Anda di halaman 1dari 53

PROMOSI KESEHATAN

1.PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

A. Posiandu Lansia
Tanggal 17 juli 2022
Latar Belakang :
Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan
kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan
peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam
penyelenggaraannya diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan
usia lanjut sebagai bagian proses deteksi dini dan peningkatan kesehatan serta pencegahan
penyakit lansia agar mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya dalam strata kemasyarakatan.

Gambaran Pelaksanaan :
- Lansia datang ke posyandu pada titik yang telah ditetapkan di posiandu flamingo kelurahn
kaobula
- Dilakukan pengukuran tekanan darah dan penimbangan berat badan, Gula darah, Assama
urat kolestrol dan pada lansia
- Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan edukasi oleh dokter
- Pemberian obat oleh apoteker
-

B Posiandu Lansia

Tanggal 8 Agustus 2022


Latar Belakang :
Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan
kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan
peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam
penyelenggaraannya diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan
usia lanjut sebagai bagian proses deteksi dini dan peningkatan kesehatan serta pencegahan
penyakit lansia agar mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya dalam strata kemasyarakatan.

Gambaran Pelaksanaan :
- Lansia datang ke posyandu pada titik yang telah ditetapkan di posiandu merak kelurahan
nganganaumala
- Dilakukan pengukuran tekanan darah dan penimbangan berat badan, Gula darah, Assama
urat kolestrol dan pada lansia
- Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan edukasi oleh dokter
- Pemberian obat oleh apoteker
- Kegiatan ini dilaksanakan 1 bulan sekali di setiap tempat

C. Posiandu Lansia

Tanggal 13 Agustus 2022


Latar Belakang :
Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan
kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan
peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam
penyelenggaraannya diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan
usia lanjut sebagai bagian proses deteksi dini dan peningkatan kesehatan serta pencegahan
penyakit lansia agar mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya dalam strata kemasyarakatan.

Gambaran Pelaksanaan :
- Lansia datang ke posyandu pada titik yang telah ditetapkan di posiandu camar kelurahan
lanto
- Dilakukan pengukuran tekanan darah dan penimbangan berat badan, Gula darah, Assama
urat kolestrol dan pada lansia
- Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan edukasi oleh dokter
- Pemberian obat oleh apoteker
- Kegiatan ini dilaksanakan 1 bulan sekali di setiap tempat

D. Posiandu Lansia

Tanggal 11 September 2022


Latar Belakang :
Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan
kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan
peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam
penyelenggaraannya diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan
usia lanjut sebagai bagian proses deteksi dini dan peningkatan kesehatan serta pencegahan
penyakit lansia agar mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya dalam strata kemasyarakatan.

Gambaran Pelaksanaan :
- Lansia datang ke posyandu pada titik yang telah ditetapkan di posiandu Cendrawasih
kelurahan nganganaumala
- Dilakukan pengukuran tekanan darah dan penimbangan berat badan, Gula darah, Assama
urat kolestrol dan pada lansia
- Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan edukasi oleh dokter
- Pemberian obat oleh apoteker
- Kegiatan ini dilaksanakan 1 bulan sekali di setiap tempat

E. Posiandu Lansia

Tanggal 9 September 2022


Latar Belakang :
Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan
kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan
peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam
penyelenggaraannya diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan dan mutu pelayanan
usia lanjut sebagai bagian proses deteksi dini dan peningkatan kesehatan serta pencegahan
penyakit lansia agar mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan
keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya dalam strata kemasyarakatan.
Gambaran Pelaksanaan :
- Lansia datang ke posyandu pada titik yang telah ditetapkan di posiandu Elang kelurahan
nganganaumala
- Dilakukan pengukuran tekanan darah dan penimbangan berat badan, Gula darah, Assama
urat kolestrol dan pada lansia
- Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan edukasi oleh dokter
- Pemberian obat oleh apoteker
- Kegiatan ini dilaksanakan 1 bulan sekali di setiap tempat
- Kegiatan ini dilaksanakan 1 bulan sekali di setiap tempat

F. Posiandu Remaja

Tanggal 7 September 2022


Latar Belakang :
Masa remaja adalah masa dimana manusia mengalami pertumbuhan yang pesat sehingga
memerlukan asupan gizi makro dan mikro yang seimbang. Kekurangan asupan gizi mikro berupa
zat besi dapat menyebabkan anemia. World Health Organization (2011) menyatakan prevalensi
kejadian anemia remaja putri di Asia mencapai 191 juta orang dan Indonesia menempati urutan
ke-8 dari 11 negara di Asia. Faktor resiko terjadinya anemia pada remaja putri yaitu keadaan
stres, haid, dan terlambat makan. Anemia pada remaja putri juga dapat berdampak pada
prestasi belajar siswi karena anemia pada remaja putri dapat menurunkan konsentrasi siswi
dalam belajar. Remaja putri yang mengalami anemia berisiko 1,875 kali lipat memperoleh
prestasi belajar lebih rendah dibandingkan remaja putri yang tidak mengalami anemia.

Gambaran Pelaksanaan :
Kegiatan dilaksanakan di kelurahan Kaobulla. Kegiatan dimulai pukul 15.00 – 17.00. Kegiatan
yang dilakukan meliputi pemeriksaan BB, TB Lingkar Perut, LILA.

G. Posiandu Remaja
Tanggal 15 September 2022
Latar Belakang :
Masa remaja adalah masa dimana manusia mengalami pertumbuhan yang pesat sehingga
memerlukan asupan gizi makro dan mikro yang seimbang. Kekurangan asupan gizi mikro berupa
zat besi dapat menyebabkan anemia. World Health Organization (2011) menyatakan prevalensi
kejadian anemia remaja putri di Asia mencapai 191 juta orang dan Indonesia menempati urutan
ke-8 dari 11 negara di Asia. Faktor resiko terjadinya anemia pada remaja putri yaitu keadaan
stres, haid, dan terlambat makan. Anemia pada remaja putri juga dapat berdampak pada
prestasi belajar siswi karena anemia pada remaja putri dapat menurunkan konsentrasi siswi
dalam belajar. Remaja putri yang mengalami anemia berisiko 1,875 kali lipat memperoleh
prestasi belajar lebih rendah dibandingkan remaja putri yang tidak mengalami anemia.

Gambaran Pelaksanaan :
Kegiatan dilaksanakan di kelurahan lanto. Kegiatan dimulai pukul 15.00 – 17.00. Kegiatan
yang dilakukan meliputi pemeriksaan BB, TB Lingkar Perut, LILA.
ADVOKASI

1. CUCI TANGAN
Tanggal Kegiatan : 15 Juni 2022
Nama Keluarga : Masyarakat yang berkunjung di Posyandu Lansia Pusekesmas
meomeo (Lr. Lanto )
Judul Laporan Kegiatan : Cuci Tangan Pakai Sabun Sebagai Kegiatan Perilaku Hidup Bersih
Dan Sehat 
Latar Belakang
Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan
pengontrolan infeksi. Mencuci tangan merupakan proses pembuangan kotoran dan debu secara
mekanis dari kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air. Tujuan cuci tangan adalah
untuk menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi
jumlah mikroorganisme. Mencuci tangan juga dapat menghilangkan sejumlah besar virus yang
menjadi penyebab berbagai penyakit, terutama penyakit yang menyerang saluran cerna, seperti
diare dan saluran nafas seperti influenza. Hampir semua orang mengerti pentingnya mencuci
tangan pakai sabun, namun masih banyak yang tidak membiasakan diri untuk melakukan dengan
benar pada saat yang penting. Mencuci tangan memakai sabun sangat penting sebagai salah
satu mencegah terjadinya diare, kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar,
setelah menceboki bayi dan balita, sebelum makan serta sebelum menyiapkan makanan.
Masyarakat akan mampu meningkatkan pengetahuan hidup sehat dimanapun mereka berada
jika mereka sadar, termotivasi dan di dukung dengan adanya informasi serta sarana dan
prasarana kesehatan. 

Gambaran pelaksanaan
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya cuci tangan pakai sabun yang
harus diterapkan sebagai budaya dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.

Catatan/Usulan dari/ke pendamping


-

2. PENGGUNAAN MASKER
Tanggal Kegiatan : 12Juli 2022
Nama Keluarga : Beberapa Anggota Keluarga yang datang Berobat Ke Puskesmas
Meomeo
Judul Laporan Kegiatan : Pencegahan Penularan Penyakit Di Era Covid-19 Dengan
Penggunaan Masker
Latar Belakang
Penggunaan masker medis dapat mencegah penyebaran percikan yang dapat menyebabkan
infeksi dari orang yang terinfeksi ke orang lain dan kemungkinan kontaminasi lingkungan akibat
percikan ini. Masker menjadi salah satu barang penting dalam mencegah penularan virus corona
(COVID-19). Bahkan, akibat wabah virus corona, masker menjadi barang langka karena banyak
diburu masyarakat. Pemerintah juga telah meminta masyarakat tidak panic buying dan
memprioritaskan mereka yang menggunakan masker medis adalah tenaga kesehatan dan orang
yang sedang sakit. Sedangkan masyarakat sehat disarankan untuk memakai masker kain. Agar
tidak salah dalam memanfaatkan masker, masyarakat perlu mengetahui jenis-jenis masker,
fungsi, dan tingkat proteksinya. Menurut data Gugus tugas covid 19 (2020) masih rendahnya
kesadaran masyarakat terhadap wabah covid 19 menjadi salah satu penyebab masih tingginya
angka kasus covid 19 di indonesia, selain itu prilaku untuk mematuhi protokol kesehatan seperti
social distancing, cuci tangan dan menggunakan masker yang masih rendah juga diduga menjadi
alasan masih tingginya angka penderita covid 19 masih tinggi dari hasil pengamatan masih
banyak warga yang tidak menggunakan masker ketika beraktifitas diluar rumah dan selalu
berkumpul-kumpul ketika sore hari oleh karena itu maka dipandang perlu melakukan edukasi
kepada warga tentang pencegahan covid-19.

Gambaran pelaksanaan
Metode penyuluhan dipilih untuk melakukan intervensi yang dilaksanakan dalam upaya
memberikan pemahaman kepada warga masyarakat mengenai pentingnya memakai masker di
era covid-19. Penyuluhan dilaksanakan di Puskesmas Meomeo.

3. KESEHATAN LINGKUNGAN SEKOLAH DAN PHBS ANAK SEKOLAH


Tanggal Kegiatan : 10 Oktober 2022
Nama Keluarga : SDN 4 WAMEO
Judul Laporan Kegiatan : Kesehatan limgkingan sekolah dan PHBS anak sekolah
Latar Belakang
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan
bangsa. Untuk pembangunan kesehatan diarahkan untuk mencapai Indonesia Sehat, yaitu suatu
keadaan dimana setiap orang hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan
sehat, mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Peningkatan derajat kesehatan perlu dilakukan dengan serius, salah satu
diantaranya melalui perbaikan keadaan lingkungan.
Salah satu lingkungan yang berpengaruh dalam masyarakat adalah sekolah. Perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) juga merupakan hal yang penting untuk diterapkan di sekolah. Murid,
guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran, wajib
melakukan PHBS di lingkungan sekolah sehingga secara mandiri mampu meningkatkan
kesehatan, berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sekolah yang sehat dan mampu
mencegah penyakit. Sekolah sebagai salah satu sasaran PHBS di tatanan institusi pendidikan,
disebabkan karena banyaknya data yang menyebutkan bahwa munculnya sebagian penyakit
yang sering menyerang anak usia sekolah ( 6-10 th) misalnya diare, kecacingan dan demam
berdarah umumnya berasal dari sekolah.
Badan Kesehatan Dunia WHO (2017) menyebutkan bahwa setiap tahun terdapat 100.000 anak
meninggal akibat diare. Sementara itu, data dari Departemen Kesehatan RI menyebutkan bahwa
diantara 1000 penduduk terdapat 300 anak yang terjangkit diare sepanjang tahun. Dan pada
Angka kejadian kecacingan mencapai angka 40-60% (Depkes, 2005) sedangkan berdasarkan hasil
survey yang lain, anak Indonesia yang menderita penyakit kecacingan angkanya rata-rata berada
di kisaran 30% (Depkes, 2010).
Berdasarkan berbagai studi, dari 8 indikator PHBS yang ada ditatanan sekolah hanya ada 3
indikator yang sudah di implementasikan dengan baik dan benar oleh semua siswa-siswi di
sekolah. Ketiga indikator itu adalah membuang sampah pada tempatnya, tidak merokok di
sekolah, dan mengikuti olahraga rutin yang ada di sekolah, sedangkan 5 indikator lain yang tidak
terimplementasi dengan baik adalah mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun tidak
terimplementasi karena anak hanya mencuci tangan dengan air mengalir tetapi tidak
menggunakan sabun, penggunakan jamban yang bersih dan sehat tidak terimplementasi dengan
baik karena masih banyak anak yang tidak BAB maupun BAK di sekolah, jajan dikantin sekolah
yang sehat tidak terimplementasi dengan baik karena masih ada anak yang jajan di luar sekolah
dan kantin sekolah juga masih menyediakan jajanan ringan, dan penimbangan berat badan dan
pengukuran tinggi badan setiap 6 bulan tidak terimplementasi dengan baik karena keterbatasan
sarana dan prasarana, serta pemberantasan jentik nyamuk di sekolah secara rutin tidak
terimplementasi dengan baik karena masih banyak anak yang tidak piket maupun membiarkan
adanya genangan air di tempat-tempat terbuka seperti pot bunga
Gambaran pelaksanaan
Penyuluhan dengan cara ceramah dibantu oleh pihak sekolah mengenai PHBS sekolah di
lingkungan sekolah pada pukul 08.00 WITA - 10.00 WITA
Catatan/Usulan dari/ke pendamping : -

KEMITRAAN

1. Tanggal Kegiatan : 10 oktober 2022


Nama Sekolah : SDN4 MeoMeo
Judul Laporan : Pemberian Obat Pencegehan Cacingan pada anak sekolah dasar

Latar Belakang :
Pemberian Obat Pencegahan Secara Massal Cacingan (POPM) disebut POPM Cacingan
merupakan pemberian obat cacing secara serentak kepada semua penduduk sasaran di wilayah
berisiko cacingan sebagai bagian dari upaya pencegahan penularan cacingan.
cacingan merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia karena berjangkit di sebagian besar wilayah Indonesia dan dapat mengakibatkan
menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan, dan produktifitas.
Masalah kecacingan terutama terjadi pada daerah dengan kondisi higiene dan sanitasi yang
kurang baik serta perilaku masyarakat yang kurang hidup bersih dan sehat, infeksi cacing perut
ini dapat mempengaruhi ststus gizi, proses tumbuh kembang, dan perusak kemampuan kognitif
pada anak yang terinfeksi. Kasus-kasus malnutrisi, stunting, anemia bisa disebabkan oleh karena
kecacingan..
Pemberian obat cacing dapat diulang setiap 6 bulan sekali. Pemberian obat cacing ini hanya
dilakukan apabila anak sehat, tidak demam ataupun sakit, anak sudah sarapan pagi dan hanya
dilakukan oleh petugas puskesmas atau kader kesehatan yang sudah terlatih dan tidak bisa
dibawa pulang.
Gambaran Pelaksanaan :
Kegiatan dilaksanakan di SDN 4 Wameo. Kegiatan dimulai pukul 07.00 - 08.30 wita . kegiatan
meliputi penjaringan dan pembagian obat cacing. Obat cacing yang diberikan Albendazole 400mg
Dosis Tunggal, Obat diberikan langsung dan diminum langsung saat itu, untuk memastikan obat itu
benar diminum oleh siswa sekolah.

