Anda di halaman 1dari 26

TUGAS MANDIRI I (CRITICAL BOOK REVIEW)

“ KEUANGAN DAERAH “

“ KEUANGAN PUBLIK : PENDANAAN PUSAT DAN DAERAH “

( DADANG SOLIHIN, 2006 )

DISUSUN SEBAGAI SALAH SATU TUGAS TERSTRUKTUR YANG


DIWAJIBKAN DALAM MENGIKUTI PERKULIAHAN KEUANGAN DAERAH

OLEH

KHAIRUL SYABIRIN DAULAY 7193540001

ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas Critical Book Review (CBR) ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan tugas CBR ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Keuangan
Daerah. Selain itu, agar pembaca dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan buku yang akan
dikritik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Putri Kemala Dewi Lubis, S.E.,
M.Si.,Ak.yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan untuk mengkritik buku. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tugas ini.

Penulis juga menyadari bahwa dalam pembuatan Critical Book Review ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan
untuk kesempurnaan CBR ini ke depannya.

Medan, September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
A. Manfaat CBR ............................................................................................................. 1
B. Tujuan CBR ............................................................................................................... 1
C. Informasi Biografi ...................................................................................................... 1
BAB II RINGKASAN BUKU............................................................................................... 2
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................................... 20
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 25
BAB I

PENDAHULUAN

a. Manfaat Critical Book Review


1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keuangan Daerah
2. Untuk menambah pengetahuan mengenai materi Keuangan Daerah

b. Tujuan Critical Book Review


1. Mengulas isi sebuah buku
2. Mencari dan mengetahui informasi yang ada di dalam buku
3. Melatih diri untuk berfikir kritis dalam mencari informasi yang diberikan
setiap bab dari buku utama dan buku pembanding
4. Membandingkan isi buku utama dan buku pembanding

c. Identitas buku
 BUKU UTAMA
Judul : KEUANGAN DAERAH
Edisi/cetakan : Pertama
Pengarang : Moh. Khusaini
Penerbit : Universitas Brawijaya Press, 2018
Kota terbit : Malang
Tahun terbit : 2008
ISBN : 6024326556, 9786024326555

 BUKU PEMBANDING
Judul : KEUANGAN PUBLIK : PENDANAAN PUSAT
DAN DAERAH
Edisi/cetakan : Cetakan pertama/Februari 2006
Pengarang : Dadang Solihin
Penerbit : Artifa Duta Prakarsa
Kota terbit : Jakarta
Tahun terbit : 2006
ISBN : 978-602-18505-0-3
BAB II

