Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENGERTIAN HAJI

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Tafsir A. Ahkam

Dosen Pengampu: Najih Cholil, MH. Lc. MA

Disusun oleh :

Ega Mulyani (21.02.4017)

Moh. Yusuf Adrian Rachman (21.02.4021)

JURUSAN SYARI’AH

PRODI HUKUM EONOMI SYARI’AH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) BREBES


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Semua kaum muslimin, terutama para ulama`nya, telah sepakat bahwa rukun Islam
kelima adalah haji. Ibadah haji baru disyari`atkan pada tahun keenam hijriyah menurut
pendapat jumhur ulama`,1 dandiwajibkan hanya sekali dalam seumur hidup. Diakhirkannya
pensyariatan ibadah haji disbanding ibadah – ibadah lain seperti puasa dan zakat, bukan
berarti ibadah haji tidak memiliki posisi penting dalam Islam. Demikian pula halnyadengan
penempatan haji sebagai rukun islam kelima atau yang paling akhir.
            Penempatan haji sebagai rukun islam kelima, tampaknya karena ibadah haji
merupakan ibadah yang paling berat, merupakan biaya yang mahal, waktu yang cukup lama
dan kesiapan fisik material serta mental spiritual yang harus benar – benar baik. Belum lagi
memperhatikan tempat penyelenggaraan hajiitu sendiri yang harus dilakukan ditempat-tempat
tertentu dan waktu-waktu yang tertentu pula.
            Buktinya, tidak setiap muslim dan muslimat berkesempatan untuk menunaikan
ibaadah yang satuini. Sebagai ilustrasi, hanya sekitar 3.000.000 jamaah haji di makkah al
mukarramah dari keseluruhan jumlah umat islam sedunia yang jumlahnya lebih dari satu
miliyar.Namun demikian , seperti setelah disinggung sebelum ini, bagaimanapun ibadah haji
memiliki posisi penting dan sentral dalam syareat islam.
            Diantara indikasinya adalah bahwa satu-satunya rukun islam yang dijadikan nama
surat Al-quran dari 114 surat yang ada dalam Al-quran, kita jumpai dalam surat hajji (surat
Al-hajj) yaitu surat yang ke-22 yang terdiri atas 76 kalimat, 1291 kata dan 5153 huruf.2 Untuk
ibadah ibadah lain, misalnya puasa dan zakat, tidak ada surat puasa (surat Al-shiyam ) dan
juga tidak ditemukan surat zakat (surat az-zakat). Benar surat al fatihah dinamai juga dengan
surat Al-Shalat, tetapi penamaan ini tidak popular, juga lebih bersifat julukan yang tidak
identik dengan penamaan yang sesungguhnya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian Haji ?
2.      Bagaimana penafsiran Qs. Ali Imron ayat 96-97 tentang kewajiban menjalankan ibadah
haji ?
3.      Bagaimana penafsiran Qs. Al Hajj ayat 27-29 terkait tentang manfaat menunaikan ibadah
haji?

1 Al-Saukani, Nayl al-Awthar syarh Muntaqa al-Akhbar,  Jil. 5, Ri’asah Idarah al-


Buhuts al-‘Ilmiyyah wa al-Ifta’wa  al-Da’wah wa al-Irsyad, Saudi Arabia, (t.t.), h.3.
2 Nawawi al-Bantani, Marah Labid Tafsir al_Nawawi (al-Tafsir al-Munir), Jil.2, Dar
Ihya al-Qutub al-Arabiyah, Indunisia, (t.t.), h.47.
BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Haji
Secara lughawi, haji berarti menyengaja atau menuju dan mengunjungi. Menurut
etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan
menyengaja.
Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk
melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat
tertentu dalam definisi diatas, selain Ka'bah dan Mas'a(tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah,
dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari
Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Zulhijah. Adapun amal ibadah tertentu ialah
thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.3
2.      Surat Ali Imran 96-97
a.    Ayat dan terjemahan