PENYULUHAN

1. Tgl Kegiatan : 15 Agustus 2023


Tema Penyuluhan : Kesehatan Lingkungan
Judul Laporan kegiatan : Tindakan P3K
Latar Belakang :
Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) adalah uupaya pertolongan semntara terhadap
korban kecelakaan sebelum mendapat pertolongan yang lebih sempurna dari dokter atau
paramedic. Ini berarti pertolongan tersebut bukan sebagai pengobatan atau penanganan yang
sempurna, tetapi hanyalah berupa pertolongan sementara yang dilakukan oleh petugas P3K
(petugas medik atau orang awam) yang pertama kali melihat korban. Pemberian pertolongan
harus secara cepat dan tepat dengan menggunakan sarana dan prasarana yang ada di tempat
kejadian. Tindakan P3K yang dilakukan dengan benar akan mengurangi cacat atau penderitaan
dan bahkan menyelamatkan korban dari kematian, tetapi bila Tindakan P3K dilakukan tidak baik
malah bisa memperburuk akibat kecelakaan bahkan menimbulkan kematian.
Pertolongan pertama pada kecelakaan sifatnya sementara. Artinya kita harus tetap membawa
korban ke dokter atau rumah sakit terdekat untuk pertolongan lebih lanjut dan memastikan
korban mendapatkan pertolongan yang dibutuhkan.

Gambaran Pelaksanaan :
Penyuluhan dengan cara ceramah dibantu media presentasi mengenai P3K dilakukan kepada
masyarakat terutama anak-anak sekolah di sekitar wilayah kerja Puskesmas Meo-Meo.

Catatan/ Usulan dari/ke pendamping : -

2. Tgl Kegiatan : 8 Agustus 2022


Tema Penyuluhan : TB
Judul Laporan kegiatan : Promosi Kesehatan Tentang Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada
Ank
Latar Belakang :
ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA merupakan infeksi yang
berawal dari saluran pernapasan hidung, tenggorokan, laring, trakea, bronchi dan alveoli. Maka
pengertian ISPA dapat dikatakan sebagai penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian
dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Untuk mendapatkan pengertian ISPA secara menyeluruh dapat dilakukan dengan mengkaitkan
hal penting dari penyakit ini, yaitu infeksi akut dan saluran pernapasan. Infeksi akut yang selama
ini kita kenal adalah suatu serangan vector penyakit (virus, bakteri, parasit, jamur, dll) selama 14
hari lebih dan jika dibiarkan dapat menjadi kronis, sedangkan saluran pernapasan seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya adalah organ-organ yang terlibat dalam pernapasan.
Penyakit ISPA sangat erat kaitannya dengan sistem kekebalan tubuh seseorang. Pada sebagian
besar kasus ISPA, mereka yang terinfeksi adalah anakanak dikarenakan sistem kekebalan tubuh
yang mereka punya menurun atau memang masih rendah dibandingkan orang dewasa, itulah
yang menyebabkan angka prevalensi dan gejala ISPA sangat tinggi bagi anak-anak dan balita.
Serangan di saluran pernapasan pada masa bayi dan anak bisa menimbulkan kecacatan hingga
dewasa.
Gambaran Pelaksanaan :
Promosi Kesehatan dilakukan kepada semua orang tua yang membawa anaknya untuk berobat
ke Puskesmas Meo-Meo maupun ke posyandu.
Catatan/ Usulan dari/ke pendamping : -

3. Tgl Kegiatan : 22 Agustus 2022


Tema Penyuluhan : Keluarga Berencana
Judul Laporan kegiatan : Keluarga Berencana
Latar Belakang :
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang
utama bagi wanita. Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organization) adalah
tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak
diinginkan, mengatur jarak kelahiran, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. Tujuan
program KB adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi
(Rismawati, 2012).
Program keluarga berencana memberikan kesempatan untuk mengatur jarak kelahiran
atau mengurangi jumlah kelahiran dengan menggunakan metode kontrasepsi hormonal atau
non hormonal. Upaya ini dapat bersifat sementara ataupun permanen, meskipun masing-masing
jenis kontrasepsi memiliki tingkat efektifitas yang berbeda dan hampir sama (Gustikawati, 2014).
Penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab bersama antara pria dan wanita
sebagai pasangan, sehingga metode kontrasepsi yang akan dipilih sesuai dengan kebutuhan
serta keinginan bersama. Dalam hal ini bisa saja pria yang memakai kontrasepsi seperti kondom,
coitus interuptus (senggama terputus) dan vasektomi. Sementara itu apabila istri yang
menggunakan kontrasepsi suami mempunyai peranan penting dalam mendukung istri dan
menjamin efektivitas pemakaian kontrasepsi (Saifuddin, 2010).
Usia produktif perempuan pada umumnya adalah 15-49 tahun. Maka dari itu
perempuan atau pasangan usia subur ini lebih diprioritaskan untuk menggunakan kontrasepsi
atau cara KB. Tingkat pencapaian pelayanan KB dapat dilihat dari cakupan peserta KB yang
sedang atau pernah menggunakan kontrasepsi, tempat pelayanan KB, dan jenis kontrasepsi yang
digunakan oleh aksepto

Gambaran Pelaksanaan :
Konseling dan penjelasan menyeluruh dan detail tentang manfaat keluarga berencana (KB) dan
jenis-jenis KB yang dapat digunakan, disampaikan kepada pasangan suami istri, pasien
puskesmas dan ibu-ibu dengan multi gravida yang datang saat ANC, serta kepada pasien yang
sudah menggunakan KB namun tidak cocok.

4. Tgl Kegiatan : 15 OKTOBER 2022


Tema Penyuluhan : Pelayanan Gizi
Judul Laporan kegiatan : Anemia Remaja
Latar Belakang :
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering terjadi di dunia. Hasil Riskesdas
2013 menunjukkan bahwa 22.7% remaja putri mengalami anemia gizi besi. Hal ini menunjukan
bahwa anemia gizi besi pada remaja sampai saat ini masih menjadi permasalahan gizi di
Indonesia karena persentasenya >20%. Anemia gizi besi adalah keadaan di mana terjadi
penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) yang ditunjukkan oleh penurunan kadar
hemoglobin, hematokrit, dan hitung eritrosit (red cell count).
Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita anemia gizi besi karena
mempunyai kebutuhan zat besi yang tinggi untuk pertumbuhan dan peningkatan kehilangan
akibat menstruasi. Penelitian menunjukan bahwa 27% anak perempuan usia 11-18 tahun tidak
memenuhi kebutuhan zat besinya sedangkan anak laki-laki hanya 4%, hal ini menunjukan bahwa
remaja putri lebih rawan untuk mengalami defisiensi zat gizi. Selain itu, remaja putri biasanya
sangat memperhatikan bentuk tubuh, sehingga banyak yang membatasi konsumsi makanan dan
banyak pantangan terhadap makanan. Bila asupan makanan kurang maka cadangan besi banyak
yang dipecah untuk memenuhi kebutuhan. Keadaan seperti ini dapat mempercepat terjadinya
anemia gizi besi.
Anemia gizi besi dikalangan remaja jika tidak tertangani dengan baik akan berlanjut hingga
dewasa dan berkontribusi besar terhadap angka kematian ibu, bayi lahir prematur, dan bayi
dengan berat lahir rendah. Selain itu, anemia gizi besi dapat menyebabkan lekas lelah,
konsentrasi belajar menurun sehingga prestasi belajar rendah dan dapat menurunkan
produktivitas kerja.
WHO menyatakan bahwa cara terbaik untuk menangani anemia defisiensi besi adalah dengan
mengatasi semua faktor secara bersamaan, yaitu dengan memperbaiki asupan zat besi,
pengendalian infeksi dan perbaikan faktor-faktor resiko lain.
Gambaran Pelaksanaan :
Kegaiatan penyulahan dengan metode sosialisasi dan edukasi dilakukan kepada masyarakat
terutama remaja atau ibu dengan anak remaja yang datang ke posyandu remaja kel. Lanto.
Masyarakat yang memiliki keluhan yang mengarah ke anemia melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisis, diberikan obat tambah darah.
Catatan/ Usulan dari/ke pendamping :

5. Tgl Kegiatan : 6 Agustus 2022


Tema Penyuluhan : Jiwa
Judul Laporan kegiatan : Sosialisasi Dan Pelayanan Kesehatan Jiwa

Latar Belakang :

Kesehatan mental merupakan hal sama pentingnya dengan kesehatan fisik bagi
manusia. Dengan sehatnya mental seseorang maka aspek kehidupan yang lain dalam
dirinya akan bekerja secara lebih maksimal. Kondisi mental yang sehat tidak dapat
terlepas dari kondisi kesehatan fisik yang baik.
Kesehatan mental yang baik untuk individu merupakan kondisi di mana individu
terbebas dari segala jenis gangguan jiwa, dan kondisi dimana individu dapat berfungsi
secara normal dalam menjalankan hidupnya khususnya dalam menyesuaikan diri untuk
menghadapi masalah-masalah yang mungkin ditemui sepanjang hidupnya. Menurut
WHO, kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu,
yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan
yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di
komunitasnya.

Gambaran Pelaksanaan :
Penyuluhan dan sosialisasi dari rumah ke rumah di sekitar wilayah kerja Puskesmas
Meo-Meo mengenai pentingnya kesehatan jiwa.

Catatan/ Usulan dari/ke pendamping : -

6. Tgl Kegiatan : 24 Agustus 2022


Tema Penyuluhan : P2P
Judul Laporan kegiatan : Imunisasi

Latar Belakang :

Imunisasi merupakan salah satu upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita.
Dasar utama pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas utama,
dengan melakukan imunisasi terhadap seorang anak atau balita, tidak hanya
memberikan perlindungan pada anak lainnya, karena terjadi tingkat imunitas umum
yang meningkat dan mengurangi penyebaran infeksi (Ranuh dkk, 2011).
Strategisnya imunisasi sebagai alat pencegahan, menjadikan imunisasi sebagai program
utama suatu negara. Bahkan merupakan salah satu alat pencegahan penyakit yang
utama di dunia. Di Indonesia, imunisasi merupakan andalan program kesehatan
(Achmadi, 2006).
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi untuk mencapai kadar
kekebalan di atas ambang perlindungan (Depkes RI, 2012). Jenis- jenis imunisasi dasar,
yaitu: BCG, yaitu imunisasi dasar yang diberikan untuk mencegah penyakit TBC.
Kemudian imunisasi dasar Hepatitis B, yang diberikan untuk mencegah penyakit
hepatitis B. Selanjutnya DPT, yaitu imunisasi dasar yang diberikan untuk mencegah
penyakit difteri, pertusis, dan tetanus. Kemudian imunisasi dasar Campak, yang
diberikan untuk mencegah penyakit campak dan yang terakhir imunisasi dasar Polio,
yang diberikan untuk mencegah penyakit polio (IDAI, 2014)

Gambaran Pelaksanaan :
Pemberian imunisasi dasar dan penjelasan mengenai imunisasi disampaikan dalam
bentuk penyuluhan di Posyandu sekitar wilayah kerja Puskesmas Meo-Meo

Catatan/ Usulan dari/ke pendamping : -

7. Tgl Kegiatan : 7 September 2022


Tema Penyuluhan : KIA
Judul Laporan kegiatan : Persalinan Di Fasiltas Pelayanan Kesehatan

Latar Belakang :
Pembangunan kesehatan pada hakikatnya merupakan penyelenggaraan upaya kesehatan
untuk mencapai kemampuan hidup sehat secara mandiri dengan upaya peningkatan derajat
kesehatan masyarakat yang optimal, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan (Depkes, 2009). Dalam upaya pemerataan
jangkauan pelayanan kesehatan yang dititikberatkan pada pelayanan kesehatan dasar yang
dilaksanakan secara terpadu melalui Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes, Posyandu
serta pelayanan rujukan melalui rumah sakit, pemerintah telah membangun Puskesmas dan
jaringannya di seluruh
Indonesia. Rata-rata setiap kecamatan mempunyai dua Puskesmas, setiap tiga desa
mempunyai satu Puskesmas pembantu dan di setiap desa memiliki satu Polindes.
Puskesmas telah melaksanakan kegiatan dengan hasil yang nyata, status kesehatan
masyarakat semakin
meningkat, ditandai dengan menurunnya angka kematian ibu, makin meningkatnya status
gizi masyarakat dan umur harapan hidup (Depkes 2009).
Hingga saat ini Puskesmas belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat. Hal ini
dikarenakan terbatasnya ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana kesehatan yang
memadai terutama di Pukesmas Pembantu dan Polindes, serta terbatasnya ketersediaan
tenaga kesehatan yang berkualitas terutama untuk pelayanan masyarakat di desa, sehingga
menyebabkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi, yang
salah satu penyebabnya adalah terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan di
fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi yang dapat dicegah dengan
melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan
(Kemenkes, 2011).
Menurut hasil Riskesdas 2010, persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan baru mencapai 55,4% (Riskesdas, 2010). Keadaan ini masih kurang dari target
Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang seharusnya yaitu 100% ibu bersalin ke fasilitas
kesehatan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
kabupaten/kota dan Kepmenkes RI nomor 828/Menkes/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota.

