Anda di halaman 1dari 12

Serambi Akademica Vol. 8, No.

8, pISSN 2337–8085
Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora Desember 2020 eISSN 2657- 0998

Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Dalam


Meningkatkan Hasil Belajar IPA Pada Materi Bioteknologi Pangan
Pada Siswa Kelas IX.B SMP Negeri 1 Darul Falah
Zainabun

Guru SMP Negeri 1 Darul Falah Kabupaten Aceh Timur


Email : zainabon@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran model pembelajaran


discovery learning pada materi bioteknologi pangan yang dapat meningkatkan hasil
belajar pada siswa kelas IX.B SMP Negeri 1 Darul Falah Kabupaten Aceh Timur.
Pembelajaran model discovery learning merupakan pembentukan kategori-kategori
atau konsep-konsep dengan cara menemukan informasi sendiri yang dapat
memungkinkan terjadinya generalisasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
siswa meningkat hasil belajarnya pada materi bioteknologi pangan melalui model
discovery learning. Hasil penelitian menyatakan bahwa persentase hasil tes secara
klasikal yang mendapatkan skor minimal 70 sebanyak 16 orang siswa dari 22
jumlah seluruh siswa pada siklus I, dan jika dipersentasekan sebesar 72,72%. Pada
siklus II seluruh siswa telah berhasil seluruhnya sebanyak 22 orang dengan
persentase sebesar 100%, hal ini mengalami peningkatan yang signifikan sebesar
27,27%.
Kata Kunci: discovery learning, hasil belajar, bioteknologi pangan

PENDAHULUAN
Pendidikan sangat penting dalam kehidupan, pendidikan tidak akan pernah hilang
selama kehidupan manusia berlangsung dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan.
Sifatnya mutlak dalam kehidupan, baik dalam kehidupan seseorang, keluarga, maupun
bangsa dan negara. Maju mundurnya suatu bangsa banyak ditentukan oleh maju-
mundurnya pendidikan bangsa itu. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional pasal 1 menyatakan: pendididkan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Kegiatan pendidikan pada umumnya dilaksanakan setiap jenjang pendidikan melalui
kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, ada beberapa komponen yang menentukan
keberhasilan kegiatan belajar mengajar (KBM) anatara lain kurikulum, buku atau sumber
pelajaran, guru, metode, sarana dan prasarana. Pada hakikatnya kegiatan belajar mengajar
adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam
satuan pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar mengajar
merupakan pemegang peranan yang sangat penting. Guru bukan hanya sekedar penyampai
materi saja, tetapi lebih dari itu guru dapat dikatakan sebagai sentral pembelajaran.

1526
Serambi Akademica Vol. 8, No. 8, pISSN 2337–8085
Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora Desember 2020 eISSN 2657- 0998

Hamalik (2008: 123) mengemukakan bahwa “peran guru sesungguhnya sangat luas
meliputi guru sebagai pengajar, pembimbing, guru juga sebagai penghubung dan
modernisator serta pembangun.” Jadi peran guru dalam menentukan keberhasilan
pembelajaran pada kegiatan belajar mengajar amat besar bagi peserta didik. Tugas guru
adalah memberikan dan mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik dalam
kegiatan belajar mengajar agar dapat tercapai hasil yang optimal. Karena itu guru harus
dapat membuat suatu motode dan pendekatan pengajaran menjadi efektif dan menarik
sehingga bahan pelajaran yang disampaikan akan membuat siswa merasa senang dan perlu
untuk mempelajari bahan pelajaran tersebut.
Seorang guru yang memiliki loyalitas terhadap pekerjaannya senantiasa akan
berusaha meningkatkan atau mengembangkan kebutuhan akan kemampuan profesionalnya
guna mengimbangi tuntutan pendidikan yang terus berkembang (Trianto, 2011: 93).
Apapun bentuk kegiatan-kegiatan guru, mulai dari merancang pembelajaran, memilih dan
menentukan materi, pendekatan, strategi dan metode pembelajaran, memilih dan
menentukan teknik evaluasi, semuanya diarahkan untuk mencapai keberhasilan belajar
siswa. Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru menerapkan
model-model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan
siswa secara efektif di dalam proses pembelajaran.
Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk
menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif
dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih hasil belajar dan prestasi yang optimal.
Strategi, model dan metode pembelajaran yang baik dan tepat sangat diperlukan untuk
terciptanya kegiatan belajar mengajar IPA khususnya biologi yang aktif yang pada
akhirnya diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran IPA lebih
menekankan pada keterampilan proses IPA diantaranya melalui kegiatan pengamatan
(Observasi), pengelompokan (klasifikasi), pengukuran, hubungan ruang dan waktu
meramalkan (memprediksi), mengkomunikasikan serta menarik kesimpulan, Djuanda
(dalam Roidah, 2015: 3). Sehingga guru dituntut tidak hanya menguasai konsep IPA tetapi
juga dituntut untuk mampu mempraktikan konsep secara sederhana kepada siswa,
memotifasi siswa menyenangi pembelajaran IPA, mampu mengaitkan materi atau konsep
kedalam dunia nyata siswa, serta menumbuhkan kemampuan berfikir kritis siswa untuk
menemukan sendiri konsep IPA dari permasalahn kehidupan sehari-hari yang ada
kaitannya dengan aplikasi pembelajaran IPA (Andalia et al., 2019).
Oleh karena itu, pendidikan IPA di sekolah harus dapat menggali pengetahuan siswa
agar dapat memecahkan masalah yang mereka alami dari sebuah pengamatan sehingga
siswa dapat menemukan sendiri konsep IPA. Seperti yang diungkapkan Piaget (dalam
Triyanto, 2007: 14) bahwa “Perkembangan kognitif anak dipandang sebagai suatu proses
dimana anak secara aktif membangun sistem makna dan realitas melalui pengalaman dan
interaksi mereka”. Sehingga siswa dapat membangun sendiri konsep-konsep melalui
pengalaman dan pengamatan yang telah dilalui mereka.
Berdasarkan hasil observasi awal, selama ini masih banyak guru yang menggunakan
pembelajaran satu arah (konvensional) dalam proses pembelajaran. Kondisi pembelajaran