‫اس‬ ٌ ‫ فِ ْي ِه آيَاةٌ بَ ْين‬. َ‫اس لَلَّ ِذيْ بِبَ َّكةَ ُمبَا َر ًكا َوهُدًى لِ ْل َعالَ ِم ْين‬
ِ َّ‫ا وهَّلل َعلَى الن‬LLً‫انَ آ ِمن‬LL‫هُ َك‬Lَ‫َات َمقَا ُم اِب َْراه ْي َم َو َم ْن َد َخل‬ ِ َّ‫ض َع لِلن‬ ِ ‫ت ُو‬ ٍ ‫اِ َّن اَو ََّل بَ ْي‬
)97-96 / ‫ (ال عمران‬. َ‫ان هَّللا َ َغنِ ٌّي َع ِن ْال َعالَ ِم ْين‬ ِ ‫ِحجُّ ْالبَ ْي‬
َّ َ‫ت َم ِن ا ْستَطَا َع اِلَ ْي ِه َسبِ ْيالً َو َم ْن َكفَ َر ف‬

ِ‫“ا‬Sesungguhnya rumah yang mula-mula di bangun untuk ( tempat beribadah ) bagi


manusia ialah bait Allah yang berada di Makkah (Bakkah ), yang di berkahi dani umat
menjadi petunjuk bagi, umat manuasia. Di dalamnya terdapat tanda-tanda yang nyata di
antaranya makam Ibrahim; siapa yang memasukinya (bait Allah), akan menjadi amanlah dia;
dan mengerjakan haji adalah kewajiban bagi manusia terhadap Allah yaitu bagi orang yang
sanggup melakukan perjalanan ke Bait Allah. Siapa yang mengingkari ( kewajiban haji)
maka sesungguhnya allah maha kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta.( Qs.
Ali Imran /3:96-97 ).
b.    Tafsir Mufrodat
َ‫بِبَ َّكة‬     : adalah nama lain bagi kota makkah. Diriwayatkan dari mujahid, bahwa dikalangan
bang sa arab dalam percakapan mereka sehari-hari, umum terjadi menggantikan huruf mim
dengan ba’. Adapula yang mengatkan bahwa Bakkah itu adalah perut ( pusat )bumi makkah
yang terletak di tanah haram.
‫ار ًكا‬َ َ‫ ُمب‬  :  Teramil dari kata al barkah, yang secara harfiah berarti tumbuh, tambah dan
berkembang’, juga digunakan untuk pengertian kekal dan lestari.Kata al barkah, demikian
paparan dari Al Maraghi: ada yang berwujud hissiyah dan adapula yang bersifat
maknawiyah. Yang pertama berupa limpahan keberkahan dari bumi semisal buah-buahan,

3 Abdullah bin Abdurrahman Ali Bassam, op.cit.,hlm. 457


kemajuan ekonomi dan lain sebagainya; sementara yang kedua berupa antusiasme sambutan
umat yangberbondong-bondong untuk menunaikan ibadah haji dan umroh.4
‫اَ ْل َح ُّخ‬    : al-hajju yang juga umum disebut dengan Al-Hijju, artinya sengaja, dalam hal ini
sengaja pergi ke tanah suci Makkah Al-Mukarramah guna menunaikan ibadah haji.
c.    Makna Global
Ketika arah kiblat Nabi Muhammad SAW beralih dari baitul maqdis di Palestina ke
Ka’bah Bait Allah, orang –orang kafir mencela kenabian Muhammad, seraya mereka
mengatakan bahwa baitul maqdis lebih afdhal dari ka’bah dan karenanya lebih berhak untuk
dijadikan kiblat. Baitul maqdis lebih dulu di bangun sebelum ka’bah, demikian asumsi orang-
orang kafir. Baitul Maqdis,kata mereka lebih jauh, merupakan bumi mahsyar, dan semua nabi
dari keturunan ishaq mengagungkanya dan melakukan shalat dengan menghadap kepadanya.
Ketika kamu (nabi Muhammad) mengalihkan kiblat dari baitul Maqdis ke Ka’bah, maka
berarti kamu menghianati nabi-nabi yang mendahulukan kamu. Statemen mereka yang
menyatakan bahwa baitul maqdis lebih dulu dibangun, kebenaranya dibantah dalam ayat di
atas yang menyatakan bahwa rumah ibadah yang pertama kali dibangun dimuka bumi ini
adalah ka’bah, Al-Bait Al kharam yang terdapat di makkah bukan baitul maqdis di Palestina.5
d.   Asbabul Nuzul
Diriwayatkan oleh Sa`id bin Manshur yang bersumber dari `Ikhrimah bahwa ketika
turun ayat 85 surat Ali `Imron /3 ynag menyatakan Islamlah satu-satunya agama yang
diterima Allah, kaum yahudi menolak kebenaran itu, seraya mereka berkata: “ sebenarnya
kami ini orang-orang muslimin.” Lalu Nabi Muhammad SAW. Berkata kepada mereka:”
Allah telah mewajibkan kaum muslimin supaya naik haji ke Bait Allah.” Mereka menolak
menjalankan ibadah haji. Maka turunlah ayat 97 surat Ali `Imron /3 yang pada intinya
menyatakan kewajiban haji bagi orang Islam yang mampu, dan siapa yang mengingkari
kewajiban haji dipandang kafir. 6
e.    Penjelasan Ayat
(َ‫اس لَلَّ ِذي بِبَ َّكة‬
ِ َّ‫ َع لِلن‬LLLLL‫ض‬ ٍ ‫)اِ َّن اَو ََّل بَ ْي‬ yakni, bahwasanya rumah yang pertama kali
ِ ‫ت ُو‬
dibangununtuk ibadah (masjid) bagi ummat manusia adalah Bait Al-haram yang terdapat di
Bakkah, yakni Makkah.7 Bakkah adalah salah satu dari sekian banyak nama Makkah.
Demikian menurut pendapat yang paling masyhur. Hanya saja seperti disebutkan Ibn Al-
`Arabi, terdapat tiga macam pendapat dikalangan para ahli mengenai kata Bakkah ini. Ada

