Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT

UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN

PENYULUHAN PENYAKIT KECACINGAN KEPADA


DOKTER KECIL TINGKAT SD DI SELURUH
KECAMATAN AMBARAWA

Pendamping
dr. Dwi Retno Sestiningtyas
Disusun oleh
dr. Aulia Eksissi

DINAS KESEHATAN KABUPATEN SEMARANG


UPTD PUSKESMAS AMBARAWA
KABUPATEN SEMARANG
2016

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT


UPAYA KESEHATAN LINGKUNGAN

PENYULUHAN PENYAKIT KECACINGAN KEPADA


DOKTER KECIL TINGKAT SD DI SELURUH
KECAMATAN AMBARAWA

Disusun oleh
dr. Aulia Eksissi

Telah disahkan pada


Tanggal,

November 2016

Mengetahui dan Mengesahkan

Pendamping

dr. Dwi Retno S.


NIP. 197403132006042017

BAB I
PENDAHULUAN
I.

Latar Belakang
Penyakit kecacingan erat hubungannya dengan kebiasaan hidup sehari-hari.
Penyakit kecacingan biasanya tidak menyebabkan penyakit yang berat dan angka
kematian tidak terlalu tinggi namun dalam keadaan kronis pada anak dapat
menyebabkan kekurangan gizi yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan pada
akhirnya akan menimbulkan gangguan pada tumbuh kembang anak. Khusus pada
anak usia sekolah, keadaan ini akan mengakibatkan kemampuan mereka dalam
mengikuti pelajaran akan menjadi berkurang (Safar, 2010).
World Health Organization (WHO)tahun 2012 memperkirakan lebih dari 1,5
miliar orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi dengan cacing yang ditularkan
melalui tanah. Lebih dari 270 juta anak usia prasekolah dan lebih dari 600 juta anak
usia sekolah tinggal di daerah di mana parasit ini ditularkan secara intensif dan
membutuhkan pengobatan serta tindakan pencegahan.
Di Indonesia penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tinggi
prevalensinya yaitu 60% - 80%. Hal ini terjadi dikarenakan Indonesia berada dalam
posisi geografis yang temperatur dan kelembaban yang sesuai untuk tempat hidup dan
berkembang biaknya cacing. Pengaruh lingkungan global dan semakin meningkatnya
komunitas manusia serta kesadaran untuk menciptakan perilaku higiene dan sanitasi
yang semakin menurun merupakan faktor yang mempunyai andil yang besar terhadap
penularan parasit ini. Penyakit infeksi kecacingan juga merupakan masalah kesehatan
masyarakat terbanyak setelah malnutrisi (Kep-Menkes, 2006).
Oleh karena hal tersebut, penulis mengangkat tema terkait Penyakit
Kecacingan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai
Penyakit Kecacingan, sehingga akan merubah perilaku masyarakat terkait hal ini akan
berdampak menurunkan angka kejadian penyakit yang berkaitan dengan penyakit
kecacingan.

BAB II

BENTUK KEGIATAN

I.

PERMASALAHAN
1. Keluarga
a. Kurangnya pengetahuan tentang Penyakit Kecacingan pada anak dan
peran penting mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi yang serius
pada penderita kecacingan pada anak.
b. Kesadaran yang kurang dari orang tua penderita untuk memberikan obat
anti kecacingan minimal 6 bulan sekali.
c. Kurangnya perhatian keluarga terhadap masalah-masalah kesehatan yang
mungkin dimiliki anak
2. Masyarakat
a. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap faktor risiko kecacingan
pada anak dan cara tatalaksana awal serta mengenali gejala bahaya
kecacingan pada anak.
3. Kader Kesehatan
a. Penanganan awal yang tepat masih perlu disosialisasikan kepada setiap
kader posyandu. Pengenalan gejala penyakit kecacingan seperti diare dan
nyeri perut hingga gangguan tumbuh kembang pada anak dan motivasi
yang kuat kepada keluarga penderita untuk membawa ke pelayanan
kesehatan perlu ditingkatkan.

II.

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


Kegiatan penyuluhan Penyakit kecacingan pada anak di SMP Islam Sudirman
Ambarawa dilakukan

bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan kepada

siswa terkait penyakit kecacingan dan pencegahannya.

PERMASALAHAN

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN


INTERVENSI

Keluarga
Kurangnya pengetahuan tentang

Penyuluhan

Penyakit Kecacingan pada anak

kecacingan pada anak. Terkait dengan

dan peran penting mencegah

beberapa hal diantaranya pengenalan

kemungkinan terjadinya

gejala, tatalaksana awal dan pencegahan

komplikasi yang serius pada

komplikasi apabila telah terkena serta

penderita kecacingan pada anak.


