Anda di halaman 1dari 4

Dalam model transfernya, Frank Jefkins (1988) menyatakan bahwa inti dari praktik Public

Relations dapat diterapkan pada empat situasi negatif menjadi empat situasi positif:

1. Hostility
Dalam praktik Public Relations, "hostility" dapat diartikan sebagai perasaan
bermusuhan atau ketidaksetujuan yang kuat terhadap perusahaan atau organisasi
tertentu dari sebagian atau seluruh stakeholder yang terlibat. Hostility dapat muncul
karena berbagai faktor, seperti ketidakpuasan terhadap produk atau layanan yang
disediakan, kebijakan yang diambil oleh perusahaan yang dirasa merugikan
stakeholder, atau peristiwa negatif seperti kecelakaan atau skandal yang melibatkan
perusahaan. Mengatasi hostility merupakan tantangan penting dalam praktik public
relations, karena dapat mempengaruhi citra dan reputasi perusahaan serta
memengaruhi hubungan dengan stakeholder yang terlibat. Untuk mengatasi rasa
bermusuhan atau hostility ini, public relation dapat menggunakan berbagai strategi,
seperti:
 Memahami perspektif dan kepentingan stakeholder yang terlibat dalam situasi
tersebut, dan mencoba mengatasi masalah yang menyebabkan rasa
bermusuhan.
 Sebagai seorang PR harus menggunakan komunikasi yang efektif dan jelas
untuk mengatasi perasaan bermusuhan dan menunjukkan niat baik untuk
memperbaiki hubungan dengan stakeholder.
 Mengambil tindakan yang diperlukan untuk mengatasi masalah yang
menyebabkan hostility. Hal ini dapat meliputi perbaikan produk atau layanan,
perubahan kebijakan, atau tanggapan atas peristiwa negatif yang melibatkan
perusahaan.
 Membangun hubungan yang positif dan harmonis dengan semua stakeholder,
termasuk mereka yang memiliki rasa bermusuhan. Hal ini dapat dilakukan
melalui program komunikasi dan program tanggung jawab sosial perusahaan
yang menunjukkan niat baik perusahaan untuk berkontribusi pada masyarakat
dan lingkungan sekitar.

Contoh Kasus: PT Coca Cola Indonesia:


Pada tahun 2004, PT Coca-Cola Indonesia mengalami kasus perusahaan yang
melanggar hak asasi manusia, di mana seorang buruh di pabrik Coca-Cola Indonesia
di Bandung meninggal akibat kelelahan kerja dan kelalaian perusahaan. Kasus ini
memicu protes dan aksi boikot Coca-Cola di Indonesia.