4 Al-Maraghi,Tafsir Al-Maraghi, Jil.2, Dar al-Fikr, Beirut-Lubnan, 1394 H/ 1974 M,


h. 7.

5 Suma M. Amin ,  Tafsir Ahkam 1, Logos Wacana Ilmu, Ciputat, 1997, h.126.
6 Suma M. Amin ,  Tafsir Ahkam 1, Logos Wacana Ilmu, Ciputat, 1997, h.126.
7 Ibn Katsir, tafsir Al-Qur’an al-‘Azhim, Jil.1, al-Haramayn, Singqofurah (t.t), h.
383.
yang menyatakan maksud kota Makkah, tetapi ada pula yang menyatakannya sebagai
masjid(Al-haram) dan seluruh tanah haram menurut sebagian yang lain.
Adapun Makkah itu dinamai Bakkah, demikian menurut sebagian pendapat, karena
disana terdapat sejumlah penduduk yang cukup banyak, yang menyebabkan mereka sering
berdesak-desakan. Yang dimaksud dengan rumah ibadah pertama yang ada di Bakkah itu
ialah Ka`bah, yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan putranya Ismail AS. Sedangkan masjid
Al-Aqsho, yang terdapat diPalestina, dibangun Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman dan putra
Dawud, pada sekitar tahun 1005 SM. Jarak perbedaan waktu antara pendirian Masjid Al-
Haram dan masjid Al-Aqsho, demikian ungkap Ibn Katsir dan Ibn Al-`Arabi, disebut-sebut
sekitar 40 tahun lamanya.8
Sebagian rumah ibadah yang pertama, Al Bait Al Haram memiliki kelebihan dari
rumah-rumah ibadah yang lain, termasuk dengan Masjid Al-Aqsho sekalipun. Firman Allah
َ َ‫ ُمب‬   َ‫الَ ِم ْين‬LL‫دًى لِ ْل َع‬LLُ‫ َوه‬  mengisyaratkan keistimewaan yang dimaksud, yakni dengan adanya
‫ار ًكا‬
tempat ibadah yang pertama itu, Makkah memperoleh keberkahan berupa kebaikan yang
banyak, baik dari segi material dan lain sebagainya atas kunjungan jama`ah haji dan umroh,
orang-prang yang melakukan i`tikaf dan thawaf disekelilingnya. Dan sekaligus juga berfungsi
sebagai hidayah bagi ummat manusia karena Ka`bah itu adalah kiblat mereka.
(‫َات َمقَا ُم اِب َْرا ِهيْم‬ ٌ ‫ات بَيِّن‬
ٌ َ‫)فِ ْي ِه آي‬ Di Bait-Al Harram itu juga terdapat bukti-bukti kebenaran dan
tanda-tanda yang nyata,yang tidak sulit di pahami oleh umat manusia, diantaranya adalah
makam ibrahi yakni tempat berdiri ketika beliau mendirikan shalat dan ibadah-ibadah lainya.
Dengan demikian maka masih adakah dalil lain yang lebihnyata dari dalil ini yang
menunjukkan bahwa Al-Bait itu adalah rumah yang pertama kali dibangun untuk manusia
sebagai tempat ibadah? Dan Ibrahim seperti diketahui, adalah bapak para nabi yang pengaruh
kenabianya masih langgeng dibumi ini.
(‫)و َم ْن َذ َخلَهُ َكانَ آ ِمنًا‬ Yakni
َ siapa saja yang masuk kedalamnya untuk beribadah, niscaya
akan memperoleh rasa aman dan tentram. Bangsa arab tempo dulupun selalu menyatakan
bahwa Bait Al-haram merupakan lambing keagungan, dan karenanya mereka
menghormatinya. Penghormatan demikian telah berjalan dalam deretan masa yang sangat
panjang,dari generasi ke generasi dan itu terjadi antara lainberkat do’a Nabi Ibrahim AS.
Seperti di abadikan Al-Quran ketika Allah SWT berfirman:
ِّ‫ َرب‬126 :2/‫البقرة‬  ...‫اجْ َعلْ هَ َذا ْالبَلَ َد آ ِمنًا‬ 
Ya Tuhanku jadikanlah Negeri ini Negeri yang aman sentosa…. (QS. Al-Baqarah/
2:126).
ً‫بِ ْيال‬L‫ ِه َس‬L‫تَطَا َع اِلَ ْي‬L‫اس‬
ْ ‫ت َم ِن‬ِ ‫اس ِحجُّ ْالبَي‬
ِ َّ‫ َوهّلل ِ َعلَى الن‬   Maksudnya bahwa haji itu adalah wajib bagi
setiap umat Muhammad yang berkemampuan (Istitha’ah) untuk melakukanya. Terdapat
beberapa pandangan mufasir dalam menafsirkan ayat ini. Ada yang mengatakan Istitha’ah
dalam hal biaya (bekal) dan perjalanan, dan adapula yang mengatakan sehat badan, aman di