RINGKASAN ISI BUKU

BUKU I

A. BAB I Konsep Dasar Keuangan Daerah


Berawal dari krisis moneter dan ekonomi serta pergolakan politik yang timbul
pasca lengsernya rezim Soeharto yang sentralistik dan otoriter, Indonesia
mengambil langkah raksasa dengan melakukan desentralisasi politik dan fiskal.
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merespon permintaan
desentralisasi yang semakin keras, dengan mengesahkan dua undang-undang pada
bulan April 1999, dan menetapkan tanggal 1 Januari 2001, sebagai mulai
dilaksanakannya desentralisasi di Indonesia. Bank Dunia (2007), menyebut
program desentralisasi di Indonesia termasuk program besar dan disebut sebagai
big bang decentralization. Sejak tahun 2001 bangsa Indonesia memulai babak
baru penyelenggaraan pemerintahan, ketika diberlakukannya Undang-Undang
Otonomi Daerah,yaitu Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang
pemerintahan daerah, kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun
2004, dan UndangUndang Nomor 25 tahun 1999, tentang perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah, yang selanjutnya direvisi dengan Undang-
Undang Nomor 33tahun 2004.
Konsekuensi dari Undang-Undang Otonomi Daerah, maka sejak tahun 2001,
otonomi daerah dilaksanakan di seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia.
Rasyid (1998), mengemukakan bahwa hal yang diharapkan dari otonomi daerah
adalah pemberian pelayanan publik yang lebih memuaskan, mengakomodasi
partisipasi masyarakat, pengurangan beban pemerintah pusat, menumbuhkan
kemandirian dan kedewasaan daerah, serta menyusun program yang lebih sesuai
dengan kebutuhan daerah. Jadi kebutuhan dan kondisi masyarakat merupakan
inspirasi pertama dan utama dalam setiap kegiatan pemerintah daerah.
Bagaimanapun, otonomi Daerah merupakan kewenangan untuk membuat
kebijakan (mengatur) dan melaksanakan kebijakan (mengurus) berdasarkan
perkara sendiri. Sehingga, masyarakat yang berada pada
satu teritori tertentu adalah pemilik dan subyek Otonomi daerah. Hal ini,
membawa konsekuensi perlunya partisipasi aktif dari masyarakat dalam setiap
tahap penyelenggaraan otonomi (Mardiasmo, 2009). Otonomi daerah sebagai
salah satu bentuk pengejawantahan dari proses desentralisasi. Kepentingannya
adalah upaya untuk lebih mendekati tujuan-tujuan diselenggarakannya
pemerintahan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang lebih baik, yang
adil dan makmur. Dua tema adil dan makmur dalam konteks ini berarti terciptanya
suatu tatanan yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera di daerah. Kebijakan
desentralisasi akan mendorong terciptanya tatanan yang demokratis dan
mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
B. BAB II Desentralisasi Fiskal
Keuangan daerah sebagaimana yang dimuat dalam penjelasan pasal 156 ayat 1
UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dikatakan
bahwa Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat
dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat
dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut. Sejalan dengan hal tersebut pengertian keuangan daerah sebagai mana
dimuat dalam ketentuan umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
58 Tahun 2005 tentang pengelolaan keuangan daerah, disebutkan bahwa keuangan
adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala
bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah
tersebut. Dengan pemikian, maka keuangan daerah tersebut, pada dasarnya
menekankan pada dua hal pokok yaitu tentang hak dan kewajiban pemerintah
daerah yang terkait dengan keuangan daerah. Pemerintah daerah dalam rangka
keuangan daerah adalah segala hak yang melekat pada daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang digunakan dalam usaha pemerintah daerah
mengisi kas daerah. Hak pemerintah Daerah tersebut meliputi antara lain:
(1). hak menarik pajak daerah, (2) hak untuk menarik retribusi/iuran daerah (3)
hak mengadakan pinjaman, dan (4) hak untuk memperoleh dana perimbangan dari
pusat.
C. BAB III Perencanaan Daerah
Seluruh penerimaan pemerintah daerah dan pengeluaran pemerintah daerah
harus dicatat dan dikelola dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD). Penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah tersebut adalah dalam
rangkapelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sementara penerimaan pemerintah
daerah dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan dekonsentrasi atau
APBD.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya yang disingkat APBD
adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang
Keuangan Negara). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar
pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan
rencana pelaksanaan semua pendapatan daerah dan semua belanja daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan
semua penerimaan daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan
dalam APBD.
Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang
ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan
daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan
dan pengawasan keuangan daerah. Tahun anggaran Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah(APBD) sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari
dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga
pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan
berdasarkan kerangka waktu tersebut. APBD disusun dengan pendekatan kinerja
yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja
atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah
pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur
secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan
dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan
dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk
setiap jenis belanja.
D. BAB IV Penganggaran Daerah
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berpedoman
kepada rencana kerja pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan pelayanan
kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. Dalam menyusun
APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Pendapatan, belanja dan
pembiayaan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus berdasarkan pada
ketentuan peraturan perundang-undangan dan dianggarkan secara bruto dalam
APBD Pemerintah Daerah perlu menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah untuk menjamin kecukupan dana dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahannya.
Karena itu, perlu diperhatikan kesesuaian antara kewenangan pemerintahan
dan sumber pendanaannya. Pengaturan kesesuaian
kewenangan dengan pendanaannya adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
didanai dari dan atas beban APBD.
2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat di daerah di danai dari dan atas beban APBN.