Gambaran Pelaksanaan :
Penyuluhan diberikan kepada ibu hamil yang datang untuk periksa kehamian di
Puskesmas maupun Posyandu agar dapat melakukan persalinan di fasilitas
kesehatan yaitu Puskesmas Meo-Meo atau Rumah Sakit. Puskesmas sendiri telah
membuka pelayanan persalinan 24 jam sehingga semua masyarakat dapat
melahirkan di fasilitas kesehatan. Selain itu, diterbitkan pula peraturan dari dinas
kesehatan yang melarang persalinan dilakukan di rumah. Pasien yang melakukan
persalinan di puskesmas dapat menggunakan BPJS sehingga semua biaya ditanggung
oleh BPJS.

Catatan/ Usulan dari/ke pendamping : -


KESEHATAN LINGKUNGAN

1. Tgl Kegiatan : 23 Juli 2022


Judul Kegiatan : Kunjungan Rumah Mengenai Pelacakan Pasien Suspek DBD
Identitas Keluarga : Anggota Keluarga yang bermukim di Kel. Lanto

Latar Belakang :
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue
dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.  DBD banyak dijumpai di daerah tropis dan
subtropis seperti Indonesia.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya DBD. Diantaranya adalah rendahnya
kekebalan tubuh masyarakat; kepadatan jentik nyamuk atau populasi nyamuk penular yang
banyak ditemukan di musim penghujan; genangan air di tempat-tempat tertentu seperti ban
bekas, kaleng bekas, talang air, botol bekas, gelas bekas, lubang pohon, bambu, pelepah daun,
dan sebagainya.

Gambaran pelaksanaan :
1. Melakukan identifikasi sasaran tepat kunjungan rumah pada pasien suspek DBD.
2. Melakukan kunjungan rumah pada pasien terduga DBD.
3. Melakukan Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Edukasi terkait penyakit yang mungkin dialami
pasien.
4. Pemberian terapi sesuai penyakit yang diderita pasien.
5. Melakukan wawancara mengenai kondisi kebersihan rumah dan lingkungan sekitarnya.
6. Edukasi mengenai kebersihan lingkungan terkait hal yang perlu dibenahi dalam
memberantas penularan penyakit DBD melalui gigitan nyamuk.

Catatan/ Usulan dari/ke pendamping : -

2. Tgl Kegiatan : 15 Oktober 2023,


Judul Kegiatan : Kampanye Cuci Tangan Rutin
Identitas Keluarga : Masyarakat yang berkunjung di Posyandu Lansia kel. lanto

Latar Belakang :
Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan
pengontrolan infeksi. Mencuci tangan merupakan proses pembuangan kotoran dan debu secara
mekanis dari kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air. Tujuan cuci tangan adalah
untuk menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi
jumlah mikroorganisme. Mencuci tangan juga dapat menghilangkan sejumlah besar virus yang
menjadi penyebab berbagai penyakit, terutama penyakit yang menyerang saluran cerna, seperti
diare dan saluran nafas seperti influenza. Hampir semua orang mengerti pentingnya mencuci
tangan pakai sabun, namun masih banyak yang tidak membiasakan diri untuk melakukan dengan
benar pada saat yang penting. Mencuci tangan memakai sabun sangat penting sebagai salah
satu mencegah terjadinya diare, kebiasaan mencuci tangan diterapkan setelah buang air besar,
setelah menceboki bayi dan balita, sebelum makan serta sebelum menyiapkan makanan.
Masyarakat akan mampu meningkatkan pengetahuan hidup sehat dimanapun mereka
berada jika mereka sadar, termotivasi dan di dukung dengan adanya informasi serta sarana dan
prasarana kesehatan. 
Gambaran pelaksanaan :
1. Meminta masyarakat untuk memperagakan kampanye cuci tangan rutin,
2. Mencontohkan langkah cuci tangan yang baik dan benar menggunakan air mengalir dan
sabun meliputi 6 langkah dimulai dari Basahi tangan, gosok sabun pada telapak tangan
kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar. Yang
kedua usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian. Kemudian Gosok
sela-sela jari tangan hingga bersih. Setelah itu, bersihkan ujung jari secara bergantian
dengan posisi saling mengunci. Lalu, gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian. Yang
terakhir, letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan. Bilas dengan air
bersih dan keringkan.
3. Memberitahukan 5 moment penting kapan melakukan cuci tang yakni : Sebelum makan,
Setelah BAB, Sebelum menjamah makanan, Sebelum menyusui, Setelah beraktifitas.

Catatan/ Usulan dari/ke pendamping : -

3. Tgl Kegiatan : 21 Oktober 2023


Judul Kegiatan : Kampanye Membuang sampah pada tempatnya
Identitas Keluarga : Masyarakat yang berkunjung di Posyandu Lansia kel. Lanto
(posiandu Nuri)

Latar Belakang :
Kebersihan adalah salah satu manfaat yang bisa dipetik dan dipdapatkan ketika kita
membuang sampah dengan benar, selain itu juga berdampak besar untuk mencegah terjadinya
banjir, terhindar dari berbagai penyakit. Sampah yang dibuang sembarangnan menjadi tempat
berkembangnya bakteri penyebab penyakit. Tak hanya itu, sampah juga menyebarkan virus dan
parasit melalui kontak langsung. Tidak banyak dari masyarakat yang membuang sampah tidak
pada tempatnya dengan berbagai alasan.  

Gambaran pelaksanaan :
1) Menjelaskan mengenai bahaya membuang sampah tidak pada tempatnya
2) Menjelaskan cara membuang sampah dengan baik dan benar
3) Diskusi dan tanya jawab

Catatan/ Usulan dari/ke pendamping : -

4. Tgl Kegiatan : 17 juni 2022


Judul Kegiatan : Kesehatan Lingkungan jamban sehat
Identitas Keluarga : Tn. A

Latar Belakang :
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan pembangunan
bangsa. Untuk pembangunan kesehatan diarahkan untuk mencapai Indonesia Sehat, yaitu suatu
keadaan dimana setiap orang hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih dan
sehat, mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya. Upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat secara tidak langsung akan
meningkatkan kualitas masyarakat. Peningkatan derajat kesehatan perlu dilakukan dengan
serius diantaranya melalui peningkatan status gizi penduduk, peningkatan akses pada pelayanan
kesehatan dasar, subsidi di biaya pelayanan kesehatan, serta perbaikan keadaan lingkungan.
Bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman membuat masalah
pembuangan kotoran manusia meningkat dilihat dari segi kesehatan masyarakat. Masalah
pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang pokok untuk sedini mungkin di atasi
karena kotoran manusia adalah sumber penyakit yang multi komplek. Perilaku buang air besar
ke sungai, kebun, sawah, kolam dan tempat-tempat terbuka lainnya jelas sangat merugikan
konsidi kesehatan masyarakat, karena tinja di kenal sebagai media tempat hidupnya bakteri coli
yang berpotensi menyebabkan terjadinya penyakit diare muntaber, dan berbagai macam
penyakit kulit lainnya.
Tinja adalah sumber pengembangan penyakit yang multi kompleks. Penyebaran penyakit yang
bersumber pada tinja dapat melalui berbagai cara, tinja dapat mengkontaminasi makanan,
minuman dan sayuran. Baik melalui tangan manusia sendiri atau vektor. Tinja yang bisa
mencemari air tanah yang menyebabkan penularan bibit penyakit. Penyakit-penyakit seperti
typus abdominalis, kolera, desentri, hepatitis dan berbagai jenis cacing, dapat disebarkan oleh
tinja.
Tinja atau kotoran manusia merupakan media sebagai tempat berkembang dan berinduknya
bibit penyakit menular (misal kuman/bakteri, virus dan cacing). Apabila tinja tersebut dibuang di
sembarang tempat, misal kebun, kolam, sungai, dan lain-lain, maka bibit penyakit tersebut akan
menyebar luas ke lingkungan, dan akhirnya akan masuk dalam tubuh manusia, dan berisiko
menimbulkan penyakit pada seseorang dan bahkan bahkan menjadi wabah penyakit pada
masyarakat yang lebih luas, sehingga jamban merupakan sanitasi dasar penting yang harus
dimiliki setiap masayarakat.
Gambaran pelaksanaan :
Sosialisasi dengan cara edukasi mengenai jamban sehat dan PHBS terkait tinja diberikan kepada
masyarakat pada wilayah kerja puskesmas Meo-Meo. Edukasi dilakukan baik di puskesmas
kepada masyarakat yang datang untuk berobat, terutama pada pasien yang datang dengan
keluhan diare, maupun kepada masyarakat yang datang ke posyandu serta dari rumah ke
rumah.

Catatan/ Usulan dari/ke pendamping : -

5. Tgl Kegiatan : 20 Oktober 2022


Judul Kegiatan : Pengelolaan Sampah
Identitas Keluarga : Tn. M

Latar Belakang :
Sampah merupakan salah satu permasalahan yang patut untuk diperhatikan. Sampah
merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia, karena pada dasarnya
semua manusia pasti menghasilkan sampah. Sampah merupakan suatu buangan yang dihasilkan
dari setiap aktivitas manusia. Volume peningkatan sampah sebanding dengan meningkatnya
tingkat konsumsi manusia. Manusia sebagai individu maupun sebagai warga masyarakat
mempunyai kebutuhan yang bersifat individual maupun kolektif, sehingga selalu ada upaya
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Aktifitas manusia dalam upaya mengelola sumber daya
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya semakin beragam seiring dengan pertumbuhan jumlah
penduduk. Pertumbuhan jumlah penduduk telah mengakibatkan perubahan yang besar
terhadap lingkungan hidup. Peningkatan jumlah penduduk sebanding dengan peningkatan
jumlah konsumsi yang mempengaruhi besarnya peningkatan volume sampah. Oleh sebab itu,
masalah sampah merupakan masalah utama yang harus dipecahkan baik dalam jangka pendek,
menengah maupun panjang.
Setiap aktifitas manusia secara pribadi maupun kelompok, dirumah, kantor, pasar,
sekolah, maupun dimana saja akan menghasilkan sampah, baik sampah organik maupun sampah
anorganik. Dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 pasal 1 tentang sampah disebutkan
bahwa sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat atau semi
padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang
dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang kelingkungan.

Gambaran pelaksanaan :

melakukan edukasi dan penjelasan mengenai pengelolaan sampah terhadap warga di kelurahan
Kaobula dengan cara kunjungan rumah ke rumah, di laksanakan pada pukul 8.00 WITA -10.00
WITA

Catatan/ Usulan dari/ke pendamping : -

6. Tgl Kegiatan : 15 September 2023


Judul Kegiatan : Pengelolaan Air Bersih
Identitas Keluarga : Masyarakat yang berkunjung di Posyandu Lansia kel. Lanto

Latar Belakang :
Permasalahan kesulitan mengakses air bersih di masyarakat pedesaan, membuat pemerintah
berupaya untuk mengatasi persoalan air di masyarakat dengan memberikan bantuan fasilitas
seperti Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Masyarakat diberikan kewenangan untuk
mengelolaa secara mandiri.
Gambaran pelaksanaan :
Penjelasan mengenai pentingnya air bersih dalam kehidupan sehari hari kepada masyarakat
yang berkunjung ke posyandu lansia Kel. Lanto

Catatan/ Usulan dari/ke pendamping :


KESEHATAN KELUARGA

ANC (ANTENATAL CARE)

Tgl Kegiatan :15 MARET 2023


Judul Laporan : Pentingnya ANC bagi ibu hamil
Identitas Pasien : Ny. Y, 22 thn, G1P0A0 Gr. 21 mgg 0 hri
Ny. AD, 19 tahun, G1P0A0, Gr. 13 minggu. 2 juli 2022
Ny. WJ, 25 tahun, G2P1A0, Gr. 20 minggu 3 hari. 4 juli 2022
Ny. SS, 20 tahun, G1P0A0, Gr. 24 minggu 5 Agustus 2022
Ny. KM, 26 tahun, G2P0A0, Gr. 27 minggu 2 hari 7 Agustus 2022
Latar Belakang :
Salah satu solusi efektif dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB) adalah dengan cara meningkatkan pertolongan persalinan yang dilakukan oleh tenaga
medis terlatih yang disediakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. Di samping itu, dibutuhkan
partisipasi serta kesadaran ibu terhadap pentingnya pemeriksaan kehamilan di fasilitas pelayanan
kesehatan oleh tenaga kesehatan.
Pemeriksaan ANC (Antenatal Care) merupakan pemeriksaan kehamilan yang bertujuan
untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mental pada ibu hamil secara optimal, hingga mampu
menghadapi masa persalinan, nifas, menghadapi persiapan pemberian ASI secara eksklusif, serta
kembalinya kesehatan alat reproduksi dengan wajar.
Pemeriksaan kehamilan dilakukan minimal 4 (empat) kali selama masa kehamilan, yaitu 1
kali pemeriksaan pada trimester pertama, 1 kali pemeriksaan pada trimester kedua, dan 2 kali
pemeriksaan pada trimester ketiga. Setiap ibu hamil disarankan untuk melakukan kunjungan
antenatal yang komprehensif dan berkualitas minimal 4 kali, yaitu 1 kali sebelum bulan ke 4
kehamilan, kemudian sekitar bulan ke 6 kehamilan dan 2 kali kunjungan sekitar bulan ke 8 dan 9
kehamilan.

