mg/ml
2) Hidromorfin 1 mg/ml (lima kali lebih poten dibandingkan morfin)
3) Fentanil (penggunaan ICU) 50 mcg/ml
f. Instruksi penggunaan narkose harus mengikuti kebijakan titrasi.
g. Pastikan tersedia nalokson atau sejenisnya di semua area yang dapat
kemungkinan menggunakan morfin.
h. Tanyakan kepada semua pasien yang menerima opiate mengenai riwayat
alergi.
i. Hanya gunakan nama generik.
j. Jalur pemberian epidural:
1) Semua pemberian infuse narkose/opioate harus diberikan dengan pompa
infuse yang terprogram dan diberikan label pada alat pompa.
2) Gunakan tabung infuse yang spesifik (misalnya warna kuning bergaris)
tanpa portal injeksi.
3) Berikan label pada ujung distal selang infuse epidural dan selang infuse IV
untuk membedakan.
k. Jika diperlukan perubahan dosis, hubungi dokter yang bertanggung jawab.
l. Lakukan pengecekan ganda.
7. Agen Sedasi Sedang IV (Midazolam, Propofol)
a. Setiap infuse obat sedasi kontinu memiliki standar dosis, yaitu:
1) Lorazepam 1 mg/ml
2) Midazolam 1 mg/ml, efek puncak 5 – 10 menit
3) Propofol 10 mg/ml
b. Lakukan monitor selama pemberian obat (oksimetri denyut, tanda vital,
tersedia peralatan resusitasi).
8. Agen Blok Neuromuscular (Atrakurium)
a. Harus disimpan di area khusus dan spesifik, seperti kamar operasi, ruang rawat
intensif (Perinatal/UPI), UGD.
b. Berikan label yang terlihat jelas dan dapat dibedakan dengan obat-obatan
lainnya. Farmasi akan memberikan label pada semua vial untuk penyimpanan
obat di luar kamar operasi.
c. Penyimpanan harus dipisahkan dari obat-obatan lainnya. Misalnya dengan
kotak berwarna, penyekatan dan sebagainya.
d. Semua infus agen blok neuromuscular harus memiliki label yang bertulis.
e. Lakukan pengecekan ganda.
f. Untuk setiap kontainer obat baru yang disediakan oleh farmasi (misalnya: vial,
spuit, dan sebagainya) pengecekan ganda harus dicatat oleh kedua petugas di
rekam medis pasien.
g. Catatlah jika ada perubahan instruksi, termasuk perubahan kecepatan infuse
dan pengaturan pompa infus.
h. Kapanpun memungkinkan, instruksi yang dicetak sebaiknya tersedia. Instruksi
juga harus menyatakan “Pasien harus terpasang ventilator”.
i. Jangan pernah menganggap obat ini sebagai ‘relaksan’.
j. Harus dihentikan pemberiannya pada pasien yang diekstubasi dan tidak
menggunakan ventilator lagi.
9. Obat-obatan Inotropik IV (Digoksin)
a. Obat-obatan ini memiliki rentang terapeutik yang sempit dan memiliki
sejumlah interaksi obat.
b. Pasien-pasien yang harus mendapatkan pengawasan ekstra adalah lansia
(geriatric) yang dapat dosis tinggi obat inotropik dan juga mengkonsumsi
quinidine.
c. Dalam penggunaan obat, berikan edukasi kepada pasien mengenai pentingnya
kepatuhan pasien dalam hal dosis, perlunya pemeriksaan darah perifer secara
rutin dan tanda-tanda peringatan akan terjadinya overdosis.
d. Tingkatkan pemantauan pasien dengan memperbanyak kunjungan dokter dan
pemeriksaan laboratorium.
e. Lakukan pemeriksaan digoksin darah secara rutin.
10. Insulin IV
a. Singkatan “u” untuk unit tidak diperbolehkan, jangan menggunakan singkatan.
b. Infuse insulin : konsentrasi insulin = 1 unit /ml, beri label high alert, ikuti
protocol standar ICU.
c. Vial insulin yang sudah dibuka memiliki masa kadaluarsa 30 hari setelah dibuka.
d. Vial insulin disimpan di kulkas pada tempat terpisah dan diberi label.
e. Pisahkan penyimpanan insulin dan heparin karena potensial tertukar.
f. Jangan menyiapkan insulin 100 unit ke dalam spuit 1 cc, selalu menggunakan
spuit insulin.
g. Lakukan pengecekan ganda.
h. Perawat memberitahukan ke pasien bila mereka akan mendapatkan suntikan
insulin.
11. Elektrolit konsentrat : injeksi NaCL  0,9% dan injeksi Kalium (Klorida, Asetat dan
Fosfat)  0,4 Eq/ml 10
a. Jika KCL di injeksi terlalu cepat (misalnya pada kecepatan 10 mEq/jam) atau
dengan dosis yang terlalu tinggi, dapat menyebabkan henti jantung.
b. KCL tidak boleh diberikan sebagai IV push/bolus.
c. Penyimpanan hanya di Farmasi, UGD, HCU, VK, dan kamar operasi.
d. Standar konsentrasi pemberian infuse NaCL : maksimal 3% dalam 500 ml.
e. Berikan label pada botol infuse “larutan natrium hipertonik 3%” (tulisan
berwarna merah).
f. Protokol untuk KCL : Indikasi infuse KCL; Kecepatan maksimal infuse;
Konsentrasi maksimal yang masih diperbolehkan; Panduan mengenai kapan
diperlukannya monitor kardiovaskular, Penentuan bahwa semua infus KCl
harus diberikan via pompa; Larangan untuk memberikan larutan KCL multiple
secara bersamaan; Diperbolehkan untuk melakukan substitusi dari KCL oral
menjadi KCL IV, jika diperlukan.
g. Lakukan pengecekan ganda.
12. Infus Magnesium Sulfat
a. Tergolong sebagai high alert medications pada pemberian konsentrasi melebihi
standar, yaitu  40 mg/ml dalam larutan 100 ml (4 g dalam 100 ml larutan
isotonic/normal salin).
b. Perlu pengecekan ganda (perhitungan dosis, persiapan dosis, pengaturan
pompa infuse).

D. PEMBERIAN HIGH ALERT MEDICATIONS PADA PEDRIATIK DAN NEONATUS


High alert medication pada neonatus dan pedriatik serupa dengan obat-obatan
pada dewasa, antara lain insulin (semua jalur pemberian), Digoksin (oral dan IV), infus
dopamine, dobutamin, epinefrin, norepinefrin. Berikut konsentrasi standar obat-
obatan untuk pedriatik dan neonatus :
Obat Konsentrasi 1 Konsentrasi 2 Konsentrasi 3
KCL 0,1 mEq/ml 0,2 mEq/ml
(10 mEq/100ml) (20 mEq/100ml),
hanya untuk infus
vena sentral
Spesifik untuk Pedriatik
Dopamin 1600 mcg/ml 3200 mcg/ml
(400 mcg/250ml) (800 mcg/250ml)
Dobutamin 200 mcg/ml 4000 mcg/ml
(500 mcg/250ml) (1 mg g/250ml)
Epinefrin 16 mcg/ml 64 mcg/ml
(4 mg/250ml) (16 mg/250ml)
Norepinefrin 16 mcg/ml 32 mcg/ml 64 mcg/ml
(4 mg/250ml) (8 mg/250ml) (16 mg/250ml)
Insulin, Reguler 0,5 unit/ml 1 unit/ml
Spesifik untuk Neonatus
Dopamin 400 mcg/ml 800 mcg/ml 1600 mcg/ml
Dobutamin 500 mcg/ml 1000 mcg/ml 2000 mcg/ml
Epinefrin 20 mcg/ml 40 mcg/ml
Insulin, reguler 0,1 unit/ml 0,5 unit/ml
Fentanil 4 mcg/ml 12,5 mcg/ml
BABV