8 Ibn Al ‘Arabi, Ahkam Al-Qur’an, Jil.1, Dar al-Fikr, Beirut-Lubnan, (t.t.), h.283;


Ibn   Katsir,loc.cit.
perjalanan, dan memiliki harta untuk biaya dan bekal perjalanan, bahkan juga untuk biaya
keluarga yang ditinggalkan, yang masih menjadi tanggunganya. Ringkasnya istitha’ah dalam
haji itu mempunyai makna yang sangat luas, meliputi kesiapan fisik dan mental, serta biaya
dan perbekalan bahkan juga keamanan selama perjalanan pulang-pergi dan selama tinggal di
Makkah. Namun di balik itu, pada zaman modern ini tidak sedikit orang yang menunaikan
ibadah haji bukan atas biaya sendiri melainkan atas bantuan,ajakan,undangan orang,dan
pihak lain. Ini sekali lagi menunjukkan betapa luas isi kandungan istitha’ah pada ayat diatas.
Al Maraghi menyimpulkan, kewajiban menunaikan ibadah haji yang disyaratkan istitha’ah
itu, batasan istitha’ahnya bisa saja berbeda-beda sesuai dengan perbedaan personal yang
bersangkutan dan perubahan zaman. Seperti dinyatakan Ali Al-Sayis, umumnya ulama
sepakat bahwa biaya dan bekal serta aman di perjalanan merupakan dua syarat yang mesti
termasuk kedalam makna istitha’ah. Diriwayatkan dari Ibn Umar bahwasanya Nabi saw.
Pernah ditanya tentang maksud Al sabil dalam ayat diatas. Nabi menjawab :”Al sabil adalah
biaya dan bekal serta aman diperjalanan.”
 ‫ َكفَ َر فَا ِ َّن هّللا َ َغنِ ٌّي َع ِن ْال َعا لَ ِم ْين ََو َم ْن‬  yang dimaksud dengan kufr pada ayat ini menurut sebagian
ulama` adalah sikap pengingkaran atas kebenaran baitullah sebagai rumah yang pertama kali
dibangun untuk ibadah. Tetapi ada pula yang menafsirkan Al kufr dengan meninggalkan haji.
Dengan demikian maka seolah-olah Allah berfirman :” Siapa yang tidak menunaikan
haji”,maka sesungguhnya Allah maha berkecukupan ( tidak membutuhkan apapun) darialam
semesta.ini merupakan peringatan keras dari Allah terhadap umat manusia yang sengaja
meninggalkan kewajiban haji.
Penafsiran kedua inilah tampaknya yang dipegang kalangan mayoritas mufassir,
terutama didasarkan pada riwayat yang disampaikan dari Al Dhahak. Katanya, ketika ayat-
ayat haji diturunkan. Rosululloh saw. Mengumpulkan pemeluk agama secara keseluruhan
yang berjumlah enam kelompok, yaitu kaum muslimin, para pengikut yahudi, pengikut-
pengikut nasrani, shabi`in, majusi dan musyrikin. Dalam pertemuan ituNabi menyampaikan
informasi bahwa Allah swt. Telah mewajibkan haji kepada kalian semua, oleh karena itu
maka hendaklah kalian berhaji. Orang-orang Islam mengimani kewajiban haji, sementara 5
kelompok agama lain mengingkari seraya mereka mengatakan :” Kami tidak akan sholat dan
pula haji.” Kemudian Allah menurunkan ayat “waman kafara fa-inn Allah Ghoniyyun `Anil
`Alamiin”.9