Gambaran Pelaksanaan :
Dengan metode penyuluhan edukasi dan Tanya jawab di poli KIA-Puskesmas MeoMeo mengenai
pentingnya ANC kehamilan.

Catatan/usulan dari/ ke pendamping : -

KB SUNTIK

Tgl Kegiatan : 19 September 2022


Judul Laporan kegiatan : Alat Kontrasepsi KB Suntik
Identitas Pasien : Ny. WP, 32 thn, P2A0
Latar Belakang :
Keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat
melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagian dan sejahtera.
Sasaran utama dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS). Pelayanan KB diberikan di
berbagai unit pelayanan baik oleh pemerintah maupun swasta. Jenis alat/obat kontrasepsi antara
lain kondom, pil KB, suntik KB, AKDR, implant, vasektomi, dan tubektomi.
Kebijakan Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk
melalui usaha penurunan tingkat kelahiran.

Gambaran Pelaksanaan :
Dengan metode penyuluhan edukasi dan Tanya jawab di poli KB mengenai pentingnya KB. Suntik KB
akan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
 Dokter akan membersihkan lokasi penyuntikan dengan kapas beralkohol untuk mencegah
infeksi. Bagian tubuh yang disuntik biasanya bokong atau lengan atas.
 Suntikan kemudian diberikan dengan metode intramuskular, yakni tegak lurus kulit.

2. KB SUNTIK

Tgl Kegiatan : 19 September 2022


Judul Laporan kegiatan : Alat Kontrasepsi KB Suntik
Identitas Pasien : Ny. WP, 31 thn, P3A0
Latar Belakang :
Keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat
melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagian dan sejahtera.
Sasaran utama dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS). Pelayanan KB diberikan di
berbagai unit pelayanan baik oleh pemerintah maupun swasta. Jenis alat/obat kontrasepsi antara
lain kondom, pil KB, suntik KB, AKDR, implant, vasektomi, dan tubektomi.
Kebijakan Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk
melalui usaha penurunan tingkat kelahiran.

Gambaran Pelaksanaan :
Dengan metode penyuluhan edukasi dan Tanya jawab di poli KB mengenai pentingnya KB. Suntik KB
akan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
 Dokter akan membersihkan lokasi penyuntikan dengan kapas beralkohol untuk mencegah
infeksi. Bagian tubuh yang disuntik biasanya bokong atau lengan atas.
 Suntikan kemudian diberikan dengan metode intramuskular, yakni tegak lurus kulit.

Catatan/ Usulan dari/ke pendamping : -

KB IMPLAN

Tgl Kegiatan : 25 September 2022


Judul Laporan kegiatan : Alat Kontrasepsi KB Implan
Identitas Pasien : Ny. N, 25 thn, P0A0 (contoh)
Latar Belakang :
Keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat
melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagian dan sejahtera.
Sasaran utama dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS). Pelayanan KB diberikan di
berbagai unit pelayanan baik oleh pemerintah maupun swasta. Jenis alat/obat kontrasepsi antara
lain kondom, pil KB, suntik KB, AKDR, implant, vasektomi, dan tubektomi.
Kebijakan Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk
melalui usaha penurunan tingkat kelahiran.

Gambaran Pelaksanaan :
- Dengan metode penyuluhan edukasi dan Tanya jawab di poli KB mengenai pentingnya KB.
- Setelah melakukan edukasi dan inform konsen, dokter atau bidan akan melakukan
pemeriksaan fisik dan memastikan lokasi pemasangan layak untuk dipasang implan KB.
- Kemudian, area pemasangan akan dibersihkan dengan dengan cairan antiseptik.
- Dokter melakukan bius lokal agar tidak merasakan nyeri saat prosedur dilakukan.
- Dokter atau bidan akan menggunakan aplikator khusus untuk menempatkan implan KB.
- Setelah itu, area pemasangan akan diperban dan baru boleh dibuka setelah 24 jam.

Catatan/ Usulan dari/ke pendamping : -

PASANG IUD

Tgl Kegiatan : 3 Oktober 2022


Judul Laporan kegiatan : Edukasi mengenai Pemasangan Alat Kontrasepsi IUD
Identitas Pasien : Ny. JD, 43 thn, P3A0
Latar Belakang :
Keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat
melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagian dan sejahtera.
Sasaran utama dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS). Pelayanan KB diberikan di
berbagai unit pelayanan baik oleh pemerintah maupun swasta. Jenis alat/obat kontrasepsi antara
lain kondom, pil KB, suntik KB, AKDR, implant, vasektomi, dan tubektomi.
Kebijakan Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk
melalui usaha penurunan tingkat kelahiran.

Gambaran Pelaksanaan :
Pasien diedukasi dan dilakukan inform konsen untuk melakukan pemasangan IUD.

Catatan/ Usulan dari/ke pendamping : -

IMD & ASI EKSLUSIF


Tgl Kegiatan : 5 OKTOBER 2022
Judul Laporan kegiatan : IMD & ASI Eksklusif
Identitas Pasien : Ny. Y, 23 thn, P1A0
Latar Belakang :
Program Inisiasi Menyusu Dini (IMD) didasarkan pada hasil penelitian yang membuktikan
bahwa kontak bayi dengan ibunya seawal mungkin setelah lahir akan berdampak positif untuk
perkembangan bayi.Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan proses bayi mulai menyusu sendiri
setelah dilahirkan. Segera setelah keluar dari rahim, biarkan kulit bayi kontak langsung dengan kulit
ibunya selama minimal satu jam untuk mencari sendiri sumber minumnya (ASI).
ASI adalah sumber makanan alamiah berupa cairan dengan kandungan zat gizi yang sesuai
untuk kebutuhan bayi dan merupakan makanan yang paling sempurna. ASI dalam jumlah cukup
merupakan makanan terbaik pada bayi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan
pertama dan akan merangsang pembentukan daya tahan tubuh bayi sehingga ASI berfungsi pula
sebagai imunisasi aktif.
ASI eksklusif ialah bayi hanya menerima ASI dari ibu, atau pengasuh yang diminta memberikan
ASI dari ibu, tanpa penambahan cairan atau makanan padat lain, kecuali sirup yang berisi
vitamin,suplemen mineral atau obat.

Gambaran Pelaksanaan :
Setelah ibu melahirkan bayinya Dokter melakukan edukasi kepada ibu dan keluarga pasien mengenai
pentingnya IMD dan ASI Eksklusif.

Catatan/ Usulan dari/ke pendamping : -

2. IMD & ASI EKSLUSIF

Tgl Kegiatan : 5 OKTOBER 2022


Judul Laporan kegiatan : IMD & ASI Eksklusif
Identitas Pasien : Ny. Y, 23 thn, P2A0
Latar Belakang :
Program Inisiasi Menyusu Dini (IMD) didasarkan pada hasil penelitian yang membuktikan
bahwa kontak bayi dengan ibunya seawal mungkin setelah lahir akan berdampak positif untuk
perkembangan bayi.Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan proses bayi mulai menyusu sendiri
setelah dilahirkan. Segera setelah keluar dari rahim, biarkan kulit bayi kontak langsung dengan kulit
ibunya selama minimal satu jam untuk mencari sendiri sumber minumnya (ASI).
ASI adalah sumber makanan alamiah berupa cairan dengan kandungan zat gizi yang sesuai
untuk kebutuhan bayi dan merupakan makanan yang paling sempurna. ASI dalam jumlah cukup
merupakan makanan terbaik pada bayi dan dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan
pertama dan akan merangsang pembentukan daya tahan tubuh bayi sehingga ASI berfungsi pula
sebagai imunisasi aktif.
ASI eksklusif ialah bayi hanya menerima ASI dari ibu, atau pengasuh yang diminta memberikan
ASI dari ibu, tanpa penambahan cairan atau makanan padat lain, kecuali sirup yang berisi
vitamin,suplemen mineral atau obat.

Gambaran Pelaksanaan :
Setelah ibu melahirkan bayinya Dokter melakukan edukasi kepada ibu dan keluarga pasien mengenai
pentingnya IMD dan ASI Eksklusif.

Catatan/ Usulan dari/ke pendamping : -

KB PIL

Tgl Kegiatan : 4 Agustus 2022


Judul Laporan kegiatan : Alat Kontrasepsi Pil KB
Identitas Pasien : Ny. X, 24 thn, P3A0
Latar Belakang :
Keluarga berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui
pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagian dan sejahtera. Sasaran utama
dari pelayanan KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS). Pelayanan KB diberikan di berbagai unit
pelayanan baik oleh pemerintah maupun swasta. Jenis alat/obat kontrasepsi antara lain kondom, pil
KB, suntik KB, AKDR, implant, vasektomi, dan tubektomi.
Kebijakan Keluarga Berencana (KB) bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk
melalui usaha penurunan tingkat kelahiran.

Gambaran Pelaksanaan :
1. Pasien di edukasi dan diberikan inform konsen mengenai Pil KB
2. Pemberian dan edukasi cara mengkonsumsi pil KB yang benar.

Catatan/ Usulan dari/ke pendamping : -


PELAYANAN GIZI

MONITORING BAYI / ANAK

Tgl Kegiatan : 5 Juli 2022


Judul Laporan kegiatan : Monitoring Bayi atau Anak
Identitas Bayi/ Anak : Seluruh Balita yang hadir ke Posyandu di Kantor Kelurahan MeoMeo
Latar Belakang :
Pemantauan pertumbuhan balita sangat penting dilakukan untuk mengetahui adanya
perkembangan balita dari bulan ke bulan. Pemantauan pertumbuhan balita menggunakan Buku
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Hal ini penting dilakukan untuk memantau tumbuh kembang
anak dan mendeteksi sejak dini bila anak mengalami gangguan tumbuh kembang.
Berdasarkan data dari Riskesdas terbaru tahun 2018, jumlah kasus stunting di Indonesia
adalah sebesar 30.8% dari keseluruhan populasi anak-anak, sedangkan jumlah kasus
underweight di Indonesia sebesar 17.7%. Monitor pertumbuhan yang baik dan
berkesinambungan harus dilakukan sebagai deteksi dini terjadinya stunting dan underweight. 

Gambaran Pelaksanaan :
Kegiatan ini dilakukan pelayanan masyarakat dengan sistem 5 meja yaitu:
Meja 1 : Orang tua Balita melakukan registrasi
Meja 2 : Penimbangan & Pengukuran balita
Meja 3 : Pencatatan hasil penimbangan & pengukuran
Meja 4 : Penyuluhan & Pelayanan Gizi Balita
Meja 5 : Pelayanan Kesehatan, pemberian vitamin A dan Imunisasi
Pemantauan yang dilakukan setiap bulannya yang dicatat di KIA berupa berat badan balita, tinggi badan
balita, imunisasi yang telah diterima balita dan lain-lain sehingga dapat mengetahui pertumbuhan setiap
balita.

Catatan/ Usulan dari/ke pendamping : -

2 Monitoring Bayi Atau Anak

Tgl Kegiatan : 14 Juli 2022


Judul Laporan kegiatan : Monitoring Bayi atau Anak
Identitas Bayi/ Anak : Seluruh Balita Yang Hadir Di Posyandu Balita kelurahan Lantto
Latar Belakang :
Pemantauan pertumbuhan anak sangat penting dilakukan untuk mengetahui adanya
perkembangan balita dari bulan ke bulan. Pemantauan pertumbuhan balita menggunakan Buku
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Hal ini penting dilakukan untuk memantau tumbuh kembang
anak dan mendeteksi sejak dini bila anak mengalami gangguan tumbuh kembang.
Berdasarkan data dari Riskesdas terbaru tahun 2018, jumlah kasus stunting di Indonesia
adalah sebesar 30.8% dari keseluruhan populasi anak-anak, sedangkan jumlah kasus
underweight di Indonesia sebesar 17.7%. Monitor pertumbuhan yang baik dan
berkesinambungan harus dilakukan sebagai deteksi dini terjadinya stunting dan underweight. 

Gambaran Pelaksanaan :
Kegiatan ini dilakukan pelayanan masyarakat dengan sistem 5 meja yaitu:
Meja 1 : Orang tua anak melakukan registrasi
Meja 2 : Penimbangan & Pengukuran anak
Meja 3 : Pencatatan hasil penimbangan & pengukuran
Meja 4 : Penyuluhan & Pelayanan Gizi Anak
Meja 5 : Pelayanan Kesehatan, pemberian vitamin A dan Imunisasi
Pemantauan yang dilakukan setiap bulannya yang dicatat di KIA berupa berat badan anak, tinggi badan
anak, imunisasi yang telah diterima balita dan lain-lain sehingga dapat mengetahui pertumbuhan setiap
anak.