1527
Zainabun

yang bersifat konvensional yaitu suatu pembelajaran dimana seorang guru mengajar
dengan cara mencatat dari buku, dan hanya menggunakan metode ceramah dalam
menyampaikan materi, sehingga membuat siswa merasa jenuh, sebagian siswa
menganggap bahwa mata pelajaran IPA hanya menimbulkan masalah yang sulit
dipecahkan, sehingga terkadang mereka malas mempelajarinya, bahkan tidak tertarik
mempelajari IPA dan dampaknya terlihat pada rendahnya prestasi belajar siswa (Yunus et
al., 2019).
Berdasarkan pengalaman peneliti selama mengajar pada SMP Negeri 1 Darul Falah
Kabupaten Aceh Timur kelas IX semester ganjil materi bioteknologi pangan masih banyak
mengalami kesulitan, rata-rata siswa mengatakan bahwa mereka tidak senang belajar IPA
dengan berbagai alasan seperti; materinya kurang dapat dipahami karena banyak gambar-
gambar dan glosarium yang susah dipahami dan harus di hapal, membosankan,
mengantuk. Akibatnya keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar rendah.
Permasalahan-permasalahan tersebut mengakibatkan siswa menjadi kurang memahami
materi yang dipelajari dan pada akhirnya bermuara pada rendahnya prestasi belajar IPA
khususnya biologi.
Untuk itu diperlukan suatu upaya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan
pengajaran di sekolah salah satunya adalah dengan memilih strategi atau cara dalam
menyampaikan materi pelajaran agar diperoleh peningkatan prestasi belajar siswa
khususnya pada mata pelajaran IPA. Misalnya dengan membimbing siswa agar bersama-
sama terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan mampu membantu siswa berkembang
sesuai dengan taraf intelektualnya akan lebih menguatkan pemahaman siswa terhadap
konsep-konsep yang diajarkan oleh guru di dalam kelas. Oleh sebab itu penggunaan
metode pembelajaran dirasa sangat penting untuk membantu siswa dalam memahami
konsep-konsep biologi. Menurut Mufrokah (2009: 2009:47) metode yaitu suatu cara yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Data nilai ulangan berikut memperlihatkan rendahnya prestasi belajar IPA pada SMP
Negeri 1 Darul Falah Kabupaten Aceh Timur, yaitu mendeskripsikan penerapan
bioteknologi dalam mendukung kelangsungan hidup manusia melalui produksi pangan.
Untuk tahun pelajaran 2018/2019 semester ganjil kelas IX.B terlihat bahwa dari 22 orang
siswa hanya 10 orang siswa yang tuntas dengan persentase 45,45%, Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) mata pelajaran IPA 70.
Data nilai ulangan di atas menunjukkan bahwa hasil belajar siswa masih banyak
yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu sebesar 70, sehingga
ketuntasan klasikalnyapun belum tercapai. Mencermati kenyataan di atas perlu dilakukan
usaha lebih lanjut untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran IPA khususnya
biologi di kelas IX.B. Data rendahnya prestasi belajar siswa dan adanya permasalahan
dalam pembelajaran materi bioteknologi pangan tersebut menunjukkan bahwa materi
bioteknologi pangan belum dapat dipahami dengan baik. Oleh karena permasalahan
tersebut, dalam pembelajaran bioteknologi pangan diperlukan suatu strategi yang tepat
sehingga konsep materi ini dapat dipahami dengan baik.
Model pembelajaran berbasis masalah dikembangkan berdasarkan konsep-konsep
yang dicetuskan oleh Jerome Bruner (Suprijono, 2012: 67-68). Konsep tersebut adalah
1528
Serambi Akademica Vol. 8, No. 8, pISSN 2337–8085
Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora Desember 2020 eISSN 2657- 0998