DOKUMENTASL

A. Formulir catatan perkembangan pasien terintegrasi


1 Setiap pemberian obat high alert didokumentasikan di dalam catatan

perkembangan pasien terintegrasi


2 Formulir catatan perkembangan pasien terintegrasi didokumentasikan di dalam
rekam medis pasien.

B. Label Obat High Alert

'l.d
e'
ALERT

·-
( ' HIGH"· J
ELEKTROLIT PEKAT

ALERT
' HARUS DIENCERKAN

Ditetapkan di : Kediri
12Syawal 1444 H
Pada tanggal
2Mei 2023 M

Direktur
Rumah Sakit UmumMuhammadiyah
Surya Melati
MOUAru�ANO,

d�. M.A.,.S.
LAMPIRAN
DAFTAR OBAT-OBAT YANG PERLU DIWASPADAI

RUTE
NO KATEGORI OBAT OBAT KETERANGAN
PEMBERIAN
1. Elektrolit Pekat IV Nacl > 0,9% (Nacl 3%) ELEKTROLIT PEKAT
KCL TIDAK BOLEH
DISIMPAN DI
MgSO4 20, MgSO4 40
RUANG
PERAWATAN
Calsii Gluconas
Meylon
2. Agonis adrenergik IV Epinephrine
N- EPI (NOREpinephrine)
Ephedrin
3 Anti aritmia IV Tiaryt (Amiodarone)
Lidocain
Lidodex
4 Anastesi umum IV, Inhalasi Propofol
KTM (ketamin HCL)
Regivel (Bupivacain)
5 Dekstrosa IV D 40%
konsentrasi tinggi
6 Insulin IV, Subcutan Actrapid,
Novorapid Flexpen,
Levemir Flexpen,
Novomix Flexpen
Sansulin Flexpen
Ryzodec Flexpen
Apidra Flexpen
Humalog mix Flexpen
Ezelin Flexpen
Lantus Flexpen
7 Sedativ IV Miloz (Midazolam)
8 Narkotik/ opioid IV, Fentanyl,
transdermal, Durogesic Matrix 25 µg,
oral Pethidine,
Morphine
Valisanbe
9 Uterotonic IV Oxytocin
Bledstop
(Methylergometrin)
Methylergometrin
(generik)
10 Inotropik IV Digoxin,
Proinfark (Dopamine),
Dobutamine
11 Agen Hipoglikemia oral Metformin 500 mg,
Oral Metformin 850 mg
Acarbose 50 mg, 100 mg
Glibenclamid
RUTE
NO KATEGORI OBAT OBAT KETERANGAN
PEMBERIAN
Glimepirid 1, 2 ,3, 4 mg
(Amadiab 1,2 mg)
Glikuidon 30 mg
Glucodex 80 mg
(Gliclazid)
12 Neuromuscular IV Notrixum (Atracurium)
bloker
Sulfas Atropin
13 Antikoagulan Oral, IV Hepagusan (Heparin)
16 Factor Xa inhibitors IV Diviti (Fondaparinux
Sodium), Venax
(Fondaparinux Sodium),
Lovenox (Heparin
sodium)

17 Obat NORUM/ LASA

DAFTAR OBAT NORUM (NAMA OBAT, RUPA, UCAPAN MIRIP)


1. Nama Obat Mirip, Dosis Ganda
No. NAMA OBAT
1. Amlodipin 5 mg Amlodipin 10 mg
Antihipertensi
2. Cefadroxyl 125 mg Cefadroxyl 250 mg
Antibiotik
3. Allopurinol 100 mg Allopurinol 300 mg
Anti Hiperurisemia
4. Acarbose 50 mg Acarbose 100 mg
Antidibet
5. Alprazolam 1 mg Alprazolam 0,5 mg
Antiansietas dan Antiinsomnia
6. Bisoprolol 2,5 mg Bisoprolol 5 mg
Antihipertensi
7. Codein 10 mg Codein 20 mg
Analgesik Narkotik
8. Captopril 12,5 mg Captopril 25 mg
Antihipertensi
9. Lisinopril 5 mg Lisinopril 10 mg
Antihipertensi
10. Meloxicam 15 mg Meloxicam 7,5 mg
Antiinflamasi Non Steroid
11. Methylprednisolon 4 mg Methylprednisolon 8 mg
Kortikosteroid
12. Metformin 500 mg Metformin 850 mg
Antidiabet
No. NAMA OBAT
13. Glimepirid 1 mg Glimepririd 2 Glimepirid 3 mg Glimepirid 4 mg
mg
Antidiabet
14. Piracetam 800 mg Piracetam 1200 mg
Neurotropic
15. Propranolol 10 mg Propranolol 40 mg
Antihipertensi
16. Salbutamol 2 mg Salbutamol 4 mg
Bonkodilator
17. Seretide 50/100 Seretide 50/250
Asma dan PPOK
18. Simvastatin 10 mg Simvastatin 20 mg
Penurun kolestrol
19. Spironolacton 25 mg Spironolacton 100 mg
Diuretik
20. Valsartan 80 mg Valsartan 160
Antihipertensi
21. D5 ½ NS D5 ¼ NS
Pengganti Cairan Tubuh

2. Rupa Obat Sama


NO. NAMA OBAT
1 Heptasan Histapan Cortidex
(Cyproheptadine) (Mebhidrolin 50 mg) (Dexametason 0,5 mg)
Antihistamin, Kortikosteroid
2 Etoricoxib Celexocib
Antiinflamasi Non Steroid
3 Lostacef 125 mg syr Lostacef 250 mg syr
Antibiotik
4 Eperison Dexketoprofen
Neuromuskular Analgesik Non Narkotik
5 Cefotaxime injeksi Ceftriaxone injeksi
Antibiotik
6 Dexketoprofen injeksi Furosemid injeksi
Analgesik Non Narkotik Diuretik
7 Cendo LFX (Levofloxacin) Cendo Floxa (Ofloxacin)
Antimikroba
8 Cendo Timol 0,5% Cendo Timol 0,25%

9 NS (Sodium Chlorid) infus RL (Ringer Laktat) infus


Cairan hidrasi dan elektrolit serta agen
alkalisator
10 Aminofusin Comafusin
Kolagogum, kolelitolik, hepatoprotektor
11 Cendo Tobroson Cendo Xitrol Cendo Posop
(Tobramicin) (dexametasone, (Fluorometholon)
neomycin sulfate,
polimycin B sulfate)
Antimikroba Antiinflamasi Antiinflamasi
3. Pelafalan Obat Mirip
No. NAMA OBAT
1 AmiTRIPTILIN 25 mg AmiNOPHYLIN
Antidepresan Bronkodilator
2 DoBUTamin DoPAMin
Syok Inotropik Syok Inotropik
3 CeFOTAXIme CeFTRIAXone
Antibiotik Antibiotik
4 HEPTAsan HISTApan
Antihistamin Antihistamin
5 CEFOtaxim CEFOperazon
Antibiotik Antibiotik
6 CeFTRIAxone CeFTIZOxime
Antibiotik Antibiotik

Lakukan DOUBLE CHECK pada pemberian obat High Alert:


 Saat farmasis mengambil obat
 Saat dokter/ perawat menerima obat
 Saat dokter/perawat/farmasi menyerahkan obat
Lampiran 3 : Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Surya Melati
Nomor : 0262/PRN/III.6.AU/H/V/2023
Tentang : Panduan Unit Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Umum Muhammadiyah
Surya Melati Kediri

PANDUAN PENETAPAN BEYOND USE DATE


RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH SURYA MELATI KEDIRI

BAB I
DEFINISI

1. Beyond Use Date (BUD) adalah batas waktu penggunaan produk obat setelah diracik/
disiapkan atau setelah kemasan primernya dibuka/dirusak. Kemasan primer disini
berarti kemasan yang langsung bersentuhan dengan bahan obat, seperti: botol,
ampul, vial blister, dst.
2. Expired Date adalah Batas waktu penggunaan produk obat setelah diproduksi oleh
pabrik farmasi, sebelum kemasannya dibuka.
3. Suatu sediaan farmasi dapat dikatakan stabil jika tetap memiliki karakteristik kimia,
fisika, mikrobiologi, terapetik dan toksikologi yang tidak berubah sejak awal diproduksi
hingga selama masa penyimpanan serta penggunaan.
4. Stabilitas obat diharapkan terjamin tidak hanya pada saat penyerahan obat ke pasien
atau tenaga kesehatan, namun hingga disimpan di rumah ataupun di ruang rawat inap
serta digunakan oleh pasien
5. Pemberian informasi kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai cara
penyimpanan dan batas waktu pengunaan obat setelah kemasan dibuka merupakan
salah satu tanggung jawab tenaga kefarmasian yang penting untuk diketahui.
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Panduan Penetapan Beyond Use Date meliputi:


