Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU UKUR TANAH

MODUL II
PROFIL MEMANJANG DAN MELINTANG

KELOMPOK 23:

Amira Nadhila Zahra (1206222042)

Fadhil Akbar S (120622)

Fauzy Muslim I (12062)

Tiffany (1206222736)

Tanggal Praktikum : Rabu, 16 April 2014

Asisten Praktikum : Rizki Herdian

Tanggal Disetujui :

Nilai :

Paraf Asisten :

LABORATORIUM SURVEY DAN PEMETAAN


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2014
MODUL II

PROFIL MEMANJANG DAN MELINTANG

1. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan praktikum ini umumnya adalah untuk mengetahui profil dari suatu trace baik
jalan maupun salurang, sehingga selanjutnya dapat diperhitungkan banyaknya galian dan
timbunan yang perlu dilakukan pada pekerjaan konstruksi. Pelaksanaan pekerjaan ini
umumnya dilakukan dalam 2 bagian yang disebut sebagai sifat datar profil memanjang
dan melintang, hasil akhirnya adalah ketinggian titik.

2. PERALATAN

A. Digital Theodolit Nikon NE-100 series 1 buah

B. Rambu Ukur 2 buah

C. Meteran 1 buah

D. Patok 6 buah

E. Payung 1 buah

F. Statif 1 buah

G. Unting-unting 1 buah

3. TEORI

Pengukuran pada praktikum ini dilakukan dengan membaca benang


tengah pada beberapa rambu, yaitu sebanyak yang diperlukan bagi penggambaran profil
di dalam arah tersebut. Profil yang diperlukan adalah dalam arah memanjang dan
melintang dari rencana konstruksi yang dikerjakan. Untuk menentukan jarak titik-titik itu
ke waterpass sama caranya dengan cara untuk waterpass memanjang yaitu dengan rumus:

D = 100 (BA – BB)


Sedangkan untuk menentukan beda tinggi dari titik yang dipilih dipakai cara sebagai
berikut:

h=p–t

dimana:

h = beda tinggi

p = tinggi garis bidik

t = benang tengah pada pembacaan rambu

atau:

h = tR – T

dimana:

tR = benang tengah pada pembacaan rambu di titik referen

Fungsi dari pengukuran beda tinggi ini, antara lain :


 Merancang jalan raya, dan saluran - saluran yang mempunyai garis paling sesuai
dengan topografi yang ada.
 Merencanakan proyek - proyek konstruksi menurut evaluasi.
 Menghitung volume pekerjaan tanah
 Menyelidiki ciri - ciri aliran di suatu wilayah.
 Mengembangkan peta - peta yang menunjukkan bentuk tanah secara umum.

4. LANGKAH KERJA

1. Membuat sketsa daerah yang akan diukur ketinggiannya


2. Setelah memasang theodolite dan mengukur tinggi alat kemudian menentukan 4 titik
dengan menarik meteran (sebagai literatur) ke arah 0o.
3. Kemudian menempatkan rambu ukur di titik B dan melakukan pengukuran dan kita
membaca:
- Benang tengah
- Benang atas
- Benang bawah
4. Memindahkan rambu ke titik C dan D lalu melakukan lagi percobaan seperti pada titik B.
5. Setelah selesai percobaan pertama ini lalu memindahkan theodolite ke titik B, mengukur
tinggi alat , kemudian melakukan lagi pengukuran seperti pada percobaan pertama tadi
dengan syarat melihat ke titik belakang (A) dahulu kemudian melihat ke titik muka (C).
6. Lalu mengukur di titik kanan (90o) dan kiri (270o) B disertai mengukur dengan meteran
sebagai literatur.
7. Melakukan hal yang sama di titik C diakhiri di titik D.
Untuk menentukan tinggi titik yang ditinjau tersebut maka harus membandingkan
dengan ketinggian dari suatu titik yang disebut titik referens. Untuk keperluan ini maka
dilakukan pengukuran waterpass memanjang dari titik tempat alat waterpass diletakkan
ke titik referensi. Dengan ini dapat diketahui ketinggian dari tiap-tiap titik tersebut.
Perhitungan:
Jarak D=100 ( BA−BB )

