Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Baut merupakan bagian dari komponen permesinan dan banyak digunakan sebagai

penyambung atau pengikat antara dua komponen. Sambungan baut-Umum digunakan dalam

bidang konstruksi jembatan dan bangunan, komponen permesinan, perakitan industri

otomotif, kendaraan berat dan sebagainya. Sambungan baut selain memiliki peran untuk

menyatukan atau mengikat komponen agar menjadi satu kesatuan yang kokoh juga memiliki

fungsi untuk menyalurkan gaya. Salah satu keunggulan teknik penyambungan dengan baut

dan mur adalah karena relatif aman dan dapat dibongkar pasang dengan mudah di bandingkan

dengan teknik pengelasan ataupun keling. Namun di samping keunggulannya masih terdapat

kekurangannya yaitu memiliki kemungkinan pelonggaran ketika sambungan baut menerima

beban dinamik. Sama halnya seperti Sambungan baut pada umumnya, sambungan baut dapat

mengalami 2 kegagalan yaitu kegagalan statis dan kegagalan dinamis. Kegagalan statis terjadi

karena beban berlebih (over loading), pengencangan berlebihan saat proses pemasangan

(over tightening), atau karena cacat produk. Kegagalan dinamis lebih bersifat sukar untuk

diukur, karena berkaitan dengan kelelahan bahan (fatique) yang terakumulasi dalam kurun

waktu yang lama.

PT. Daimler Commercial Vehicles Manufacturing Indonesia merupakan perusahaan

di bawah naungan Daimler Group Indonesia yang bertanggung jawab dalam memproduksi

dan merakit kendaraan niaga Mercedez-Benz di Indonesia. PT. Daimler Commercial

Vehicles Manufacturing Indonesia bertugas sebagai agen tunggal pemegang merek (ATPM)

untuk distribusi kendaraan niaga Mercedes-Benz yang bertanggung jawab untuk 7 merek kuat

global truk & bus. PT. Daimler Commercial Vehicles Manufacturing Indonesia melalui

1
Universitas Kristen Indonesia
pabrik di Wanaherang, memiliki produk unggulan seperti truk heavy-duty Mercedes-Benz

tipe Axor, dan terus berkembang untuk menambah ragam model kendaraan niaga yang dirakit

oleh Daimler secara lokal.

PT. Daimler Commercial Vehicles Manufacturing Indonesia dalam proses perakitan

ragam model kendaraannya akan melalui proses pengencangan baut yang berbeda-beda

sesuai nilai tingkat kekencangan setiap komponennya. Faktor utama yang harus diperhatikan

dalam produksi perakitan truk ini adalah baut harus dikencangkan sesuai nilai torsinya

sehinga menjamin nilai keamanannya. Salah satu contoh proses penting yang menjalankan

perakitan adalah di Station-05 yang melakukan pengencangan bagian baut-U Rear Axle truk.

Baut-U akan bertugas untuk mengikat tumpukan pegas daun. Pegas daun ini terdiri dari

lembar pegas-pegas baja yang berbeda ukuran panjangnya. Kemudian disusun dan disatukan

menjadi satu unit. Pegas ini akan dipasang pada sumbu depan dan sumbu belakang dengan

Gambar 1.1. Komponen Baut-U di Station Rear Axle PT.

Daimler
menggunakan baut-U. Pegas Commercial
daun berfungsi Vehicles Indonesiakejutan yang ditimbulkan
untuk menyerap

permukaan jalan.

2
Universitas Kristen Indonesia
Kemampuan pegas ini dapat menerima beban yang lebih besar di bandingkan dengan

pegas koil maupun pegas torsi, sehingga banyak digunakan pasa sistem suspensi pada bagian

belakang kendaraan. Susunan atau tumpukan pegas daun ini dengan poros roda akan di ikat

oleh Baut-U (U-Bolt). Fungsi Baut-U untuk pengikat pegas daun ini akan berpengaruh agar

tidak terjadi pergeseran bila roda menerima kejutan dari permukaan jalan.

Pada bulan Januari 2020, PT. Daimler Commercial Vehicles Manufacturing Indonesia

yang memproduksi beberapa macam truk dan bis, memiliki sistem pengencangan Baut-U di

Station Rear Axle dengan sistem 4 spindel yang dapat berjalan secara sinkronasi untuk

mengencangan 4 Baut-U sekaligus dalam waktu bersamaan. Namun untuk tipe Axor 4028TT

memiliki jarak gap baut yang berbeda sehingga jika menggunakan alat yang sekarang tidak

dapat dilakukan. Untuk itu dengan alat yang tersedia terdapat alat pengencangan baut lain

yang memiliki 1 spindel untuk bisa di analisis melakukan pekerjaan pengencangan baut

tersebut. Baut-U ini perlu dikencangkan dengan torsi yang benar. Sambungan Baut-U akan

bekerja mengikat pegas daun dan akan memindahkan gaya-gaya yang bekerja pada elemen

tersebut ke sambungan.

