Anda di halaman 1dari 93

TEKNIK DRAINASE PRO-AIR

dalam

Pembangunan Berkelanjutan

Oleh:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA, IPU, Asean Eng.

(LECTURE NOTE)

Departemen Teknik Sipil & Lingkungan


UNIVERSITAS GADJAH MADA
Yogyakarta, 2018
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 1
PENGANTAR

Lecture Note ini mengantarkan suatu teknologi yang berkembang setelah munculnya
semangat pembangunan berwawasan lingkungan. Hal ini terjadi setelah terbentuknya
”sustainable development fever” akibat dari telah diselenggarakannya The United Nation
Confrerence on the Human Environment di Stockholm pada 5-16 Juni 1972. Salah satu
programnya masih dilanjutkan dalam Sustainable Development Goals (SDG’s) yang
direncanakan untuk tahun 2016-2030 sebagai kelanjutan dari Millennium Development
Goals (MDG’s) yang sukses dilaksanakan pada tahun 2001-2015 lalu yang salah satu
tujuannya adalah penyediaan sanitasi dan penyediaan air bersih.
Isi dari lecture note ini adalah memperjelas perbedaan mashab dalam teknik drainase,
kemudian benefid dari Mashab Pro-Air dan focus pada komputasinya. Sebagai bahan ajar,
materi ini diberikan untuk paruh semester dan paruh semester yang lainnya adalah untuk
teknik drainase konvensional dari Mashab Nafi-Air yang telah menjadi teknik andalan
dunia sejak awal peradaban. Kemudian, dalam setiap bagian akhir dari metode ini berisi
‘Commentary’ hasil analisis logika pikir dasar penurunan formula dari setiap formula hasil
kreasi berbagai peneliti dunia termasuk dari dalam negeri. Dalam lecture note ini juga
diberikan contoh soal berisi perhitungan terutama dari formula yang mempunyai
parameter yang sepadan atau dapat disepadankan dan hasilnya diperbandingkan sebagai
pertimbangan dalam pemilihan metode dalam disain.
Semua temuan penulis yang disajikan dalam tulisan ini didedikasikan untuk pembangunan
berkelanjutan karena keasadaran akan aksioma bahwa ’Tiada kehidupan tanpa air’.
Implementasi teknik ini dapat dikatakan sebagai ’Membangun sekaligus memperbaiki
lingkungan’ dan dalam konteks spiritual dapat dikatakan sebagai bentuk ’infak’ karena air
yang diresapkan dinikmati mayarakat di sebelah hilirnya. Untuk memperkaya ide dan
berkembangnya ilmu pengetahuan diucapkan banyak terima kasih atas adanya koreksi
maupun tambahan yang sifatnya membangun dan tak menutup kemungkinan untuk
mendiskusikan isi dari lecture note ini dan untuk itu dapat melalui E-mail:
sunysunyoto@ugm.ac.id dengan subject: Pro-Air.
Yogyakarta, 20 Maret 2018

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 2


1. PENDAHULUAN

a. Deskripsi
1). Asal kata

Asal kata drainase maupun drainasi adalah dari drainage (eng & fre)

2). Terminology

Drainase atau ‘pengatusan’ atau ‘pengaliran air’ atau ‘saluran air’ (KBBI) adalah suatu

teknik yang berusah meniadakan kelebihan air disuatu lokasi karena dipandang

mengganggu aktivitas kehidupan.

3). Beda drainase dgn drainasi

Di Indonesia dari asal kata yang sama dibedakan menjadi drainase yaitu istilah untuk

wilayah penggunaan di daerah uraban dan permukiman sedangkan drainasi untuk

cakupan fungsi yang sama pada daerah irigasi atau persawahan.

4). Perubahan tataguna lahan

Sebab utama terjadinya genangan yang kemudian diselesaikan dengan drainage

system adalah terjadinya perubahan tataguna lahan dari yang semula tanah secara

alami dapat meresapkan air hujan kedalam tanah namun akibat pembangunan hingga

proses tersebut terhalangi hingga air runoff meningkat, akibatnya menggenang

dipermukaan (Gambar 1 & 1b.).

P Ev P – Ev = I + R P Ev

R
R

b. Undeveloped I b. Developed I

Gambar 1. Perubahan tataguna lahan dan dampak hidrologisnya


Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 3
b.Infrastruktur

1).Definisi

Depkimpraswil dalam Capacity Building in Urban Infrastructure Management CBUIM

(2002) lebih jelas mendefinisikannya bahwa prasarana dan Sarana merupakan bangunan

dasar yang sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia yang hidup bersama-

sama dalam suatu ruang yang terbatas agar manusia dapat bermukim dengan nyaman dan

dapat bergerak dengan mudah dalam segala waktu dan cuaca, sehingga dapat hidup

dengan sehat dan dapat berinteraksi satu dengan lainnya dalam mempertahankan

kehidupannya.

2). Komponen infrastruktur

Dari kedua belas komponen dapat dikelompokkan kedalam tujuh group infrastruktur

(Suripin, 2004):

• Kelompok keairan, meliputi air bersih, sanitasi, darinase-drainasi, irrigasi dan

pengendalian banjir, didalamnya termasuk infrastructur air perkotaan.

• Kelompok jalan meliputi jalan raya, jalan kota dan jembatan.

• Kelompok sarana transportasi meliputi terminal, jaringan rel dan stasiun kereta

api, pelabuhan dan pelabuhan udara.

• Kelompok pengolahan limbah meliputi sistem manajemen limbah padat.

• Kelompok bangunan kota, pasar, dan sarana olah raga terbuka (outdoor sports)

• Kelompok energi meliputi produksi dan distribusi listrik dan gas.

• Kelompok telekomunikasi.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 4


3). Infrastruktur Air Perkotaan

• Urban water supply system

Sistem air bersih adalah suata satu kesatuan penyediaan air bersih yang mencakup

pengadaan, pengolahan (treatment), mengalirkan (delivery), distribusi (distribution) ke

pengguna baik domestik, komersial, perkantoran, industri maupun sosial.

• Urban waste water system

Sistem air limbah perkotaan adalah suatu sistem yang mengumpulkan (collecting),

mengalirkan (delivery), mengolah (treatment) dan membuang (disposal) dari buangan air

limbah baik dari domestik, komersial, perkantoran, industri maupun sosial. Jumlah air

kotor adalah mendekati jumlah air bersih ysng telah dikonsumsi.

• Urban drainaige

Kata drainase berasal dari drainage (ing, fra) yang secara umum berarti ’mengalirkan,

menguras, membuang atau mengalihkan air’. Air yang dikelola tersebut berasal dari air

hujan yang berkualitas baik hingga tak memerlukan treatment. Namun demikian dengan

pertimbangan ekonomis saluran air drainase juga dimanfaatkan sekaligus mengalirkan air

limbah kota yang telah diolah dalam IPAL. Hampir semua kota-kota di negara maju

terutama yang intensitas hujannya rendah pada umumnya Urban Drainage System nya

atau penanganan air hujan dan air limbahnya dalam satu saluran untuk bersamaan

(Gambar 4). Artinya saluran air limbah dan saluran air hujan cukup satu tanpa dipisahkan

hingga pada saat hujan sering terjadi bahwa air dari treatment plant yang belum

sempurna terdekomposisi bahan organiknya telah terdorong keluar masuk kebadan air

akibat tambahan air hujan, yang biasanya bila hujan terjadi terlalu lebat. Sistem ini

biasanya banyak digunakan di daerah subtropis karena curah hujan relative kecil.