1. Perbedaan beyond use date dan expired date;
2. Penetapan beyond use date obat non steril;
3. Beyond use date obat racikan;
4. Beyond use date obat steril;
BAB III
KEBIJAKAN

Kebijakan yang digunakan meliputi:


1. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1439/MENKES/SK/XI/2002
tentang Penggunaan Gas Medis pada Sarana Pelayanan Kesehatan.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 5 tahun 2023 tentang
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 72 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
7. Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Surya Melati Nomor:
1097/PRN/III06.AU/H/XI/2022 tentang Pelayanan Farmasi yang menyatakan bahwa:
a. Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Surya Melati Kediri melaksanakan
penyerahan obat dalam bentuk yang siap diberikan untuk pasien rawat inap diberi
etiket yang meliputi identitas pasien, nama obat, dosis atau konsentrasi, cara
pemakaian, waktu pemberian, tanggal dispensing dan tanggal kadaluwarsa/beyond
use date (BUD).
BAB IV
TATA LAKSANA

Perlu dibedakan pengertian Beyond Use Date (BUD) dan masa kadaluwarsa obat
(ED). Meskipun kedua hal tersebut dapat digunakan untuk menentukan batasan waktu
dimana suatu produk obat masih berada dalam keadaan stabil. Perbedaan kedua
pengertian diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
PERBEDAAN
NO
BUD ED
1 Batas waktu penggunaan produk obat Batas waktu penggunaan produk obat
setelah diracik/disiapkan atau setelah setelah diproduksi oleh pabrik farmasi,
kemasan primernya dibula/dirusak sebelum kemasannya dibuka
2 BUD tidak selalu dicantumkan ED selalu dicantumkan di kemasan
dikemasan

Dibeberapa Negara seperti Amerika dan Inggris, BUD merupakan sebuah


keharusan untuk dicantumkan pada etiket wadah obat. Di Indonesia regulasi tentang
pencantuman BUD pada etiket wadah obat belum ada, namun informasi tentang BUD ini
perlu disampaikan mengingat ada beberapa obat tidak boleh digunakan kembali setelah
kemasannya dibuka akibat ketidakstabilannya.
Penetapan BUD menurut The U.S Pharmocopeia (USP) diterangkan sebagai berikut :
PENETAPAN BUD Obat Nonsteril
1. Produk Obat Pabrik
 Bentuk Sediaan Padat
Produk obat pabrik bentuk sediaan padat yang membutuhkan BUD misalnya
produk , contohnya : CTM kemasan 1000 tablet dikemas ulang dalam wadah yang
lebih sedikit dalam masing-masing wadah barunya.
Langkah-langkah menentukan BUD
a. Mencari informasi BUD dari pabrik obat yang bersangkurtan
b. Jika informasi dari pabrik tidak tersedia, gunakan pedoman umum dari USP :
- Cek ED dari pabrik yang tertera pada kemasan asli
- Jika ED <1 tahun, BuD maksimal = ED Pabrik;
- Jika ED>1tahun, BUD maksimal =1 tahun
 Bentuk sediaan semipadat
Contoh sediaan semipadat adalah salep, krim, lotion, gel dan pasta.
Langkah-langkah penetapan BUD:
a. Mencari informasi BUD dari pabrik obat yang bersangkutan
b. Jika informasi dari pabrik tidak tersedia, gunakan pedoman umum dari USP:
- Cek ED dari pabrik yang tertera pada kemasan asli
- Jika ED <1 tahun, BUD maksimal = ED Pabrik;
- Jika ED>1tahun, BUD maksimal =1 tahun
 Bentuk sediaan cair
Untuk produk obat yang harus diirekonstitusi sebelum digunakan, informasi BUD
ditetapkan berdasarkan informasi yang tertera pada kemasan asli obat.
 Untuk produk obat yang nonrekonstitusi (termasuk produk repacking),langkah-
langkah penetapan BUD :
a. Mencari informasi BUD dari pabrik obat yang bersangkutan.
b. Jika informasi dari pabrik tidak tersedia, gunakan pedoman umum dari USP:
- Cek ED dari pabrik yang tertera pada kemasan asli
- Jika ED <1 tahun, BUD maksimal = ED Pabrik;
- Jika ED>1tahun, BUD maksimal =1 tahun

2. Obat racikan
Beyond Use Date obat racikan terhitung sejak tanggal peracikan. Ketika akan
menetapkan BUD, harus dipertimbangkan ED semua obat yang dicampurkan dalm
formulasi. Obat racikan ini tentunya akan memiliki BUD yang lebih singkat daripada ED
masing-masing bahan dalam formulasi. Jika dalam satu racikan terdapat lebih dari satu
macam obat, gunakan BUD yang paling singkat
Langkah-langkah dalam menetapkan BUD obat racikan adalah :
a. Gunakan informasi BUD berdasarkan penelitian spesifik pada obat racikan yang
bersangkutan
b. Jika tidak tersedia penelitian spesifik, maka carilah informasi penetapan BUD dari
pabrik masing- masing obat yang digunakan dalam racikan (pilih BUD yang paling
singkat)
c. Jika tidak tersedia informasi dari pabrik, maka carilah informasi stabilitas dari buku
referensi atau literature primer.
d. Jika informasi stabilitas dari buku referensi maupun literature primer tidak cukup
memadai, maka kita dapat menggunakan petunjuk umum penetapan BUD untuk
obat racikan berdasarkan USP, yaitu sebagai berikut:
Jenis Formulasi Informasi Beyond Use Date
Formulasi oral yang mengandung air BUD tidak lebih dari 14 hari jika
(water containing oral formulation), disimpan pada suhu dingin yang
seperti : suspensi oral, emulsi oral, terkontrol
syrup
Formulasi cair atau semipadat BUD tidak lebih dari 30 hari
topical/dermal/mucosal yang
mengandung air (water containing
topical/dermal/mucosal liquid or
semisolid formulation) seperti :
salep, krim, gel, pasta)
Formulasi yang tidak mengandung air BUD tidak lebih dari 25% waktu
(nonaqueous formulation) seperti yang tersisa dari masing-masing
puyer atau kapsul obat hingga kadaluwarsa atau 6
bulan dipilih yang lebih singka
Contoh : Obat merk X diracik pada
bulan Desember 2013. ED obat
yaitu Desember 2013, maka
perhitungan BUD adalah :
=25% x 12 bulan
=3 bulan (< 6 bulan) BUD maksimal
3 bulan

3. Penetapan Beyond Use Date Produk Steril


Produk steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi-bagi yang
bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk dalam bentuk
sediaan ini antara lain sediaan parentral, preparat untuk mata dan preparat irigasi
(misalnya infus)
a. Pada saat produk steril dibuka terjadi paparan dengan lingkungan di sekitarnya.
Udara, uap air dan mikroorganisme dapat masuk dan menyebabkan perubahan
fisika dan kimia, serta kontaminasi mikroorganisme. Perubahan fisika dan kimia
Segera digunakan
Pemberian injeksi dilakukan dalam waktu 1 jam sesudah penyiapan/pencampuran
sediaan injeksi
b. Rendah
Penyiapan sediaan injeksi dilakukan di laminar Air Flow Workbench (LAFW) atau
Biological Safety Cabinet (BSC) yang memenuhi persyaratan partikel dan mikroba
ISO Class 5 dan tahapan pencampurannya sedikit
c. Rendah dan diberikan dalam waktu ≤ 12 jam BUD
Penyiapan injeksi dilakukan di Ruang ISO Class 5, tahapan pencampurannya sedikit
dan diberikan dalam waktu ≤12 jam BUD
d. Sedang
Penyiapan sediaan injeksi dilakukan di Ruang ISO Class 5 dan tahapan
pencampurannya banyak; atau produk steril digunakan untuk lebih dari satu
pasien; atau produk steril digunakan untuk satu pasien namun beberapa kali
penggunaan
e. Tinggi
Penyiapan sediaan injeksi dengan bahan obat yang tidak steril; atau penyiapan
sediaan steril dengan bahan obat steril namun tidak dilakukan di Ruang ISO Class 5;
atau waktu/saat sterilisasi sediaan injeksi dilakukan > 6 jam waktu
penyiapan/pencampuran dipercepat oleh meningkatnya suhu, sedangkan
kontaminasi mikroorganisme dapat menyebabkan penularan penyakit infeksi.
US Pharmacopeia mengelompokkan tingkat risiko kontaminasi produk steril menjadi 5
yaitu :
Berdasarkan tingkat risiko kontaminasi tersebut diatas, maka USP memberikan table
cara penghitungan BUD sediaan steril adalah sebagai berikut :
Suhu Penyimpanan Waktu Kadaluwarsa (Beyond Use Date)
Risiko Kontaminasi Risiko Kontaminasi Risiko Kontaminasi
rendah sedang tinggi
Suhu kamar (<25°C) 48 Jam 30 Jam 24 jam
Kulkas (2-8 °C) 14 hari 9 hari 3 hari
Suhu Beku (≤-10°C) 45 hari