Gambar 1.2. Sistem pengencangan 4 spindel Baut-U di

Station Rear Axle PT. Daimler Commercial Vehicles

Indonesia
Beberapa penelitian yang menjadi bahan referensi tentang sistem pengencangan

sambungan baut. Dalam penelitian Ardison, dkk (2015) meneliti tentang kinerja sambungan

baut dengan metode uji eksperimental kekuatan tarik sambungannya dengan variasi

3
Universitas Kristen Indonesia
pretension antara lain 90 Tb, 100 Tb dan 110 Tb dengan menggunakan kunci torsi dan 2/3,

3/6 dan 4/6 putaran untuk kunci manual. Hasil penelitian mendapatkan nilai kekuatan tariknya

berada di rentang yang hampir sama dan menghasilkan fenomena kegagalan yang sama yaitu

kegagalan geser. Kekurangan dari penelitian ini adalah karena rentang variasi yang tidak

begitu jauh sehingga kurang dapat ditarik kesimpulan adanya pengaruh yang perlakuan

variasi pretension terhadap kinerja sambungan bautnya. Namun penelitian ini membantu

penulis untuk dapat mengetahui bahwa pengaruh nilai kekencangan baut akan berpengaruh

komponen sambunganya (Gutama et al., 2015).

Y. Djoko Setiyarto (2012) yang meneliti pengaruh tata letak baut terhadap kinerja

sambungan baut dengan menguji variasi tata letak baut-Untuk membandingkan dan

mendapatkan nilai kinerja sambungan paling tinggi. Hasil penelitian dari studi parametris dan

eksperimental menunjukkan hasil yang sama, yaitu penambahan jumlah baut akan

meningkatkan kekuatan sambungan, namun dengan pengaturan tata letak baut secara

diagonal memiliki kekuatan sambungan yang paling optimal. Penelitian cukup menjelaskan

bahwa tata letak baut memiliki andil dalam kekuatan sambungannya dan penambahan jumlah

baut tidak selalu juga menambah kekuatan sambungannya namun tidak di jelaskan kapan

untuk mempertimbangkan tata letak baut atau penambahan jumlah baut atau lebih penting

mana antara menambah baut atau mengatur tata letaknya atau kedua hal ini menjadi sama

pentingnya (Setiyarto, 2012).

Apriardi, dkk (2018) melakukan investigasi tentang kerusakan baut yang mengalami

pengencangan berlebih dengan metode analisa fraktografi dan tegangannya. Hasil penelitian

memperlihatkan bahwa dengan nilai pengencangan yang lebih dari standarnya akan

menghasilkan kegagalan sambungannya di indikasikan dengan daerah beban berlebih (zona

overload) yang menunjukkan patah getas dan terjadi seketika. Kekurangan dari penelitian ini

mengkaji dari riwayat pengencangan berlebih yang dilakukan pada baut yang sudah di

4
Universitas Kristen Indonesia
kencangkan dan di kendorkan dan akhirnya di kencangkan lagi hingga mengalami

pengencangan berlebih, sehingga menjadi pertanyaan apakah benar-benar faktor dari

pemberian nilai torsi yang berlebih saja atau ada faktor kondisi material baut yang sudah

buruk ketika proses pengencangan pertama dan di kendorkan lagi (Ihlas et al., 2018).

Dawei, dkk (2020) melakukan penelitian dengan Finite element method (FEM) untuk

memprediksi distribusi tegangan di bawah kondisi tegangan awal baut dan proses

pengendoran ketika diberi beban melintang (transverse load). Hasil penelitian menunjukkan

distribusi tegangan di bawah pre-tightening baut terkonsentrasi pada bagian kontak kepala

dan batang baut. Penelitian ini memperlihatkan pemberian beban melintang akan mengurangi

gaya pre-tightening dan putaran baut serta menyajikan model numerik pelonggaran baut-

Untuk prediksi pengencangan baut berulir. Kelemahan dari jurnal ini adalah peneliti tidak

menjelaskan mekanisme relaksasi baut secara jelas, namun hanya menjelaskan bahwa ketika

baut sudah memasuki fase Full Slip Stage maka semakin besar koefisien geseknya dan

semakin besar terjadinya relaksasi dari pengencangan awal atau Looseness (Gao et al., 2020).

Mery Silviana (2017), melakukan penelitian untuk mengetahui kekuatan sambungan

batang tarik pelat baja dengan sambungan baut variasi tebal pelat 8mm dan 10 mm dan

diameter baut Ø1/4’’, Ø3/8’’, dan Ø1/2’’. Metode yang dilakukan adalah dengan melakukan

uji tarik menggunakan mesin pembebanan tarik (Universal Testing Machine) lalu di

bandingkan dengan hasil perhitungan secara teoritis. Hasil dari penelitian tersebut

menunjukan bahwa sambungan pada pelat tebal 8 mm sedikit lebih kuat dibandingkan dengan

pelat 10 mm, dan perbandingan nilai kekuatan sambungan dari eksperimen dan perhitungan

teoritis menunjukkan perhitungan secara teoritis lebih kecil dari hasil eksperimen ini

dikarenakan dalam metode perhitungan ini memang hanya menggunakan tegangan ijin

sedangkan secara aktual eksperimen faktor pembebanan lebih berpengaruh kekuatan batang

tarik. Kekurangan penelitian ini adalah peneliti menyimpulkan perencanaan menggunakan

5
Universitas Kristen Indonesia
metode ASD (Allowable Stress Design) dianggap tidak efisien namun tidak menampilkan

proses perhitungannya sehingga belum jelas apakah terdapat kesalahan pada perhitungan atau

pemilihan benda uji pelat dan diameter baut (Silviana, 2017)(Silviana, 2017).