3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya
dilimpahkan kepada kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas beban
APBDprovinsi.
4. Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang penugasannya
dilimpahkan kepada desa, didanai dari dan atas beban APBD kabupaten/kota.
Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik dalam
bentuk uang, barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan
harusdianggarkan dalam APBD.
Penganggaran penerimaan dan pengeluaran APBD harus memiliki dasar
hukum penganggaran. Anggaran belanja daerah diprioritaskan untuk
melaksanakan kewajiban pemerintahan daerah sebagaimana ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan.
E. BAB V Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Pelaksanaan otonomi daerah membawa dampak dalam pengelolaan keuangan
daerah, di mana daerah diberi kewenangan yang sangat besar dalam mengatur dan
mengelola keuangannya sendiri. Agar pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah
dapat berjalan dengan benar danbaik, maka pemerintah Republik Indonesia,
mengaturnya dalam UndangUndang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah pasal 155 yang menyatakan: (1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban anggaran
pendapatan dan belanja daerah, (2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan Pemerintah di daerah didanai dari dan atas beban anggaran
pendapatan dan belanja negara. (3) Administrasi pendanaan penyelenggaraan
urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
terpisah dari administrasi pendanaan penyelenggaraan urusan pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).Selain hal tersebut, dalam rangka
menyelenggarakan pemerintah, pemerintah didaerah diberikan sumber-sumber
keuangan yang akan digunakan untuk pembiayaan berbagai tugas dan tanggung
jawabnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah pasal 157 menyatakan:Sumber pendapatan daerah terdiri
atas:
a. pendapatan asli daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu:
1) hasil pajak daerah;
2) hasil retribusi daerah;
3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
4) lain-lain PAD yang sah;
b. dana perimbangan; dan
c. lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Dana perimbangan yang pada pasal 157 huruf b terdiri atas; (a) dana bagai hasil,
(b) dana alokasi umum, dan (c) dana alokasi khusus. Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah pasal 5 menyatakan:
1. Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi
terdiri atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan.
2. Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bersumber dari:
a. Pendapatan Asli Daerah;
b. Dana Perimbangan; dan
c. Lain-lain Pendapatan.
F. BAB VI Penerimaan Daerah
Pendapatan Asli Daerah merupakan indicator penting yang dinilai sebagai
tingkat kemandirian pemerintah daerah di bidang keuangan. Semakin tinggi share
pendapatan asli daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
mencerminkan keberhasilan usaha atau tingkat kemampuan daerah dalam
pembiayaan dan penyelenggaraan pembangunan serta pemerintah. Dengan
demikian, apabila pendapatan asli daerah semakin meningkat dari tahun ke tahun
akan semakin mengurangi ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan
dana dari pusat dan juga daerah semakin leluasa dalam membelanjakan
penerimaan mereka sesuai dengan prioritas pembangunan daerah mereka Dalam
bab ini akan diuraikan contoh perhitungan sederhana tentang potensi penerimaan
dari beberapa variabel pendapatan asli daerah secara mikro, seperti pajak hotel,
pajak restoran, pajak iklan, retribusi pasar,dan retribusi objek wisata. Hal ini
dilakukan untuk memberi gambaran kepada pembaca tentang
bagaimanamenghitung potensi penerimaan dari pemerintah daerah dari masing-
masing sumber penerimaan.
G. BAB VII Belanja Daerah
Pada dasarnya pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia titik beratnya
diletakkan pada desentralisasi di sisi pengeluaran. Hal ini dilakukan dengan
pemberian kewenangan pungutan perpajakan daerah dan retribusi daerah yang
relative terbatas, namun kepada daerah diberikan transfer dana yang relatif besar
dengan kewenangan yang luas untuk melakukan pengeluaran sesuai prioritas dan
kebutuhan daerah. Konsekuensi dari desentralisasi fiskal yang menitikberatkan
pada sisi pengeluaran adalah fleksibilitas kebijakan pengeluaran daerah untuk
disesuaikan dengan prioritas dan tujuan daerah masingmasing. Wujud dan
implementasi dari kebijakan dan sekaligus operasionalisasi pelaksanaan
pengeluaran adalah dengan pelaksanaan Belanja Daerah pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Anggaran Belanja Daerah akan
mempunyai peran riil dalam peningkatan kualitas layanan publik dan
sekaligus menjadi stimulus bagi perekonomian daerah apabila terealisasi dengan
baik. Dengan demikian, secaraideal seharusnya Belanja Daerah dapat menjadi
komponen yang cukup berperandalam peningkatan akses masyarakat terhadap
sumber-sumber daya ekonomiyang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.
Pada gilirannya, apabilakesejahteraan masyarakat telah meningkat maka
diharapkan akan berdampakkepada perekonomian daerah secara luas.
Anggaran Belanja Daerah yang tercantum dalam Anggaran Pendapatandan
Belanja Daerah (APBD) mencerminkan potret pemerintah daerah dalam
menentukan skala prioritas terkait program dan kegiatan yang akan
dilaksanakandalam satu tahun anggaran. Bagaimana pemerintah daerah menyusun
anggaranBelanja Daerah dapat menunjukkan apakah suatu daerah pro poor,
growth, and jobs. Pada komponen Belanja Daerah juga nampak seberapa besar
porsi belanjalangsung yang dapat mendorong pertumbuhan perekonomian daerah
danterkait langsung dalam pemenuhan pelayanan kepada masyarakat.
Pengeluaran pemerintah daerah berperan untukmempertemukan permintaan
masyarakat dengan penyediaan sarana dan prasarana yang tidak dipenuhi
oleh swasta. Sedangkan pengeluaran pemerintah itu sendiri tidak begitu saja
dilaksanakan oleh suatu pemerintah daerah, tapi harus direncanakan terlebih
dahulu. UU No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan daerah antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, belanja daerah dimaksudkan
sebagaisemua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
bersih dalam periode tahun bersangkutan. Rinciannya bisa dibagi dalam dua
bentuk yaitu berdasar sifat dan berdasar fungsinya. Berdasar sifat ekonominya
belanja daerah terdiri atasbelanja pegawai dan belanja barang, subsidi, hibah dan
bantuan sosial. Sedangkan berdasar fungsinya belanja daerah terdiri dari belanja
untuk pembangunan perumahan dan fasilitas umum, peningkatan
kesehatan,pariwisata, budaya, agama, pendidikan serta perlindungan sosial.
BUKU II