Kesadaran yang kurang dari

pola hidup bersih dan sehat pada anak.

tentang

penyakit

orang tua penderita untuk


memberikan obat anti
kecacingan minimal 6 bulan
sekali.
Kurangnya perhatian keluarga Melakukan penjaringan kesehatan dasar
terhadap

masalah-masalah yang meliputi status gizi, BB, TB dan

kesehatan

yang

dimiliki anak
Masyarakat
Kurangnya

mungkin pengobatan bayi dan balita

pengetahuan Penyuluhan

masyarakat

terhadap

tentang

penyakit

faktor kecacingan pada masyarakat

risiko kecacingan pada anak dan


cara

tatalaksana

mengenali

awal

gejala

serta
bahaya

kecacingan pada anak


Kader
Penanganan awal yang tepat Memotivasi peserta posyandu untuk
masih

perlu

disosialisasikan rajin datang tiap bulannya serta bekerja

kepada setiap kader posyandu. sama dengan tenaga kesehatan lainnya


Pengenalan

gejala

penyakit untuk memberikan informasi tentang

kecacingan seperti diare dan penyakit kecacingan.


nyeri perut pada anak dan
motivasi
keluarga
membawa

yang

kuat

kepada

penderita

untuk

ke

pelayanan

kesehatan perlu ditingkatkan

BAB III
PELAKSANAAN
A. Sasaran

Sasaran pada penyuluhan ini adalah perwakilan dokter kecil tingkat SD di


seluruh kecamatan Ambarawa.
B.
1.
2.
3.

Pelaksanaan
Tanggal : Selasa, 27 September 2016
Waktu : 09.00 WIB selesai
Tempat : Gedung Pertemuan Puskesmas Ambarawa
4. Peserta
: 35 orang
5. Kegiatan :Penyuluhan
mengenai

Pencegahan

Penyakit

Kecacingan dan Gerakan Cuci Tangan Pakai Sabun


6. Metode : Ceramah dan Diskusi dua arah
7. Hasil
:
Antusias yang tinggi ditunjukan dengan adanya
umpan balik berupa diskusi dua arah pada saat sesi tanya jawab.
C. Tahap Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan penyuluhan ini dimulai dari proses registrasi peserta penyuluhan.
Kemudian dibuka oleh MC dan dilanjutkan penyampaian materi penyakit kecacingan
dan penyuluhan terkait gerakan cuci tangan pakai sabun. Acara dilanjutkan dengan
sesi diskusi tanya jawab. Adapun rangkuman dari sesi tanya jawab terkait materi
kecacingan dan gerakan cuci tangan pakai sabun :

1. Dok, apakah penyakit kecacingan bisa menyebabkan penurunan prestasi


saat di sekolah?
Ya, karena setiap anak yang menderita penyakit kecacingan bisa menimbulkan
rasa tidak nyaman di perut sehingga bisa mengganggu konsentrasi saat proses
belajar dan penyerapan nutrisi untuk otak tidak dapat diserap secara maksimal.
Bahkan penyakit kecacingan bisa mengganggu pertumbuhan anak.
2. Dok, apakah dengan cuci tangan tanpa menggunakan sabun dapat
mencegah kecacingan?
Tujuan mencuci tangan menggunakan sabun adalah untuk menghilangkan
kuman termasuk cacing di tangan sehingga mampu mencegah penyakit.

Sehingga akan lebih efektif bila mencuci tangan menggunakan sabun untuk
mencegah kecacingan.
3. Dok, Bagaimanakah langkah mencuci tangan yang benar?
Jawab :
Basahi tangan dengan air mengalir, pakai lah sabun. Gosok gosokan sabun di
telapak tangan hinga merata. Cuci lah semua bagian tangan, telapak tangan,
punggung tangan, sela sela jari, kuku, hingga pergelangan. Lakukan pada
kedua tangan. Bilas dengan air mengalir hingga bersih. Lap dengan lap
kering/tisu.
4. Dok, apakah setiap anak yang makannya banyak tetapi tetap kurus bisa
dikatakan cacingan?
Jawab:
Ya, karena bila seseorang terkena penyakit kecacingan, penyerapan nutrisi
yang didapatkan dari asupan makanannya terhambat, sehingga bisa
menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan, bahkan sampai gizi
buruk.

BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI
1. Monitoring
- Monitoring dilakukan dengan memantau angka kejadian kasus penyakit yang
terkait dengan penyakit kecacingan, seperti diare, nyeri perut, gangguan
pertumbuhan anak.
2. Evaluasi
- Kebiasaan mencuci tangan di masyarakat khususnya pada siswa SD di seluruh
-

kecamatan Ambarawa
Penurunan angka kesakitan yang terkait kecacingan seperti diare, nyeri perut, gizi

buruk dan gangguan pertumbuhan anak.


Peningkatan jumlah orang tua yang sadar akan pemberian obat anti cacing setiap 6
bulan sekali.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

I.

Kesimpulan
Kegiatan Usaha Kesehatan Masyarakat (UKM) terutama kaitannya dengan
kesehatan lingkungan, hal ini terkait dengan pengetahuan masyarakat tentang
kesehatan masih cukup rendah. Proses peningkatan pengetahuan tentang Pencegahan
Penyakit Kecacingan pada Anak yang telah dilaksanakan dengan menggunakan
metode penyuluhan diharapkan mampu memberikan sumbangan positif dalam
memperbaiki perilaku masyarakat khususnya anak-anak dalam menanggapi penyakit
kecacingan salah satunya dengan cuci tangan menggunakan sabun.

II.

Saran
a. Perlu dilakukan penyuluhan pada semua kalangan, baik siswa SD, SMP, SMA,
maupun masyarakat umum terkait pencegahan penyakit kecacingan.
b. Perlu adanya pemantauan dari kader terkait jumlah masyarakat yang mempunyai
gejala penyakit kecacingan seperti diare, nyeri perut, gangguan tumbuh kembang
pada anak, maupun gizi buruk.
c. Perlu adanya sponsor utama dari pemerintah maupun swasta yang bersedia
menyediakan obat anti kecacingan gratis untuk anak-anak yang sedang dalam masa
pertumbuhan.

BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA
A.

PENGERTIAN
Ascaris lumbricoides merupakan cacing bulat besar yang biasanya bersarang dalam
usus halus. Adanya cacing didalam usus penderita akan mengadakan gangguan keseimbangan
fisiologi yang normal dalam usus, mengadakan iritasi setempat sehingga mengganggu
gerakan peristaltik dan penyerapan makanan. Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit
yaitu tersebar diseluruh dunia, lebih banyak di temukan di daerah beriklim panas dan lembab.
Di beberapa daerah tropik derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk. Pada
umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak berusia 5 10 tahun sebagai host
(penjamu) yang juga menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi (Haryanti, E, 1993).
Cacing dapat mempertahankan posisinya didalam usus halus karena aktivitas otot-otot
ini. Jika otot-otot somatik di lumpuhkan dengan obat-obat antelmintik, cacing akan
dikeluarkan dengan pergerakan peristaltik normal. Tantular, K (1980) yang dikutip oleh
Moersintowarti. (1992) mengemukakan bahwa 20 ekor cacing Ascaris lumbricoides dewasa
didalam usus manusia mampu mengkonsumsi hidrat arang sebanyak 2,8 gram dan 0,7 gram
protein setiap hari.Dari hal tersebut dapat diperkirakan besarnya kerugian yang disebabkan
oleh infestasi cacing dalam jumlah yang cukup banyak sehingga menimbulkan keadaan
kurang gizi (malnutrisi).

B.

ETIOLOGI
a.

Umur

Umur balita terendah 1 tahun, tertinggi 4 tahun dengan rata-rata 2,76. Frekuensi terbanyak
pada umur 3 tahun yaitu senbanyak 49,1%.
b.

Jenis Kelamin

Distribusi anak menurut jenis kelamin hampir berimbang walaupun lebih banyak anak lakilaki dari pada perempuan.
c.

Kebiasaan Mencuci Tangan

Mencuci tangan adalah aktifitas yang dilakukan sebelum makan, setelah bermain dan setelah
BAB, berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak hanya 3,7% yang terbiasa melakukan
kebiasaan mencucitangan.
d.

Kebiasaan Memakai Alas Kaki

Kebiasaaan memakai alas kaki adalah kebiasaan anak memakai sandal atau sepatu setiap
bermain didalam dan diluar rumah. berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak hanya 1,9%
yang terbiasa memakai alas kaki.
e.

Kebersihan Kuku Kebersihan kuku aktifitas yangdilakukan dengan memangkas dan

memotong kuku satu minggu sekali dan membersihkan sela-sela kuku setiap mencuci tangan.
Berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak sebanyak 88,9% memiliki kuku kotor.
f.