Sedangkan untuk daerah tropis biasanya dengan saluran tepisah antara air limbah dengan

air hujan karena curah hujan maupun intensitas hujan tinggi.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 5


4).Water irrigation system

Air irrigasi adalah air yang bersumber dari air permukaan maupun air tanah yang

dimanfaatkan untuk kebutuhan membudidayakan tanaman pangan termasuk perikanan

dengan teknologi gravitasi maupun dengan pemompaa. Komponen sistem air irrigasi adalah

mulai dari penangkap (intake), mengalirkan (delivery), membagi (distribution),

menggenangi sawah dan mengatuskan (dranaige) ketikan terjadi kelebihan air. Saluran

drainasi makin kehilir makin kecil dimensinya karena debit air yang dialirkan semakin kecil

kehilir. Berbeda dengan saluran drainase yang semakin kehilir semakin besar dimensinya

karena debit air semakin bertambah. Persoalan lain adalah elevasi saluran irigasi lebih

tinggi dari lahan sekitar dan sebaliknya saluran drainase selalu lebih rendah dari lahan

sekitar, hingga perubahan daerah irigasi menjadi daerah hunian akan banyak masalah

berkaitan dengan channel system drainage dan solusinya adalah dengan recharge system

drainage.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 6


2. MASHAB DALAM TEKNIK DRAINASE

Terjadinya genangan di daerah urban akibat dari urbanisasi hingga kepadatan bangunan
meningkat yaitu (Gambar 1&1b.):
• Luas bidang infiltrasi berkurang

• Temporary storage (tajuk) hilang

• Sponge system (mulch) hilang

tajuk
bidang
infiltrasi
mulch

Gambar 1b. Kondisi lahan sebelum dan sesudah urbanisasi

Dengan hilangnya temporary storage, sponge system maupun berkurangnya luas bidang

infiltrasi maka air meresap kedalam tanah akan mengecil dan akibatnya Runoff akan

meningkat karena selisih Presipitasi-Evapotranspirasi konstan (utk rerata jangka

panjang).

a. Con-Water Mazhab (Mashab Nafi-Air)


Con-Water Mashab ini adalah teknik menyelesaikan genangan dengan membuang

air secepatnya secara gravitasi kedaerah lebih rendah atau dengan pompa bila topografi

tak memungkinkan. Pada umumnya dilaksanakan dengan melalui parit, sungai dan akhirnya

ke laut dan cara ini telah dilaksanakan dan mendominasi sejak zaman dahulu kala sampai

saat ini. Kajian utama adalah menetapkan arah aliran dan menghitung dimensi bangunan-

bangunan tersebut diatas terutama dimensi saluran. Mashab ini juga disebut dengan

Channel System Drainage.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 7


Konsepnya seperti tertera dalam Gambar 7. Untuk suatu daerah yang tidak dilengkapi

dengan system resapan air hujan air akan tumpah ke saluran drainasi dan meluap ke jalan

seperti Gambar 8, dan dampak positif implementasi recharge system untuk Kampus UGM

yang mulai 2014 yang telah dicanangkan bahwa Kampus UGM Zero Waste dan Zero

Runoff’adalah banjir seperti ini tak terjadi lagi.

Berbagai hal tentang bangunan ini adalah (Jelaskan alasan pemilihan varian2 ini):
1). Terbentuknya (Gambar 2)
• Alamiah : sungai (Natural Drainage)
• Buatan : saluran (Artificial Drainage)

a.Natural b. Artificial
Gambar 2. Tampang natural dan artificial drainage pada umumnya

Note: Apa alasan penggunaan kedua type diatas ini?

2). Letak bangunan (Gambar 3)


• Drainase Permukaan (Surface Drainage)
: Permukiman, jalan, lapangan terbang
• Drainase bawah permukaan (Subsurface Drainage)
: Lapangan sepak bola, taman, lapangan olah raga lainnya, daerah pertanian

a. Surface drainage b. Subsurface drainage


Gambar 3. Letak bangunan drainase

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 8


Note: Mengapa dipilih berbeda dari letak bangunan diatas ini?

3). Fungsi (Gambar 4)

• Satu Fungsi (Single purpose)

• Banyak Fungsi (Multi Purpose)

White water/rain water

Black/grey water

a. Satu fungsi b. Multi fungsi

Gambar 4. Skema saluran satu fungsi dan multi fungsi

Note: Apa alasan dari pemilihan fungsi diatas ini, dan apa pilihan untuk Indonesia?

4). Konstruksi (Gambar 5)


• Saluran Terbuka
• Saluran Tertutup

Note: Kenapa dipilih konstruksi berbeda?

Gambar 5. Saluran terbuka dan saluran tertutup

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 9


5). Cross Section (Gambar 6)
• Persegi
• Trapesium
• Lingkaran
• Ellipse
• Hibrid

Rectangular Trapezium Circle Ellipse Hybrid

Gambar 6. Berbagai tampang saluran

Note: Jelaskan argumentasi untung rugi dari pemilihan tampang bangunan tersebut!

6). Cara Pelaksanaan


• On Site
• Pre Fabricated

Note: Jelaskan apa untung rugi dari cara pelaksanaan tersebut!

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 10


Gambar 7. Bagan alir kerusakan sumberdaya air akibat urbanisasi (Prince, lecture note,
1997)

Gambar 8. Banjir di daerah Jl. Dago kota Bandung di tahun 1990an (Sumbangan dari
Prof.Dr. Otto Soemarwoto) dan banjir di gerbang kampus UGM pada musim hujan
tahun 2009 sebelum pengetrapan sistem peresapan.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 11


b. Pro-Water Mazhab (Mashab Pro-Air)
Pro-Water Mazhab ini adalah teknik menyelesaikan genangan dengan meresapkan air

hujan kedalam tanah di sekitar permukiman secara individual maupun komunal yang baru

dikembangkan mulai tahun 1980an ketika masalah lingkungan hidup menjadi perhatian

global dengan dimulainya era sustainable development (Usul Wakil Swedia pada 28 Mei

1968 di PBB; Realisasinya pada 5-16 Juni 1972 diadakan United Nation Confrerence on

the Human Environment di Stockholm; Pada 3-14 Juni 1992 Konferensi Tingkat Tinggi

Bumi di Rio de Janeiro; Pada 2002 di adakan KTT Rio + 10 di Johanesburg; dan sebagai

kelengkapannya pada Desember 2007 di Indonesia yaitu Bali Roadmap).

Bangunannya berupa Sumur Peresapan Air Hujan, Parit Peresapan Air Hujan maupun

Taman Peresapan Air Hujan. Mashab ini juga disebut dengan Recharge System Drainage

dengan flowchart seperti tertera dalam Gambar 9.

Saat ini setelah diawal millennium ke 21 PBB melounching program MDG’s yang diakhiri

tahun 2015 kemudian dilanjutkan menjadi SDG’s dalam 15 tahun berikutnya, system ini

menjadi suatu teknik drainase yang relevan dengan program terdebut diatas Tujuan 6.