A. BAB I Keuangan Negara


Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut. Dalam rangka pencapaian tujuan bernegara sebagaimana tercantum
dalam alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dibentuk pemerintahan
negara yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang.
Pembentukan pemerintahan negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang yang perlu dikelola dalam suatu sistem
pengelolaan keuangan negara. Sebagai suatu negara yang berkedaulatan rakyat,
berdasarkan hukum, dan menyelenggarakan pemerintahan Negara berdasarkan
konstitusi, sistem pengelolaan keuangan negara harus sesuai dengan aturan pokok
yang ditetapkan dalam UndangUndang Dasar. Dalam Undang-Undang Dasar
1945 Bab VIII Hal Keuangan, antara lain disebutkan bahwa anggaran pendapatan
dan belanja negara ditetapkan setiap tahun dengan undangundang, dan ketentuan
mengenai pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
serta macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. Hal-hal lain
mengenai keuangan negara sesuai dengan amanat Pasal 23C diatur dengan
undang-undang. Selama ini dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan negara
masih digunakan ketentuan perundang-undangan yang disusun pada masa
pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang berlaku berdasarkan Aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Indische Comptabiliteitswet yang lebih dikenal
Keuangan Negara dengan nama ICW Stbl. 1925 No. 448 selanjutnya diubah dan
diundangkan dalam Lembaran Negara 1954 Nomor 6, 1955 Nomor 49, dan
terakhir Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968, yang ditetapkan pertama kali pada
tahun 1864 dan mulai berlaku pada tahun 1867, Indische Bedrijvenwet (IBW)
Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan Reglement voor het Administratief
Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381. Sementara itu, dalam pelaksanaan pemeriksaan
pertanggungjawaban keuangan Negara digunakan Instructie en verdere bepalingen
voor de AlgemeeneRekenkamer (IAR) Stbl. 1933 No. 320. Peraturan
perundangundangan tersebut tidak dapat mengakomodasikan berbagai
perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan negara dan
pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu,
meskipun berbagai ketentuan tersebut secara formal masih tetap berlaku, secara
materiil sebagian dari ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dimaksud
tidak lagi dilaksanakan. Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan
negara menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan
dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan penyimpangan
tersebut dan mewujudkan system pengelolaan fiskal yang berkesinambungan
(sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam
UndangUndang Dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal
dalam penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undang-undang
yang mengatur pengelolaan keuangan negara. Upaya untuk menyusun undang-
undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara telah dirintis sejak awal
berdirinya negara Indonesia. Oleh karena itu, penyelesaian Undang-undang
tentang Keuangan Negara merupakan kelanjutan dan hasil dari berbagai upaya
yang telah dilakukan selama ini dalam rangka memenuhi kewajiban konstitusional
yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945.
B. BAB II Pembendaharaan Negara
Penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara
menimbulkan hak dan kewajiban negara yang perlu dikelola dalam suatu sistem
pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
perlu dilaksanakan secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, yang diwujudkan dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara(APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD). Sebagai landasan hukum pengelolaan keuangan Negara tersebut,
pada tanggal 5 April 2003 telah diundangkan Undangundang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 ini
menjabarkan lebih lanjut aturan-aturan pokok yang telah ditetapkan dalam
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ke dalam asas-asas
umum pengelolaan keuangan negara. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 29
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, dalam rangka pengelolaan dan pertanggungjawaban
Keuangan Negara yang ditetapkan dalam APBN dan APBD, perlu ditetapkan
kaidah-kaidah hokum administrasi keuangan negara. Sampai dengan saat ini,
kaidah-kaidah tersebut masih didasarkan pada ketentuan dalam Undang-undang
Perbendaharaan Indonesia/ Indische Comptabiliteitswet (ICW) Staatsblad Tahun
1925 Nomor 448 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1968 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2860) Undang-
undang Perbendaharaan Indonesia tersebut tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan
pengelolaan Perbendaharaan Negara keuangan negara yang sesuai dengan tuntutan
perkembangan demokrasi, ekonomi, dan teknologi. Oleh karena itu,
Undangundang tersebut perlu diganti dengan undang-undang baru yang mengatur
kembali ketentuan di bidang perbendaharaan negara, sesuai dengan tuntutan
perkembangan demokrasi, ekonomi, dan teknologi modern.
C. BAB III Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara
Untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan negara,
keuangan negara wajib dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-
undangan, efisien,ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. bahwa untuk mewujudkan
pengelolaan keuangan negara, perlu dilakukan pemeriksaan berdasarkan standar
pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri. Untuk
mewujudkan pengelolaan keuangan negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara dan Undangundang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Perlu dilakukan pemeriksaan oleh satu badan pemeriksa keuangan yang bebas dan
mandiri, sebagaimana telah ditetapkan dalam Pasal 23 E Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, sampai saat ini, BPK masih
berpedoman kepada Instructie en Verdere Bepalingen voor de Algemene
Rekenkamer atau IAR (Staatsblad 1898 Nomor 9 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Staatsblad 1933 Nomor 320). Sampai saat ini BPK, yang diatur
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang Badan Pemeriksa Keuangan,
masih belum memiliki landasan operasioal yang memadai dalam pelaksanaan
tugasnya untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, selain Pemeriksaan, Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara berpedoman pada IAR, dalam pemeriksaan BPK juga
berpedoman pada Indische Comptabiliteitswet atau ICW (Staatsblad 1925 Nomor
448 Jo. Lembaran Negara 1968 Nomor 53). Agar BPK dapat mewujudkan
fungsinya secara efektif, dalam UU 15/2004 diatur hal-hal pokok yang berkaitan
dengan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara sebagai
berikut:
1. Pengertian pemeriksaan dan pemeriksa.
2. Lingkup pemeriksaan.
3. Standar pemeriksaan.