belajar penemuan atau discovery learning. Mengenai discovery learning, Johnson


membedakannya dengan inquiry learning. Dalam discovery learning ada pengalamam
yang disebut “ahaa experience” yang dapat diartikan seperti …. Nah, ini dia”. Sebaliknya,
inquiry tidak selalu sampai pada proses tersebut. Hal ini karena proses akhir discovery
learning adalah penemuan, sedangkan inquiry learning proses akhir terletak pada
kepuasan kegiatan meneliti. Syamsudini (dalam Kemdikbud, 2012:50) menjelaskankan
bahwa discovery learning mempunyai prinsip yang sama dengan inkuiri dan problem
solving. Tidak ada perbedaan yang prinsipil pada ketiga istilah ini, pada discovery
learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep atau prinsip yang sebelumnya tidak
diketahui.
Berdasarkan hal tersebut, jelas bahwa model pembelajaran yang tepat digunakan
dalam pembelajaran adalah bersifat penemuan atau dikenal istilah Discovery learning,
yakni sebuah model pembelajaran yang dapat menumbuhkan sensifitas pola pikir siswa
secara aktif, kritis, dan inovatif. Oleh karena itu pembelajaran yang ideal bagi tingkatan
siswa SMP yaitu perlunya menekankan pengalaman secara langsung. Hal ini bertujuan
agar dapat merangsang (stimulasi) sensitif daya pikir siswa terhadap gejala alam yang
timbul, menumbuhkan motivasi pola pikir aktif siswa untuk mengkritisi dan memecahkan
masalah yang ada secara berkelompok tentang fenomena alam yang timbul. Dengan
demikian siswa dapat memahami dan menguasai materi dengan mudah karena mengalami
secara langsung dan bekerjasama. Diharapkan dengan menggunakan model pembelajaran
discovery learning ini dapat meningkatkan hasil belajar bagi siswa ditandai dengan
meningkanya hasil belajar siswa

METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan peneliti adalah rancangan penelitian model
Kemmis dan Taggart. Perencanaan model Kemmis dan Taggart merupakan pengembangan
dari model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang diperkenalkan Kurt Lewin. Menurut
Kemmis dan Taggart (dalam Arikunto S, 2012:137) PTK dilakukan dengan menggunakan
spiral/siklus. Setiap siklus ini terdiri dari empat langkah penting yaitu sebagai berikut: (1)
perencanaan/planning, (2) tindakan/acting, (3) pengamatan/observing, dan (4) refleksi
/reflecting. PTK Kemmis dan Taggart tersebut dapat diartikan bahwa siklus akan berakhir
jika penelitian sudah sesuai dengan apa yang telah ditetapkan (sesuai dengan
Kriteria/Indikator Keberhasilan).
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil bulan Oktober-Desember 2018
tahun pelajaran 2018/2019. Penelitian dilaksanakan sejalan dengan proses pembelajaran
yang sedang berlangsung, yakni 4 jam pelajaran seminggu, dengan alokasi waktu 2 x 40
menit. Subyek pada penelitian ini adalah siswa kelas IX.B SMP Negeri 1 Darul Falah yang
berjumlah 22 siswa, terdiri dari 13 siswa laki-laki, dan 9 siswa perempuan. Penelitian ini
dilakukan di kelas IX.B SMP Negeri 1 Darul Falah, yang beralamat di Jl. Ulee Gajah Desa
Keude Blang Kec. Darul Falah Kabupaten Aceh Timur. Instrument penelitian berupa tes
yang diberikan kepada siswa berupa tes awal dan tes akhir, dan non tes berupa lembar
observasi guru dan siswa.