Berbagai hal tentang bangunan ini adalah:

1). Terbentuknya
• Buatan (Artificial Drainage)

2). Letak Bangunan


• Drainase bawah permukaan (Subsurface Drainage)

3). Fungsi
• Satu Fungsi (Single purpose) hanya meresapkan air Drainase Permukaan (Surface
Drainage) dan tidak dijadikan satu dengan peresapan air limbah

4). Konstruksi
• Tertutup
• Terbuka

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 12


5). Bentuk
• Sumur Resapan
• Parit Resapan
• Taman Resapan

6). Cara Pelaksanaan


• On Site (pasangan batu)
• Pre Fabricated (buis beton)

Gambar 9. Bagan alir kerusakan sumberdaya air akibat urbanisasi dan alternative solusi
(Sunjoto, 2011)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 13


Dari Gambar 9. dapat dilihat bahwa Pro-Water Mazhab dapat menyelesaikan 3 problem

sekaligus yaitu Flood, Groundwater dan Pollution Control Problems sedangkan Con-Water

Mazhab hanya dapat menyelesaikan sebuah saja yaitu Flood Control Problem. Sedangkan

Urban Climate Change Problem tak dapat diselesaikan dengan Teknik Drainase.

c. Model Imbangan Air menurut Sunjoto (1989):

Kebutuhan Air Domestik (BAD) diperhitungkan sebesar 100 l/kpt/h, yaitu rerata dari

kebutuhan air perkotaan/urban 200 l/kpt/h dengan kebutuhan air perdesaan/rural 60

l/kpt/h dan penduduk urban sebesar 30%, rural 70%.

BADrerata=0,30x200+0,70X60=102 ≈ 100 l/kpt/h.

Data (riil):
• Curah hujan: 2.580 mm/th)**
• Evapotranspirasi: 1.250 mm/th)**
• Kebutuhan air domestik: 100 l/kpt/h
• Koefisien limpasan permukaan: 0,95
• Kebutuhan penutupan bangunan: 50 m2/kpt)* Note:
• Rendemen: 60 % )* Sunjoto (2015)
• Jumlah penduduk 1 juta kpt )** Dept PU (1984)

1). Kebutuhan air domestik

Vka = 1.000.000x0,10x365 = 36,50.106 m3/thn

2). Air terbuang

Vat = 1.000.000x0,95x50x0,60x(2,58-1,25) = 37,90.106 m3/thn

Kesimpulan dari perhitungan tersebut adalah Vka ≈ Vat atau dapat dikatakan bahwa:

‘Volume air terbuang akibat sistem drainase konvensional adalah setara dengan jumlah

air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan air domestik’.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 14


Penjelasan:

Sunjoto (2015) mengusulkan suatu cara baru perhitungan konservasi air untuk area

permukiman bukan berdasar peta tataguna lahan saja namun berdasarkan Kebutuhan

Penutupan Bangunan (BTB) = Building Cover Demand (Sunjoto, 2015). BTB adalah luas

semua bangunan artifisial yang mengakibatkan terhentinya infiltrasi air hujan di suatu

wilayah dibagi dengan jumlah penduduk dalam wilayah tersebut dengan dimensi m2/kpt.

Harga BTB di pulau Jawa daerah urban untuk hunian kecil atau sekitar 30 m2/kpt namun

kebutuhan bangunan inftastruktur public lainnya seperti kantor dll lebih besar yaitu 20

m2/kpt hingga reratanya sebesar 50 m2/kpt dan di daerah rural untuk hunian adalah 45

m2/kpt namun kebutuhan bangunan inftastruktur public lainnya kecil hingga besar BTB =

5 m2/kpt hingga reratanya sebesar 50 m2/kpt.

BTB ini akan banyak berguna untuk menghitung air terinfiltasi akibat recharge

system maupun usaha konservasi lainnya untuk wilayah luas misal DAS atau daerah

administrasi (kabupaten, provinsi dll.) dengan mengetahui data penduduk. Kemudahan

cara ini adalah ketersediaan data jumlah penduduk yang selalu tersedia secara tahunan

hingga perencanaan dimensi bangunan konservasi didaerah urban setelah beberapa tahun

dapat dihitung berdasar nilai BTB.

Sedangkan harga BTB dapat ditentukan secara teknik sampling dengan menggunakan data

google map maupun data peta digital lainnya, sedangkan untuk data jumlah penduduk

diperoleh dari data administrative terrestrial daerah tersebut.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 15


3.PERENCANAAN

Dalam suatu perencanaan sistem drainase suatu daerah perlu diketahui data teknis,

ekonomi maupun sosial guna mendapatkan hasil yang maksimal. Yang dimaksud dengan

hasil maksimal adalah bahwa konstruksi berfungsi sebaik mungkin sesuai yang

direncanakan, berwawasan lingkungan, kuat dan bertahan lama, murah biayanya, mudah

perawatannya dan selaras dengan alam sekitarnya hingga kehadirannya menambah

keserasian lanskap yang telah ada.

a. Genangan
• Lokasi
• Luas
• Lama
• Frekuensi
• Tinggi
• Kerugian
b. Daerah tangkapan hujan
• Luas
• Tataguna lahan
• Kerapatan bangunan
c. Tataguna lahan
• Building cover ratio (BCR)
• Batas persil
• Status kepemilikan
• Nilai asset
d. Hidrologi
• Time of concentration of precipitation (Tc) (untuk channel system)
• Dominant duration of precipitation (Td) (untuk recharge system)
• Intensity Duration Frequency (IDF) Curve (untuk channel & recharge system)
• Curah hujan tahunan, evapotranspirasi
e. Topography
• Arah buangan
• Aspek hidrolika
• Lokasi bangunan
• Arah aliran air tanah
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 16
f. Sifat Tanah
• Jenis tanah
• Kekuatan tanah
• Permeabilitas tanah
g. Master plan/RTRW = Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/desa..
• Kesesuaian rencana
h. Demography
• Penyesuaian dengan kerapatan > C = koefisien runoff
• Kualitas air buangan
i. Prasarana dan utilitas
• Pemanfaatan bangunan eksisting
j. Material tersedia
• Pilihan konstruksi
k. Kesehatan lingkungan
• Aspek disain dan konstruksi
l. Kelembagaan
• Pemeliharaan dan biaya operasional
m. Perundangan
• Implementasi sistem yang tepat
n. Persepsi masyarakat
• Partisipasi
o. Sosial ekonomi
• Penyesuaian jenis konstruksi
p. Biaya
• Skala prioritas
• Sumber pendanaan
• Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return dll.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 17


4. BENEFIT SISTEM PERESAPAN AIR HUJAN

a. Secara Fisik
1). Memperkecil puncak hydrograph di hilir

• Retarding basin (kolam detensi, kolam retensi, kolam resapan) ⇒


Melandaikan puncak hidrograf hingg mengurangi banjir daerah hilir.

2). Reduksi dimensi jaringan


• Dimensi saluran drainase dpt direduksi
• Bila perlu = nol (tanpa jaringan saluran drainase)
• Memperlebar jalan lingkungan (Gambar 10.)

Gambar 10. Jalan dengan recharge well hingga menjadi lebih lebar (kiri) dan jalan
dengan saluran drainase (kanan) hingga lebar jalan berkurang.

3). Mencegah banjir lokal


• Menyelesaikan genangan pada halaman rumah tanpa membuang air,
• Menyelesaikan genangan daerah rendah,

4). Konservasi air

Dengan sistem resapan maka volume air hujan yang dapat diresapkan kedalam tanah

akan menjadi lebih besar dengan kata lain tampungan air tanah juga akan menjadi lebih

besar. Perhitungannya akan dibahas dalam Bab 9.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 18


5). Mempertahankan tinggi muka air tanah (Gambar 11.).