Kebiasaan Bermain ditanah

Bermain ditanah adalah aktifitas fisik yang mengakibatkan tangan, kuku, kaki dan kulit
kontak langsungdengan tanah,berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak sebanyak 98,1%
terbiasa bermain ditanah.
g.

Kepemilikkan Jamban

Kepemilikkan jamban tempat untuk BAB bagi keluarga yangmerupakan milik keluarga yang
memenuhi syarat kesehatan, berdasarkan hasil penelitian dari 54 keluarga sebanyak 94,4%
memiliki jamban.
h.

Lantai Rumah

Lantai rumah mencakup bahan yang digunakan sebagai lantai rumah yang terbuat dari bahan
yang kedap air. Berdasarkan hasil penelitian dari 54 anak sebanyak 87% yang lantai
rumahnya kedap air.
i.

Ketersediaan Air Bersih Mencakup kecukupan air yangmemenuhi syarat air bersih

yaitu tidak berbau,berasa, dan tidak berwarnauntuk kebutuhan hidup sehari-hari Berdasarkan
hasil penelitian dari 54 anak 100% mempunyai ketersediaan air bersih.
C.

PATOFISIOLOGI
Manusia merupakan satu-satunya hospes definitif Ascaris lumbricoides, jika tertelan
telur yang infektif, maka didalam usus halus bagian atas telur akan pecah dan melepaskan
larva infektif dan menembus dinding usus masuk kedalam vena porta hati yang kemudian
bersama dengan aliran darah menuju jantung kanan dan selanjutnya melalui arteri pulmonalis
ke paru-paru dengan masa migrasi berlangsung selama sekitar 15 hari.
Dalam paru-paru larva tumbuh dan berganti kulit sebanyak 2 kali,kemudian keluar
dari kapiler, masuk ke alveolus dan seterusnya larva masuk sampai ke bronkus, trakhea,
laring dan kemudian ke faring, berpindah ke osepagus dan tertelan melalui saliva atau
merayap melalui epiglottis masuk kedalam traktus digestivus. Terakhir larva sampai kedalam
usus halus bagian atas, larva berganti kulit lagi menjadi cacing dewasa. Umur cacing dewasa
kira-kira satu tahun, dan kemudian keluar secara spontan.

Siklus hidup cacing ascaris mempunyai masa yang cukup panjang, dua bulan sejak
infeksi pertama terjadi, seekor cacing betina mulai mampu mengeluarkan 200.000 250.000
butir telur setiap harinya, waktu yang diperlukan adalah 3 4 minggu untuk tumbuh menjadi
bentuk infektif.
MenurutMenurut penelitian stadium ini merupakan stadium larva, dimana telur
tersebut keluar bersama tinja manusia dan diluar akan mengalami perubahan dari stadium
larva I sampai stadium III yang bersifat infektif. Telur-telur ini tahan terhadap berbagai
desinfektan dan dapat tetap hidupbertahun-tahun di tempat yang lembab. Didaerah
hiperendemik, anak-anak terkena infeksi secara terus-menerus sehingga jika beberapa cacing
keluar, yanglain menjadi dewasa dan menggantikannya. Jumlah telur ascaris yang cukup
besar dan dapat hidup selama beberapa tahun maka larvanya dapat tersebar dimana- mana,
menyebar melalui tanah, air, ataupun melalui binatang. Maka bila makanan atau minuman
yang mengandung telur ascaris infektif masuk kedalam tubuh maka siklus hidup cacing akan
berlanjut sehingga larva itu berubah menjadi cacing. Jadi larva cacing ascaris hanya dapat
menginfeksi tubuh melalui makanan yang tidak dimasak ataupun melalui kontak langsung
dengan kulit.
D.

CARA PENCEGAHAN
1)

Berikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menggunakan fasilitas jamban yang

memenuhi syarat kesehatan.


2)

Sediakan fasilitas yang cukup memadai untuk pembuangan kotoran yang layak dan

cegah kontaminasi tanah pada daerah yang berdekatan langsung dengan rumah, terutama di
tempat anak bermain.
3)

Di daerah pedesaan, buatlah jamban umum yang konstruksinya sedemikian rupa

sehingga dapat mencegah penyebaran telur Ascaris melalui aliran air, angin, dan lain-lain.
Kompos yang dibuat dari kotoran manusia untuk digunakan sebagai pupuk kemungkinan
tidak membunuh semua telur.
4)

Dorong kebiasaan berperilaku higienis pada anak-anak, misalnya ajarkan mereka untuk

mencuci tangan sebelum makan dan menjamah makanan.