Beda Tinggi h=t ttkR −t pembacaan

Tinggi titik H=H R + H

Dimana : HR = ketinggian titik referensi

5. DATA PENGAMATAN

Tempat Tinggi Alat Titik BA BT BB Jarak


Alat (m) Tinjauan (cm) (cm) (cm) (cm)
A 125 1 112.6 111.4 110 300
2 116.5 115.2 114.2 250
3 142.2 140.5 139.3 300
4 134.5 133.2 131.9 250
B 124 1 123.5 122 120.6 300
2 124.2 123 122.6 250
3 132 130.5 129 300
4 122.7 121.5 120 250
C 125 1 116 114.3 113 300
2 123 122 121 250
3 133 131.7 130.5 300
4 123.4 122 120.8 250
D 126 1 123.7 121.7 120.8 300
2 126 124.8 123.5 250
3 124 123.4 120.8 300
4 123.7 122.5 121.3 250
E 124 1 112.2 111.6 109 300
2 116.1 114.8 113.6 250
3 142 140.6 139 300
4 134.6 133 132 250

Tabel 1. Data Pengamatan

6. PENGOLAHAN DATA

A. Menentukan Jarak dari Suatu Titik ke Titik Lainnya

Penentuan jarak suatu titik ke titik lain menggunakan persamaan : Jarak optis
(d) = 100 (BA - BB) cos 2(90o−α ) dengan α adalah sudut vertikal. Karena besar sudut
o
vertikal sama dengan 90 , maka berlaku :

d = (BA – BB) x 100

Keterangan :

d = jarak optis pengukuran

BA = bacaan benang atas theodolit

BB = bacaan benang bawah theodolite

Pengukuran d pada posisi A

- Jarak posisi A ke titik 1 = 112.6 - 110

= 2.6

- Jarak posisi A ke titik 2 = 116.5 – 114.2

= 2.3

- Jarak posisi A ke titik 3 = 142.2 – 139.3


= 2.9

- Jarak posisi A ke titik 4 = 133.2 – 131.9

= 1.3

Pengukuran d pada posisi B

- Jarak posisi B ke titik 1 = 123.5 – 121.2

= 2.3

- Jarak posisi B ke titik 2 = 124.4 – 122.6

= 1.6

- Jarak posisi B ke titik 3 = 132 – 129

=3

- Jarak posisi B ke titik 4 = 122.7 – 120

= 2.7

Perhitungan d pada posisi C

- Jarak posisi C ke titik 1 = 116 – 113

=3

- Jarak posisi C ke titik 2 = (123 - 121)

=2

- Jarak posisi C ke titik 3 = 133 – 130.5

= 2.5

- Jarak posisi C ke titik 4 = 123.4 – 120.8


= 2.6

Perhitungan d pada posisi D

- Jarak posisi D ke titik 1 = 123.7 – 120.8

= 2.9

- Jarak posisi D ke titik 2 = 126 – 123.5

= 2.5

- Jarak posisi D ke titik 3 = 124 – 120.8

= 3.2

- Jarak posisi D ke titik 4 = 123.7 – 121.3

= 2.4

Perhitungan d pada posisi E

- Jarak posisi E ke titik 1 = 112.2 – 109

= 3.2

- Jarak posisi E ke titik 2 = 116.1 – 113.6

= 2.5

- Jarak posisi E ke titik 3 = 142 – 139

=3

- Jarak posisi E ke titik 4 = 134.6 – 132

= 2.6

B. Menentukan Perbedaan Ketinggian Antara 2 Titik


Penentuan perbedaan tinggi antara dua titik merupakan selisih antara tinggi alat
(theodolite) dengan batas tengahnya.