Melalui pemaparan tentang BUD berbagai produk obat tersebut, apoteker sebagai
tenaga kesehatan professional yang bertanggung jawab memberikan produk obat
yang berkualitas kepada pasien, diharapkan dapat mulai memperhatikan pentingnya
BUD dan menerapkan pengetahuan ini ketika menyimpan, memberikan serta
menggunakam produk obat dalam praktek sehari-hari.
Dan bagi masyarakat sebagai pengguna produk obat juga mulai memperhatikan
pentingnya mengetahui BUD berbagai produk obat untuk diperhatikan dalam
menyimpan dan menggunakan produk obat tersebut. Biasakan untuk menanyakan
tentang batas waktu penggunaan obat kepada Apoteker yang memberikan produk
obat kepada anda. Semoga tulisan ini dapat memberikan pengetahuan kepada
masyarakat luas kapan kita memperhatikan ED (tanggal kadaluwarsa) dan BUD (waktu
penggunaan produk obat setelah dibuka) sehingga produk obat yang kita gunakan
tetap terjaga kualitas dan efektivitasnya.
BAB V
DOKUMENTAS

1. Lembar Pemberian informasi obat

2. Lembar Edukasi Pasien Pulang

3. Etiket obat

Ditetapkan di Kediri
12Syawal 1444 H
Pada tanggal
2 Mei 2023 M

Direktur
Rumah Sakit Urum Muhammadiyah
Surya Melati

HANI, M.A.R.S
Lampiran 4 : Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Surya Melati
Nomor : 0262/PRN/III.6.AU/H/V/2023
Tentang : Panduan Unit Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Umum Muhammadiyah
Surya Melati Kediri

PANDUAN PENULISAN RESEP


RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH SURYA MELATI KEDIRI

BAB I
DEFINISI

1. Pemberian obat yang ditujukan untuk pengobatan suatu penyakit/kumpulan gejala


(sindrom) merupakan salah satu langkah dalam pengobatan terhadap pasien, dimana
langkah ini harus benar-benar mengutamakan penggunaan obat yang yang rasional.
2. Dalam konteks pengobatan, rasional berarti tepat diagnosa, tepat indikasi, tepat
dosis, tepat waktu pemberian dan juga tepat harga obatnya. Pilihan ini mencakup
jenis obat dan ketepatan kondisi pasien, dosis, waktu pemberian, rute pemberian,
kombinasi obat dan lamanya pengobatan.
3. Tindakan/terapi dimulai setelah pemberian obat dan penggunaan obatnya oleh
pasien dan hasilnya harus dipantau serta diverifikasi apakah telah sesuai dengan
tujuan terapi
4. Dalam penggunaan obatnya, pasien harus diberikan penjelasan tentang obat yang
diminum, indikasi/tujuan obat, waktu minum obat, rute minum obat, efek samping
obat, hal apa saja yang harus dihindari selama minum obat dan lama obat tersebut
diminum.
5. Kesalahan terapi (medication errors) sering terjadi di praktik umum maupun rumah
sakit. Kesalahan pemilihan jenis obat, dosis, cara pemakaian, penulisan yang sulit
dibaca merupakan faktor yang bisa meningkatkan kesalahan terapi..
6. Penulisan resep yang benar harus mengacu pada tatanan atau aturan yang balm
sesuai dengan kebijakan nunah sakit sehingga meminimalkan kesalahan dalam
pembacaan resep oleh apoteker/farmasi, Agar terdapat keseragaman pada penulisan
resep oleh dokter, maka seluruh dokter harus mengikuti standar penulisan resep yang
benar yang berdasarkan peraturan dari direktur rumah sakit.
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Panduan Penulisan Resep meliputi:


1. Prinsip penggunaan obat secara rasional;
2. Definisi resep;
3. Ukuran lembaran resep;
4. Jenis-jenis resep;
5. Penulis resep;
6. Latar belakang penulisan resep;
7. Tujuan penulisan resep;
8. Kerahasian dalam penulisan resep;
9. Format penulisan resep;
10. Tanda-tanda pada resep;
11. Persyaratan menulis resep dan kaidahnya;
12. Prinsip penulisan resep;
13. Karakteristik penulisan resep;
14. Permasalahan dalam menulis resep;
15. Tata cara penulisan resep.
BAB III
KEBIJAKAN

Kebijakan yang digunakan meliputi:


1. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1439/MENKES/SK/XI/2002
tentang Penggunaan Gas Medis pada Sarana Pelayanan Kesehatan.
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 5 tahun 2023 tentang
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 72 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
7. Komite Farmasi dan Terapi. Formularium RSUM Surya Melati Kediri 2022.
8. Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Surya Melati Nomor:
1097/PRN/III06.AU/H/XI/2022 tentang Pelayanan Farmasi yang menyatakan bahwa:
a. Peresepan/permintaan obat dan bahan medis habis pakai/instruksi pengobatan di
Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Surya Melati Kediri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, di mana pada resep pengobatan harus mencantumkan
identitas pasien, nama obat, dosis, frekuensi pemberian, rute pemberian, nama,
dan tanda tangan dokter;
b. Penulisan resep/instruksi pengobatan yang tidak lengkap dan tidak terbaca
dilakukan evaluasi;
c. Resep khusus seperti emergensi, automatic stop order, dan tapering dikelola
sesuai peraturan perundang-undangan;
d. Daftar obat yang diresepkan didokumentasikan dalam rekam medis pasien dan
disertakan pada pasien ketika dipindah/transfer;
e. Daftar obat pulang disertakan kepada pasien disertai edukasi penggunaan obat
pulang kepada pasien atau keluarga pasien.
BAB IV
TATA LAKSANA

1. Prinsip Penggunanaan Obat secara Rasional


Pengobatan yang rasional diawali dengan penulisan resep oleh dokter secara
rasional, dengan langkah-langkah:
• Diagnosis yang tepat.
• Memilih obat yang terbaik dari pilihan yang tersedia.
• Mernberi resep dengan dosis danjangka waktu yang cukup.
• Berdasarkan pada pedoman pengobatan yang berlaku saat itu.
• Resep merupakan dokurnen legal, sebagai sarana kornunikatif profesional dari
dokter dan penyedia obat, untuk memberikan obat kepada pasien sesuai dengan
kebutuhan rnedis yang telah ditentukan.
Dalarn suatu resep harus terkandung unsur-unsur inforrnasi rnengenai pasien,
pengobatan yang diberikan dan siapa dokter yang menuliskan resep. Apabila seorang
dokter akan menuliskan resep, pertanyaan yang muncul adalah apakah resep akan
ditulis dengan nama generik atau dengan nama dagang. Penulisan resep rnelibatkan
beberapa keputusan yaitu : kapan dan berapa banyak yang harus diresepkan dan
bagairnana rneresepkan yang meliputi rnasalah teknis, rnedis, kefannasian dan
ekonorni.
Penulisan resep yang rasional yang berarti penggunaan obat secara rasional.
Penggunaan obat secara rasional adalah pasien yang rnendapatkan pengobatan sesuai
dengan kebutuhan klinisnya, dosis yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing
individu, untuk periode waktu yang cukup dan dengan biaya yang serendah-
rendahnya.

2. Definisi Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik
dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan menyerahkan obat
bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.

3. Ukuran Lembaran Resep


Lembaran resep umumnya berbentuk empat persegi panjang, ukuran ideal lebar 10-12
cm dan panjang 15-20 cm.
4. Jenis-JenisResep
a. Resep standar (RJ. Officinalis ), yaitu resep yang komposisinya telah dibakukan dan
dituangkan ke dalam buku farmakope atau buku standar lainnya. Penulisan resep
sesuai dengan buku standar.
b. Resep magistrales (RI. Polifarmasi), yaitu resep yang sudah dimodifikasi atau
diformat oleb dokter, bisa berupa campuran atau tunggal yang diencerkan dalam
pelayanannya hams diracik terlebih dahulu.
c. Resep medicinal. Yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang
maupun generik, dalam pelayanannya tidak mangalami peracikan. Buku referensi :
Organisasi lntemasional untuk Standarisasi (ISO), Indonesia Index Medical
Specialities (IIMS), Daftar Obat di Indonesia (DOI), dan lain-lain.
d. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam
bentuk sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak
mengalami peracikan perlu pengkajian Apoteker.