Gambar 11. Skema hubungan konversi lahan dengan muka air tanah

Konversi dari lahan kritis menjadi permukiman yang dilengkapi dengan recharge system
dapat dikatakan:
MEMBANGUN SEKALIGUS MEMPERBAIKI LINGKUNGAN.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 19


6). Mencegah intrusi air laut.
Ghyben (1888) & Herzberg (1901) membangun teori keseimbangan air tawar dan
air asin di pantai berpasir yang disebut asas Ghyben Herzberg (Gambar 12)

h u j a n

Muka tanah
Muka air tanah

∆h Muka air laut

hs
hf
Air tawar (f)

Batas air asin - air tawar


A

air asin (s)

Gambar 12. Hiperbolik tampungan air tawar suatu pulau sirkular dengan akuifer yang
homogen dan isotropis.

Tekanan hidrostatis dititik A adalah pA:


𝑝𝑝𝐴𝐴 = 𝜌𝜌𝑠𝑠 𝑔𝑔ℎ𝑠𝑠 (1)
𝑝𝑝𝐴𝐴 = 𝜌𝜌𝑓𝑓 𝑔𝑔ℎ𝑓𝑓 (2)

Persamaan (2) = (3) maka:


𝜌𝜌𝑠𝑠 𝑔𝑔ℎ𝑠𝑠 = 𝜌𝜌𝑓𝑓 𝑔𝑔ℎ𝑓𝑓 ⇒ 𝜌𝜌𝑠𝑠 ℎ𝑠𝑠 = 𝜌𝜌𝑓𝑓 ℎ𝑓𝑓 ⇒ 𝜌𝜌𝑓𝑓 (ℎ𝑠𝑠 + 𝛥𝛥ℎ) = 𝜌𝜌𝑠𝑠 ℎ𝑠𝑠 (2𝑎𝑎)
𝜌𝜌𝑓𝑓 (ℎ𝑠𝑠 + 𝛥𝛥ℎ) = 𝜌𝜌𝑠𝑠 ℎ𝑠𝑠 ⇒ 𝜌𝜌𝑓𝑓 ℎ𝑠𝑠 + 𝜌𝜌𝑓𝑓 𝛥𝛥ℎ = 𝜌𝜌𝑠𝑠 ℎ𝑠𝑠 ⇒ 𝜌𝜌𝑓𝑓 𝛥𝛥ℎ = 𝜌𝜌𝑠𝑠 ℎ𝑠𝑠 − 𝜌𝜌𝑓𝑓 ℎ𝑠𝑠 (2𝑏𝑏)
ρ𝑠𝑠 − ρ𝑓𝑓
𝛥𝛥ℎ = ℎ𝑠𝑠 � � (3)
ρ𝑓𝑓
Pada umumnya untuk:
Air laut ρs = 1,025 t/m3
-> (3) maka ∆h = 1/40.hs
3
Air tawar ρf = 1,000 t/m

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 20


Kesimpulan: setiap peningkatan tinggi muka air tanah tawar satu unit akan menambah

ketebalan cadangan air tawar dibawahnya sebesar 40 unit dan sebaliknya.

7). Memperkecil konsentrasi pencemaran


Volume air tanah meningkat maka konsentrasi pencemaran menjadi semakin
encer:
𝑄𝑄𝑟𝑟 𝐶𝐶𝑟𝑟 + 𝑄𝑄𝑝𝑝 𝐶𝐶𝑝𝑝
𝐶𝐶 = (4)
𝑄𝑄𝑟𝑟 + 𝑄𝑄𝑝𝑝
dengan
C : Konsentrasi air final
Cr : Konsentrasi air hujan
Cp : Konsentrasi air tercemar
Qr : Debit air hujan
Qp : Debit air tercemar

Dengan kata lain untuk daerah payau seperti di daerah pantai pada umumnya, sistem ini

akan meperbaiki kualitas air tanah karena air hujan yang masuk kedalam air tanah

mempunyai kualitas lebih baik dari pada kualitas badan air itu sendiri.

8). Mencegah land subsidence dan sinkhole (Gambar 13)


Akibat eksploitasi air tanah tanpa imbuhan yang seimbang maka rongga pori akan

kosong dan tanah akan mampat maka terjadi amblesan karena air adalah uncompressible

sedangkan udara compressible material., walaupun sinkhole dapat juga terjadi karena

akibat lain hal aliran air hingga terjadi piping, batuan kapur yang larut dll.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 21


Gambar 13. Sinkhole dan amblesan
(https://www.google.co.id/search?q=sinkhole+di+indonesia&rlz=1C1GGGE___ID511ID513&espv=2&biw=1360&bih=667&tbm=isch&t
bo=u&source=univ&sa=X&ved=0CBoQsARqFQoTCIW6h9yBh8gCFQcdjgodrHQDCQ#imgrc=qD1UZ5kKSwMvUM%3A)

b. Secara Sosial Budaya

• Melestarikan teknik tradisional

• Membangun asas ‘mensejahterakan pihak lain’

• Mengeliminir keresahan daerah berpotensi tergenang

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 22


5. SUMUR PERESAPAN AIR HUJAN

Recharge system atau system resapan adalah suatu bangunan teknis yang

direncanakan untuk meresapkan air hujan surface runoff kedalam tanah, yang terdiri

dari tiga macam yaitu Recharge Well, Recharge Trench dan Recharge Yard atau di USA

yang terakhir ini disebut Rain Garden). Untuk mendisain dimensinya dapat digunakan

formula: (Untuk mengurangi kerancuan titik-koma dalam bagian ini digunakan sistem

Indonesia atau system Peracis)

a. Litbang Pemukiman PU (1990)


1). Dinding sumur porus
Volume air masuk Voli = AIT
Volume air keluar lewat dasar Volod = As T K
Volume air keluar lewat samping Volos = PHTK
Volume tampungan Volt = As H
Keseimbangan menjadi:
Volt = Voli - ( Volod + Volos )
Maka: (SNI T=06=1990 F)
𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨 − 𝑨𝑨𝒔𝒔 𝑲𝑲𝑲𝑲
𝑯𝑯 = (5)
𝑨𝑨𝒔𝒔 + 𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷𝑷
2). Dinding sumur kedap air
𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨 − 𝑨𝑨𝒔𝒔 𝑲𝑲𝑲𝑲
𝑯𝑯 = (6)
𝑨𝑨𝒔𝒔
dengan:
H : tinggi air dalam sumur (m) ⇒ lihat Gambar 9.
I : intensitas hujan (m/j)
2
A : luas atap (m )
2
As : luas tampang sumur (m )
P : keliling sumur (m)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/j)
T : durasi hujan/pengaliran (j)
Commentary:
• Bila A = 0 ⇒ H < 0 (tak logis)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 23


b. HMTL-ITB (1990)

Dengan konsep Van Breen (koefisien distribusi hujan 90 %), dan konsep Horton bahwa

natural infiltration 30 % hingga yang harus diresapkan sebesar 70%, maka:

𝝅𝝅𝝅𝝅𝟐𝟐 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏 𝟏𝟏
𝑨𝑨 × 𝟎𝟎, 𝟕𝟕𝟕𝟕 × 𝟎𝟎, 𝟗𝟗𝟗𝟗 × 𝑹𝑹𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐 − �� �×� �× �
𝟒𝟒 √𝑷𝑷 𝟔𝟔
𝑯𝑯 = (7)
𝝅𝝅𝝅𝝅𝟐𝟐
� �
𝟒𝟒 × 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏
dengan:
H : tinggi air dalam sumur (m) ⇒ lihat Gambar 15.
2
A : luas atap (m )
d : diameter sumur (0,80 s/d 1,40 m)
p : faktor perkolasi (mnt/cm)
R24j : curah hujan terbesar dlm 24 jam (mm/hr)
0,70 : limpasan permukaan yang harus diresapkan (Horton) ⇒ (Gambar 14.)
0,90 : efektivitas hujan (V. Breen)

P Ep
R = 70 %

I = 30 %

Gambar 14. Skema keseimbangan air di permukaan tanah secara natural (Horton)

Note:
Dalam perhitungan, ‘dimensi’ dari parameter harus sesuai dengan yang tersebut
diatas.