4. Kebebasan dan kemandirian dalam pelaksanaan pemeriksaan.
5. Akses pemeriksa terhadap informasi.
6. Kewenangan untuk mengevaluasi pengendalian intern.
7. Hasil pemeriksaan dan tindak lanjut.
8. Pengenaan ganti kerugian negara.
9. Sanksi pidana.
D. BAB IV Sumber Kegunaan Penerimaan Daerah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
mengamanatkan diselenggarakan otonomi seluas-luasnya dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Hubungan keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah, dan antar Pemerintahan Daerah perlu diatur secara adil
dan selaras. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah melalui
penyediaan Sumber-sumber pendanaan berdasarkan kewenangan Pemerintah
Pusat, Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan, perlu diatur
perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah berupa
system keuangan yang diatur berdasarkan pembagian kewenangan, tugas, dan
tanggung jawab yang jelas antarsusunan pemerintahan. Undang-Undang Nomor
25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan serta
tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah.
Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan Negara
dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri
atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak
dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan
Pendahuluan pelayanan kepada masyarakat. Pasal 18A ayat (2) UndangUndang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan agar hubungan
keuangan, pelayanan umum, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainnya antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah diatur dan dilaksanakan
secara adil dan selaras berdasarkan Undang-Undang. Dengan demikian, pasal ini
merupakan landasan filosofis dan landasan konstitusional pembentukan Undang-
Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan
Daerah.
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam
penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2002
tentang Rekomendasi atas Laporan Pelaksanaan Putusan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia oleh Presiden, DPA, DPR, BPK,
dan MA merekomendasikan kepada Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat
agar melakukan perubahan yang bersifat mendasar dan menyeluruh terhadap
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Sejalan dengan amanat TAP MPR tersebut serta
adanya perkembangan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Keuangan
Negara yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2002, tentang Keuangan Negara,
Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UndangUndang Nomor 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara, menyebabkan terjadinya perubahan yang bersifat mendasar dan
menyeluruh dalam system Keuangan Negara. Dengan demikian, Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 1999 perlu diperbaharui serta diselaraskan dengan
UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pembentukan Undang-Undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan pemerintahan daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas
penyerahan urusan kepada pemerintahan daerah yang diatur dalam Undang-
Undang tentang Pemerintahan Daerah.
E. BAB V Sumber Penerimaan Daerah
1. Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri atas Pendapatan
Daerah dan Pembiayaan. Pendapatan Daerah bersumber dari:
A. Pendapatan Asli Daerah.
B. Dana Perimbangan.
Lain-lain Pendapatan. Pembiayaan bersumber dari: Sisa lebih perhitungan
anggaran daerah,Penerimaan pinjaman daerah,Dana cadangan daerah,Hasil
penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) bersumber dari: Pajak daerah, Retribusi daerah,
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan,Lain-lain PAD yang sah,
meliputi:
• Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan. Sumber Penerimaan
Daerah
•Jasagiro
•Pendapatanbunga.
• Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
• Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. Dalam upaya meningkatkan PAD,
daerahdilarang:
a. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi
biayatinggi
b. Menetapkan peraturan daerah tentang pendapatan yang menghambat mobilitas
penduduk, lalu lintas barang dan jasa antardaerah, dan kegiatan impor/ekspor.
Ketentuan mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dilaksanakan sesuai
dengan Undang-Undang. Ketentuan mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
diarahkan untuk memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Daerah dalam
perpajakan dan retribusi daerah melalui perluasan basis pajak dan retribusi dan
pemberian diskresi dalam penetapan tarif pajak dan retribusi tersebut.
F. BAB VI Pengelolaan Keuangan dalam rangka Desentralisasi
Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-
undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
Penyelenggara keuangan daerah wajib mengelola keuangan daerah dengan
mengacup adaa sas-asas yang tercantum dalam ketentuan ini. Pengelolaan
dimaksud dalam ketentuan ini mencakup keseluruhan perencanaan, penguasaan,
penggunaan, pertanggungjawaban, dan pengawasan. APBD, Perubahan APBD,
dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan
peraturan daerah. APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan,
alokasi, dan distribusi.
Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Fungsi
perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi
manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Fungsi
pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk
menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran
daerah harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan
Pengelolaan Keuangan dalam Rangka Desentralisasi sumber daya, serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Semua penerimaan dan pengeluaran
daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.
Surplus APBD dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran Daerah tahun
anggaran berikutnya. Penggunaan suplus APBD untuk membentuk dana cadangan
atau penyertaan dalam perusahaan daerah harus memperoleh persetujuan terlebih
dahulu dari DPRD. Peraturan daerah tentang APBD merupakan dasar bagi
pemerintah daerah untuk melakukan penerimaan dan pengeluaran daerah.
Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pada pengeluaran atas
beban APBD, jika anggaran untuk mendanai pengeluaran tersebut tidak tersedia
atau tidak cukup tersedia. Semua pengeluaran daerah, termasuk subsidi, hibah,
dan bantuan keuangan lainnya yang sesuai dengan program pemerintah daerah
didanai melalui APBD Keterlambatan pembayaran atas tagihan yang berkaitan
dengan pelaksanaan APBD dapat mengakibatkan pengenaan denda dan/atau
bunga APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
dan kemampuan keuangan daerah. Dalam menyusun APBD dimaksud,
diupayakan agar belanja operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun
anggaran yang bersangkutan.
G. BAB VII Pengelolaan Keuangan dalam rangka Desentralisasi