5. Penulis Resep
Yang berhak menulis resep adalah tenaga medis yang memiliki izin praktik di RSUM
Surya Melati Kediri dan mempunyai kewenangan untuk menulis resep, yaitu :
a. Dokter Umum.
b. Dokter Spesialis
c. Dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut.

6. Latar Belakang Penulisan Resep


Demi keamanan penggunaan, obat dibagi dalam beberapa golongan. Secara
garis besar dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu obat bebas (OTC = Other of the
counter) dan Ethical (obat narkotika, psikotropika, dan keras) hams dilayani dengan
resep dokter. Jadi sebagian obat tidak bisa diserahkan langsung pada pasien atau
masyarakat tetapi hams melalui resep dokter (on medical prescription only). Dalam
sistem distribusi obat nasional, peran dokter sebagai "medical care " dan alat
kesehatan ikut mengawasi penggunaan obat oleh masyarakat, apotek sebagai organ
distributor terdepan berhadapan langsung dengan masyarakat atau pasien, dan
apoteker berperan sebagai ''pharmaceutical care" dan informasi obat, serta
melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas kesehatan seperti apotek/rumah sakit. Di
dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, kedua profesi ini hams berada dalam
satu tim yang solid dengan tujuan yang sama yaitu melayani kesehatan dan
menyembuhkan pasien.

7. Tujuan Penulisan Resep


Penulisan resep bertujuan untuk memudahkan dokter dalam pelayanan
kesehatan di bidang farmasi sekaligus meminimalkan kesalahan dalam pemberian
obat. Umumnya, rentang waktu buka instalasi farmasi dalam pelayanan farmasi jauh
lebih panjang daripada praktik dokter, sehingga dengan penulisan resep diharapkan
akan memudahkan pasien dalam mengakses obat-obatan yang diperlukan sesuai
dengan penyakitnya. Melalui penulisan resep pula, peran, dan tanggung jawab dokter
dala:m pengawasan distribusi obat kepada masyarakat dapat ditingkatkan karena
tidak semua golongan obat dapat diserahkan kepada masyarakat secara bebas. Selain
itu, dengan adanya penulisan resep, pemberian obat lebih rasional dibandingkan
dispensing (obat diberikan sendiri oleh dokter), dokter bebas memilih obat secara
tepat, ilmiah, dan selektif Penulisan resep juga dapat membentuk pelayanan
berorientasi kepada pasien (patient oriented) bukan material oriented. Resep itu
sendiri dapat menjadi medical record yang dapat dipertanggungjawabkan, sifatnya
rahasia.

8. Kerahasiaan dalam Penulisan Resep


Resep menyangkut sebagian dari rahasia jabatan kedokteran dan kefarmasian,
oleh karena itu tidak boleh diberikan atau diperlihatkan kepada yang tidak berhak.
Resep diperlukan untuk menjaga hubungan dan komunikasi kolegalitas yang harmonis
di antara profesional yang berhubungan, antara lain: medical care, pharmaceutical
care & nursing care, rahasia dokter dengan apoteker menyangkut penyakit penderita,
khusus beberapa penyakit, dimana penderita tidak ingin orang lain mengetahuinya.
Oleh karena itu kerahasiaannya dijaga, kode etik dan tata cara (kaidah) penulisan
resep. Resep asli harus disimpan di instalasi farmasi dan tidak boleh diperlihatkan
kecuali oleh yang berhak, yaitu:
a. Dokter yang menulis atau merawatnya.
b. Pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan.
c. Paramedis yang merawat pasien.
d. Apoteker.
e. Aparat pemerintah serta pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang
ditugaskan untuk memeriksa.
f. Petugas asuransi untuk kepentingan klem pembayaran.

9. Format Penulisan Resep


Resep terdiri dari 6 bagian :
a. Inscriptio : Sebagai identitas dokter penulis resep. Penulisan identitas dokter hams
lengkap, meliputi: Nama dokter, no. SIP, alamat/ telepon/HP/kota/tempat, tanggal
penulisan resep, serta tanda tangan dokter, jika resep berisi narkotika/psikotropika
maka harus mencantumkan nomor surat ijin praktik (SIP) dan alamat dokter yang
menulis resep serta dapat dilengkapi dengan nomor telepon. Untuk obat narkotika
hanya berlaku untuk satu kota provinsi. Format inscriptio suatu resep dari rumah
sakit sedikit berbeda dengan resep pada praktik pribadi.
b. Invocatio : permintaan tertulis dokter dalam singkatan latin "RI= resipe" artinya
ambilah atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di
apotek/mmah sakit. Bila diperlukan lebih dari satu bentuk sediaan obat/fonnula
resep, diperlukan penulisan RI lagi.
c. Prescriptio/ Ordonatio : mempakan bagian inti resep, berisi nama obat, kekuatan
dan jumlah obat yang diperlukan dan ditulis dengan jelas. Cara penulisan ( dengan
singkatan bahasa latin) tergantung dari macam formula resep yang digunakan.
Contoh:
1) m.f.l.a. pulv. d.t.d.no. X
2) m.f.l.a. sol
3) m.f.1.a. pulv. No XX da in caps
d. Signatura : yaitu tanda earn pakai, regimen dosis pemberian, mte dan interval
waktu pemberian hams jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan
terapi. Contoh: s.t.d.d.tab.I.u.h.p.c (tandailah tiga kali sehari satu tablet satujam
setelah makan)
e. Subscriptio : yaitu tanda tangan/ paraf dokter penulis resep berguna sebagai
legalitas dan keabsahan resep tersebut.
f. Pro (dipemntukkan) : dicantumkan nama dan tanggal lahir pasien. Penulisan
identitas pasien hams lengkap, meliputi : nama pasien, tanggal lahir, nomor rekam
medis, dan umur, berat badan dan tinggi badan pasien, mang/klinik dan diagnosis
atau tindakan. untuk obat narkotika juga harus dicantumkan alamat pasien (untuk
pelaporan ke Dinkes setempat).
10. Tanda-tanda pada resep
a. Tanda Segera, yaitu: Bila dokter ingin resepnya dibuat dan dilayani segera, tanda
segera atau peringatan dapat ditulis sebelah kanan atas atau bawah blanko resep,
yaitu:
Cito!= segera
Urgent= penting
Statim = penting sekali
PIM (Periculum in mora) = berbahaya bila ditunda Urutan yang didahulukan adalah
PIM, Statim, dan Cito!.
b. Tanda resep dapat diulang. Bila dokter menginginkan agar resepnya dapat diulang,
dapat ditulis dalam resep di sebelah kanan atas dengan tulisan iter (Iteratie) dan
berapa kali boleh diulang. Misal, iter 1 x, artinya resep dapat dilayani 2 x. Bila iter 2
x, artinya resep dapat dilayani 1 + 2 = 3 x. Hal ini tidak berlaku untuk resep
narkotika, hams resep baru.
c. Tanda Ne iteratie (N.I) = tidak dapat diulang. Bila dokter menghendaki agar
resepnya tidak diulang, maka tanda N.I ditulis di sebelah atas blanko resep. Resep
yang tidak boleh diulang adalah resep yang mengandung obat-obatan narkotik,
psikotropik dan obat keras yang telah ditetapkan oleh pemerintah/ Menkes
Republik Indonesia.
d. Tanda dosis sengaja dilampaui. Tanda sem diberi di belakang nama obatnya jika
dokter sengaja rnernberi obat dosis maksimum dilampaui.
e. Resep yang rnengandung narkotik. Resep yang mengadung narkotik tidak boleh
ada iterasi yang artinya dapat diulang; tidak boleh ada rn.i. (mihipsi) yang berarti
untuk dipakai sendiri; tidak boleh ada u.c. (usus cognitus) yang berarti
pemakaiannya diketahui. Resep dengan obat narkotik hams disimpan terpisah
dengan resep obat lainnya.