9 Suma, M. Amin, op.cit., h. 130.


3.      Al-Hajj: 27-29

a.    Ayat dan Terjemahannya


ْ ‫ذ ُكرُوا‬Lْ Lَ‫افِ َع لَهُ ْم َوي‬LLَ‫هَ ُدوْ ا َمن‬L‫ لِيَ ْش‬.‫ق‬
‫ َم هلَلا ِ فِ ْي اَي ٍَّم‬L‫اس‬ ٍ L‫ ِّل فَ ٍّج َع ِم ْي‬L‫ضا ِم ٍر يَْأتِ ْينَ ِم ْن ُك‬
َ ِّ‫ك ِر َجاالً َو َعلَى ُكل‬ َ ْ‫اس بِ ْال َح ِّج يَْأتُو‬
ِ َّ‫َواَ ِّذ ْن فِى الن‬
‫وْ ا‬Lُ‫ارهُ ْم َو ْليَطَّ َّوف‬
َ ْ‫ ُذو‬Lُ‫هُ ْم َو ْليُوفُوْ ان‬L‫وْ ا تَفَ َس‬L‫ض‬
ُ ‫ ثُ َّم ْليَ ْق‬.‫ َر‬Lْ‫س اَ ْلفَقِي‬ ْ ‫ت َعلَى َما َر َزقَهُ ْم ِم ْن بَ ِه ْي َم ِة الَأل ْن َع ِام فَ ُكلُوْ ا ِم ْنهَا َو‬
َ ‫اط ِع ُموا اَلبآِئ‬ ٍ ‫م ْعلُو َما‬
)29-27 : ‫ْق (الحج‬ ِ ‫ت اَ ْل َعتِي‬
ِ ‫با ِ ْلبَ ْي‬

“Dan berserulah kamu kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan
datang kepadamu dan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus, yang datang dari
segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka
(sendiri), dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas
rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah
sebagian dari padanya (dan yang sebagian lagi) bagi-bagikanlah untuk dimakan orang-orang
yang sengsara lagi kafir. Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran (yang ada
dibadan) mereka. Menyempurnakan nazar-nazar mereka dan melakukan tawaf sekeliling
rumah tua (Baituallah) (Qs. Al Hajj/22:27-28)
b.      Tafsir Mufradat
‫واَ ِّذ ْن‬     :
َ al-Adzan dan al-Ta’dzin ialah pemberitahuan dengan suara yang kuat
(keras), seperti halnya adzan ketika masuk waktu shalat, Yang dimaksud dengan
“wa’adzdzin” disini ialah menyeru atau mengajak umat manusia supaya menunaikan haji.
ً‫ر َجاال‬   :  jamak
ِ dari kata “rajilun” seperti kata “qiyam”, jamak dari kata qa’im.
‫ا ِم ٍر‬L‫ض‬   : َ al-Tahayyuf al-Hazil, menjadi kurus perlahan-lahan. Yang dimaksud disini ialah
bahwa unta yang dijadikan kendaraan oleh jama’ah haji itu lambat laun menjadi kurus karena
kelelahan lantaran perjalanan yang teramat jauh.
ٍّ‫فَج‬     : asal maknanya adalah jalan (al-thariq) yang terletak di antara dua gunung. Kemudian
kata “fajin” itu digunakan dalam artian jalan yang luas secara mutlak’ apakah ia diapit
dengan gunung atau tidak.
‫ق‬ ٍ ‫ َع ِم ْي‬    : artinya sangat jauh (al-baid)
‫س‬ َ ‫اَلبآِئ‬   : orang yang ketimpa kefakiran atau kemiskinan yang amat sangat (melarat).
‫التَفَس‬    : asalnya bermakna kotoran (al-wasakh), tetapi yang dimaksud disini adalah
memotong rambut dan atau kuku.
‫ار‬ َ ْ‫النُ ُذو‬   : apa saja yang di nadzarkan oleh orang-orang yang melakukan haji, sepanjang berupa
amal perbuatan yang baik.