Dana Dekonsentrasi merupakan bagian anggaran kementerian negara/lembaga


yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja dan anggaran kementerian
negara/lembaga. Pendanaan dalam rangka Dekonsentrasi dilaksanakan setelah
adanya pelimpahan wewenang Pemerintah melalui kementerian negara/lembaga
kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah di daerah. Pelaksanaan pelimpahan
wewenang didanai oleh Pemerintah. Pendanaan oleh Pemerintah disesuaikan
dengan wewenang yang dilimpahkan. Ketentuan ini dimaksudkan agar besaran
dana yang dialokasikan harus menjamin terlaksananya penyelenggaraan
kewenangan yang dilimpahkan. Kegiatan Dekonsentrasi di daerah dilaksanakan
oleh satuan kerja perangkat daerah yang ditetapkan oleh Gubernur. Untuk
sinkronisasi antara kegiatan yang akan dibiayai dari APBD dan kegiatan yang
dibiayai dari APBN guna menghindari adanya duplikasi pendanaan, Gubernur
memberitahukan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga yang
berkaitan dengan kegiatan Dekonsentrasi di daerah kepada DPRD pada saat
pembahasan RAPBD. Pendanaan dialokasikan untuk kegiatan yang bersifat
nonfisik, antara lain koordinasi perencanaan, fasilitasi, pelatihan, pembinaan,
pengawasan, dan pengendalian.
BAB III