Commentary:
• Tak memenuhi asas analisis dimensi
• Formula tak berlaku untuk dinding porus
• Bila A = 0 ⇒ H < 0 (tak logis)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 24


Untuk dapat menghitung dengan formula tersebut diperlukan konversi dimensi sbb:
1). Faktor perkolasi vs permeabilitas tanah
𝒎𝒎𝒎𝒎𝒎𝒎 𝟎𝟎, 𝟔𝟔𝟔𝟔
𝒑𝒑 � �= (8)
𝒄𝒄𝒄𝒄 𝑲𝑲(𝒎𝒎/𝒋𝒋)

2). Curah hujan harian vs Intensitas hujan


(a). Mononobe
2�
𝑅𝑅 24 3
𝐼𝐼 = �� � × � � � (9)
24 𝑡𝑡𝑐𝑐
dengan :
R : curah hujan terbesar harian atau dalam 24 jam (mm)
tc : time travel (j)
I : intensitas hujan (mm/j)

(b) Van Breen.


𝟗𝟗𝟗𝟗% × 𝑿𝑿𝟐𝟐𝟐𝟐
𝑰𝑰 = (10)
𝟒𝟒
dengan:
I : intensitas hujan maksimum (mm/jam)
X24 : hujan harian (mm)

Pada rumus ini, durasi hujan diasumsikan 4 jam (khusus Pulau Jawa) dan besar hujan
harian efektif 90% dari hujan maksimum.

(c). Hasper (1951)


(1). Bila durasi hujan < 2 jam

𝑹𝑹𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐 (𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏 − 𝑻𝑻)𝟐𝟐


= 𝟎𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟎 × �𝑻𝑻 + 𝟔𝟔𝟔𝟔 − 𝟎𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎 × × (𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐 − 𝑹𝑹𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐 )� (11)
𝑰𝑰 𝟔𝟔𝟔𝟔

(2). Bila durasi hujan 2 < T < 19 jam

𝑅𝑅 24𝑗𝑗
= 0,06 × {𝑇𝑇 + 60} (12)
𝐼𝐼
dengan:
R24j : curah hujan terbesar dlm 24 jam ( mm/hr)
I : intensitas hujan (m3/s/km2)
T : durasi hujan (mnt)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 25
Sedangkan dimensi Intensitas hujan harus juga diadakan konversi sbb:
𝟏𝟏𝟏𝟏. 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎
𝑰𝑰(𝒎𝒎𝟑𝟑 ⁄𝒔𝒔⁄𝒌𝒌𝒌𝒌𝟐𝟐 ) = × 𝑰𝑰(𝒎𝒎⁄𝒋𝒋) (13)
𝟑𝟑𝟑𝟑

3). Tinggi hujan harian rerata.

Hubungan antara tinggi hujan harian rerata dengan intensitas hujan (SNI 03 2453-

2002) adalah sbb:


𝟏𝟏
𝑹𝑹(𝒍𝒍⁄𝒎𝒎𝟐𝟐 ⁄𝒉𝒉) = × 𝑰𝑰(𝒎𝒎⁄𝒋𝒋) (14)
𝟐𝟐𝟐𝟐. 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎
dengan:
R : curah hujan terbesar harian atau dalam 24 jam (mm)
I : intensitas hujan (m/j)

Note:
Dalam lecture note ini untuk selanjutnya dipilih cara Hasper yang analisisnya
menggunakan data dari Jakarta;

c. Sunjoto (1988)

1). Koefisien permeabilitas tanah (Forchheimer, 1930).

Forchheimer membuat percobaan dengan auger hole dan lubang diberi casing kemudian

dituang air (Qi=0) untuk mengukur koefisien permeabilitas. Menurut Forchheimer (1930)

formula (17) adalah untuk menghitung koefisien permeabilitas tanah (K), bila diketahui

perubahan tinggi muka air fungsi waktu dalam bore hole dengan debit Q = 0 (air dituang

dalam sekejap). Kelemahan dari methode ini adalah perbedaan penurunan muka air tidak

linier dengan perbedaan waktu pengukuran dari awal sampai akhir hingga harga K akan

berbeda hasilnya dengan data durasi yang sama namun diukur pada waktu yang berbeda

yaitu diawal atau diakhir percobaan. Hal ini disebabkan bahwa kondisinya masih pada

unsteady flow state sedangkan formulanya untuk steady flow state condition. (Gambar

15a.). Solusinys adalah data di plot pada grafik Normal-Log yang akan mendapatkan garis

linear.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 26


b
a

Gambar 15. Skema (a). Aliran dalalm lubang bor dengan casing (Forhheimer, 1930) dan
(b). Aliran dalam sumur (Sunjoto, 1988)
𝑑𝑑ℎ
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑜𝑜 = 𝐴𝐴𝑠𝑠 (15)
𝑑𝑑𝑑𝑑
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑜𝑜 = 𝐹𝐹𝐹𝐹ℎ (16)

Persamaan (15) = (16) dan dengan As = π r2 maka dengan cara integrasi didapat:

𝝅𝝅 𝒓𝒓𝟐𝟐 𝒉𝒉𝟐𝟐
𝑲𝑲 = 𝒍𝒍𝒍𝒍 (17)
𝑭𝑭(𝒕𝒕𝟐𝟐 − 𝒕𝒕𝟏𝟏 ) 𝒉𝒉𝟏𝟏
dengan:
K : koefisien permeabilitas tanah (m/j)
r : radius sumur (m)
F : faktor geometrik (m) F = 4r (Forchheimer, 1930)
t1 : waktu awal pengukuran (j)
t2 : waktu akhir pengukuran (j)
h1 : tinggi muka air awal pengukuran (m)
h2 : tinggi muka air akhir pengukuran (m)
As : luas tampang sumur (m2)

2). Dimensi sumur (Sunjoto, 1988)

Dengan dasar konsep Forchheimer ini Sunjoto (1988) membangun formula aliran dalam

lubang bor atau sumur untuk unsteady state flow condition dan formula ini dibangun

formula ini dengan asas (Gambar 15b.):


Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 27
(a). Debit air masuk kedalam sumur diasumsikan konstan sebesar Qi dan Qi ≠ 0

(Forchheimer dengan Qi = 0). Hal ini sesuai dengan keadaan fisik yaitu dalam suatu

durasi hujan akan ada debit dari atap yang masuk kedalam sumur.

(b). Debit keluar (meresap) adalah sama dengan faktor geometrik kali koefisien

permeabilitas fungsi ketinggian air dalam sumur Qo= F K h (Forchheimer, 1930).