1529
Zainabun

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Deskripsi Kondisi Awal
Sebelum pelaksanaan tindakan, terlebih dahulu peneliti melaksanakan tes awal di
kelas IX.B yang menjadi subyek penelitian untuk mengetahui kemampuan prasyarat siswa,
tes ini juga dimaksudkan untuk pembentukan kelompok. Tes awal dilaksanakan pada hari
Rabu, tanggal 14 November 2018 pada jam 10.45 – 12.05 WIB (selama 2 x 40 menit),
diikuti oleh seluruh subyek penelitian yang berjumlah 22 siswa. Materi tes awal
mencakup SK. 2 KD. 2.3. mendeskripsikan proses pewarisan dan hasil pewarisan sifat dan
penerapannya yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya yakni bab 6.
Hasil tes awal sebelum dilaksanakan tindakan menunjukan bahwa hasil belajar siswa
belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hal ini dibuktikan dengan masih rendahnya
jumlah siswa yang tuntas. Dari 22 siswa yang mengikuti tes awal hanya 10 orang yang
tuntas selebihnya 12 orang siswa belum mencapai KKM yang telah ditentukan yaitu 70.
Hal ini membuktikan bahwa proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru belum efektif
dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Ketuntasan belajar siswa pada kondisi awal dapat
dilihat dari tabel berikut:
Tabel 1. Ketuntasan Belajar Hasil Tes Pada Kondisi Awal
No Hasil Tes Awal Jumlah Persentase
1. Siswa yang tuntas 10 45,45
2. Siswa yang tidak tuntas 12 54,54

Gambar 1. Grafik Ketuntasan Belajar Pada Kondisi Awal


Dari data hasil tes awal, siswa yang mencapai skor 70, hanya 10 siswa dari 21
siswa atau persentasenya sebesar 45,45%, artinya bahwa pembelajaran yang digunakan
guru belum dapat meningkatkan hasil belajar siswa, atau dengan kata lain model
pembelajaran yang digunakan guru tidak membuat siswa memahami materi pembelajaran.

1530
Serambi Akademica Vol. 8, No. 8, pISSN 2337–8085
Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora Desember 2020 eISSN 2657- 0998

Deskripsi Hasil Siklus I


Perencanaan Siklus I
Pada tahap perencanaan, peneliti mengadakan diskusi dengan kedua observer yang
bertujuan untuk menyamakan persepsi dan memberikan penjelasan tentang tugas dan
fungsi observer sehingga diharapkan kegiatan penelitian dapat berjalan lancar sesuai
dengan tugas dan fungsi masing-masing. Selain itu, peneliti juga mengecek ruang kelas
IX.B yang akan digunakan sebagai tempat penelitian, dan meyakinkan bahwa segala
sesuatu yang dibutuhkan untuk kelancaran penelitian sudah dapat dipenuhi, sehingga jika
terdapat kekurangan, peneliti masih memiliki waktu untuk melengkapinya.
Tindakan Sklus I
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan pembelajaran sesuai
dengan RPP yang telah dibuat sebelumnya. Pada Siklus I direncanakan sebanyak 2 (dua)
kali pertemuan. Berikut ini akan diuraikan kegiatan pembelajaran di kelas.
 Pertemuan-1
Pertemuan Pertama dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 17 November 2018 mulai
jam 11.05 – 12.45 WIB atau 2 x 40 menit. Pelaksanaan tindakan dimulai dengan guru
mengecek kehadiran siswa. Siswa yang hadir pada pertemuan pertama lengkap sebanyak
22 orang. Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, siswa diarahkan untuk duduk
berdasarkan kelompoknya masing-masing dimana sebelumnya telah dibagi menjadi 5
kelompok heterogen yang beranggotakan 4-5 orang. Materi yang dipelajari dalam
pertemuan ini adalah bioteknologi pertanian. Kegiatan pembelajaran diawali dengan
peneliti/guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, yaitu siswa
diharapkan dapat menerapkan bioteknologi pertanian dengan model pembelajaran
discovery learning. Pembelajaran dibagi dalam tiga tahap, yaitu tahap pendahuluan, tahap
inti, dan tahap penutup.
 Pertemuan-2
Pertemuan-2 dilaksanakan pada hari Rabu, 21 November 2018 dengan alokasi waktu
2x40 menit atau pukul 10.45 – 12.05 WIB. Pada pertemuan kedua ini sebelum
pembelajaran dimulai guru meminta kepada siswa untuk mengumpulkan PR yang
diberikan pada kegiatan pembelajaran sebelumnya. Setelah semua siswa mengumpulkan,
selanjutnya guru meminta siswa untuk duduk sesuai dengan kelompok masing-masing.
Kegiatan pembelajaran diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu
siswa diharapkan dapat menjelaskan cara-cara untuk mendapatkan bibit unggul.
Pertemuan ini dimaksudkan sebagai tindak lanjut dari pertemuan ke-1, selain itu
guru juga memberikan motivasi kepada siswa dengan menanyakan hasil pembelajaran
pada pertemuan sebelumnya. Langkah pembelajaran model discovery learning yang akan
dilakukan yaitu langkah pertama stimulasi/pemberian rangsangan. Hal yang dilakukan
guru adalah dengan menanyakan “Bagaimana cara mendapatkan hasil yang baik dari
tanaman yang kamu tanam?”. Pertanyaan ini berkembang sesuai dengan respon siswa
terhadap materi yang akan dipelajari. Guru juga memastikan tiap kelompok mendapatkan
LKS-2. Kemudian guru meminta siswa membaca dan memahami isi LKS-2 dan memberi
kesempatan pada siswa untuk bertanya jika ada hal yang masih belum dipahami.