3 Gizi seimbng

Tgl Kegiatan : 24 Juli 2022


Judul Laporan kegiatan : Gizi Seimbang
Identitas Bayi/ Anak : Pasein Balita Yang Berkunjung Di Puskesmas MeoMeo Dan Posiandu
Balita
Latar Belakang :
Gizi seimbang adalah gizi yang sesuai dengan kebutuhan tubuh melalui makanan sehari-hari sehingga
tubuh bisa aktif, sehat optimal, tidak terganggu penyakit, dan tubuh tetap sehat (Ira Mafira, 2012).
Pemenuhan kebutuhan gizi merupakan indikator penting dalam proses tumbuh kembang balita. Anak di
bawah 5 tahun (balita) merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat, sehingga
memerlukan zat-zat gizi yang maksimal setiap kilogram berat badannya. Permasalahan gizi balita adalah
kurangnya pemenuhan gizi seimbang yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi
yang harus dipenuhi balita pada masa pertumbuhan (Sibagariang, 2010: 98). Jika masalah gizi pada
balita tidak mampu teratasi maka akan menyebabkan berat badan kurang, mudah terserang penyakit,
badan letih, penyakit defisiensi gizi, malas, terhambatnya pertumbuhan dan perkambangan baik fisik
maupun psikomotor dan mental (Widodo, Rahayu, 2010: 45). Menurut World Health Organization
(WHO) diperkirakan 165 juta anak usia di bawah lima tahun mengalami gizi yang buruk. Resiko
meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan dengan anak yang normal
(WHO, 2013). Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) pada tahun 2007 prevalensi gizi
kurang pada balita angkanya sebesar 18,4 %, terjadi peningkatan pada tahun 2013 angkanya yaitu
19,6%. Di Indonesia jumlah balita yang 1 2 mengalami kekurangan gizi sebesar 3,7 juta. Pada tahun 2012
jumlah gizi buruk di jawa timur 2,35%, gizi lebih 2,90%, gizi kurang 10,28%, gizi baik 84,45%. Di Ponorogo
jumlah anak sangat kurus 12,77%, kurus 32,73%, normal 54,55% (DinKes Ponorogo, 2014). Dari hasil
studi pendahuluan melalui kuesioner yang dilakukan tanggal 27 Desember 2014 di posyandu Dusun
Mangunsuman Wilayah Kerja Puskesmas Ronowijayan Ponorogo, dari 10 responden yang mempunyai
persepsi positif 40% responden, sedangkan yang mempunyai persepsi negatif 60%. Sampai saat ini
belum di ketahui bagaimanakah persepsi ibu balita tentang gizi seimbang pada balita di Wilayah
tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh faktor ekonomi, faktor lingkungan, dan ketidak tahuan orang tua
dalam memenuhi gizi seimbang pada anaknya (Sibagariang, 2010). Keterbatasan ekonomi sering
dijadikan alasan untuk tidak memenuhi kebutuhan gizi pada anak, sedangkan apabila kita cermati
pemenuhan gizi pada anak tidak mahal, terlebih lagi apabila dibandingkan dengan harga obat yang harus
dibeli ketika berobat di Rumah Sakit. Lingkungan yang kurang baik juga dapat mempengaruhi gizi pada
anak, sebagai contohnya “seringnya anak jajan sembarangan di tepi jalan”. Faktor yang paling terlihat
pada lingkungan adalah kurangnya pengetahuan ibu mengenai gizi-gizi yang harus dipenuhi anak pada
masa pertumbuhan. Ibu biasanya justru membelikan makanan yang enak kepada anaknya tanpa tahu
apakah makanan tersebut mengandung gizi-gizi yang cukup atau tidak, dan tidak mengimbangi dengan
makanan sehat yang mengandung banyak gizi

Gambaran Pelaksanaan :
Sosialisasi tentang gizi seimbang melalui ceramah atau edukasi kepada pasien yang berobat ke
Puskesmas dan datang ke Posyandu.

4. Kekurangan Energi Protein (KEP) Pada Anak

Tgl Kegiatan : 20 Agustus 2022


Judul Laporan kegiatan : Kekurangan Energi Protein (KEP) Pada Anak
Identitas Bayi/ Anak : Anak An I
LATAR BELAKANG :
Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak
dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Penyebab timbulnya masalah
gizi adalah multifaktor, oleh karena itu pendekatan penanggulangannya melibatkan berbagai sektor
yang terkait. Masalah gizi di Indonesia dan di negara berkembang masih didominasi oleh masalah
kurang energi protein (KEP), anemia besi, gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY), kurang vitamin A
(KVA) dan obesitas terutama di kota-kota besar yang perlu ditanggulangi.
Kekurangan energi protein (KEP) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi
energi dan protein dalam makanan seharihari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Orang
yang mengidap gejala klinis KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan hanya nampak kurus. Gejala klinis
KEP berat secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga, adalah marasmus, kwashiorkor, dan
marasmik kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan kurang
energi dan marasmik kwashiorkor disebabkan karena kurang energi dan protein
Penyakit KEP merupakan bentuk malnutrisi yang terdapat terutama pada anak-anak di bawah umur lima
tahun dan kebanyakan di negara-negara yang sedang berkembang. Anak dalam golongan umur 1-3
tahun sangat rentan terhadap penyakit gizi. Angka tertinggi untuk morbiditas KEP terdapat dalam
golongan umur ini. Pemberian makanan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi bayi.
Pemberian makanan yang kurang tepat dapat menyebabkan terjadinya kekurangan gizi dan pemberian
yang berlebih akan terjadi kegemukan. Pada usia 7 bulan, secara fisiologis bayi telah siap menerima
makanan tambahan, karena secara keseluruhan fungsi saluran cerna sudah berkembang.
Gambaran Pelaksanaan :
Sosialisasi dan edukasi mengenai KEP dan gizi buruk pada masyarakat diberikan dalam bentuk ceramah
dan diskusi pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Meo-Meo baik yang datang ke Puskesmas
maupun ke Posyandu, terutama ibu-ibu yang memiliki anak bayi dan balita.

5 M-PASI

Tgl Kegiatan : 13 Juli 2022


Judul Laporan kegiatan : Mpasi
Identitas Bayi/ Anak : Bayi Dengan Usia 6 Bulan Keatas Yang Berkunjung Ke Posiandu Balita
Latar Belakang :
MP-ASI atau makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi, yang
diberikan pada balita usia 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi selain ASI.Karena normalnya,
pada usia 6 bulan berat badan bayi akan meningkat 2 sampai 3 kali berat badannya saat lahir. Selain
itu pada usia 6 bulan bayi normal memiliki aktivitas yang sudah cukup banyak, diantaranya sudah
mampu untuk berbalik dari telungkup ke telentang, meraih benda disekitarnya, menggenggam,
serta menirukan bunyi. Dengan adanya pertambahan berat badan dan aktivitas bayi, konsumsi ASI
saja tidak akan mencukupi kebutuhan kalorinya. Untuk itu perlu di berikan MP- ASI guna mencukupi
kebutuhan kalori tersebut. MP-ASI bukanlah makanan pengganti ASI, karena ASI tetap memegang
peran penting pada kebutuhan gizi bayi. Maka selain ASI, pada usia 6-24 bulan pemberian MP-ASI
penting peranannya untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi, dimana pemberian MP-ASI tetap
harus diperhatian jenis makanan dan frekuensi pemberiannya yang disesuaikan dengan sistem
pencernaan bayi yang masih dalam proses perkembangan.2 Berdasarkan guideline dari WHO, ada
10 kriteria pemberian MP-ASI yang baik, yaitu harus tepat waktu pertama pemberiannya, tetap
mempertahankan pemberian ASI, responsive feeding, persiapan dan penyimpanan ASI yang aman,
jumlah MP-ASI dan kandungan gizi sesuai kebutuhan, konsistensi, frekuensi dan kepadatan MP-ASI
yang baik, serta penggunaan suplemen dan pemberian MPASI saat sakit dengan baik.4 Pemberian
MP-ASI tidak boleh sembarangan karena kesalahan pemberian makanan pada bayi (terlalu banyak,
terlalu sedikit, jenis makanan yang salah) dapat mengakibatkan diare. Diare pada anak sangat
berbahaya, selain karena membuat penyerapan nutrisi terganggu juga dapat menyebabkan
terjadinya dehidrasi. Bayi yang lahir cukup bulan sudah mampu untuk menelan, mencerna, dan
mengabsorpsi protein dan karbohidrat sederhana serta mampu untuk mengemulsikan lemak.
Meski demikian, dari sisi enzim-enzim pencernaan, walaupun enzim tripsin bayi sudah bekerja
optimal sejak lahir, enzim amilase bayi secara bertahap akan mencapai titik optimal pada usia 12
bulan, enzim lipase kadarnya akan sama dengan enzim lipase pada orang dewasa pada usia 24
bulan. Hal ini berkaitan dengan kesiapan sistem pencernaan bayi mengolah makanan selain ASI.7
Selain itu pemberian makanan dengan kalori tinggi terlalu dini dapat memicu obesitas pada bayi.
Beberapa kasus alergi juga muncul pada anak dengan pemberian makanan terlalu dini. Hal ini
makin kacau jika di suatu kelompok masyarakat memiliki kepercayaan atau tradisi memberi bayi
berusia kurang dari 6 bulan makanan yang diyakini memiliki khasiat tertentu.
Gambaran Pelaksanaan : Penyuluhan dengan cara ceramah dibantu media presentasi serta
edukasi kepada ibu-ibu dengan bayi yang datang ke Posyandu.

1. DETEKSI STUNTING
Tgl Kegiatan : 16 Agustus 2022
Judul Laporan kegiatan : Deteksi Stunting Bayi Dan Balita
Identitas Bayi/ Anak : Seluruh Balita yang hadir ke Posyandu di Puskesmas MeoMeo
Latar Belakang :
Stunting adalah gangguan tumbuh kembang yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi
berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Faktor penyebab stunting dapat
dikelompokan menjadi penyebab langsung dan tidak langsung. Praktik pemberian kolostrum
dan ASI eksklusif, pola konsumsi anak, dan penyakit infeksi yang diderita anak menjadi faktor
penyebab langsung yang mempengaruhi status gizi anak dan bisa berdampak pada stunting.
Sedangkan penyebab tidak langsungnya adalah akses dan ketersediaan bahan makanan serta
sanitasi dan kesehatan lingkungan.
Kekurangan gizi masa anak-anak selalu dihubungkan dengan kekurangan vitamin
mineral yang spesifik dan berhubungan dengan mikronutrien maupun makronutrien tertentu.
Keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD di bawah
median panjang atau tinggi badan anak disebut Stunting.
Masalah Stunting yang terjadi pada Negara berkembang seperti Indonesia akan menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang harus dilakukan penanganan secara serius dan
berkesinambungan. Stunting ini bersifat kronis, sehingga dapat mempengaruhi fungsi kognitif
anak di mana tingkat kecerdasan yang rendah dan berdampak pada kualitas sumberdaya
manusia.

Gambaran Pelaksanaan :
Kegiatan ini dilakukan pelayanan masyarakat dengan sistem 5 meja yaitu:
Meja 1 : Orang tua Balita melakukan registrasi
Meja 2 : Penimbangan & Pengukuran balita
Meja 3 : Pencatatan hasil penimbangan & pengukuran
Meja 4 : Penyuluhan & Pelayanan Gizi Balita dengan memberikan edukasi terkait gizi seimbang dan
intervensi lebih lanjut seperti kepada balita yang mengalami stunting.
Meja 5 : Pelayanan Kesehatan, pemberian vitamin A dan Imunisasi

Catatan/ Usulan dari/ke pendamping : -


2. Deteksi Stunting
Tgl Kegiatan : 16 Agstus 2022
Judul Laporan kegiatan : Deteksi Stunting Di Posiandu Balita
Identitas Bayi/ Anak : Bayi Dan Balita Yang Berkunjung Di Posindu Balita Kel. Wameo
Latar Belakang :
Stunting adalah gangguan tumbuh kembang yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi
berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. Faktor penyebab stunting dapat
dikelompokan menjadi penyebab langsung dan tidak langsung. Praktik pemberian kolostrum
dan ASI eksklusif, pola konsumsi anak, dan penyakit infeksi yang diderita anak menjadi faktor
penyebab langsung yang mempengaruhi status gizi anak dan bisa berdampak pada stunting.
Sedangkan penyebab tidak langsungnya adalah akses dan ketersediaan bahan makanan serta
sanitasi dan kesehatan lingkungan.
Kekurangan gizi masa anak-anak selalu dihubungkan dengan kekurangan vitamin
mineral yang spesifik dan berhubungan dengan mikronutrien maupun makronutrien tertentu.
Keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD di bawah
median panjang atau tinggi badan anak disebut Stunting.
Masalah Stunting yang terjadi pada Negara berkembang seperti Indonesia akan menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang harus dilakukan penanganan secara serius dan
berkesinambungan. Stunting ini bersifat kronis, sehingga dapat mempengaruhi fungsi kognitif
anak di mana tingkat kecerdasan yang rendah dan berdampak pada kualitas sumberdaya
manusia.