Beberapa 5 metode penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa beberapa

variabel memiliki pengaruh yang perlu di perhatikan dalam proses pengencangan baut,

khususnya untuk mencapai nilai torsinya dan keamananya. Maka, dengan metode

pengencangan baut dan penggabungan komponen variasi dari penelitian sebelumnya dapat

dapat dilakukan penelitian untuk menganalisis kinerja alat pengecangan baut 4 spindel yang

menjadi 1 spindel untuk dibandingkan tingkat efektifitasnya dan dijadikan bahan

pertimbangan dari PT. Daimler Commercial Vehicles Manufacturing Indonesia untuk

melakukan perbaikan pada alat sebelumnya atau tidak.

Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat disimpulkan adalah:

1. Bagaimana pengaruh urutan pengencangan baut terhadap hasil pengencangan

Baut-U?

2. Bagaimana pengaruh sistem sinkronasi pada pengencangan baut-U 4 spindel?

3. Bagaimana pertimbangan mengukur tinggi baut pada proses urutan

pengencangan baut-U?

4. Bagaimana pengaruh pemberian pre-tightening atau torsi awal pada

pengencangan baut-U?

5. Tipe manakah yang bisa dipertimbangkan untuk proses pengencangan baut-U

pada Rear Axle di truk?

Tujuan Penelitian

Dari latar belakang diatas, maka tujuan penelitian yang dapat disimpulkan adalah:

6
Universitas Kristen Indonesia
1. Mengetahui metode yang tepat menggunakan alat pengencang baut 1 spindel

untuk melakukan pengencangan 4 baut-U pada Rear Axle di truk tipe Axor

4028TT untuk dipertimbangkan sebagai pengganti alat pengencang baut 4

spindel.

2. Membuat perbandingan antara hasil dari alat pengencang baut 4 spindel dan 1

spindel untuk dilihat apakah dengan 1 spindel bisa menggantikan 4 spindel.

Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan mempinyai manfaat praktis

dan teoritis

1. Manfaat Praktis

a. Membantu menganalisis dalam pergantian Tool pengencangan baut-U

dengan menggunakan tightening Tool 1 spindel untuk PT. Daimler Vehicles

Manufacturing Indonesia.

b. Membantu membandingkan hasil sistem tightening Tool 1 spindel dan 4

spindel.

c. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Program Pendidikan Teknik

Mesin UKI

2. Manfaat Teoritis

a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang teknologi perakitan

otomotif khususnya truk.

b. Sebagai pertimbangan dan perbandingan bagi pengembang penelitian yang

sejenis pada masa yang akan datang

c. Menambah pengetahuan bagi peneliti maupun pembaca tentang sistem

sambungan baut.

7
Universitas Kristen Indonesia
d. Menambah pengetahuan bagi peneliti maupun pembaca tentang pengaruh

sistem alat pengencangan baut terhadap hasil sambungannya.

Batasan Masalah

Agar sasaran dalam studi lapangan ini terarah dan terfokus sehingga mendapatkan

hasil yang diharapkan, maka perlunya batasan – batasan masalah sebagai berikut:

1. Hanya menguji untuk tipe baut-U tipe truk Axor 4028 TT (Mercedes Benz)

2. Alat pengencang baut 4 spindel yang di gunakan merk Atlas Copco (Tipe Tool

QST dan ST Tool)

3. Hanya meneliti analisis torsi baut-U, tidak sampai pengaruhnya pada sistem

suspensi truk secara keseluruhan.

Sistematika penulisan

Penelitian ini ditulis dengan aturan sistematika penulisan yang baku agar

memudahkan proses penyusunan. Penelitian ini disusun menjadi 5.

BAB I yang berisi Pendahuluan. Bagian ini menjelaskan latar belaknang, perumusan

masalah, tujuan dan manfaat, batasan masalah, dan sistematika penulisan

BAB II berisi Landasan Teori. Bagian ini membahas teori yang berhubungan dengan

penelitian ini dan review mengenai penelitian-penelitan sebelumnya.

BAB III yang berisi Metode Penelitian. Bagian ini membahas mengenai objek

penelitian, pengumpulan data, metode pengolahan dan analisis data serta diagram alir

pengolahan data analisis data.

BAB IV yang berisi Pembahasan. Bagian ini membahas mengenai gambaran umum

objek penelitian yang mencakup profil perusahaan serta proses kerja, pengumpulan,

pengolahan dan analisis data.

8
Universitas Kristen Indonesia
BAB V yang berisi Kesimpulan dan Saran. Bagian ini membahas mengenai kesimpulan

dan hasil pembahasan dan beberapa saran dari penelitian.

9
Universitas Kristen Indonesia

Anda mungkin juga menyukai