3). Penurunan Formula

Volume air tampungan dalam sumur adalah luas tampang sumur kali ketebalan air Eq.(18)

dan sama dengan selisih volume air masuk dikurangi volume air meresap Eq.(19):
𝑑𝑑𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑡𝑡 = 𝑛𝑛𝑛𝑛𝑠𝑠 𝑑𝑑ℎ (18)
𝑑𝑑𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑡𝑡 = (𝑄𝑄 − 𝑄𝑄𝑜𝑜 )𝑑𝑑𝑑𝑑 = (𝑄𝑄 − 𝐹𝐹𝐹𝐹ℎ)𝑑𝑑𝑑𝑑 (19)

Persamaan Eq.(18) = Eq.(19) diselesaikan dengan cara integrasi:


𝑛𝑛𝐴𝐴𝑠𝑠 𝑑𝑑ℎ
𝑛𝑛𝑛𝑛𝑠𝑠 𝑑𝑑ℎ = (𝑄𝑄 − 𝐹𝐹𝐹𝐹ℎ)𝑑𝑑𝑑𝑑 ⇒ 𝑑𝑑𝑑𝑑 =
𝑄𝑄 − 𝐹𝐹𝐹𝐹ℎ

Bila As = π r2 untuk tampang lingkaran dan As = bB untuk tampang persegi serta dengan
asumsi bahwa muka air tanah terletak pada level dasar sumur maka menurut Sunjoto
(1988) akan didapat:

(a). Sumur tampang lingkaran


Untuk konstruksi sumur resapan tampang lingkaran dimensinya dihitung dengan:
𝑸𝑸 −𝑭𝑭𝑭𝑭𝑻𝑻𝒅𝒅
𝑯𝑯 = �𝟏𝟏 − 𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆 � �� (20)
𝑭𝑭𝑭𝑭 𝒏𝒏π 𝒓𝒓𝟐𝟐

(b). Sumur tampang rectangular


Untuk konstruksi sumur resapan tampang rectangular dimensinya dihitung dengan:
𝑸𝑸 −𝒇𝒇𝒇𝒇𝑻𝑻𝒅𝒅
𝑯𝑯 = �𝟏𝟏 − 𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆 � �� (21)
𝒇𝒇𝒇𝒇 𝒏𝒏𝒏𝒏𝒏𝒏
dengan:
H : tinggi air dalam sumur (m)
Q : debit air masuk (m3/j)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/j)
Td : durasi dominan hujan (j)
F : faktor geometrik tampang lingkaran (m) ⇒ (Tabel 2.& 3.)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 28
f : faktor geometrik tampang rectangular (m) ⇒ (Tabel 10.& 11.)
r : radius sumur (m)
B : panjang parit (m)
b : lebar parit (m)
n : porositas material pengisi (0 < n < 1)

Note:
• Walaupun dalam asumsi penurunan formula muka air tanah berada tepat pada
dasar sumur namun kenyataan di dalam praktek muka air tanah berada selalu
dibawahnya, dan keadaan ini akan memberikan angka keamanan dalam perhitungan.
• Sumur kosong material ketika n = 1, sebaliknya sumur terisi material penuh tanpa
ruang pori ketika n = 0.
• Kedalaman maksimum H’ adalah harga perhitungan sumur dalam keadaan tinggi
muka sumur kedap air yang dialiri selama Td dan H’ dapat dihitung dengan (lihat
contoh 2, Tabel 9):

𝑄𝑄 × 𝑇𝑇𝑑𝑑
𝐻𝐻′ ≤ (22)
𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑟𝑟 2
Commentary:
• Selaras dengan asas analisis dimensi
• Bila Q = 0 ⇒ H = 0 (logis)

4). Simplifikasi formula


Untuk perhitungan praktis, semisal untuk keperluan disain sederhana, sumur tampang

lingkaran dianggap aliran dalam steady state condition dengan faktor geometrik yang

90% terjadi dalam pembangunan yaitu kondisi F4b maka formula dapat ditulis:

𝑸𝑸
𝑯𝑯 = (23)
𝝎𝝎𝝎𝝎 𝒓𝒓𝒓𝒓

Note:

 Harga ω = 2 untuk:
o Sumur kosong (n = 1) berdinding kedap
o Sumur dengan batu pengisi (0 < n < 1) tanpa dinding atau berdinding porus
 Harga ω = 5 untuk:
o Sumur kosong (n = 1) berdinding porus.

5). Debit Air Masuk.


Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 29
Debit air masuk dari atap dihitung dengan formula rational:
𝑄𝑄 = 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 (24)
dengan,
Q : debit air masuk (m3/j)
C : koefisien aliran permukaan atap
I : intensitas hujan (m/j)
A : luas atap (m2)

6). Parameter dalam formula:


• Koefisien aliran permukaan atap
Untuk formula ini koefisien atap atau perkerasan diambil C = 0,95

• Luas atap

Luas atap diukur luas datar dal luas perkerasan lainnya juga harus diperhitungkan.

• Intensitas hujan

Intensitas hujan didapat dari Intensity Duration Frequency (IDF) Curve dengan

waktu bukan ’Time of Concentration of Precipitation (Tc) namun’ Dominant

Duration’ of Precipitation (Td).

• Durasi Dominan Hujan (dominant duration of precipitation)

Durasi dominan hujan (Td) adalah lama waktu yang paling banyak terjadi di daerah

tersebut.

• Faktor Geometrik Sumur (F)

Faktor geometric (shape factor) adalah suatu harga yang mewakili dari bentuk

ujung sumur, tampang, radius, panjang lebar kekedapan dinding serta

perletakannya dalam lapisan tanah.

Syarat batas.

Shape factor untuk kondisi 5, 6 dan 7 yang mana ada bagian dinding yang porous

dari casing maka unit luas lubang casing harus lebih besar dari unit luas pori tanah

hingga air yang lewat melalui casing tak terganggu.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 30


Bila dinding sumuran berupa kostruksi yang tebal seperti buis beton maka

koefisien permeabilitas dinding buis beton harus lebih besar dari koefisien

permeabilitas tanah hingga air lancar tak terganggu dalam melewatinya.

Harga ini dimunculkan pertama kali oleh Forchheimer (1930) yaitu F = 4r dalam mencari

K dari penelitian dengan percobaannya yang disimpulkan sesuai dengan formula (17). Cara

ini hanya menggunakan satu lubang bor saja tanpa sumur pantau seperti lazimnya pada

formula Dupuit-Thiem yang berbasis Darcy’s Law (1856) yang harus menggunakan sumur

pantau. Cara Forchheimer ini memberikan kemudahan dalam perhitungan perencanaan

karena secara eksplisit dapat menghitung dengan data laboratoriom tanpa harus

mengetahui data sumur pantau yang baru bisa diukur setelah pumping terlaksana di

lapangan. Maka konsep Forchheimer ini dapat disebut sebagai mashab baru dalam

perhitungan Groundwater Flow selain konsep yang sudah ada yaitu Darcy’s Law. Kemudian

untuk berbagai kondisi sumur harga shape factor (F) dikembangkan oleh peneliti lain

seperti:

(a). Dengan formulasi:


Forchheimer (1930), Samsioe (1931), Harza (1935) , Dachler (1936), Taylor (1948),
Hvorslev (1951), Aravin (1965), Sunjoto (1988 -2017).