∆ H=tinggi alat−batas tengah

Perhitungan ∆ H pada posisi A

- ∆H antara posisi A dengan titik A1 = 125−111.4

= 13.6

- ∆H antara posisi A dengan titik A2 = 125−115.2

= 9.8 m

- ∆H antara posisi A dengan titik A3 = 125−140.5

= -15.5 m

- ∆H antara posisi A dengan titik A4 = 125−134.5

= -9.5 m

Perhitungan ∆ H pada posisi B

- ∆H antara posisi A dengan titik B1 = 125−122

=3m

- ∆H antara posisi A dengan titik B2 = 125−123

=2m

- ∆H antara posisi A dengan titik B3 = 125−130.5


= -5.5 m

- ∆H antara posisi A dengan titik B4 = 125−121.5

= 3.5 m

Perhitungan ∆ H pada posisi C

- ∆H antara posisi A dengan titik C1 = 125−114.3

= 10.7 m

- ∆H antara posisi A dengan titik C2 = 125−122

=3m

- ∆H antara posisi A dengan titik C3 = 125−131.7

= -6.7 m

- ∆H antara posisi A dengan titik C1 = 125−122

=3m

Perhitungan ∆ H pada posisi D

- ∆H antara posisi A dengan titik D1 = 125−121.7

= 3.3 m

- ∆H antara posisi A dengan titik D2 = 125−124.8

= 0.2 m

- ∆H antara posisi A dengan titik D3 = 125−123.4


= 1.6 m

- ∆H antara posisi A dengan titik D4 = 125−122.5

= 2.5 m

Perhitungan ∆ H pada posisi E

- ∆H antara posisi A dengan titik E1 = 125−111.6

= 13.4 m

- ∆H antara posisi A dengan titik E2 = 125−114.8

= 10.2 m

- ∆H antara posisi A dengan titik E3 = 125−140.6

= -15.6 m

- ∆H antara posisi A dengan titik E4 = 125−133

= -8 m

Dengan asumsi ketinggian A adalah 100 m dari muka air laut maka akan didapat
ketinggian titik yang lain. Secara lengkap, jarak doptis (D) dan perbedaan ketinggian (∆h) dan
ketinggian terhadap titik referen yang didapat dari hasil perhitungan dapat dilihat pada table di
bawah ini :

∆H
Tempat Tinggi Titik Jarak Jarak
Alat Alat Tinjauan BA BT BB (m) Optis (m) (m)
A 125 1 112.6 111.4 110 3 2.6 13.6
2 116.5 115.2 114.2 2.5 2.3 9.8
3 142.2 140.5 139.3 3 2.9 -15.5
4 133.2 134.5 131 2.5 2.2 -9.5
B 124 1 123.5 122 121.2 3 2.3 3
2 124.2 123 122.6 2.5 1.6 2
3 132.8 130.5 129 3 3.8 -5.5
4 122.7 121.5 120 2.5 2.7 3.5
C 125 1 116 114.3 113 3 3 10.7
2 123.8 122 121 2.5 2.8 3
3 133 131.7 130.5 3 2.5 -6.7
4 123.4 122 120.8 2.5 2.6 3
D 126 1 123.7 121.7 120.8 3 2.9 3.3
2 126 124.8 123.5 2.5 2.5 0.2
3 124 123.4 120.8 3 3.2 1.6
4 123.7 122.5 121.3 2.5 2.4 2.5
E 124 1 112.2 111.6 109 3 3.2 13.4
2 116.1 114.8 113.6 2.5 2.5 10.2
3 142 140.6 139 3 3 -15.6
4 134.6 133 132 2.5 2.6 -8

C. Menentukan Kesalahan Relatif

Kesalahan relatif merupakan selisih antara jarak lapangan dengan jarak optis di
bandingkan dengan jarak optis dan dikali 100 %. Sehingga didapat :

| jarak lapangan− jarak optis|


kesalahan relatif ( KR ) = x 100
jarak optis

Tempat Tinggi Titik Jarak Jarak KR


Alat Alat Tinjauan (m) Optis (m) (%)
A 125 1 3 2.6 13.33
2 2.5 2.3 8
3 3 2.9 3.33
4 2.5 2.2 12
B 124 1 3 2.3 23.33
2 2.5 1.6 36
3 3 3.8 26.67
4 2.5 2.7 8
C 125 1 3 3 0
2 2.5 2.8 12
3 3 2.5 16.67
4 2.5 2.6 4
D 126 1 3 2.9 3.33
2 2.5 2.5 0
3 3 3.2 6.67
4 2.5 2.4 4
E 124 1 3 3.2 6.67
2 2.5 2.5 0
3 3 3 0
4 2.5 2.6 4