11. Persyaratan Menulis Resep dan Kaidahnya


Syarat - syarat dalam penulisan resep mencakup:
a. Resep ditulis jelas dan lengkap di kop resep, tidak ada keraguan dalam
pelayanannya dan pemberian obat kepada pasien.
b. Satu lembar kop resep hanya untuk satu pasien.
c. Signatura ditulis dalam singkatan latin dengan jelas, jumlah takaran sendok dengan
signa bila genap ditulis angka romawi, tetapi angka pecahan ditulis arabik.
d. Menulis jumlah wadah atau numero (No.) selalu genap, walaupun kita butuh satu
setengah botol, harus digenapkan menjadi Fls. II.
e. Setelah signatura harus diparaf atau ditandatangani oleh dokter bersangkutan,
menunjukkan keabsahan atau legalitas dari resep tersebut terjamin.
f. Jumlah obat yang dibutuhkan ditulis dalam angka romawi.
g. N ama pasien dan tanggal lahir hams jelas.
h. Khusus untuk peresepan obat narkotika, hams ditandatangani oleh dokter
bersangkutan, mencantumkan nomor S.I.P dokter penulis resep dan dicantumkan
alamat pasien dan resep tidak boleh diulangi tanpa resep dokter.
i. Tidak menyingkat nama obat dengan singkatan yang tidak unnun (singkatan
sendiri), karena menghindari material oriented.
j. Hindari tulisan sulit dibaca hal ini dapat mempersulit pelayanan.
k. Resep merupakan medical record dokter dalam praktik dan bukti pemberian obat
kepada pasien yang diketahui oleh farmasi di apotek, kerahasiaannya dijaga.

12. Prinsip penulisan resep


Berikut ini prinsip penulisan resep:
a. Obat ditulis dengan nama paten/ dagang, generik, resmi a.tau kimia.
b. Karakteristik nama obat ditulis harus sama dengan yang tercantum di label
kemasan.
c. Resep ditulis dengan jelas di kop resep resmi.
d. Bentuk sediaan danjumlah obat ditentukan dokter penulis resep.
e. Signatura ditulis dalam singkatan bahasa latin.
f. Pro atau peruntukan dinyatakan umur pasien.

13. Karakteristik Menulis Resep


Resep ditulis pada kop format resep resmi dan hams menepati ciri-ciri yang berikut:
a. Penulisan resep sesuai dengan format dan kaidah yang berlaku, bersifat pelayanan
medik dan informatif
b. Penulisan resep selalu dimulai dengan tanda RI yang berarti ambillah atau
berikanlah.
c. Nama obat, bentuk sediaan, dosis setiap kali pemberian dan jumlah obat kemudian
ditulis dalam angka Romawi dan hams ditulis dengan jelas.
1) Penulisan resep standar tanpa komposisi, jumlah obat yang diminta ditulis
dalam satuan mg, g, IU atau ml, kalau perlu ada perintah membuat bentuk
sediaan (m.f. = misce fac, artinya campurlah, buatlah).
2) Penulisan sediaan obat paten atau merek dagang, cukup dengan nama dagang
saja danjumlah sesuai dengan kemasannya.
d. Dalam penulisan nama obat karakter huruf nama obat tidak boleh bembah, misal:
Codein, tidak boleh menjadi Kodein .
Pharmaton F tidak boleh menjadi Farmaton F.
Signatura ditulis denganjelas, tutup dan paraf.
e. Pro atau peruntukkan obat dan umur pasien ditulis, misalnya Tn. Amir, Ny. Supiah,
An.Dimas (5 tahun).
f. Untuk dua sediaan, besar dan kecil. Bila dibutuhkan yang besar, tulis volume
sediaan sesudah bentuk sediaan.
g. Untuk sediaan bervariasi, bila ada obat dua atau tiga konsentrasi, sebaiknya tulis
dengan jelas, misalnya: pediatric, adult, dan forte

14. Permasalahan dalam Menulis Resep


Banyak peemasalahan yang timbul dalam penulisan resep, karena hal ini
menyangkut dengan pelayanan kesehatan yang bersifat holistik. Kesalahan yang dapat
timbul berupa:
a. Kesalahan dalam penulisan resep, dimana dokter gagal untuk mengkomunikasikan
info yang penting, seperti :
• Meresepkan obat, dosis atau rute bukan yang sebenamya dimaksudkan.
• Menulis resep dengan tidak jelas/ tidak terbaca
• Menulis nama obat dengan menggunakan singkatan atau nomenklatur yang
tidak terstandarisasi
• Menulis instruksi obat yang ambigu
• Meresepkan satu tablet yang tersedia lebih dari satu kekuatan obat tersebut
• Tidak menuliskan rute pemberian untuk obat yang dapat diberikan lebih dari
satu rute.
• Meresepkan obat untuk diberikan melalui infus intavena intennitten tanpa
menspesifikasi durasi penginfusan.
• Tidak mencanturnkan tanda tangan penulis resep.
b. Kesalahan dalam transkripsi
• Saat datang ke rumah sakit, secara tidak sengaja tidak meresepkan obat yang
digunakan pasien sebelum ke rumah sakit.
• Meneruskan kesalahan penulisan resep dari dokter yang sebelumnya ketika
menuliskan resep obat untuk pasien saat datang ke rumah sakit.
• Menyalin instruksi obat dengan tidak benar ketika menulis ulang didaftar obat
pasien.
• Untuk resep yang dibawa pulang tanpa sengaja berbeda dengan daftar obat
yang diresepkan untuk pasien rawat inap.