PEMBAHASAN

A. PEMBAHASAN ISI BUKU


A.1 Pembahasan tentang Keuangan Daerah
Pada penjelasan buku utama menjelaskan tentang keuangan daerah yang
dimana keuangan daerah merupakan semua hak dan kewajiban daerah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang
serta segala bentuk kekayaan yang dapat dijadikan milik daerah berhubung
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut.
Sedangkan pada buku kedua/ pembanding menjelaskan tentang keuangan
daerah semua hak dan kewajiban Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan
milik Negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Dari penjelasan keduanya ditarik kesimpulan bahwa dalam penulisan buku
tersebut memiliki penjelasan yang sama dan bermakna sama.
A.2 Pembahasan tentang Desentralisasi
Pada penjelasan buku utama menjelaskan tentang desentralisasi yang dimana
pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atau kekuasaan untuk
menyelenggarakan sebagian atau seluruh fungsi manajemen dan administrasi
pemerintahan dari pemerintah pusat dan lembaga-lembaganya; pejabat pemerintah
atau perusahaan yang bersifat semi otonom; kewenangan fungsional lingkup
regional atau daerah; lembaga non pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat.
Sedangkan pada buku kedua/ pembanding menjelaskan tentang desentralisasi
yaitu desentralisasi merujuk pada restrukturisasi atau reorganisasi wewenang
sehingga ada sebuah sistem tanggung jawab bersama antara institusi pemerintah
pada tingkat pusat dan daerah menurut prinsip subsidiaritas, sehingga bisa
meningkatkan keseluruhan kualitas dan keefektifan sistem pemerintahan, dan juga
meningkatkan wewenang dan kapasitas daerah.
Dari penjelasan keduanya ditarik kesimpulan bahwa dalam penulisan buku
tersebut memiliki makna yang sama tetapi penjelasan yang berbeda serta
penulisan kata – kata.
A.3 Pembahasan tentang Perencanaan Daerah
Pada penjelasan buku utama menjelaskan tentang Perencanaan Daerah yang
dimana merupakan proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan
berbagai unsur pemangku kepentingan, guna pemanfaatan dan pengalokasian
sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan social dalam
suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu.
Sedangkan pada buku kedua/pembanding menjelaskan tentang Pemeriksaan,
Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Daerah APBD merupakan wujud
pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan
Daerah. APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan
pembiayaan. Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana
perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Dari penjelasan keduanya ditarik kesimpulan bahwa menjelaskan pengelolaan
dan pemanfaatan keuangan daerah.
A.4 Pembahasan tentang Penganggaran Daerah
Pada penjelasan buku utama menjelaskan tentang penganggaran daerah yang
dimana perencanaan dan penganggaran antara lain mengacu kepada Undang-
undang Nomor 25 tahun 2004 tentang system pembangunan nasional, yang
mengatur tahapan perencanaan dan Undang-Undang No 32 tahun 2004
tentang pemerintah daerah. tujuan perencanaan penganggaran adalah untuk
membantu pemerintah mencapai tujuan, membantu menciptakan efisiensi
dalam menyediakan barang dan jasa publik, memungkinkan pemerintah untuk
memenuhi prioritas belanja, dan meningkatkan transparansi dan
pertanggungjawaban pemerintah kepada DPRD/DPR dan masyarakat luas.
Sedangkan pada buku kedua/pembanding menjelaskan tentang sumber
kegunaan penerimaan daerah yaitu Unsur Pendapatan Asli Daerah adalah Pajak
Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah Lainnya yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli
Daerah yang Sah. Diantara keempat sumber tersebut, pajak daerah dan retribusi
daerah merupakan sumber andalan PAD. Dasar hukum yang mengatur tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah Undang-undang No.34 tahun 2000
tentang Perubahan atas Undang-undang RI No.18 tahun 1997 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah.
Dari penjelasan keduanya ditarik kesimpulan bahwa penganggaran daerah dan
sumber kegunaan penerimaan daerah menjadi hubungan yang berkesinambungan
satu sama lainnya pada penulisan bukunya.
A.5 Pembahasan tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Pada penjelasan buku utama menjelaskan tentang anggaran pendapatan dan
belanja daerah yang dimana menjadi rencana tahunan dalam menyusun anggaran
pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD untuk kelancaran dan kegunaan
pelaksanaan kegiatan pemerintah daerah.
Sedangkan pada buku kedua/pembanding menjelaskan tentang sumber
penerimaan daerah yakni pendapatan asli daerah, pendapatan transfer, dan
pendapatan lainnya yang merujuk kepada sumber penerimaan daerah.
Dari penjelasan keduanya ditarik kesimpulan bahwa APBD dan sumber
penerimaan daerah berkesinambungan dan berhubungan dalam penjelasan
penulisan buku tersebut.
A.6 Pembahasan tentang Penerimaan Daerah
Pada penjelasan buku utama menjelaskan tentang penerimaan daerah yakni
pada penerimaan daerah menjadikan sebuah pemasukan bagi pemerintahan daerah
untuk melaksanakan kegiatan operasional dari hasil potensi yang didapatkan oleh
pemerintah daerah.
Sedangkan pada buku kedua/pembanding menjelaskan tentang pengelolaan
keuangan daerah dalam rangka desentralisasi dengan tujuan menjadikan
pemanfaatan atas anggaran dalam capaian kesejahteraan daerah dan pemerintah
daerah.
Dari penjelasan keduanya ditarik kesimpulan bahwa penerimaan daerah dan
pengelolaan keuangan daerah dalam rangka desentralisasi menjadi alur
pelaksanaan dalam mengelola keuangan daerah yang dijelaskan pada penulisan
tersebut.
A.7 Pembahasan tentang Belanja Daerah
Pada penjelasan buku utama menjelaskan tentang belanja daerah yang dimana
belanja daerah merupakan sebuah kewajiban bagi daerah untuk melaksanakan dan
menyalurkan pada kegiatan dan pelaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah
daerah.
Sedangkan pada buku kedua/pembanding menjelaskan tentang dana
dekonsentrasi menjadi sebuah dana yang dikelola oleh pemerintah daerah untuk
dilakukan kegiatan pemerintahan dalam cakupan yang disalurkan dan dilimpahkan
kepada pemerintah daerah.
Dari penjelasan keduanya ditarik kesimpulan bahwa belanja daerah dan dana
dekonsentrasi merupakan hubungan yang berkesinambungan untuk pelaksanaan
dan pengelolaan dalam tujuan menjalankan pemerintahan daerah pada penulisan
buku tersebut.
B. KELEMAHAN DAN KEKURANGAN BUKU