c.       Penjelasan
ِّ‫اس بِ ْال َحج‬
ِ َّ‫واَ ِّذ ْن فِى الن‬  maknanya,
َ Allah SWT. Memerintahkan kepada nabi Ibrahim as,
usai membangun ka’bah, memanggil umat manusia seraya beliau diperintahkan agar
memberitahukan kepada mereka bahwa Allah SWT. Mewajibkan mereka berhaji ke
Baitullah. Diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaybah, Ibn jarir, Ibn al-Mundzir dan al-Hakim serta
al-Baihaqi dari Ibn abbas Ra, bahwa begitu selesai membangun ka’bah, Ibrahim berkata: “ya
Tuhan-ku, aku telah selesai membangun ka’bah.” Lalu Allah memerintahkan Ibrahim
“Serulah olehmu umat manusia supaya menunaikan haji.” Lalu Ibrahim bertanya : “apakah
sampai suara (seruanku) kepada mereka?” Allah menyatakan : “Lakukanlah seruan itu ;
Akulah yang akan menyampaikan (seruanmu).” Ibrahim bertanya lagi “Ya rabbi, bagaimana
aku mengucapkanya?” Allah berfirman: “Katakan kepada mereka,hai manusia! Diwajibkan
atas kamu semua untuk berhaji ke bait al-Atiq.” Seruan nabi Ibrahim itu di dengar oleh
penghuni langit (malaikat) dan penduduk bumi, (seraya Allah bertanya) “ tidaklah kamu lihat
Ibrahim, mereka menyambut seruanmu dari segenap penjuru dunia dengan membacakan
talbiyah.”

Jawaban Allah SWT. Kepada Nabi Ibrahim itu diabadikan dalam firman-Nya
ٍ ‫ضا ِم ٍر يَْأتِ ْينَ ِم ْن ُكلِّ فَ ٍّج َع ِم ْي‬
‫ق‬ َ ‫يَْأتُوْ كَ ِر َجاالً َو َعلَى ُك ِّل‬  bahwa mereka berbondong-bondong mengunjungi
Bait Allah untuk melakukkan haji, baik yang berjalan kaki maupun menggunakan kendaraan
unta yang kurus. Disebutkanya unta yang kurus ialah guna menggambarkan betapa unta itu
mengalami kelelahan akibat jarak perjalanan yang cukup jauh.
              Kebenaran ayat diatas mudah dibuktikan oleh kita semua terutama di zaman modern
sekarang ini yang antara lain ditandai dengan alat-alat transportasi canggih yang
menyebabkan kaum Muslimin relatif mudah melakukan ibadah haji. Bahkan lebih dari itu ,
tidak semua peminat ibadah haji tidak berkesempatan untuk menunaikan rukun islam ke lima
ini. Pembatasan quota jamaah haji yang diterapkan pemerintah Saudi Arabia beberapa tahun
yang lalu, atas persetujuan Negara-negara islam yang lain, membenarkan ayat di atas.
            . ‫لِيَ ْشهَ ُدوْ ا َمنَافِ َع لَهُم‬Agar mereka para jamaah haji menyaksikan langsung berbagai manfaat
dari ibadah haji itu sendiri.Al-Qur’an maupun Hadist tampaknya sengaja tidak menyebutkan
secara rinci tentang manfaat dari ibadah haji itu. Akan tetapi cukup mengucapkan
“liyasyhadu manafi’a lahum”, agar mereka menyaksikan manfat-manfat yang diperoleh oleh
mereka. Ibadah haji melahirkan manfat ruhaniah-diniyah dan sekaligus juga manfaat materi-
duniawi. Dari aspekmanapun, ibadah haji melahirkan nilai positif baiksecara individual bagi
orang –orang yang melakukannya, maupun dari segi sosial kemasyarakatan kaum muslimin
dan bahkan umat manusia pada umumnya. Baik itu dari segi ekonomi, sosial, politik dan lain
sebagainya. Ibadah haji, demikian simpul sayyid Quthub, merupakan suatu musim pertemuan
dan mukhtamar, bahkan juga musim perdagangan dan ibadah. Melalui ibadah haji, terjalin
komunikasi dan tukar informasi antara sesama kaum muslimin dari berbagai bangsa dan
Negara yang berbeda budaya, bahasa dan warna kulit. Pendeknya ibadah haji membuat
manfaat dunia akhirat.10