Penampang Memanjang

Penampang Melintang

Pada pengukuran melintang di titik B, titik B di tetapkan sebagai titik (0,0)


Ketinggi
Jarak an
-250 3.5
0 0
250 1

4
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
-300 -200 -100 0 100 200 300

Pada pengukuran melintang di titik C, titik C di tetapkan sebagai titik (0,0)


3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
-300 -200 -100 0 100 200 300

Ketinggi
Jarak an
-250 3
0 0
250 3

Pada pengukuran melintang di titik D, titik D di tetapkan sebagai titik (0,0)


Ketinggi
Jarak an
-250 2.3
0 0
250 1.2

2.5

1.5

0.5

0
-300 -200 -100 0 100 200 300

Pada pengukuran melintang di titik E, titik E di tetapkan sebagai titik (0,0)

Ketinggi
Jarak an
-250 -10.6
0 0
250 7.9

10

0
-300 -200 -100 0 100 200 300
-5

-10

-15

Galian dan Timbunan (posisi A ditetapkan sebagai Bench Mark)


- Jarak Melintang di Posisi B
Ketinggian dari Bench
Jarak Mark
-250 -9.5
0 0
250 9.8

Ketinggian dari Bench Mark


15
10
Ketinggian dari
5 Bench Mark
0
-300-200-100
-5 0 100 200 300
-10
-15

- Jarak Melintang di Posisi C


Ketinggian dari Bench
Jarak Mark
-250 3.5
0 0
250 2

Ketinggian dari Bench Mark


4

3
Ketinggian dari
Bench Mark
2

0
-400 -200 0 200 400

- Jarak Melintang di Posisi D


Ketinggian dari Bench
Jarak Mark
-250 3
0 0
250 3
Ketinggian dari Bench Mark
3.5
3
2.5 Ketinggian dari
2 Bench Mark
1.5
1
0.5
0
-300 -200 -100 0 100 200 300

- Jarak Melintang di Posisi E


Ketinggian dari Bench
Jarak Mark
-250 -8
0 0
250 10.2

Ketinggian dari Bench Mark


15

10
Ketinggian dari
5 Bench Mark

0
-300 -200 -100 0 100 200 300
-5

-10

Volume galian dari tiap posisi


1 1
- Luas segitiga di B = 2 (-9.5 x -250) + 2 (9.8 x 250)

= 37.5 cm2
1 1
- Luas segitiga di C = 2 (3.5 x -250) + 2 (2 x 250)
= -187.5 cm2
1 1
- Luas segitiga di D = 2 (3 x -250) + 2 (3 x 250)

=0
1 1
- Luas segitiga di E = 2 (-8 x -250) + 2 (10.2 x 250)

= 2275 cm2

37.5−187.5+2275
=425
Luas segitiga rata-rata = 5 cm2

Maka didapat volume tanah yang harus di timbun sama dengan Luas segitiga rata-
rata-rata di kalikan dengan jarak B sampai E :
425 x 1000=425000 cm3=0.425m3

7. ANALISIS

A. Analisis Percobaan

Dalam modul praktikum 2 ini dilakukan percobaan mengenai Profiil


Memanjang dan Melintang. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui profil
dari suatu trace baik jalan maupun saluran, sehingga selanjutnya dapat diperhitungkan
banyaknya galian dan timbunan yang perlu dilakukan pada pekerjaan konstruksi.
Pelaksanaan pekerjaan ini umumnya dilakukan dalam 2 bagian yang disebut sebagai sifat
datar profil memanjang dan melintang, hasil akhirnya adalah ketinggian titik