1531
Zainabun

Observasi Siklus I
Pengamatan dilakukan observer selama penelitian berlangsung. Pengamatan
diarahkan pada aktivitas guru dan siswa selama kegiatan pembelajaran, kedua observer
mengisi lembar observasi aktivitas guru untuk observer 1 dan lembar observasi aktivitas
siswa untuk observer 2 berdasarkan pengamatannya masing-masing.
a) Observasi Aktivitas Guru
Hasil pengamatan terhadap aktivitas guru pada Siklus I berada dalam kategori
sangat baik untuk semua pertemuan, ini ditunjukkan dengan penilaian observer dalam
Persentase untuk pertemuan-1 86,54%, dan pertemuan-2 94,23%.
b) Observasi Aktivitas Siswa
Hasil penilaian observer untuk lembar observasi aktivitas siswa juga berada pada
kategori sangat baik, nilai observer dalam bentuk Persentase pertemuan-1 adalah 93,75%,
dan pertemuan-2 96,88%.

Hasil Tes Pada Siklus I


Tes akhir siklus I dilaksanakan sesudah pembelajaran siklus I selesai. Tes ini
berjumlah 5 soal bentuk uraian, dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 24 November 2018
selama 2 × 40 menit yaitu pukul 09.05 - 10.25 WIB. Hasil belajar yang diamati adalah
yang tuntas dan yang tidak tuntas, serta perolehan nilai rata-rata tes akhir siklus I. Untuk
memperjelas data hasil belajar siklus I dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Hasil Tes Kondisi Awal dan Siklus I
Jumlah Siswa Jumlah Siswa Persentase
No Hasil Tes Persentase
Tuntas tidak tuntas
1. Awal 10 45,45 12 54,54
2. Siklus I 16 72,72 6 27,27

Dari Tabel di atas terlihat bahwa terjadi peningkatan persentase ketuntasan belajar
siswa jika dibandingkan dengan kondisi awal. Jumlah siswa yang tuntas meningkat dari 10
orang atau persentasenya sebesar 45,45% menjadi 16 orang dengan persentase sebesar
72,72%. Tes akhir siklus memperlihatkan hasil bahwa terdapat 6 orang yang belum
berhasil mendapatkan skor ≥ 70, dengan nilai berturut-turut 60, 52, 60, 68, 66 dan 50.
Terlepas dari masih adanya siswa yang belum mencapai KKM, dari hasil tes akhir siklus I
terlihat bahwa secara individu terdapat 16 siswa yang telah mendapatkan skor ≥ 70 atau
secara klasikal sebanyak 72,72% yang telah mendapatkan skor ≥ 70.
Di bawah ini disajikan grafik nilai tes hasil belajar siklus I pada gambar berikut.