 BUKU UTAMA:

 Kelebihan Buku:
- Buku ini memuat berbagai gambar, grafik, tabel yang dapat menambah wawasan
pembaca terhadap materi yang disajikan.
- Buku ini memuat berbagai pendapat para ahli, dalam menjabarkan materinya.
- Terdapat penjelasan kalimat yang mudah untuk dimengerti di tiap babnya,
sehingga dapat dijadikan referensi.
- Terdapat lampiran peraturan- peraturan Pemerintah yang membahas mengenai
materi yang disajikan.
 Kelemahan Buku:
- Tidak terdapat rangkuman yang menjadi inti dari materi yang dibahas
- Materi yang disajikan terlalu luas, sehingga pembaca sedikit sulit untuk
memahaminya.

 BUKU PEMBANDING :
 Kelebihan Buku :
- Buku ini memuat berbagai pendapat para ahli, dalam menjabarkan materinya.
- Terdapat penjelasan kalimat yang mudah dimengerti di tiap babnya, sehingga
dapat dijadikan referensi.
- Terdapat lampiran peraturan- peraturan Pemerintah yang membahas mengenai
materi yang disajikan.

 Kelemahan Buku:
- Tidak terdapat rangkuman yang menjadi inti dari materi yang dibahas
- Materi yang disajikan terlalu luas, sehingga pembaca sedikit sulit untuk
memahaminya.
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Ruang lingkup pengelolaan keuangan daerah mencakup keseluruhan kegiatan
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Keuangan daerah ialah
hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang
dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang
berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah.
Pemerintah telah melakukan perubahan atau reformasi dibidang keuangan
pada tahun 2019 yang ditandai dengan berlakunya PP nomor 12 tahun 2019
tentang Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 77 tahun 2022
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam
Negeri nomor 77 tahun 2022 tentang Tata Cara Penatausahaan dan Penyusunan
Laporan Pertanggungjawaban Bendahara Serta Cara Penyampaiannya.
B. SARAN
Dari hasil analisis penulis, buku- buku ini layak dan sudah memenuhi syarat-
syarat penyajian sebuah buku. Tetapi, apa yang menjadi kelemahan buku ini
mohon dipertimbangkan agar buku- buku ini lebih baik kedepannya serta
penambahan – penambahan kata kalimat yang lebih merujuk untuk tentang
keuangan daerah.
DARTAR PUSTAKA

Adeniyi, O.M. and A.O. Bashir. 2011. Sectoral Analysis of the Impact of
Public Investment on Economic Growth in Nigeria (1970 – 2008). European
Journal of Social Sciences. 20(1):259-266.

Akhmad. 2015. Dampak Pengeluaran Pemerintah Daerah Terhadap


Kemiskinan pada Sepuluh Kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan. Prosiding
Seminar Nasional. Lembaga Penelitian Unversitas Negeri Makassar. (In
Indonesia).

Claeys, P. 2008. Rules, and Their Effects on FiscalPolicy in Sweden. Swedish


Economic Policy Review. 15:7-47.

Direktorat Jenderal Anggaran Kementrian Keuangan Republik Indonesia.


2009. Kebijakan Fiskal dalam Mendorong Sektor Rill. Direktorat Jenderal
Anggaran Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Jakarta

Kuncoro, H. 2004. Pengaruh Transfer Antar Pemerintah pada Kinerja Fiskal


Pemerintah Daerah Kota dan Kabupaten di Indonesia. Jurnal Ekonomi
Pembangunan,Kajian Ekonomi Negara Berkembang.9(1): 47-63.

Simanjuntak, R. 2002. Kebutuhan Fiskal, Kapasitas Fiskal dan Optimasi


Potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Working Paper. Lembaga Penyelidikan
Ekonomi dan Masyarakat, Universitas Indonesia, Jakarta.

Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik: Untuk Keuangan dan Pembangunan


Daerah. Edisi Pertama. Andi Offset, Yogyakarta.

Peraturan Menteri Dalam NegeriNomor 31 Tahun 2016 Tentang Pedoman


Penyunan Anggaran Pedapatan dan Belanja Daerah Tahun 2017.

Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNomor 58 Tahun 2005 Tentang


Pengelolaan Keuangan Daerah

Undang-Undang Republik IndonesiaNo. 17 Tahun 2003 tentangKeuangan


Negara
Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 33 Tahun 2004 TentangPerimbangan


Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah

Anda mungkin juga menyukai