10 Sayid
Qutub, Fi Zhilal Al-Qur’an, Jil.4, Dar al-Qalam, Beirut-Lubnan, 1401
H/1981M, h.2418-2419
             ‫ت َعلَى َما َر َزقَهُ ْم ِم ْن بَ ِه ْي َم ِة الَأل ْن َع ِام‬ ٍ ‫ َويَ ْذ ُكرُوا ا ْس َم هلَلا ِ فِ ْي اَي ٍَّم م ْعلُو َما‬  Dan supaya mereka juga menyebut
asma Allah pada hari-hari yang telah dipermaklumkan, yaitu hari ke 10 Dzulhijjah dan 3 hari
Tasyriq berikutnya yakni tanggal 11,12,13 Dzulhijjah. Ibnu katshir berkata, firman Allah
“Alla Marazaqahum min bahimah Al an’am”. Yakni dengan menyebut nama Allah disaat-
saat melakukan penyembelihan hewan qurban. Dipilihnya uslub ini, dengan menyertakan
sembelihan sebagai salah satu mata rantai dari manasik haji seperti bayar dam bagi orang
yang melakun ahaji Tamattu’ dan qiran, mencerminkan bahwa dzikir kepada Allah dengan
tulus dan bersih dari ercikan shirik, itu merupakan tujuan agung dari pensyariatan hiji itu
sendiri, sedangkan membagi-bagikan rezeki melalui hewan qurban mencerminkan rasa
syukur mereka kepada Allah.
            ‫س اَ ْلفَقِي َْر‬
َ ‫اط ِع ُموا اَلبآِئ‬ ْ ‫فَ ُكلُوْ ا ِم ْنهَا َو‬  Silahkan kamu makan sebagian daging hewan qurban yang
kamu sembelih itu dan sebagian lainya bagi-bagiakan kepada orang-orang yang miskin.
ِ ‫ت اَ ْل َعتِي‬
             ‫ْق‬ ِ ‫ارهُ ْم َو ْليَطَّ َّوفُوْ ا با ِ ْلبَ ْي‬
َ ْ‫ثُ َّم ْليَ ْقضُوْ ا تَفَ َسهُ ْم َو ْليُوفُوْ انُ ُذو‬  Yakni hendaklah mereka menghilangkan
berbagai macam kotoran (membersihkan diri) lalu mencukur rambut dan memotong kuku dan
lain sebagainya, serta memenuhi berbagai nadzar yang baik (jika ada) untuk kemudian
melakukan Thawaf wada’ di bait al-‘Atiq