1532
Serambi Akademica Vol. 8, No. 8, pISSN 2337–8085
Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora Desember 2020 eISSN 2657- 0998

Gambar 2. Grafik Perbandingan Hasil Tes Kondisi Awal dan Siklus I

Refleksi
Pada tahap ini peneliti mengkaji secara menyeluruh kegiatan siklus yang telah
dilakukan selama kegiatan pengumpulan data berlangsung, kemudian dilakukan evaluasi
untuk kepentingan refleksi. Data peneliti, berupa perangkat pembelajaran dan instrumen
penelitian yang sudah di uji coba, hasilnya berupa analisis data yang menginformasikan
kelayakan perangkat dan instrumen untuk digunakan dalam penelitian.
Untuk data hasil tes siklus I diperoleh data bahwa siswa yang memperoleh skor ≥
70 adalah sebanyak 16 dari 22 siswa yang mengikuti tes. Keadaan ini dapat dikatakan
bahwa 72,72% dari siswa telah memahami materi bioteknologi pertanian, sedangkan
ketuntasan klasikal sebesar 85%, sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran materi
bioteknologi pertanian belum sesuai dengan kriteria keberhasilan. Persentase skor rata-rata
pada observasi aktivitas guru untuk 2 pertemuan yang diberikan observer-1 adalah
90,38%. Berdasarkan hasil persentase tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas guru
pada pembelajaran tersebut dalam kriteria sangat baik. Observer-2 juga memberikan
penilaian terhadap aktivitas siswa. Persentase skor rata-rata pada observasi aktivitas siswa
yang diberikan observer-2 adalah 95,31%. Persentase tersebut dapat disimpulkan bahwa
aktivitas siswa pada pembelajaran tersebut juga dalam kriteria sangat baik.
Berdasarkan data yang diperoleh pada siklus I jelas terlihat bahwa hasil
pembelajaran belum sesuai dengan kriteria keberhasilan yang ditetapkan sehingga dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran discovery learning belum
berhasil dengan baik pada materi bioteknologi pertanian. Jadi, pada pembelajaran siklus I
belum sesuai dengan kriteria keberhasilan, sehingga perlu dilaksanakan pembelajaran
pada siklus II.
Dari kegiatan refleksi ini diperoleh beberapa hal yang dapat dicatat sebagai masukan
untuk perbaikan pada tindakan selanjutnya yaitu:

1533
Zainabun

(1) Masih ada siswa yang terlihat melakukan aktivitas lain selain diskusi kelas dan
beberapa siswa tidak memperhatikan jalannya presentasi kelompok.
(2) Kemandirian siswa untuk membuat pertanyaan sendiri masih kurang.
(3) Guru kadang asyik berdiskusi dengan siswa yang aktif, sehingga kurang
memperhatikan dan menegur siswa yang kurang aktif.

Deskripsi Hasil Siklus II


Tahapan yang dilakukan peneliti pada Siklus II sama seperti tahap pada Siklus I,
yaitu meliputi kegiatan :

Perencanaan Siklus II
Perangkat pembelajaran disusun dengan memperhatikan refleksi pada siklus I. Pada
tahapan ini yang dilaksanakan adalah: (1) membuat RPP. Dalam pembelajaran siklus II ini
guru lebih memperhatikan siswa yang kurang memahami aktivitas/tugas yang disajikan
dengan memberikan bimbingan seperlunya, guru lebih aktif mengarahkan siswa yang
masih bergurau dalam kegiatan diskusi, dan lebih memotivasi siswa untuk lebih aktif
memberikan tanggapan saat diskusi kelas serta mengatur waktu sebaik mungkin agar
pelaksanaan pembelajaran lebih efektif dan efisien. (2) guru membuat lembar kerja siswa
(LKS) dengan berusaha menampilkan soal-soal yang lebih aplikatif lagi, (3) menyusun tes
akhir, (4) lembar observasi. Pada siklus II ini observasi dilakukan oleh observer yang
sama, selain itu peneliti juga masih mendistribusikan siswa sesuai dengan kelompoknya
masing-masing seperti pada Siklus I.

Tindakan Siklus II
Pada tahap ini, peneliti akan melaksanakan penelitian sesuai dengan perencanaan
yang telah dibuat sebelumnya. Siklus II direncanakan 2 kali pertemuan, dan satu
pertemuan untuk tes akhir siklus II. Pertemuan pertama meliputi kegiatan pembelajaran
untuk penggunaan mikroorganisme dalam pembuatan makanan, dan pertemuan kedua
kegiatan pembelajaran untuk bioteknologi peternakan. Berikut ini akan diuraikan kegiatan
pembelajaran pada Siklus II.
 Pertemuan-1
Pertemuan-1 pada siklus II ini dilaksanakan pada hari Rabu, 28 November 2018
dengan alokasi waktu 2 x 40 menit mulai pukul 10.45 – 12.05 WIB. Pada pembelajaran
pertemuan-1 ini dibagi menjadi tiga tahap, yakni pendahuluan, kegiatan inti dan penutup.
Setelah guru meminta siswa untuk duduk sesuai dengan kelompok masing-masing maka
guru menyampaikan tujuan pembelajaran yakni peserta didik dapat menjelaskan peran
mikroorganisme dalam proses bioteknologi pangan.
Pada tahap pendahuluan peneliti yang bertindak sebagai guru, memberikan informasi
tentang tujuan pembelajaran pada pertemuan tersebut. Selain itu guru juga menanyakan
hasil pembelajaran pada pertemuan sebelumnya, Pertanyaan pancingan guru berkembang
sesuai dengan respon siswa terhadap pembelajaran ini. Adapun materi yang dipelajari pada
pertemuan ini adalah penggunaan mikroorganisme dalam proses bioteknologi pangan.