(b). Dengan grafis:


Luthian J.N., Kirkham D. (1949), Hvorslev (1951), Smiles & Youngs (1965), Wilkinson
W.B. (1968), Raymond G.P., Azzouz M.M. (1969), Al-Dhahir & Morgenstern (1969),
Olson & Daniel (1981)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 31


Tabel 2. Faktor Geometrik Sumur
Value of F when
Well condition Shape factor of well (F) Reference
r=1; L=H=0

2r 2π 𝐿𝐿
1 𝐹𝐹1 =
(𝐿𝐿 + 2𝑟𝑟) � 𝐿𝐿 2 0 Sunjoto (2017)
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 𝑟𝑟 + �𝑟𝑟 � + 1�

Samsioe (1931)
2r 𝐹𝐹2𝑎𝑎 = 4π 𝑟𝑟 12.566 Dachler (1936)
Aravin (1965)

2r 𝐹𝐹2𝑏𝑏 = 18𝑟𝑟 18.000 Sunjoto (2002)

Forchheimer (1930)
2r
Samsioe (1931)
𝐹𝐹3𝑎𝑎 = 2π 𝑟𝑟 6.283 Dachler (1936)
Aravin (1965)
3

2r Forchheimer (1930)
𝐹𝐹3𝑏𝑏 = 4𝑟𝑟 4.000 Dachler (1936)
Aravin (1965)

2r
𝐹𝐹4𝑎𝑎 = π2 𝑟𝑟
Sunjoto (2002)
9.870

4
Harza (1935)
2r
𝐹𝐹4𝑏𝑏 = 5,50𝑟𝑟 5.50 Taylor (1948)
Hvorslev (1951)

Schneebeli (1954)
𝐹𝐹4𝑏𝑏 = 2π 𝑟𝑟 6.283
Sunjoto (2002)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 32


2r 2π 𝐿𝐿 + π2 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2
𝐹𝐹5𝑎𝑎 = Sunjoto (2002)
𝐿𝐿 + 2𝑟𝑟 � 𝐿𝐿 2 6.227
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 𝑟𝑟 + �𝑟𝑟 � + 1�

5
2π 𝐿𝐿
𝐹𝐹5𝑏𝑏 =
𝐿𝐿 𝐿𝐿 2 0/0 Dachler (1936)
2r 𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
𝑟𝑟 𝑟𝑟

2π 𝐿𝐿 + 2π𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2
𝐹𝐹5𝑏𝑏 =
𝐿𝐿 + 2𝑟𝑟 � 𝐿𝐿 2 3.964 Sunjoto (2002)
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 𝑟𝑟 + �𝑟𝑟 � + 1�

2r 2π 𝐿𝐿 + π2 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2
𝐹𝐹6𝑎𝑎 =
𝐿𝐿 + 2𝑟𝑟 𝐿𝐿 2 9.870 Sunjoto (2002)
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 2𝑟𝑟 + ��2𝑟𝑟� + 1�

6
2π 𝐿𝐿
𝐹𝐹6𝑏𝑏 =
𝐿𝐿 𝐿𝐿 2 0/0 Dachler (1936)
𝑙𝑙𝑙𝑙 �2𝑟𝑟 + ��2𝑟𝑟� + 1�
2r

2π 𝐿𝐿 + 2π 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2
𝐹𝐹6𝑏𝑏 = 6.283 Sunjoto (2002)
𝐿𝐿 + 2𝑟𝑟 𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 2𝑟𝑟 + ��2𝑟𝑟� + 1�

2π 𝐻𝐻 + π2 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2
2r 𝐹𝐹7𝑎𝑎 =
H 𝐻𝐻 + 2𝑟𝑟 𝐻𝐻 2 9.870 Sunjoto (2017)
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 2𝑟𝑟 + ��2𝑟𝑟� + 1�

2π𝐻𝐻 + 2π 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2 6.283 Sunjoto (2017)


2r 𝐹𝐹7𝑏𝑏 =
2
𝐻𝐻 + 2𝑟𝑟 𝐻𝐻
H 𝑙𝑙𝑙𝑙 � 2𝑟𝑟 + ��2𝑟𝑟� + 1�

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 33


Catatan:
Formula Sunjoto adalah bentuk lain dari Forchheimer dengan perbedaan bahwa yang

pertama adalah dalam unsteady flow condition sedangkan formula Forchheimer adalah

dalam steady flow condition. Hal ini dapat dibuktikan bahwa pada formula Sunjoto (1988)

pada keadaan atap sama dengan nol (A=0) maka debit air masuk sumur nol karena Q=CIA

atau pada saat Td=∞ maka akan di dapat H=Q/FK dan dan ini sama dengan h=Qo/FK yaitu

formula Forchheimer (1930).

7). Konstruksi
Sumur peresapan dibuat dihalaman rumah masing-masing dengan jumlah dan dimensi

sesuai dengan perhitungan. Air dapat dimasukkan langsung dari talang atau air jatuh

dihalaman kemudian dialirkan masuk ke sumur peresapan (Gambar 17.)

Sedangkan bila sumur peresapan untuk di jalan inlet dapat langsung dari tutup sumur

atau dengan konstruksi dari samping (Gambar 16). Semua sumur peresapan harus

dilengkapi ‘pipa udara keluar’ atau air outlet dengan tujuan untuk menghilangkan

hambatan masuknya air karena terdesak oleh udara yang mengalir keluar.

Gambar 16. Sumur peresapan air hujan dengan pipa ‘air masuk’ dan pipa ‘udara keluar’.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 34


Dengan talang

Tanpa talang

Gambar 17. Sumur peresapan air hujan menampung air dari atap

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 35


8). Pengembangan Faktor Geometrik

(a). Kondisi Sumur 5b

Harga Faktor Geometrik F5b Dachler (1936) akan memberikan harga ‘nol dibagi nol’ atau

‘tak terdefinisikan’ bila L=0. Padahal menurut gambar (Tabel 4) kedua gambar tersebut

akan menjadi sama bila pada kondisi 5b tadi dengan L = 0 maka seharusnya harga F5b

sama dengan F3b = 4 r. Sunjoto (2002) membangun suatu formula dan ketika L=0 maka

harga F5b = 3,964 r atau dengan tingkat kesalahan 0,90 %. (Tabel 4)

Tabel 4. Perbandingan antara kondisi sumur 3b dengan 5b ketika r=1 dan L=0

Forchheimer
(1930)
3b 4r 4,000
Dachler (1936)
Aravin (1965)

2π𝐿𝐿
𝐿𝐿 𝐿𝐿 2 Dachler (1936) 0/0
𝑙𝑙𝑙𝑙 �𝑟𝑟 + ��𝑟𝑟 � + 1�

5b
2π𝐿𝐿 + 2π 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2
𝐿𝐿 + 2𝑟𝑟 � 𝐿𝐿 2 Sunjoto (2002) 3,964
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 𝑟𝑟 + �𝑟𝑟 � + 1�

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 36


(b). Kondisi Sumur 6b

Beranalogi pada pengembangan Formula F5b Dachler (1936) tersebut, Sunjoto (2002),

membangun Formula berbasis F6b Dachler (1936) dengan pertimbangan:

• Penelitian Harza (1935) dengan electrical analogy apparatus mendapatkan harga

F=4,80 r s/d 5,60 r, Taylor (1948) dengan flownet mendapatkan F= 4,70 r dan

Hvorslev (1951) mengulang untuk mendapatkan harga faktor geometrik yang mana

hasil ketiga peneliti berbeda-beda. Maka dari itu pada saat Hydraulic Confference

di USA, oleh Hvorslev diusulkan angka bersama sebesar yaitu F4b=5,50 r dan

disetujui.

• Beranalogi penurunan formula F5b, Sunjoto (2002) menbangun formula F6b seperti

dalam (Tabel 5.)