Gambaran Pelaksanaan :
Kegiatan ini dilakukan pelayanan masyarakat dengan sistem 5 meja yaitu:
Meja 1 : Orang tua Anak melakukan registrasi
Meja 2 : Penimbangan & Pengukuran Anak
Meja 3 : Pencatatan hasil penimbangan & pengukuran
Meja 4 : Penyuluhan & Pelayanan Gizi Balita dengan memberikan edukasi terkait gizi seimbang dan
intervensi lebih lanjut seperti kepada Anak yang mengalami stunting.
Meja 5 : Pelayanan Kesehatan, pemberian vitamin A dan Imunisasi

SUPLEMENTASI GIZI
1. Tgl Kegiatan : 13 Agustus 2022
Judul Laporan kegiatan : Pemberian Vitamin A
Identitas Bayi/ Anak : Peserta Posiandu Balita Di Keluran Lantto
Latar Belakang :
Vitamin A merupakan salah satu zat gizi mikro mempunyai manfaat yang sangat penting
bagi tubuh manusia, terutama dalam penglihatan manusia.Seperti diketahui Vitamin A merupakan
vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Secara umum, vitamin A merupakan nama generik
yang menyatakan semua retinoid dan prekursor/provitamin A/ karotenoid yang mempunyai
aktivitas biologic sebagai retinol. Di dalam tubuh, vitamin A berfungsi dalam beberapa bentuk ikatan
kimia aktif, yaitu retinol (bentuk alcohol), retinal (aldehida) dan asam retinoat (bentuk asam).Retinol
bila dioksidasi berubah menjadi retinal dan retinal dapat kembali direduksi menjadi
retinol.Selanjutnya, retinal dapat dioksidasi menjadi asam retinoat.
Vitamin A merupakan zat gizi esensial untuk penglihatan, reproduksi, pertumbuhan,
regenerasi sel, dan sekresi lendir/getah.Kekurangan vitamin A dapat meningkatkan resiko
terjangkitnya penyakit infeksi saluran pernafasan dan diare, meningkatkan angka kematian karena
campak, serta menyebabkan keterlambatan pertumbuhan.
Defisiensi vitamin A diperkirakan mempengaruhi jutaan anak di seluruh dunia.Sekitar
250.000-500.000 anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap tahun karena kekurangan
vitamin A, dengan prevalensi tertinggi di Asia Tenggara dan Afrika. Dengan tingginya prevalensi
kekurangan vitamin A, WHO telah menerapkan beberapa inisiatif untuk suplementasi vitamin A di
negara-negara berkembang.Beberapa strategi termasuk asupan vitamin A melalui kombinasi
pemberian ASI, asupan makanan, fortifikasi makanan, dan suplemen. Melalui upaya WHO dan mitra-
mitranya, yang diperkirakan 1,25 juta kematian sejak 1998 di 40 negara karena kekurangan vitamin
A telah dihindari.
Meskipun sejak tahun 1992 Indonesia dinyatakan bebas dari xeropthalmia, akan tetapi
masih dijumpai 50% dari balita mempunyai serum retinol <20 mcg/100 ml. Tingginya proporsi balita
dengan serum retinol <20 mcg/100 ml ini menyebabkan anak balita di Indonesia berisiko tinggi
untuk terjadinya xeropthalmia dan menurunnya tingkat kekebalan tubuh sehingga mudah terserang
penyakit infeksi.

Gambaran Pelaksanaan:
Meja 1 : Orang tua Balita melakukan registrasi
Meja 2 : Penimbangan & Pengukuran balita
Meja 3 : Pencatatan hasil penimbangan & pengukuran
Meja 4 : Penyuluhan & Pelayanan Gizi Balita
Meja 5 : Pelayanan Kesehatan, pemberian vitamin A dan Imunisasi
Vitamin A yang diberikan yaitu yang biru (100.000 IU) untuk usia 6-11 bulan, dan yang merah
(200.000 IU) untuk usia 12-59 bulan.

Catatan/Usulan dari/ ke Pendamping : -

2. Tgl Kegiatan : 7 OKtober 2022


Judul Laporan kegiatan : Pemberian Tablet Tambah Darah
Identitas Bayi/ Anak : Seluruh Peserta Posiandu Remaja Di Kelurahan Lantto
Latar Belakang :
Remaja putri memang mudah terkena anemia yang ditandai dengan tubuh mudah lemas
ataupun mudah pingsan, karena mengalami menstruasi. Untuk itu tablet penambah darah
dibutuhkan untuk mengatasi anemia. Alasan remaja putri diberikan tablet tambah darah :
1. Pertumbuhan cepat, kebutuhan meningkat
2. Haid: kehilangan darah rutin dalam jumlah cukup banyak
3. Calon ibu
4. Periode usia melahirkan: kehilangan darah saat persalinan; jumlah persalinan; jarak antar
persalinan; usia melahirkan saat remaja;
5. Bila ibu sudah hamil akan terlambat, terutama untuk perkembangan organ yang memerlukan
asam folat
6. Pola makan untuk menjaga penampilan
7. Untuk mengatasi anemia/defisiensi besi, dll
Upaya pemberian tablet zat besi ke sekolah-sekolah untuk remaja putri ini dilakukan
untuk meminimalisiasi perempuan usia muda mengalami anemia. Yang memiliki dampak pada
konsentrasi belajar menurun sehingga prestasi disekolah rendah atau tidak optimal,
produktivitas kerja turun, imunitas lebih rendah sehingga lebih rentan terhadap penyakit infeksi
dan jika seorang remaja putri menderita anemia dan kemudian hamil maka akan berpotensi
melahirkan bayi dengan tubuh pendek (stunting) atau berat badan lahir rendah (BBLR). Hal ini
disebakan karena kurangnya supply oksigen dan makanan ke janin selama masa kehamilan.

Gambaran Pelaksanaan:

Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) dimana sasaran pemberian TTD diberikan ke siswi yang
sudah mengalami menstruasi. Dengan jumlah 10 tablet yang dikonsumsi tiap minggu.

Catatan/Usulan dari/ ke Pendamping :-


PELAYANAN P2P

BULAN IMUNISASI ANAK SEKOLAH / VAKSINASI DASAR

1. Tgl Kegiatan : 16 februari 2023


Judul Laporan kegiatan : Vaksinasi dasar
Identitas Bayi/ Anak : Seluruh Balita yang hadir ke Posyandu Balita Kelurahan Kaobulla
Seluruh Balita yang hadir ke Posyandu di Kecamatan Ngangaumal I. 4November 2022
Seluruh Balita yang hadir ke Posyandu di Lantto 10 Juli 2022
Seluruh Balita yang hadir ke Posyandu di Wameo 11 JULI 2022
Selruh Balita Yang hadir ke Posyandi di Lantto 12 Juli 2022

Latar Belakang :
Saat ini di Indonesia masih ada anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi secara
lengkap bahkan tidak pernah mendapatkan imunisasi sedari lahir. Hal itu menyebabkan mereka
mudah tertular penyakit berbahaya karena tidak adanya kekebalan terhadap penyakit tersebut.
Pemberian imunisasi disesuaikan dengan usia anak. Untuk imunisasi dasar lengkap, bayi
berusia kurang dari 24 jam diberikan imunisasi Hepatitis B (HB-0), usia 1 bulan diberikan (BCG dan
Polio 1), usia 2 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 1 dan Polio 2), usia 3 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 2 dan
Polio 3), usia 4 bulan diberikan (DPT-HB-Hib 3, Polio 4 dan IPV atau Polio suntik), dan usia 9 bulan
diberikan (Campak atau MR).
Untuk imunisasi lanjutan, bayi bawah dua tahun (Baduta) usia 18 bulan diberikan imunisasi
(DPT-HB-Hib dan Campak/MR), kelas 1 SD/madrasah/sederajat diberikan (DT dan Campak/MR),
kelas 2 dan 5 SD/madrasah/sederajat diberikan (Td).
Agar terbentuk kekebalan masyarakat yang tinggi, dibutuhkan cakupan imunisasi dasar dan
lanjutan yang tinggi dan merata di seluruh wilayah, bahkan sampai tingkat desa. Bila tingkat
kekebalan masyarakat tinggi, maka yang akan terlindungi bukan hanya anak-anak yang
mendapatkan imunisasi tetapi juga seluruh masyarakat.

Gambaran Pelaksanaan:
Meja 1 : Orang tua Balita melakukan registrasi
Meja 2 : Penimbangan & Pengukuran balita
Meja 3 : Pencatatan hasil penimbangan & pengukuran
Meja 4 : Penyuluhan & Pelayanan Gizi Balita
Meja 5 : Pelayanan Kesehatan, pemberian vitamin A dan Imunisasi

Catatan/Usulan dari/ ke Pendamping :-


KEGIATAN VAKSINASI COVID 19

1. 6 Oktober 2022
Vaksinator Covid 19

Identitas Penerima Vaksin :


Masyarakat yang belum mendapatkan Vaksin 1, Vaksin 2 atau Booster

Latar Belakang :
Pandemi Covid-19 menimbulkan status kedaruratan di Indonesia. Melalui Keputusan Presiden
Nomor 11 Tahun 2020, Indonesia telah mengumumkan status kedaruratan kesehatan. Berbagai
upaya dilakukan dalam rangka mengatasi dampak pandemi Covid-19. Gangguan Kesehatan yang
ditimbulkan oleh Covid-19 ini mengakibatkan penderitanya mengalami gangguan pernapasan.
Penularan Covid-19 sangat mudah yaitu, melalui percikan liur penderita positif Covid-19
sehingga lonjakan kasus konfirmasi positif meningkat setiap harinya. Pemerintah mengeluarkan
kebijakan untuk selalu mematuhi protokol kesehatan. Saat ini, pemerintah kembali
mengeluarkan kebijakan baru guna mengurangi lonjakan kasus Covid-19 yaitu dengan
melaksanakan program vaksinasi Covid-19 secara massif. Vaksin berfungsi untuk memberikan
kekebalan pada tubuh guna melawan infeksi Covid-19.

Gambaran Pelaksanaan :
- Masyarakat mendaftar dibagian adiministrasi dengan membawa KTP
- Dilakukan pemeriksaan Tanda-tanda Vital
- Dilakukan anamnesis oleh dokter mengenai riwayat vaksinasi ataupun riwayat penyakit dari
pasien sesuai form yang telah ada, ini yang menentukan masyarakat tersebut bisa mendapatkan
vaksinasi atau tidak.
- Pemberian vaksinasi kepada masyarakat

TRACING PENYAKIT MENULAR

1. Tgl Kegiatan : 19 Agustus 2022


Judul Laporan kegiatan : Tracing Infeksi Menular Seksual
Identitas Target Tracing (ODR/ODP/PDP/dsb)
Pasien Dalam Pengawasan (Tn. AL/ 27 Tahun/ Dx : Ulkus Durum) dengan keluhan luka pada
kemaluan, tidak gatal, nyeri jika terkena celana, luka bersih. Keluhan merupakan kali pertama.
Pasien belum menikah dan mengakui pernah berhubungan seks bebas.

Latar Belakang :
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual, baik
melalui vagina, anus, maupun rongga mulut. Penyebab dari IMS dapat berupa bakteri, parasite,
jamur, maupun virus. Agen penyebab infeksi ini berada pada cairan tubuh penderita infeksi dan
akan menginfeksi tubuh partner seksual penderita saat terjadi kontak seksual.
IMS dapat menyebar melalui berbagai jenis cairan tubuh. Hal ini berarti, agen penyebab IMS
dapat berada pada berbagai jenis cairan tubuh, termasuk sperma, cairan vagina, darah, dll. Karena
IMS dapat ditularkan melalui darah, maka pemakaian jarum suntik secara massal juga merupakan
salah satu bentuk penularan IMS. Penularan beberapa penyakit menular seksual dapat melalui
penggunaan jarum suntik setelah sebelumnya digunakan oleh orang yang terinfeksi.

Gambaran Pelaksanaan :
Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan LAB berupa test HIV dan melakukan
pengobatan & Edukasi yang tepat. Hasil tes HIV : Negatif (-)

2. Tgl Kegiatan : 14 Oktober 2022


Judul Laporan kegiatan : Tracing Tuberkulosis (TBC)
Identitas Target Tracing (ODR/ODP/PDP/dsb)
(Tn. Y/41 Tahun/kaobulla) Memiliki keluhan batuk ± 4 minggu disertai penurunan berat badan dan
terdapat anggota keluarga riwayat pengobatan 6 bulan, tuntas pengobatan 2 minggu lalu.
Latar Belakang
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di berbagai belahan
dunia, tidak terkecuali Indonesia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia,
terjadi pada negara-negara berkembang. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling
produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa akan kehilangan
rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan sehingga berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan
rumah tangganya sekitar 20-30%. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak
buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Beberapa faktor risiko yang
mempengaruhi terhadap kejadian TB antara lain menurut:
a. Karakteristik kependudukan yang memiliki peran dalam timbulnya atau kejadian TB yaitu umur,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, status gizi, keadaan ekonomi, status imunisasi BCG,
b. Karakteristik lingkungan yang menjadi faktor risiko kejadian TB diantaranya kepadatan rumah,
pencahayaan, ventilasi, keberadaan jendela, jenis lantai rumah, kelembaban udara, adanya
sumber penularan,
c. Karakteristik perilaku mempunyai peran dalam timbulnya kejadian TB seperti kebiasaan
merokok, minum- minuman beralkohol dan begadang malam, pengetahuan tentang etika batuk,
dan kepatuhan minum obat,
d. Karakteristik penyakit yaitu Diabetes mellitus, HIV/AIDS, gizi buruk, sindrom imunodefisiensi,
e. Karakteristik kontak serumah dengan TB BTA positif.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 67/2016 tentang Penanggulangan Tuberkulosis,
skrining atau penemuan kasus merupakan salah satu strategi penanggulangan TB yang dapat
dilakukan secara aktif, pasif, intensif, dan masif. Penemuan kasus TB secara pasif-intensif
dilaksanakan di fasilitas kesehatan dengan memperkuat jejaring layanan TB melalui Public-Private
Mix (PPM) dan memperkuat kolaborasi layanan. Sedangkan penemuan kasus TB secara aktif-masif
dilakukan berbasis keluarga dan masyarakat di luar fasyankes dengan melibatkan semua potensi
masyarakat seperti kader Kesehatan, pos TB desa, tokoh masyarakat, dan pemuka agama.
Gambaran Pelaksanaan :
Melakukan tanya jawab terkait keluhan yang serupa di satu lingkungan yang sama dengan pasien
terdiagnosa TB.
Catatan/Usulan :