1534
Serambi Akademica Vol. 8, No. 8, pISSN 2337–8085
Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora Desember 2020 eISSN 2657- 0998

Adapun langkah-langkah yang harus dilalui dengan model pembelajaran discovery


learning yaitu; langkah pertama pemberian rangsangan/stimulasi dengan mengajukan
pertanyaan yang mengarah pada permasalahan yang dituangkan pada LKS, langkah kedua
identifikasi masalah, yakni memberikan kesempatan kepada siswa dalam kelompok untuk
mengidentifikasi masalah yang relevan dengan bahan pelajaran. Langkah ketiga adalah
pengumpulan data, Selanjutnya langkah keempat adalah pengolahan data, yakni siswa
diarahkan untuk menganalisis data hasil penyelesaian aktivitas/tugas yang telah diperoleh,
kegiatan yang dilakukan berjalan dengan tertib dan sesuai dengan waktu yang
direncanakan yakni 10 menit.
Tahap akhir dari pembelajaran ini adalah langkah model discovery learning yang
kelima pembuktian yakni siswa mempresentasikan hasil temuannya di depan kelas serta
kelompok lain sebagai pembanding. Selanjutnya bagian akhir yaitu langkah keenam dari
pembelajaran discovery learning adalah membuat kesimpulan, yaitu guru bersama dengan
siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah dilakukan. Aktivitas siswa dan aktivitas
guru selama penelitian diamati oleh observer dengan mengisi lembar observasi aktivitas
guru untuk O1 dan lembar observasi aktivitas siswa untuk O2 yang telah diberikan kepada
masing-masing observer.
 Pertemuan -2
Pertemuan-2 dilaksanakan pada hari Sabtu, 01 Desember 2018 pukul 11.05 - 12.45
WIB. Pertemuan ini dimaksudkan sebagai tindak lanjut dari pertemuan ke-1, Setelah guru
meminta siswa untuk duduk sesuai dengan kelompok masing-masing maka guru
menyampaikan tujuan pembelajaran, selain itu guru juga memberikan motivasi kepada
siswa dengan menanyakan pembelajaran pada pertemuan sebelumnya. Materi yang
dibahas pada pertemuan kedua adalah bioteknologi peternakan.

Observasi Siklus II
Observasi pada siklus II ini dilaksanakan untuk mengetahui apakah pembelajaran
yang dilaksanakan sudah sesuai dengan RPP yang telah disusun sebelumnya.
a) Observasi Aktivitas Guru
Hasil penilaian observer-1 terlihat tetap berada dalam kategori sangat baik sama
halnya pada siklus I, tetapi Persentasenya sedikit meningkat. Untuk pertemuan-1 adalah
98,08% dan pertemuan-2 100%. Pada observasi siklus II ini tidak ada lagi catatan yang
diberikan oleh observer.
b) Observasi Aktivitas Siswa
Hasil rekapitulasi penilaian observer-2 untuk lembar observasi aktivitas siswa juga
tetap dalam kriteria sangat baik sama halnya pada siklus I, yakni pada pertemuan-1 93,75
% dan pertemuan-2 juga 100% dan tidak ada lagi catatan yang diberikan observer untuk
perbaikan, pertanda bahwa pembelajaran sudah seperti yang diharapkan.