15. TATA CARA PENULISAN RESEP


a. Semua instruksi pengobatan pasien ditulis oleh dokter yang mempunyai SIP pada
lembar "instruksi dokter" dalam buku rekam medis.
b. Riwayat alergi pasien harus ditulis pada lembar resep. Jika ada alergi ditulis nama
obatnya.
c. Resep ditulis oleh dokter berdasarkan yang ditulis dalam rekam medis.
d. Penulisan resep
 Resep hanya boleh ditulis oleh dokter yang mempunyai SIP
 Format resep menggunakan formulir resep Rumah Sakit Umum
Muhammadiyah Surya Melati untuk resep rawatjalan dan rawat inap.
 Nama obat:
- Nama obat tidak boleh disingkat
- Dimulai dengan huruf besar
- Ditulis secara lengkap atau dengan singkatan resmi (dalam farmakope
Indonesia atau nomenklatur intemasional) misal: ac. Salic; acetosal
- Tidak ditulis dengan nama kimia (missal: kali chloride dengan KCl) atau
singkatan lain dengan huruf capital (missal clorpromazin dengan CPZ)
e. Untuk singkatan U; IU; QD; QOD; X,O; ,O; MS, MS04, dan MGS04 tidak boleh
digunakan dalam penulisan resep, harus ditulis nama panjangnya.
f. Penulisan resep harus jelas dan berisi informasi: tanggal resep, nama obat, dosis,
bentuk sediaan, jumlah obat, aturan pakai, dan rute pemberian.
g. Penulisan identitas dokter harus lengkap, meliputi nama dokter, serta tanda
tangan dokter, jika resep berisi narkotik maka hams mencantumkan SIP dan alamat
dokter yang menulis resep.
h. Penulisan identitas pasien harus lengkap, meliputi: nama pasien, nomor rekam
medis, umur, dan tanggal lahir, berat badan pasien, ruang/poli dan diagnosis atau
tindakan.
i. Penulisanjumlah/ kadar obat yang ditulis dalam bentuk sistem metrik mengikuti
satuan berikut:
a) berat < 1 gram= mg (miligram)
b) berat < 1 mg= mcg (microgram)
c) volume< 1 liter= ml (mililiter)
d) sediaan TPN/elektrolit = mEq (miliequivalent)
e) untuk dosis-dosis yang lebih kecil lagi dalam sediaan cair drop
f) Gtt. = guttae (1 tetes = 0,05 ml)
g) untuk dosis-dosis yang lebih kecil lagi dalam sediaan cair atau drop untuk
takaran sediaan caimya :
• sendok teh (cth.) = 5 ml
• sendok bubur = 10 ml
• sendok makan (C) = 15 ml
Catatan: Hindari penggunaan sendok teh dan sendok makan rumah tangga karena
volumenya tidak selalu 15 ml untuk sendok makan dan 5 ml untuk sendok teh.
Gunakan sendok plastik (5 ml) atau alat lain (volume 5, 10, 15 ml) yang disertakan
dalam sediaaan cair paten.
j. Penulisan jumlah obat dengan satuan biji menggunakan angka Romawi.
Misal:
• Tab Novalgin no. XII
• Tab Stesolid 5 mg no. X (decem)
• m.fl.a.pulv. dt.d.no. X
k. Arti prosentase (%)
• 0,5% (bib) - 0,5 gram dalam 100 gram sediaan
• 0,5% (b/v) - 0,5 gram dalam 100 ml sediaan
• 0,5% (v/v) - 0,5 ml dalam 100 ml sediaan
l. Hindari penulisan dengan angka desimal (misal: 0, ... ; 0,0 .... ; 0,00 ... )
m. Penulisan kekuatan obat dalam sediaan obat jadi (generik/paten) yang beredar di
pasaran dengan beberapa kekuatan, maka kekuatan yang diminta hams ditulis,
misalkan Tab. Primperan 5 mg atau Tab. Primperan 10 mg.
n. Penulisan volume obat minum dan berat sediaan topikal dalam tube dari sediaan
jadi/paten yang tersedia beberapa kemasan, maka hams ditulis, rnisal:
Alerin exp. yang volume 60 ml atau 120 ml
Garamycin cream yang 5 mg/tube atau 15mg/tube
o. Penulisan bentuk sediaan obat (rnerupakan bagian subscriptio) dituliskan tidak
hanya untuk formula magistralis, tetapi juga untuk formula officialis dan spesialistis
• Misal: m.fl.a.pulv. No. X
• Tab Antalgin mg 500 X
• Tab Novalgin mg 250 XPenulisan
p. jadwal dosis/aturan pemakaian (bagian signatura)
1) Harns ditulis dengan benar. Misal: S.t.d.d.pulv. I.p.c atau s. p. r.n. t.d.d. tab.I
2) Untuk pemakaian yang rumit seperti pemakaian "tapering up/down" gunakan
tanda s.u.c (usus cognitus = pemakaian sudah tahu). Penjelasan kepada pasien
ditulis pada kertas dengan bahasa yang dipahami.
q. Resep ditulis sekali jadi, tidak boleh ragu-ragu, hindari coretan, hapusan dan
tindasan.
r. Penulisan tanda Iter (Iterretur/ harap diulang) dan N.I. (Ne lterretur/tidak boleh
diulang) Resep yang memerlukan pengulanagan dapat diberi tanda: Iter n X di
sebelah kiri atas dari resep untuk seluruh resep yang diulang. Bila tidak semua
resep, maka ditulis di bawah setiap resep yang diulang. Resep yang tidak boleh
diulang, dapat diberi tanda: NI di sebelah kiri atas dari resep untuk seluruh resep
yang tidak boleh diulang. Bila tidak semua resep, maka ditulis di bawah setiap
resep yang diulang
s. Penulisan tanda Cito atau PIM. Apabila diperlukan agar resep segera dilayani
karena obat sangat diperlukan bagi penderita, maka resep dapat diberi tanda Cito
atau PIM dan harus ditulis di sebelah kanan atas resep.
t. Standarisari penggunaan obat yang digunakan di RSUM Suya Melati Kediri
berdasarkan dengan Fonnularium RS yang berlaku
BAB V
DOKUMENTAS

1. Lembar Pemberian informasi obat

2. Lembar Edukasi Pasien Pulang

3. Etiket obat

Ditetapkan di Kediri
12Syawal 1444 H
Pada tanggal
2 Mei 2023 M

Direktur
Rumah Sakit Urum Muhammadiyah
Surya Melati

HANI, M.A.R.S
Lampiran 5 : Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Surya Melati
Nomor : 0262/PRN/III.6.AU/H/V/2023
Tentang : Panduan Unit Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Umum Muhammadiyah
Surya Melati Kediri

PANDUAN OBAT NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR


RUMAH SAKIT UMUM MUHAMMADIYAH SURYA MELATI KEDIRI

BAB I
DEFINISI

1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan- golongan
sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang tentang Narkotika.
2. Psikotropika adalah zat/bahan baku atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
3. Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi industri
farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang mengandung
ephedrine, pseudoephedrine, norephedrine/phenylpropanolamine, ergotamin,
ergometrine, atau Potasium Permanganat.
BAB II
RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Panduan Obat Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor meliputi:


1. Penyaluran;
2. Penyerahan;
3. Penyimpanan;
4. Pemusnahan;
5. Pencatatan dan pelaporan.
BAB III
KEBIJAKAN

Kebijakan yang digunakan meliputi:


1. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1439/MENKES/SK/XI/2002
tentang Penggunaan Gas Medis pada Sarana Pelayanan Kesehatan.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 5 tahun 2023 tentang
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 3 tahun 2017 tentang
Perubahan Penggolongan Psikotropika.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 36 tahun 2022 tentang
Perubahan Penggolongan Narkotika.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 72 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
8. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit Edisi III Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2015.
9. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor 40
tahun 2013 tentang Pedoman Pengelolaan Perkursor Farmasi dan Obat Mengandung
Prekursor Farmasi.
10. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor 24 Tahun
2021 tentang Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.
11. Peraturan Direktur Rumah Sakit Umum Muhammadiyah Surya Melati Nomor:
1097/PRN/III06.AU/H/XI/2022 tentang Pelayanan Farmasi yang menyatakan bahwa
narkotika dan psikotropika disimpan dan dilaporkan penggunaannya sesuai peraturan
perundangan-undangan.
BAB IV
TATA LAKSANA

Adapun pengelolaan obat narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi yang


dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Muhammadiyah surya melati meliputi:
A. Penyaluran
Penyaluran adalah setiap kegiatan distribusi Narkotika, Psikotropika dan
Prekursor Farmasi dalam rangka pelayanan kesehatan atau kepentingan ilmu
pengetahuan.
Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib memenuhi Cara
Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
1. Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan
berdasarkan Surat Pesanan (SP).
2. Surat Pesanan hanya dapat berlaku untuk masing-masing Narkotika, Psikotropika,
atau Prekursor Farmasi.
3. Surat Pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis Narkotika.
4. Surat Pesanan Psikotropika atau Prekursor Farmasi hanya dapat digunakan untuk 1
(satu) atau beberapa jenis Psikotropika atau Prekursor Farmasi.
5. Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada point (3) dan point (4) harus terpisah
dari pesanan barang lain.
Penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi Dalam Bentuk Obat Jadi
hanya dapat dilakukan oleh:
1. Industri Farmasi kepada PBF dan Instalasi Farmasi Pemerintah;
2. PBF kepada PBF lainnya, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi
Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah dan Lembaga Ilmu Pengetahuan;
3. PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika kepada Industri
Farmasi, untuk penyaluran Narkotika;
4. Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat kepada Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah,
Instalasi Farmasi Rumah Sakit milik Pemerintah, dan Instalasi Farmasi Tentara
Nasional Indonesia atau Kepolisian; dan
5. Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah kepada Instalasi Farmasi Rumah Sakit milik
Pemerintah Daerah, Instalasi Farmasi Klinik milik Pemerintah Daerah, dan
Puskesmas.
Pengiriman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang dilakukan oleh
Industri Farmasi, PBF, atau Instalasi Farmasi Pemerintah harus dilengkapi dengan:
a. Surat Pesanan;
b. Faktur dan/atau surat pengantar barang, paling sedikit memuat:
1. nama Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi;
2. bentuk sediaan;
3. kekuatan;
4. kemasan;
5. jumlah;
6. tanggal kadaluarsa dan NO. batch
Pengiriman Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi sebagaimana
dimaksud diatas yang dilakukan melalui jasa pengangkutan hanya dapat membawa
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi sesuai dengan jumlah yang tercantum
dalam surat pesanan, faktur, dan/atau surat pengantar barang yang dibawa pada saat
pengiriman.