PENAPISAN TUBERCULOSIS

1. Tgl Kegiatan : 18 Oktober 2022


Judul Laporan kegiatan : Penapisan Tuberkulosis (TBC)
Identitas Target Tracing (ODR/ODP/PDP/dsb)
(Ny, R/38 Tahun/Tarafu) Memiliki keluhan batuk ± 4 minggu disertai penurunan berat badan dan
terdapat anggota keluarga yang sedang batuk lama .
Latar Belakang :
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di berbagai
belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat
TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok
usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB
dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan sehingga berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan
oleh masyarakat.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 67/2016 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis, skrining atau penemuan kasus merupakan salah satu strategi penanggulangan TB
yang dapat dilakukan secara aktif, pasif, intensif, dan masif. Penemuan kasus TB secara pasif-
intensif dilaksanakan di fasilitas kesehatan dengan memperkuat jejaring layanan TB melalui
PublicPrivate Mix (PPM) dan memperkuat kolaborasi layanan. Sedangkan penemuan kasus TB
secara aktif-masif dilakukan berbasis keluarga dan masyarakat di luar fasyankes dengan
melibatkan semua potensi masyarakat seperti kader Kesehatan, pos TB desa, tokoh masyarakat,
dan pemuka agama.
Kegiatan penemuan kasus TB aktif-masif berupa:
1. Investigasi kontak Dilakukan pada paling sedikit 10 - 15 orang kontak erat dengan pasien TB.
Prioritas investigasi kontak dilakukan pada orang-orang dengan risiko TB seperti anak usia < 5
tahun, orang dengan gangguan sistem imunitas, malnutrisi, lansia, wanita hamil, perokok dan
mantan penderita TB. Investigasi kontak pada pasien TB anak yang ditemukan bertujuan untuk
mencari sumber penularan.
2. Penemuan di tempat khusus Merupakan kegiatan penemuan aktif yang dilakukan di lingkungan
yang mudah terjadi penularan TB yaitu Lapas/Rutan, RS Jiwa, tempat kerja, asrama, pondok
pesantren, sekolah, panti jompo.
3. Penemuan di populasi berisiko Kegiatan penemuan aktif yang dilakukan pada tempat yang
memiliki akses terbatas ke layanan kesehatan, misalnya: tempat penampungan pengungsi,
daerah kumuh dan DTPK (Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan).
4. Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat Dilaksanakan secara rutin oleh anggota
keluarga maupun kader kesehatan yang melakukan pengawasan batuk terhadap orang yang
tinggal di lingkungannya dan menyarankan orang dengan batuk untuk memeriksakan diri ke
fasyankes terdekat.
5. Penemuan aktif berkala Dilakukan oleh FKTP Puskesmas di wilayah yang teridentifikasi sebagai
daerah kantung TB, yaitu RT yang berdasarkan kegiatan PWS (Pengawasan Wilayah Setempat)
dan analisis data TB memiliki jumlah pasien TB di >3 orang.
6. Skrining masal Kegiatan penemuan aktif yang dilaksanakan sekali setahun untuk meningkatkan
penemuan pasien TB di wilayah yang penemuan kasusnya masih sangat rendah.
Dengan dilakukannya skrining, awareness masyarakat akan meningkat dan berdampak pada
penerapan PHBS untuk mencegah transmisi TB. Selain itu, dengan diadakannya skrining aktif maka
dapat membuka mata masyarakat bahwa TB tidak hanya disebabkan oleh faktor biologis, melainkan
karena serangkaian kausal yang saling berkaitan, dan dengan demikian kerja sama lintas sektoral
dapat tercipta untuk mewujudkan Indonesia bebas TB di tahun 2050.
Gambaran Pelaksanaan :
Penapisan dengan cara penemuan aktif yang dilakukan di FKTP Puskesmas Wajo, yang setelah dilakukan
anamnesis, pemfis yang di diagnosa dengan suspect TB sehingga dilakukan pemeriksaan dahak untuk
menegakkan diagnosis dan terapi yang tepat.

Catatan/Usulan :

2. Tgl Kegiatan : 24 Agutus 2022


Judul Laporan kegiatan : Penapisan Tuberkulosis (TBC)
Identitas Target Tracing (ODR/ODP/PDP/dsb)
(Ny, M/58 Tahun/Tarafu) Memiliki keluhan batuk ± 4 minggu disertai penurunan berat badan dan
terdapat anggota keluarga yang sedang batuk lama .
Latar Belakang :
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di berbagai
belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat
TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok
usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB
dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan sehingga berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan
oleh masyarakat.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 67/2016 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis, skrining atau penemuan kasus merupakan salah satu strategi penanggulangan TB
yang dapat dilakukan secara aktif, pasif, intensif, dan masif. Penemuan kasus TB secara pasif-
intensif dilaksanakan di fasilitas kesehatan dengan memperkuat jejaring layanan TB melalui
PublicPrivate Mix (PPM) dan memperkuat kolaborasi layanan. Sedangkan penemuan kasus TB
secara aktif-masif dilakukan berbasis keluarga dan masyarakat di luar fasyankes dengan
melibatkan semua potensi masyarakat seperti kader Kesehatan, pos TB desa, tokoh masyarakat,
dan pemuka agama.
Kegiatan penemuan kasus TB aktif-masif berupa:
7. Investigasi kontak Dilakukan pada paling sedikit 10 - 15 orang kontak erat dengan pasien TB.
Prioritas investigasi kontak dilakukan pada orang-orang dengan risiko TB seperti anak usia < 5
tahun, orang dengan gangguan sistem imunitas, malnutrisi, lansia, wanita hamil, perokok dan
mantan penderita TB. Investigasi kontak pada pasien TB anak yang ditemukan bertujuan untuk
mencari sumber penularan.
8. Penemuan di tempat khusus Merupakan kegiatan penemuan aktif yang dilakukan di lingkungan
yang mudah terjadi penularan TB yaitu Lapas/Rutan, RS Jiwa, tempat kerja, asrama, pondok
pesantren, sekolah, panti jompo.
9. Penemuan di populasi berisiko Kegiatan penemuan aktif yang dilakukan pada tempat yang
memiliki akses terbatas ke layanan kesehatan, misalnya: tempat penampungan pengungsi,
daerah kumuh dan DTPK (Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan).
10. Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat Dilaksanakan secara rutin oleh anggota
keluarga maupun kader kesehatan yang melakukan pengawasan batuk terhadap orang yang
tinggal di lingkungannya dan menyarankan orang dengan batuk untuk memeriksakan diri ke
fasyankes terdekat.
11. Penemuan aktif berkala Dilakukan oleh FKTP Puskesmas di wilayah yang teridentifikasi sebagai
daerah kantung TB, yaitu RT yang berdasarkan kegiatan PWS (Pengawasan Wilayah Setempat)
dan analisis data TB memiliki jumlah pasien TB di >3 orang.
12. Skrining masal Kegiatan penemuan aktif yang dilaksanakan sekali setahun untuk meningkatkan
penemuan pasien TB di wilayah yang penemuan kasusnya masih sangat rendah.
Dengan dilakukannya skrining, awareness masyarakat akan meningkat dan berdampak pada
penerapan PHBS untuk mencegah transmisi TB. Selain itu, dengan diadakannya skrining aktif maka
dapat membuka mata masyarakat bahwa TB tidak hanya disebabkan oleh faktor biologis, melainkan
karena serangkaian kausal yang saling berkaitan, dan dengan demikian kerja sama lintas sektoral
dapat tercipta untuk mewujudkan Indonesia bebas TB di tahun 2050.

Gambaran Pelaksanaan :
Penapisan dengan cara penemuan aktif yang dilakukan di FKTP Puskesmas Wajo, yang setelah dilakukan
anamnesis, pemfis yang di diagnosa dengan suspect TB sehingga dilakukan pemeriksaan dahak untuk
menegakkan diagnosis dan terapi yang tepat.

Catatan/Usulan :
3. Tgl Kegiatan : 27 Agustus 2022
Judul Laporan kegiatan : Penapisan Tuberkulosis (TBC)
Identitas Target Tracing (ODR/ODP/PDP/dsb)
(Ny, R/62 Tahun/MeoMeo) Memiliki keluhan batuk ± 4 minggu disertai penurunan berat badan dan
terdapat anggota keluarga yang sedang batuk lama .
Latar Belakang :
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di berbagai
belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat
TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok
usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB
dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan sehingga berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan
oleh masyarakat.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 67/2016 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis, skrining atau penemuan kasus merupakan salah satu strategi penanggulangan TB
yang dapat dilakukan secara aktif, pasif, intensif, dan masif. Penemuan kasus TB secara pasif-
intensif dilaksanakan di fasilitas kesehatan dengan memperkuat jejaring layanan TB melalui
PublicPrivate Mix (PPM) dan memperkuat kolaborasi layanan. Sedangkan penemuan kasus TB
secara aktif-masif dilakukan berbasis keluarga dan masyarakat di luar fasyankes dengan
melibatkan semua potensi masyarakat seperti kader Kesehatan, pos TB desa, tokoh masyarakat,
dan pemuka agama.
Kegiatan penemuan kasus TB aktif-masif berupa:
13. Investigasi kontak Dilakukan pada paling sedikit 10 - 15 orang kontak erat dengan pasien TB.
Prioritas investigasi kontak dilakukan pada orang-orang dengan risiko TB seperti anak usia < 5
tahun, orang dengan gangguan sistem imunitas, malnutrisi, lansia, wanita hamil, perokok dan
mantan penderita TB. Investigasi kontak pada pasien TB anak yang ditemukan bertujuan untuk
mencari sumber penularan.
14. Penemuan di tempat khusus Merupakan kegiatan penemuan aktif yang dilakukan di lingkungan
yang mudah terjadi penularan TB yaitu Lapas/Rutan, RS Jiwa, tempat kerja, asrama, pondok
pesantren, sekolah, panti jompo.
15. Penemuan di populasi berisiko Kegiatan penemuan aktif yang dilakukan pada tempat yang
memiliki akses terbatas ke layanan kesehatan, misalnya: tempat penampungan pengungsi,
daerah kumuh dan DTPK (Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan).
16. Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat Dilaksanakan secara rutin oleh anggota
keluarga maupun kader kesehatan yang melakukan pengawasan batuk terhadap orang yang
tinggal di lingkungannya dan menyarankan orang dengan batuk untuk memeriksakan diri ke
fasyankes terdekat.
17. Penemuan aktif berkala Dilakukan oleh FKTP Puskesmas di wilayah yang teridentifikasi sebagai
daerah kantung TB, yaitu RT yang berdasarkan kegiatan PWS (Pengawasan Wilayah Setempat)
dan analisis data TB memiliki jumlah pasien TB di >3 orang.
18. Skrining masal Kegiatan penemuan aktif yang dilaksanakan sekali setahun untuk meningkatkan
penemuan pasien TB di wilayah yang penemuan kasusnya masih sangat rendah.
Dengan dilakukannya skrining, awareness masyarakat akan meningkat dan berdampak pada
penerapan PHBS untuk mencegah transmisi TB. Selain itu, dengan diadakannya skrining aktif maka
dapat membuka mata masyarakat bahwa TB tidak hanya disebabkan oleh faktor biologis, melainkan
karena serangkaian kausal yang saling berkaitan, dan dengan demikian kerja sama lintas sektoral
dapat tercipta untuk mewujudkan Indonesia bebas TB di tahun 2050.

Gambaran Pelaksanaan :
Penapisan dengan cara penemuan aktif yang dilakukan di FKTP Puskesmas Wajo, yang setelah dilakukan
anamnesis, pemfis yang di diagnosa dengan suspect TB sehingga dilakukan pemeriksaan dahak untuk
menegakkan diagnosis dan terapi yang tepat.
Catatan/Usulan :

4. Tgl Kegiatan : 16 Oktober 2022


Judul Laporan kegiatan : Penapisan Tuberkulosis (TBC)
Identitas Target Tracing (ODR/ODP/PDP/dsb)
(Tn M/60 Tahun/tarafu) Memiliki keluhan batuk ± 4 minggu disertai penurunan berat badan dan
terdapat anggota keluarga yang sedang batuk lama .
Latar Belakang :
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di berbagai
belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat
TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok
usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB
dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan sehingga berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan
oleh masyarakat.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 67/2016 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis, skrining atau penemuan kasus merupakan salah satu strategi penanggulangan TB
yang dapat dilakukan secara aktif, pasif, intensif, dan masif. Penemuan kasus TB secara pasif-
intensif dilaksanakan di fasilitas kesehatan dengan memperkuat jejaring layanan TB melalui
PublicPrivate Mix (PPM) dan memperkuat kolaborasi layanan. Sedangkan penemuan kasus TB
secara aktif-masif dilakukan berbasis keluarga dan masyarakat di luar fasyankes dengan
melibatkan semua potensi masyarakat seperti kader Kesehatan, pos TB desa, tokoh masyarakat,
dan pemuka agama.
Kegiatan penemuan kasus TB aktif-masif berupa:
19. Investigasi kontak Dilakukan pada paling sedikit 10 - 15 orang kontak erat dengan pasien TB.
Prioritas investigasi kontak dilakukan pada orang-orang dengan risiko TB seperti anak usia < 5
tahun, orang dengan gangguan sistem imunitas, malnutrisi, lansia, wanita hamil, perokok dan
mantan penderita TB. Investigasi kontak pada pasien TB anak yang ditemukan bertujuan untuk
mencari sumber penularan.
20. Penemuan di tempat khusus Merupakan kegiatan penemuan aktif yang dilakukan di lingkungan
yang mudah terjadi penularan TB yaitu Lapas/Rutan, RS Jiwa, tempat kerja, asrama, pondok
pesantren, sekolah, panti jompo.
21. Penemuan di populasi berisiko Kegiatan penemuan aktif yang dilakukan pada tempat yang
memiliki akses terbatas ke layanan kesehatan, misalnya: tempat penampungan pengungsi,
daerah kumuh dan DTPK (Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan).
22. Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat Dilaksanakan secara rutin oleh anggota
keluarga maupun kader kesehatan yang melakukan pengawasan batuk terhadap orang yang
tinggal di lingkungannya dan menyarankan orang dengan batuk untuk memeriksakan diri ke
fasyankes terdekat.
23. Penemuan aktif berkala Dilakukan oleh FKTP Puskesmas di wilayah yang teridentifikasi sebagai
daerah kantung TB, yaitu RT yang berdasarkan kegiatan PWS (Pengawasan Wilayah Setempat)
dan analisis data TB memiliki jumlah pasien TB di >3 orang.
24. Skrining masal Kegiatan penemuan aktif yang dilaksanakan sekali setahun untuk meningkatkan
penemuan pasien TB di wilayah yang penemuan kasusnya masih sangat rendah.
Dengan dilakukannya skrining, awareness masyarakat akan meningkat dan berdampak pada
penerapan PHBS untuk mencegah transmisi TB. Selain itu, dengan diadakannya skrining aktif maka
dapat membuka mata masyarakat bahwa TB tidak hanya disebabkan oleh faktor biologis, melainkan
karena serangkaian kausal yang saling berkaitan, dan dengan demikian kerja sama lintas sektoral
dapat tercipta untuk mewujudkan Indonesia bebas TB di tahun 2050.