5)

Di daerah endemis, jaga agar makanan selalu ditutup supaya tidak terkena debu dan

kotoran. Makanan yang telah jatuh ke lantai jangan dimakan kecuali telah dicuci atau
dipanaskan.
Meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui penyuluhan kesehatan untuk mencegah
terjadinya pencemaran/kontaminasi tinja terhadap tanah, air, makanan dan pakan ternak

dengan cara mencegah penggunaan air limbah untuk irigasi; anjurkan untuk memasak daging
sapi atau daging babi secara sempurna.
Lakukan diagnosa dini dan pengobatan terhadap penderita. Lakukan kewaspadaan enterik
pada institusi dimana penghuninya diketahui ada menderita infeksi T. solium untuk mencegah
terjadinya cysticercosis.Telur Taenia solium sudah infektif segera setelah keluar melalui tinja
penderita dan dapat menyebabkan penyakit yang berat pada manusia. Perlu dilakukan
tindakan tepat untuk mencegah reinfeksi dan untuk mencegah penularan kepada kontak.
Daging sapi atau daging babi yang dibekukan pada suhu di bawah minus 5 oC (23oF) selama
lebih dari 4 hari dapat membunuh cysticerci. Radiasi dengan kekuatan 1 kGy sangat efektif.
Pengawasan terhadap bangkai sapi atau bangkai babi hanya dapat mendeteksi sebagian dari
bangkai yang terinfeksi; untuk dapat mencegah penularan harus dilakukan tindakan secara
tegas untuk Membuang bangkai tersebut dengan cara yang aman, melakukan iradiasi atau
memproses daging tersebut untuk dijadikan produk yang masak.
Jauhkan ternak babi kontak dengan jamban dan kotoran manusia.
E.

TANDA DAN GEJALA


Lesu, tidak bergairah, konsentrasi belajar kurang, pucat, rentan terhadap penyakit,,
prestasi kerja menurun, dan anemia merupakan manifestasi klinis yang sering terjadi. Di
samping itu juga terdapat eosinofilia (Menteri Kesehatan, 2006)

F. PEMERIKSAAN FISIK DAN DIAGNOSTIK


Gejala cacingan sering dikacaukan dengan penyakit-penyakit lain. Pada permulaan
mungkin ada batuk-batuk dan eosinofilia. Anak yang menderita cacingan biasanya lesu, tidak
bergairah dan kurang konsentrasi belajar.
Pada anak-anak yang menderita Ascariasis lumbricoides perutnya tampak buncit,
perut sering sakit, diare, dan nafsu makan kurang. Biasanya anak masih dapat beraktivitas
walau sudah mengalami penuruanan kemampuan belajar dan produktivitas. Pemeriksaan tinja
sangat diperlukan untuk ketepatan diagnosis yaitu dengan menemukan telur-telur cacing di
dalam tinja tersebut. Jumlah telur juga dapat dipakai sebagai pedoman untuk menentukan
beratnya infeksi (Menteri Kesehatan, 2006)

G.

TERAPI MEDIS

1.

Pada anak dengan infeksi berat garam piperazin (sitrat, adipat, atau fosfat) diberikan

secara oral dengan dosis per hari 50-75 mg/kg selama 2 hari. Dosis tunggal lebih efektif dari
pada regimen 2, dalam mengurangi beban cacing pada anak yang terinfeksi. Karera piperazin
menyebabkan paralisis neuromuskuler parasit dan pengeluaran cacing relatif cepat , maka
obat ini adalah obat plihan untuk obstruksi usus atau saluran empedu (Berhman, 1999).
2.

Obat ascariasis usus tanpa komplikasi dapat digunakan albendazole (400 mg P.O. sekali

untuk segala usia), mabendazole (10 mg P.O. untuk 3 hari atau 500 mg P.O. sekali untuk
segala usia).

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2014
Depkes RI. Pusat Data dan Informasi Perilaku Mencuci Tangan Pakai Sabun. 2014.
Depkes RI. Riskesdas 2010. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2010
Depkes RI. Riskesdas 2013. Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2013
Puskesmas Ambarawa. Profil Kesehatan Puskesmas Ambarawa 2014.
Depkes RI. 2011. Cuci Tangan Pakai Sabun Dapat Mencegah Berbagai Penyakit.

Diunduh dari www. depkes.go.id


7. Herlina. 2011. Perilaku Hidup Bersih untuk Mencegah Diare. Diunduh dari
http://www.depkes/promosi_kesehatan.go.id

Anda mungkin juga menyukai