2. Prejudice
Prejudice dalam Public Relations mengacu pada sikap prasangka atau
diskriminasi terhadap individu atau kelompok tertentu, baik itu berdasarkan latar
belakang agama, suku, gender, ras, orientasi seksual, atau faktor lainnya. Prejudice
dapat memengaruhi cara perusahaan berkomunikasi dengan masyarakat dan
mempengaruhi citra perusahaan secara negatif. Sebagai praktisi Public Relations,
penting untuk memperhatikan dan mengatasi sikap prasangka atau diskriminasi dalam
hubungan dengan publik agar tercipta hubungan yang baik dan saling menguntungkan
bagi semua pihak.
Contoh Kasus: Kasus diskriminasi gender:
Diskriminasi gender masih menjadi masalah yang sering terjadi dalam praktik
Public Relations di Indonesia, terutama dalam hal kesempatan kerja dan kenaikan
pangkat. Beberapa perusahaan diketahui memiliki kebijakan yang tidak adil terhadap
karyawan perempuan, seperti pembatasan dalam pengambilan cuti hamil dan
persyaratan fisik yang diskriminatif untuk posisi tertentu.
3. Apathy
Apathy dalam Public Relations merujuk pada ketidakpedulian atau keengganan
masyarakat untuk terlibat atau memperhatikan suatu isu atau kampanye yang diusung
oleh perusahaan atau organisasi. Ketidakpedulian dapat terjadi karena kurangnya
pemahaman atau kepentingan individu terhadap isu atau kampanye tersebut. Ketika
masyarakat apatis, upaya perusahaan untuk membangun hubungan yang baik dengan
publik menjadi lebih sulit karena sulit untuk menarik perhatian dan dukungan dari
masyarakat. Sebagai public relations, penting untuk memahami alasan mengapa
masyarakat bisa menjadi apatis terhadap isu atau kampanye tertentu dan menemukan
cara untuk membangkitkan minat dan partisipasi mereka. Hal ini dapat dilakukan
dengan mengkomunikasikan pesan yang menarik, relevan, dan informatif, serta
melibatkan masyarakat dalam kampanye atau program yang dijalankan oleh
perusahaan atau organisasi. Melalui upaya ini, perusahaan dapat membangun
dukungan dan kepercayaan masyarakat, serta meningkatkan citra perusahaan secara
positif.
Contoh kasus: Isu Lingkungan:
Isu lingkungan seperti perubahan iklim atau kelestarian hutan juga sering
mengalami apathy dari masyarakat karena banyak orang yang merasa tidak memiliki
pengaruh dalam mengubah situasi lingkungan yang buruk. Hal ini dapat menyulitkan
praktisi Public Relations yang berusaha untuk membangun kesadaran dan dukungan
masyarakat terhadap isu lingkungan yang penting. Untuk mengatasi apathy dalam
praktik Public Relations di Indonesia, perusahaan perlu berupaya untuk
menyampaikan pesan yang menarik, relevan, dan informatif, serta melibatkan
masyarakat dalam program atau kampanye yang dijalankan. Selain itu, perusahaan
juga perlu memahami alasan di balik ketidakpedulian masyarakat terhadap suatu isu
atau kampanye tertentu dan berusaha untuk mengatasi hambatan tersebut dengan cara
yang tepat.
4. Ignorance
Ignorance dalam praktik Public Relations merujuk pada kurangnya pengetahuan
atau pemahaman masyarakat tentang suatu isu atau topik tertentu. Ketika masyarakat
tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang suatu isu atau topik, mereka
cenderung tidak tertarik atau apatis terhadap isu tersebut. Ignorance dapat menjadi
tantangan bagi praktisi Public Relations dalam mempromosikan produk atau layanan,
mengadvokasi isu tertentu, atau membangun dukungan masyarakat untuk suatu
program atau kampanye. Oleh karena itu, praktisi Public Relations perlu mengambil
langkah-langkah untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang
suatu isu atau topik tertentu.
Contoh kasus: Penggunaan teknologi ramah lingkungan
Meskipun penggunaan teknologi ramah lingkungan seperti kendaraan listrik dan
energi terbarukan semakin populer di seluruh dunia, masih banyak orang di Indonesia
yang tidak memahami manfaatnya dan kurang percaya diri untuk menggunakan
teknologi ini. Hal ini dapat menghambat upaya perusahaan dalam mempromosikan
teknologi ramah lingkungan dan membangun dukungan masyarakat untuk
penggunaan teknologi ini. Untuk mengatasi Ignorance dalam praktik Public Relations
di Indonesia, perusahaan perlu mengedukasi masyarakat tentang manfaat produk,
layanan, atau program yang dijalankan. Hal ini dapat dilakukan melalui kampanye
pemasaran yang informatif, pembentukan kemitraan dengan lembaga pendidikan dan
media, serta penyediaan informasi yang mudah diakses dan mudah dipahami oleh
masyarakat.
Daftar Pustaka:
Abdullahi, T. A. (2019). Assessing The Application Of Public Relations Techniques In
Managing The 2008 Nigerian Stock Exchange Crisis. International Journal of
Communication, 121-126.
Denise, D. L., & Fred, F. (2003). Journalists' hostility toward public relations: An historical
analysis. Jurnal Public Relations, 99-124.
Febianti, F. (2020). Peran Public Relations Dalam Komunikasi Organisasi Di Perpustakaan.
Jurnal Kajian Kepustakawanan Volume 2, Nomor 1, 79-94.
Hutagalung, I. (2008). Peranan Public Relations Sebagai Salah Satu Teknik Komunikasi
Dalam Kegiatan Marketing Public Relations. Jurnal Forum Ilmiah Indonesia, 124-
130.
Sitepu, E. S., & Faulina. (2011). Proffesional Public Relation. Medan: Art Design, Publishing
& Printing.

Anda mungkin juga menyukai