Percobaan ini diawali dengan menyiapkan alat-alat percobaan yang terdiri


dari Digital Theodolit Nikon NE-100 series, rambu ukur, meteran, unting-unting, statif,
patok, dan payung. Hal pertama yang dilakukan oleh praktikkan adalah membuat sketsa
daerah yang akan diukur ketingggiannya. Sketsa daerah terdiri atas 5 titik awal (titik A,
B, C, D, dan E) dan 4 titik tembak (titik 1,2 ,3, dan 4). Posisi dari titik-titik yang di sketsa
yaitu dalam arah horizontal dengan jarak antar titik sebesar 3 m serta menancapkan patok
sebagai penanda dari setiap titik. Setelah membuat sketsa, praktikan memulai di titik A
dengan menancapkan patok dan memasang theodolite pada titik tersebut yaitu dengan
memastikan theodolite tepat berada diatas patok dengan melihat ke lup central point
untuk memastikan, serta mengatur nivo, mengarahkan gelembung berada di tengah untuk
memastikan theodolite tepat pada keadaan horizontal. Setelah theodolite dalam keadaan
seimbang, dilakukan pengukuran terhadap tinggi theodolite. Tinggi theodolite diukur dari
bagian lensa theodolite hingga menyentuh permukaan tanah. Langkah selanjutnya
praktikkan menembakkan theodolite menuju titik tembak 1 dengan sudut horizontal 0º
dan jarak 3 m dari titik A, Rambu pengukuran diletakkan tepat di sisi titik 1 lalu
dilakukan pengukuran terhadap nilai Benang Atas (BA), Benang Tengah (BT), dan
Benang Bawah (BB) dari pembacaan theodolite. Tidak lupa praktikkan mencatat nilai
BA, BT, dan BB sebagai data hasil pengamatan. Setelah itu, theodolite diputar menuju
titik 2 hingga sudut horizontalnya menunjukkan nilai 90º dengan jarak 2,5 m dari posisi
theodolite (titik A). Rambu pengukuran kembali diletakkan tepat di sisi titik 2 serta
dilakukan pengukuran terhadap besar nilai BA, BT, dan BB dari hasil pembacaan
theodolite.

Hal yang sama dilakukan juga terhadap titik 3 dan 4 dengan sudut
horizontal 180º dan 270º. Untuk sudut horizontal 0º (titik tembak 1) dan 180º (titik
tembak 3) jarak antara theodolite dan titik tembak sebesar 3 m, sedangkan utuk titik
tembak 2 dan 4 dengan sudut horizontal masing-masing 90º dan 270º jarak antara
theodolite dengan titik tembak yaitu sebesar 2,5 m. Setelah selesai melakukan
pengukuran di titik A, theodolite kemudian dipindahkan menuju titik B yang berjarak 3 m
dari titik A. Pada titik B yang telah dipasangi patok, theodolite kembali dipasang tepat
berada di atas patok dengan cara mengatur nivo agar waterpass tepat berada di tengah-
tengah sebagai indikasi bahwa theodolite telah dalam keadaan seimbang. Sama seperti
pengukuran saat di titik A, pada titik B ini juga dilakukan pengukuran terhadap tinggi
theodolite serta besar nilai Batas Atas (BA), Batas Tengah (BT), dan Batas Bawah (BB)
berdasarkan sudut horizontal 0º, 90º, 180º, dan 270º. Langkah-langkah percobaan yang
telah dijabarkan diatas tetap dilakukan untuk titik awal C, D, dan E.

B. Analisis Hasil

Berdasarkan hasil percobaan dari modul Permeabilitas ini diapatkan data-


data berupa tinggi alat theodolite, batas atas (BA), batas tengah (BT), batas bawah (BB),
serta jarak antara posisi theodolite dengan titik tembak. Dari data-data yang di dapatkan
akan diolah untuk mencari jarak optis pengukuran, perbedaan ketinggian antara titik awal
dengan titik tembak, dan kesalahan relative (KR). Jarak optis pengukuran didapatkan
dengan cara mencari selisih antara nilai BA dengan nilai BB. Sedangkan perbedaan
ketinggian didapatkan dari selisih antara tinggi alat pada posisi awal dengan tinggi BT
pada setiap titik tembak. Posisi awal dari percobaan diasumsikan sebagai posisi
theodolite di titik A dengan ketinggian alat theodolite sebesar 125 cm. Selain itu, dari
hasil pengolahan data pada posisi melintang, praktikkan dapat menghitung besar volume
tanah sebagai asumsi pada tanah tersebut akan dilakukan kegiatan galian atau timbunan
agar seluruh permukaan tanah menjadi sama rata. Berikut adalah ringkasan hasil
pengolahan data:

∆H
Tempat Tinggi Titik Jarak Jarak
Alat Alat Tinjauan BA BT BB (m) Optis (m) (m)
A 125 1 112.6 111.4 110 3 2.6 13.6
2 116.5 115.2 114.2 2.5 2.3 9.8
3 142.2 140.5 139.3 3 2.9 -15.5
4 133.2 134.5 131 2.5 2.2 -9.5
B 124 1 123.5 122 121.2 3 2.3 3
2 124.2 123 122.6 2.5 1.6 2
3 132.8 130.5 129 3 3.8 -5.5
4 122.7 121.5 120 2.5 2.7 3.5
C 125 1 116 114.3 113 3 3 10.7
2 123.8 122 121 2.5 2.8 3
3 133 131.7 130.5 3 2.5 -6.7
4 123.4 122 120.8 2.5 2.6 3
D 126 1 123.7 121.7 120.8 3 2.9 3.3
2 126 124.8 123.5 2.5 2.5 0.2
3 124 123.4 120.8 3 3.2 1.6
4 123.7 122.5 121.3 2.5 2.4 2.5
E 124 1 112.2 111.6 109 3 3.2 13.4
2 116.1 114.8 113.6 2.5 2.5 10.2
3 142 140.6 139 3 3 -15.6
4 134.6 133 132 2.5 2.6 -8

Tempat Tinggi Titik Jarak Jarak KR


Alat Alat Tinjauan (m) Optis (m) (%)
A 125 1 3 2.6 13.33
2 2.5 2.3 8
3 3 2.9 3.33
4 2.5 2.2 12
B 124 1 3 2.3 23.33
2 2.5 1.6 36
3 3 3.8 26.67
4 2.5 2.7 8
C 125 1 3 3 0
2 2.5 2.8 12
3 3 2.5 16.67
4 2.5 2.6 4
D 126 1 3 2.9 3.33
2 2.5 2.5 0
3 3 3.2 6.67
4 2.5 2.4 4
E 124 1 3 3.2 6.67
2 2.5 2.5 0
3 3 3 0
4 2.5 2.6 4

Setelah mendapatkan hasil pengolahan data, selanjutnya praktikkan


memvisualisasikan hasilnya ke dalam bentuk gambar maupun grafik perbedaan
ketinggian permukaan tanah yang diukur pada setiap titik.

C. Analisis Kesalahan

Kesalahan-kesalahan yang terjadi selama percobaan berlangsung, yaitu:

- Kesalahan pada saat pembacaan sudut untuk mengukur besar nilai BA, BT, dan BB.
Saat praktikkan menembak ke suatu titik, besar sudut vertical maupun horizontal bisa
saja berubah akibat posisi theodolite yang tidak sengaja tegeser oleh tangan
praktikkan. Hal terrsebut menyebabkan data yang dihasilkan menjadi kurang akurat

- Kesalahan dalam pembacaan nilai BA, BT, dan BB akibat pandangan mata
praktikkan tidak tegak lurus dengan lensa theodolite
8. KESIMPULAN

- Pada percobaan ini dilakukan pengukuran terhadap ketinggian theodolite dari


permukaan tanah serta nilai BA, BT, dan BT pada tiap titik tembak dalam posisi
memanjang maupun melintang

- Penggunaan alat, pembacaan, dan pengukuran harus dilakukan dengan baik dan teliti
agar mendapatkan hasil yang akurat dan memperkecil adanya kesalahan yang terjadi

- Perhitungan volume tanah pada posisi melintang sebagai simulasi pengaplikasian modul
percobaan ini dalam pekerjaan proyek di lapangan.

9. REFERENSI

Pedoman Praktikum Ilmu Ukur Tanah.1996. Depok: Universitas Indonesia.


Serangkaisurvey.indonetwork.co.id (terhubung berkala; diakses tanggal 18 Oktober 2011)

Anda mungkin juga menyukai