Gambaran Pelaksanaan :
Penapisan dengan cara penemuan aktif yang dilakukan di FKTP Puskesmas Wajo, yang setelah dilakukan
anamnesis, pemfis yang di diagnosa dengan suspect TB sehingga dilakukan pemeriksaan dahak untuk
menegakkan diagnosis dan terapi yang tepat.
Catatan/Usulan :

5. Tgl Kegiatan : 11 Oktober 2022


Judul Laporan kegiatan : Penapisan Tuberkulosis (TBC)
Identitas Target Tracing (ODR/ODP/PDP/dsb)
(Tn. A/58 Tahun/Kaobulla ) Memiliki keluhan batuk ± 4 minggu disertai penurunan berat badan dan
terdapat anggota keluarga yang sedang batuk lama .
Latar Belakang :
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di berbagai
belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat
TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok
usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB
dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan sehingga berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan
oleh masyarakat.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 67/2016 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis, skrining atau penemuan kasus merupakan salah satu strategi penanggulangan TB
yang dapat dilakukan secara aktif, pasif, intensif, dan masif. Penemuan kasus TB secara pasif-
intensif dilaksanakan di fasilitas kesehatan dengan memperkuat jejaring layanan TB melalui
PublicPrivate Mix (PPM) dan memperkuat kolaborasi layanan. Sedangkan penemuan kasus TB
secara aktif-masif dilakukan berbasis keluarga dan masyarakat di luar fasyankes dengan
melibatkan semua potensi masyarakat seperti kader Kesehatan, pos TB desa, tokoh masyarakat,
dan pemuka agama.
Kegiatan penemuan kasus TB aktif-masif berupa:
25. Investigasi kontak Dilakukan pada paling sedikit 10 - 15 orang kontak erat dengan pasien TB.
Prioritas investigasi kontak dilakukan pada orang-orang dengan risiko TB seperti anak usia < 5
tahun, orang dengan gangguan sistem imunitas, malnutrisi, lansia, wanita hamil, perokok dan
mantan penderita TB. Investigasi kontak pada pasien TB anak yang ditemukan bertujuan untuk
mencari sumber penularan.
26. Penemuan di tempat khusus Merupakan kegiatan penemuan aktif yang dilakukan di lingkungan
yang mudah terjadi penularan TB yaitu Lapas/Rutan, RS Jiwa, tempat kerja, asrama, pondok
pesantren, sekolah, panti jompo.
27. Penemuan di populasi berisiko Kegiatan penemuan aktif yang dilakukan pada tempat yang
memiliki akses terbatas ke layanan kesehatan, misalnya: tempat penampungan pengungsi,
daerah kumuh dan DTPK (Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan).
28. Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat Dilaksanakan secara rutin oleh anggota
keluarga maupun kader kesehatan yang melakukan pengawasan batuk terhadap orang yang
tinggal di lingkungannya dan menyarankan orang dengan batuk untuk memeriksakan diri ke
fasyankes terdekat.
29. Penemuan aktif berkala Dilakukan oleh FKTP Puskesmas di wilayah yang teridentifikasi sebagai
daerah kantung TB, yaitu RT yang berdasarkan kegiatan PWS (Pengawasan Wilayah Setempat)
dan analisis data TB memiliki jumlah pasien TB di >3 orang.
30. Skrining masal Kegiatan penemuan aktif yang dilaksanakan sekali setahun untuk meningkatkan
penemuan pasien TB di wilayah yang penemuan kasusnya masih sangat rendah.
Dengan dilakukannya skrining, awareness masyarakat akan meningkat dan berdampak pada
penerapan PHBS untuk mencegah transmisi TB. Selain itu, dengan diadakannya skrining aktif maka
dapat membuka mata masyarakat bahwa TB tidak hanya disebabkan oleh faktor biologis, melainkan
karena serangkaian kausal yang saling berkaitan, dan dengan demikian kerja sama lintas sektoral
dapat tercipta untuk mewujudkan Indonesia bebas TB di tahun 2050.

Gambaran Pelaksanaan :
Penapisan dengan cara penemuan aktif yang dilakukan di FKTP Puskesmas Wajo, yang setelah dilakukan
anamnesis, pemfis yang di diagnosa dengan suspect TB sehingga dilakukan pemeriksaan dahak untuk
menegakkan diagnosis dan terapi yang tepat.

Catatan/Usulan :

PENGOBATAN TUBERCULOSIS

1. Tgl Kegiatan : 18 Oktober 2022


Judul Laporan kegiatan : Pengobatan Tuberkulosis (TBC)
Identitas Target Tracing (ODR/ODP/PDP/dsb)
(Ny. R/38 Tahun/Taraffu ) Pasien dengan TB on treatment Kategori I tahap awal
Latar Belakang :
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di berbagai
belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat
TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok
usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB
dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan sehingga berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan
oleh masyarakat. Tujuan pengobatan TB adalah :
a. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien
b. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
c. Mencegah kekambuhan TB
d. Mengurangi penularan TB kepada orang lain
e. Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat.

Pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu :


a. Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk
secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir
pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien
mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama
2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.
b. Tahap lanjutan Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada
dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya
kekambuhan. Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya obat diberikan
setiap hari.
Semua pasien harus dipantau untuk menilai respons terapinya. Pemantauan reguler
akan memfasilitasi pengobatan lengkap, identifikasi dan tata laksana reaksi obat yang tidak
diinginkan.

Gambaran Pelaksanaan :
Memberikan OAT 6 blister merah dengan dosis 3 tablet/ Hari

Catatan/Usulan

2. Tgl Kegiatan : 24 Agustus 2022


Judul Laporan kegiatan : Pengobatan Tuberkulosis (TBC)
Identitas Target Tracing (ODR/ODP/PDP/dsb)
(NY. M/58 Tahun/Taraffu) Pasien dengan TB on treatment Kategori I tahap awal
Latar Belakang :
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di berbagai
belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat
TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok
usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB
dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan sehingga berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan
oleh masyarakat. Tujuan pengobatan TB adalah :
f. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien
g. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
h. Mencegah kekambuhan TB
i. Mengurangi penularan TB kepada orang lain
j. Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat.

Pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu :


c. Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk
secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir
pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien
mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama
2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.
d. Tahap lanjutan Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada
dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya
kekambuhan. Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya obat diberikan
setiap hari.
Semua pasien harus dipantau untuk menilai respons terapinya. Pemantauan reguler
akan memfasilitasi pengobatan lengkap, identifikasi dan tata laksana reaksi obat yang tidak
diinginkan.

Gambaran Pelaksanaan :
Memberikan OAT 6 blister merah dengan dosis 3 tablet/ Hari
Catatan/Usulan
3. Tgl Kegiatan : 23 Agutus 2022
Judul Laporan kegiatan : Pengobatan Tuberkulosis (TBC)
Identitas Target Tracing (ODR/ODP/PDP/dsb)
(Ny. R/62 Tahun/Meomeo) Pasien dengan TB on treatment Kategori I tahap awal
Latar Belakang :
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di berbagai
belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat
TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok
usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB
dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan sehingga berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan
oleh masyarakat. Tujuan pengobatan TB adalah :
k. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien
l. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
m. Mencegah kekambuhan TB
n. Mengurangi penularan TB kepada orang lain
o. Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat.

Pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu :


e. Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk
secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir
pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien
mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama
2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.
f. Tahap lanjutan Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada
dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya
kekambuhan. Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya obat diberikan
setiap hari.
Semua pasien harus dipantau untuk menilai respons terapinya. Pemantauan reguler
akan memfasilitasi pengobatan lengkap, identifikasi dan tata laksana reaksi obat yang tidak
diinginkan.

Gambaran Pelaksanaan :
Memberikan OAT 6 blister merah dengan dosis 3 tablet/ Hari

Catatan/Usulan

4. Tgl Kegiatan : 16 Oktober 2022


Judul Laporan kegiatan : Pengobatan Tuberkulosis (TBC)
Identitas Target Tracing (ODR/ODP/PDP/dsb)
(Tn. M/60 Tahun/Taraffu) Pasien dengan TB on treatment Kategori I tahap awal
Latar Belakang :
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di berbagai
belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat
TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok
usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB
dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan sehingga berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan
oleh masyarakat. Tujuan pengobatan TB adalah :
p. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien
q. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
r. Mencegah kekambuhan TB
s. Mengurangi penularan TB kepada orang lain
t. Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat.

Pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu :


g. Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk
secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir
pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien
mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama
2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.
h. Tahap lanjutan Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada
dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya
kekambuhan. Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya obat diberikan
setiap hari.
Semua pasien harus dipantau untuk menilai respons terapinya. Pemantauan reguler
akan memfasilitasi pengobatan lengkap, identifikasi dan tata laksana reaksi obat yang tidak
diinginkan.

Gambaran Pelaksanaan :
Memberikan OAT 6 blister merah dengan dosis 3 tablet/ Hari

Catatan/Usulan

5. Tgl Kegiatan : 11 Oktober 2022


Judul Laporan kegiatan : Pengobatan Tuberkulosis (TBC)
Identitas Target Tracing (ODR/ODP/PDP/dsb)
(Tn. A/58 Tahun/Kaobulla) Pasien dengan TB on treatment Kategori I tahap awal
Latar Belakang :
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di berbagai
belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat
TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok
usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB
dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan sehingga berakibat pada
kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Selain merugikan secara
ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan
oleh masyarakat. Tujuan pengobatan TB adalah :
u. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien
v. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
w. Mencegah kekambuhan TB
x. Mengurangi penularan TB kepada orang lain
y. Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat.

Pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu :


i. Tahap awal
Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan untuk
secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir
pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien
mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama
2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya
penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.
j. Tahap lanjutan Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada
dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya
kekambuhan. Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya obat diberikan
setiap hari.
Semua pasien harus dipantau untuk menilai respons terapinya. Pemantauan reguler
akan memfasilitasi pengobatan lengkap, identifikasi dan tata laksana reaksi obat yang tidak
diinginkan.

Gambaran Pelaksanaan :
Memberikan OAT 6 blister merah dengan dosis 3 tablet/ Hari
Catatan/Usulan
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN UKM

PROMOSI KESEHATAN ( PEMBERDAYAAN MASAYARAKAT, ADVOKASI,

KEMITRAAN,PENULUHAN)
Disusun Oleh:

dr. Wa Ode Tati Kurnia Amaruddin

Telah disetujui oleh Pendamping Laporan UKM

Program Internsip Dokter Indonesia

Baubau, 15 Mei 2023

Pendamping Internsip Pimpinan Wahana

dr. Isna Mustika, S.Ked Ratna Kurniati, S.KM


NIP. 19911230 202012 2 010 NIP. 19820820 201001 031

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN UKM

KESEHATAN LINGKUNGAN

Disusun Oleh:
dr. Wa Ode Tati Kurnia Amaruddin

Telah disetujui oleh Pendamping Laporan UKM

Program Internsip Dokter Indonesia

Baubau, 15 Mei 2023

Pendamping Internsip Pimpinan Wahana

dr. Isna Mustika, S.Ked Ratna Kurniati, S.KM


NIP. 19911230 202012 2 010 NIP. 19820820 201001 031

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN UKM

KESEHATAN KELUARGA ( ANC K1-K3,KB SUNTIK, KB IMPLAN,PASANG

IUD,IMD DAN ASI ESKLUSIF, KB PIL)


Disusun Oleh:

dr. Wa Ode Tati Kurnia Amaruddin

Telah disetujui oleh Pendamping Laporan UKM

Program Internsip Dokter Indonesia

Baubau, 15 Mei 2023

Pendamping Internsip Pimpinan Wahana

dr. Isna Mustika, S.Ked Ratna Kurniati, S.KM


NIP. 19911230 202012 2 010 NIP. 19820820 201001 031

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN UKM

PELAYANAN GIZI (MONITORING BAYI/ANAK, DETEKSI STUNTING,

SUPLEMENTASI GIZI)

Disusun Oleh:
dr. Wa Ode Tati Kurnia Amaruddin

Telah disetujui oleh Pendamping Laporan UKM

Program Internsip Dokter Indonesia

Baubau, 15 Mei 2023

Pendamping Internsip Pimpinan Wahana

dr. Isna Mustika, S.Ked Ratna Kurniati, S.KM


NIP. 19911230 202012 2 010 NIP. 19820820 201001 031

HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN UKM

PELAYANAN P2P (VAKSINASI DASAR/ BIAS, VAKSINASI COVID-19, TRACING

PENYAKIT MENULAR, PENAPISAN TB, PENGOBATAN TB)

Disusun Oleh:
dr. Wa Ode Tati Kurnia Amaruddin

Telah disetujui oleh Pendamping Laporan UKM

Program Internsip Dokter Indonesia

Baubau, 15 Mei 2023

Pendamping Internsip Pimpinan Wahana

dr. Isna Mustika, S.Ked Ratna Kurniati, S.KM


NIP. 19911230 202012 2 010 NIP. 19820820 201001 031

Anda mungkin juga menyukai