Hasil Tes Pada Siklus II


Tes akhir siklus II dilaksanakan sesudah pembelajaran siklus II selesai. Tes ini
berisi 5 soal uraian, dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 05 Desember 2018 selama 2 ×

1535
Zainabun

40 menit yaitu pukul 10.45–12.05 WIB. Hasil belajar yang diamati adalah yang tuntas dan
yang tidak tuntas. Untuk memperjelas data hasil belajar siklus II dapat dilihat pada tabel
4.3 berikut.
Tabel 3. Hasil Tes Siklus I dan Siklus II
Jumlah Siswa Jumlah Siswa Persentase
No Hasil Tes Persentase
Tuntas tidak tuntas
1. Siklus I 16 72,72 6 27,27
2. Siklus II 22 100 0 0

Perbandingan antara siklus I dan siklus II dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 3. Grafik Perbandingan Hasil Tes Siklus I dan Siklus II

Dari hasil tes siklus II terlihat bahwa seluruh siswa sudah mencapai nilai standar
yaitu KKM lebih dari atau sama dengan 70. Tes akhir siklus II memperlihatkan bahwa
secara idividu terdapat 22 siswa yang telah mendapatkan skor ≥ 70 atau secara klasikal
adalah sebanyak 100%.

Refleksi Siklus II
Setelah semua tahap dilalui, maka tahap terakhir yang dilakukan peneliti adalah
mengkaji secara menyeluruh Siklus II yang telah dilakukan berdasarkan data yang
dikumpulkan selama penelitian berlangsung, setelah itu dilakukan evaluasi guna
memperoleh hasil. Berdasarkan pada hasil tes siklus II diperoleh data bahwa siswa yang
memperoleh skor ≥ 70 adalah sebanyak 22 dari 22 siswa yang mengikuti tes. Keadaan ini
dapat dikatakan bahwa 100% dari siswa telah memahami materi penggunaan
mikroorganisme dalam pembuatan makanan dan bioteknologi peternakan.
Pada siklus II ini observer melakukan observasi pembelajaran. Observasi tersebut
difokuskan pada observasi aktivitas siswa dan guru. Persentase skor rata-rata pada
observasi aktivitas guru yang diberikan observer-1 adalah 99,04%. Berdasarkan hasil
Persentase tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas guru pada pembelajaran tersebut
dalam kriteria sangat baik. Observer-2 juga memberikan penilaian terhadap aktivitas
siswa. Persentase skor rata-rata pada observasi aktivitas siswa yang diberikan observer-2
1536
Serambi Akademica Vol. 8, No. 8, pISSN 2337–8085
Jurnal Pendidikan, Sains, dan Humaniora Desember 2020 eISSN 2657- 0998

adalah 96,88%. Berdasarkan hasil Persentase tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas
siswa pada pembelajaran tersebut juga dalam kriteria sangat baik. Oleh karenanya
berdasarkan data yang diperoleh pada siklus II, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran dengan model discovery learning telah berhasil berdasarkan kriteria yang
ditetapkan yakni ketuntasan klasikal yang ditetapkan sebesar 85 %.

PENUTUP
Simpulan
Berdasar pada hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran model discovery learning memiliki dampak poitif dalam meningkatkan hasil
belajar siswa materi bioteknologi pangan yang ditandai dengan meningkatnya hasil belajar
siswa. Hasil belajar siswa pada materi bioteknoligi pangan ditunjukkan dengan hasil tes
secara klasikaly mendaoatkan skor ≥ 70 adalah 70,72% pada siklus I, dan 100% pada
siklus II. Hal ini mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 27,27.

DAFTAR PUSTAKA
Andalia, N., Ridhwan, M., Roslina, R., Afni, N., & AG, B. (2019). Implementation of
Inquiry Method on Students’ Critical Thinking Ability in the Concept of Structure
and Function of Plant Networks. International Journal for Educational and
Vocational Studies. https://doi.org/10.29103/ijevs.v1i4.1784
Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Depdiknas .2003. Undang-undang RI No.20 tahun 2003. Tentang sistem pendidikan
nasional.
Hamalik, Oemar. 2008. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.
Jakarta: Bumi Aksara.
Mufarokah, Annisatul. 2009. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta: Teras.
Roidah, I. 2015. Penerapan model pembelajaran Discovery learning untuk meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA materi Peristiwa alam.
UNPAS: tidak diterbitkan.
Suprijono, A. 2012. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Syamsudini. 2012. Aplikasi Metode discovery learning dalam meningkatkan kemampuan
memecahkan masalah, Motovasi Belajar dan Daya Ingat Siswa.
Triyanto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi. Konstruktivisme.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep Landasan ,
dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:
Prenada Media Grup
Yunus, J., Zaura, B., & Yuhasriati. (2019). Analysis Of Students Error According To
Newman In Solving Mathematics Problems Of Algebra In The Form Of Story In
Second Grade Of SMPN 1 Banda Aceh. Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin.

1537

Anda mungkin juga menyukai