d.      Sabab Nuzul
Diriwayatkan bahwa suatu ketika, tatkala kaum muslimin menunaikan ibadah haji,
sebagian dari mereka ada yang tidak berkendaraan. Tidak lama kemudian lalu turun ayat 27
surat al-Hajj (22) agar membawa bekal secukupnya dan di izinkan untuk berkendaraan dan
jika perlu bahkan sambil berdagang.11
e.       Istimbat Hukum
Ada beberapa garis hukum yang dapat di tarik dari ayat-ayat di atas .
1.    Menunaikan haji hukumnya wajib bagi setiap muslim/muslimah yang berkemampuan untuk
melakukanya.
2.    Firman Allah ‫ضا ِم ٍر‬َ ‫ك ِر َجاالً َو َعلَى ُك ِّل‬ َ ‫يَاْتُو‬, menunjukkan kebolehan menunaikan ibadah dengan
berjalan kaki atau berkendaraan. Hanya saja, menurut ulama Malikiyah, haji  berjalan kaki
lebih afdhal dari pada berkendaraan. Alasanya ,di dahulukanya َ ‫ا‬L ‫رج‬  ً‫ال‬   dari pada ‫ا ِم ٍر‬L ‫ض‬  , َ
mengisyaratkan hal itu. Sementara pakar fiqih yang lain, khususnya Abu Khanifah tidak
memandang jalan kaki dalam haji sebagai lebih utama.
3.    Firman Allah ‫لِيَ ْشهَدُوا َمنَافِ َع لَهُ ْم‬      ,menunjukkan kebolehan. Melakukan haji sambil berdagang.
Para fuqoha’ telah menggariskan kebolehan hukum berdagang ini  para hujaj, sejauh kegiatan
dagang itu sendiri bukan merupakan tujuan utama dari perjalanan haji yng dia lakukan.

11 K.H.O.Shaleh,Dkk.,op.cit.,h.332.
4.    Para ulama Malikiyah berdalil dengan firman Allah ‫ َويَ ْذ ُكرُوا ا ْس َم هلَلا ِ فِ ْي اَي ٍَّم م ْعلُو َمات‬, bahwasanya
penyembelihan al-hadyu tidak boleh dilakukan dimalam hari; sementara ulama-ulama lain di
luar Malikiyah hanya memandang makruh melakukan penyembelihan hewan korban di
malam hari.
5.    Lahiriah firman Allah ‫وْ ا ِم ْنهَا‬LLُ‫فَ ُكل‬ , mewajibkan pemilik hewan korban supaya memakan
sebagian dagingnya; namun demikian para ulama sepakat bahwa perintah makan disini
tidaklah wajib.
6.    Pembatasan terhadap redaksi ‫ل والطعم‬LL‫االك‬  menunjukkan ketidak bolehan menjual belikan
daging korban.
7.    Firman Allah ‫ق‬Lِ L‫ت اَ ْل َعتِ ْي‬
ِ ‫ا ِ ْلبَ ْي‬L ‫وْ ا ب‬LLُ‫ ُدوْ ا َرهُ ْم َو ْليَطَّ َّوف‬L ُ‫وْ ا ن‬LLُ‫هُ ْم َو ْليُوف‬L ‫وْ ا تَفَ َس‬L ‫ض‬
ُ ‫ثُ َّم ْليَ ْق‬ masing-masing menunjukkan
bahwa kewajiban jamaah haji untuk melakukan tahallul ashghar (dalam hal ini bercukur atau
memotong rambut, memenuhi nadzar (kalau bernadzar) dan melakukan thawaf ifadhah.12

12 Al-Sayis, op.cit, Muqarrarah al-Stalistah,h.69-71.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari bahasan yang telah diuraikan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut Al
qur`an ibadah haji wajib dilakukan sekali seumur hidup bagi setiap muslim yang mampu. Al
qur`an banyak menjelaskan tentang permasalahan haji ini, mulai dari perintah dan hukum
melaksankan haji dan amalan-amalan yang dilakukan ketika berhaji. Qs. Al Imrom ayat 96-
97 menjelaskan tentang hukum menunaikan ibadah haji. Dan Qs. Al Hajj ayat 27-29
menerangkan tentang kewajiban menunaikan ibadah haji serta diperbolehkannya ibadah haji
sambil berniaga dengan syarat tidak mengganggu pelaksanaan ibadah haji.
Sebenarnya masih banyak lagi ayat- ayat yang membicarakan tentang ibadah haji.
Namun makalah ini hanya membahas tentang tafsiran ayat- ayat yang sudah kami sebutkan
diatas.
Daftar Pustaka

Suma, M Amin, tafsir Ahkam 1, Ciputat : Logos Wacana Ilmu, 1997.


Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Jil.2, Dar al-Fikr, Beirut-Lubnan, 1394 H/ 1974 M.

Anda mungkin juga menyukai