B. Penyerahan
Penyerahan adalah setiap kegiatan memberikan narkotika, psikotropika dan prekursor
farmasi, baik antar penyerah maupun kepada pasien dalam rangka pelayanan
kesehatan.
Penyerahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan
dalam bentuk obat jadi. Dalam hal Penyerahan Narkotika dan Psikotropika yang
dilakukan kepada pasien, harus dilaksanakan oleh Apoteker di fasilitas pelayanan
kefarmasian. Penyerahan dilakukan secara langsung sesuai dengan standar pelayanan
kefarmasian. Penyerahan Prekursor Farmasi yang termasuk golongan obat bebas
terbatas bisa dilakukan oleh Tenaga Teknis Kefarmasian.
Penyerahan Narkotika dan/atau Psikotropika antara lain :
1. Penyerahan Narkotika dan/atau Psikotropika hanya dapat dilakukan oleh,
a. Apotek
b. Puskesmas
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
d. Instalasi Farmasi Klinik dan
e. dokter.
2. Apotek sebagaimana dimaksud pada point (1) huruf a hanya dapat menyerahkan
Narkotika dan/atau Psikotropika kepada:
a. Apotek lainnya,
b. Puskesmas,
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
d. Instalasi Farmasi Klinik,
e. dokter dan pasien.
3. Penyerahan Narkotika dan/atau Psikotropika sebagaimana dimaksud pada point
(2) huruf a sampai dengan huruf d hanya dapat dilakukan untuk memenuhi
kekurangan jumlah Narkotika dan/atau Psikotropika berdasarkan resep yang telah
diterima.
4. Penyerahan sebagaimana dimaksud pada point (3) harus berdasarkan surat
permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab dengan
menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir (terlampir).
5. Instalasi Farmasi Rumah Sakit hanya dapat menyerahkan Narkotika dan/atau
Psikotropika kepada pasien berdasarkan resep dokter.
Penyerahan Prekursor Farmasi antara lain:
1) Penyerahan Prekursor Farmasi hanya dapat dilakukan oleh:
a. Apotek
b. Puskesmas
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
d. Instalasi Farmasi Klinik
e. Dokter dan
f. Toko Obat.
2) Apotek hanya dapat menyerahkan Prekursor Farmasi golongan obat keras kepada:
a. Apotek lainnya
b. Puskesmas
c. c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
d. Instalasi Farmasi Klinik
e. dokter dan
f. pasien.
3) Instalasi Farmasi Rumah Sakit hanya dapat menyerahkan Prekursor Farmasi
golongan obat keras kepada pasien berdasarkan resep dokter.
4) Penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat keras sebagaimana dimaksud pada
ayat 2) huruf a sampai dengan huruf d hanya dapat dilakukan untuk memenuhi
kekurangan jumlah Prekursor Farmasi golongan obat keras berdasarkan resep yang
telah diterima.
5) Penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas oleh Apotek kepada
Instalasi Farmasi Rumah Sakit hanya dapat dilakukan untuk memenuhi kekurangan
kebutuhan harian Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas yang
diperlukan untuk pengobatan.
6) Penyerahan sebagaimana dimaksud pada point 4) dan 5) harus berdasarkan surat
permintaan tertulis yang ditandatangani oleh Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian
penanggung jawab atau dokter yang menangani pasien dengan menggunakan
Formulir (terlampir)
7) Penyerahan Prekursor Farmasi golongan obat bebas terbatas kepada pasien harus
memperhatikan kerasionalan jumlah yang diserahkan sesuai kebutuhan terapi
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

C. Penyimpanan
Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di fasilitas
distribusi dan fasilitas pelayanan kefarmasian harus mampu menjaga keamanan,
khasiat, dan mutu Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
Adapun tata cara penyimpanannya antara lain :
1) Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dapat
berupa gudang, ruangan, atau lemari khusus.
2) Tempat penyimpanan Narkotika dilarang digunakan untuk
menyimpan barang selain Narkotika.
3) Tempat penyimpanan Psikotropika dilarang digunakan untuk menyimpan barang
selain Psikotropika.
4) Lemari khusus sebagaimana dimaksud dalam point 1) harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. terbuat dari bahan yang kuat
b. tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda;
c. harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk Instalasi Farmasi;
d. Untuk Instalasi Farmasi Rumah Sakit diletakkan di tempat yang aman dan tidak
terlihat oleh umum,; dan
e. kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang
ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.
5) Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus menyimpan Prekursor Farmasi dalam bentuk
obat jadi di tempat penyimpanan obat yang aman berdasarkan analisis risiko,
terpisah dari obat-obat yang lain.

D. Pemusnahan
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dilakukan dalam
hal:
a. diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak
dapat diolah kembali
b. telahkadaluarsa
c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau
untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa penggunaan
d. dibatalkan izin edarnya atau
e. berhubungan dengan tindak pidana.
Pemusnahan pada point a sampai dengan d tersebut dilaksanakan oleh Industri
Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, Dokter atau Toko Obat.
Sedangkan pada point e dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus dilakukan dengan:
a. tidak mencemari lingkungan dan
b. tidak membahayakan kesehatan masyarakat.
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
a. penanggung jawab fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian
menyampaikan surat pemberitahuan dan permohonan saksi kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan
Makanan setempat.
b. Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan
Provinsi, Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, dan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan petugas di lingkungannya menjadi saksi
pemusnahan sesuai dengan surat permohonan sebagai saksi.
c. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan sebagaimana
dimaksud pada huruf b.
d. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi harus
dilakukan pemastian kebenaran secara organoleptis oleh saksi sebelum dilakukan
pemusnahan.
e. Di Instalasi Farmasi Rumah sakit umum muhammadiyah surya melati, pemusnahan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dilakukan oleh pihak ketiga yaitu PT
PRIA. Disaksikan oleh pemilik Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
(Direktur dan Kepala Instalasi Farmasi RS) dan saksi sebagaimana dimaksud dalam
huruf b.
Penanggung jawab fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian yang
melaksanakan pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus
membuat Berita Acara Pemusnahan. Berita Acara Pemusnahan tersebut, paling sedikit
memuat:
a. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan
b. Tempat pemusnahan
c. Nama penanggung jawab fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian
d. nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain badan/sarana tersebut
e. nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang
dimusnahkan
f. cara pemusnahan dan
g. tanda tangan penanggung jawab fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian
dan saksi.
Berita Acara Pemusnahan dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan tembusannya
disampaikan kepada Direktur Jenderal dan Kepala Badan/Kepala Balai setempat.

E. Pencatatan dan Pelaporan


 Pencatatan
Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang melakukan produksi, Penyaluran, atau
Penyerahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib membuat
pencatatan mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi.
Pencatatan tersebut paling sedikit terdiri atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi;
b. jumlah persediaan;
c. tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
d. jumlah yang diterima;
e. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran/penyerahan;
f. jumlah yang disalurkan/diserahkan;
g. nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran/penyerahan;
h. paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
Seluruh dokumen pencatatan, dokumen penerimaan, dokumen penyaluran,
dan/atau dokumen penyerahan termasuk surat pesanan Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi wajib disimpan secara terpisah paling singkat 3 (tiga) tahun.
 Pelaporan
Instalasi Farmasi Rumah Sakit wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan
laporan pemasukan dan penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika,
setiap bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan
Kepala Balai setempat. Pelaporan tersebut paling sedikit terdiri atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau
Prekursor Farmasi
b. jumlah persediaan awal dan akhir bulan
c. jumlah yang diterim dan
d. jumlah yang diserahkan.
Laporan tersebut dapat menggunakan sistem pelaporan Narkotika, Psikotropika,
dan/atau Prekursor Farmasi secara elektronik, disampaikan paling lambat setiap
tanggal 10 bulan berikutnya. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan
Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi diatur oleh Direktur Jenderal.
BAB V
DOKUMENTASI

1. List Obat Narkotika yang berada di Instalasi Farmasi RSUM Surya Melati Kediri

No Nama Obat
1 Codein 10 mg
2 Coditam
3 Codein 20 mg
4 Etany inj
5 Morfina inj
6 Pethidine inj
7 MST 10 m
8 Durortesik

2. List Obat prekursor yang berada di lnstalasi Farmasi RSUM Surya Melati Kediri

No Nama 0bat
1 Alprazolam 1 mg
2 Alprazolam 0,5 mg
3 Analsik
4 ANganay0,5 m
5 Ale inax 1me
6 Braxidin
7 Cliad
8 Prolozam
9 Besanmag
10 Valisanbe 5 m
11 Valisanbe inj
12 Phenobarbital 30 mg
13 valisanbe2mg
14 Phenobarbital ini
15 Diazepam supp
16 Miloz inj

Ditetapkan di Kediri
12Syawal 1444 H
Pada tanggal
2Mei 2023 M

Direktur
Rumah Sakit Umum Muhammadiyah

drg. MILLATUL AISYAM ARDHANI, M.A.R.S,

Anda mungkin juga menyukai