• Ketika L= 0 maka harga F6b(L=0)= 6,283 r dan pada keadaan ini kondisi 6b menjadi

sama dengan kondisi 4b hingga formula menjadi F4b= 2π r (Tabel 5.)

Tabel 5. Perbandingan antara kondisi sumur kondisi 4b dengan 6b ketika r=1 dan L=0

Harza (1935)
5.5 r 5,500
Taylor (1948)
Hvorslev (1951)

4b
Schneebeli (1954)
6,283
2 πr Sunjoto (2002)

2π𝐿𝐿
𝐿𝐿 � 𝐿𝐿 2 Dachler (1936) 0/0
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + � � + 1�
2𝑟𝑟 2𝑟𝑟

6b 2π𝐿𝐿 + 2π 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2
𝐿𝐿 + 2𝑟𝑟 𝐿𝐿 2 Sunjoto (2002) 6,283
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 2𝑟𝑟 + ��2𝑟𝑟� + 1�

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 37


(c). Perbandingan harga F5b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002)

Perbandingan harga F5b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002) dengan variable harga L

dibagi r yaitu mulai dari nol hingga satu juta (diumpamakan r = 1) maka dari Tabel 6.

Tabel 6. Harga faktor geometrik sumur fungsi rasio ‘antara panjang dinding porus dengan
radius sumur ’, pada kondisi sumur 5b.
DACHLER (1936) SUNJOTO (2002)

L ∆F
R 2π𝐿𝐿 2π𝐿𝐿 + 2π𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2 %
𝐿𝐿 𝐿𝐿 2 𝐿𝐿 + 2𝑟𝑟 � 𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1� 𝑙𝑙𝑙𝑙 �
𝑟𝑟 𝑟𝑟 𝑟𝑟 + �𝑟𝑟 � + 1�

0 0/0 3,964 ?
0,000001 6,283 3,964 -36,909
0,0001 6,283 3,965 -36,893
0,001 6,283 3,969 -36,829
0,01 6,283 4,009 -36,192
0,5 6,529 5,830 -10,706
0,964 7,079 7,079 0
1 7,129 7,165 0.504
5 13,586 14,348 5,608
10 20,956 21,720 3,645
25 40,149 40,853 1,753
50 68,217 68,867 0,952
100 118,588 119,186 0,504
1000 826,637 827,101 0,056
10000 6.344,417 6.344,793 0,005
1000000 433.064,548 433.064,818 0,00006
Catatan: Harga ini dihitung dengan L = variable dan r=1.

(d). Perbandingan harga F6b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002)

Perbandingan harga F6b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002) dengan variable harga L

dibagi r yaitu mulai dari nol hingga satu juta (diumpamakan r = 1).

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 38


Tabel 7. Harga faktor geometrik sumur fungsi rasio ‘antara panjang dinding porus dengan
radius sumur’, pada kondisi sumur 6b.
DACHLER (1936) SUNJOTO (2002)

L 2π𝐿𝐿 2π𝐿𝐿 + 2π𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2 ∆F


R 2 2
𝐿𝐿 𝐿𝐿 𝐿𝐿 + 2𝑟𝑟 𝐿𝐿 %
𝑙𝑙𝑙𝑙 �2𝑟𝑟 + ��2𝑟𝑟� + 1� 𝑙𝑙𝑙𝑙 � 2𝑟𝑟 + ��2𝑟𝑟� + 1�

0 0/0 6,283 ?
0,000001 12,566 6,283 -50,000
0,0001 12,566 6,284 -49,992
0,001 12,566 6,290 -49,944
0,01 12,566 6,351 -48,026
0,5 12,695 9,092 -28,381
1 13,057 11,054 -15,340
2,713 15,323 15,323 0
5 19,072 19,618 2,862
10 27,171 27,915 2,738
25 48,775 49,525 1,537
50 80,298 81,001 0,867
100 136,435 137,084 0,475
1000 909,584 910,083 0,054
10000 6.821,882 6.822,281 0,005
1000000 454.792,118 454.792,400 0,00006
Catatan: Harga ini dihitung dengan L = variable dan r = 1.

Kesimpulan dari Tabel 6 & 7:


Dahler menyadari keterbatasan formulanya dan mengatakan bahwa kedua formulanya

hanya dapat digunakan bila L/r > 10 namun dari Tabel 7. ketika L/r > 0,97 untuk sumur

kondisi 5b dan L/r > 2,75 untuk sumur kondisi 5b formula Dahler telah mempunyai nilai

medekat.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 39


d. The USBR (1990, in Massman, 2004)
Infiltration well for hole without impermeable screen or casings, located above

groundwater table, the equation is:


2𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋 2
𝑄𝑄 = (25)
�1 + (𝐻𝐻⁄𝑟𝑟)2 1
𝑙𝑙𝑙𝑙 �𝐻𝐻⁄𝑟𝑟 + �1 + (𝐻𝐻⁄𝑟𝑟)2 � − +
𝐻𝐻⁄𝑟𝑟 𝐻𝐻⁄𝑟𝑟
atau
�1 + (𝐻𝐻⁄𝑟𝑟)2 1
⁄ (𝐻𝐻⁄𝑟𝑟)2 � −
�𝑄𝑄 × �𝑙𝑙𝑙𝑙 �𝐻𝐻 𝑟𝑟 + �1 + 𝐻𝐻⁄𝑟𝑟
+
𝐻𝐻⁄𝑟𝑟

𝐻𝐻 = (26)
2𝜋𝜋𝜋𝜋

Dan bila menggunakan asas Forchheimer (1930), Qo = FKH, faktor geometrik F dari
persamaan (26) adalah:

2𝜋𝜋𝜋𝜋
𝐹𝐹 = (27)
�1 + (𝑟𝑟)2 1
𝑙𝑙𝑙𝑙 �𝐻𝐻⁄𝑟𝑟 + �1 + (𝐻𝐻⁄𝑟𝑟)2 � − +
𝐻𝐻⁄𝑟𝑟 𝐻𝐻⁄𝑟𝑟
dengan:
H : tinggi air dalam sumur (m)
Q : debit air masuk (m3/s)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/s)
r : radius sumur (m)

Bandingkan dengan formula dari Tabel no 7b:


2π𝐻𝐻 + 2π𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2
𝐹𝐹7𝑏𝑏 =
𝐻𝐻 + 2𝑟𝑟 𝐻𝐻 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
2𝑟𝑟 2𝑟𝑟

Commentary:
• Bila Q = 0 ⇒ H = 0 (logis)

e. Hvorslev (in Massman, 2004)

1). Deep flow field (groundwater level 48 feet from base of well)

2𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋
𝑄𝑄 = (28)
2𝐿𝐿 2𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �1 + � 𝑟𝑟 � �
𝑟𝑟

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 40


𝑄𝑄 2𝐿𝐿 2𝐿𝐿 2
𝐻𝐻 = 𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �1 + � � � (29)
2𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋 𝑟𝑟 𝑟𝑟

Dan bila menggunakan asas Forchheimer (1930), Qo=FKH, faktor geometrik F adalah:

2𝜋𝜋𝜋𝜋
𝐹𝐹 = (30)
2𝐿𝐿 2𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 𝑟𝑟 + �1 + � 𝑟𝑟 � �

1). Shallow flow field (groundwater level 3 feet from base of well)

2𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋
𝑄𝑄 = (31)
4𝐿𝐿 4𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �1 + � 𝑟𝑟 � �
𝑟𝑟

𝑄𝑄 4𝐿𝐿 4𝐿𝐿 2
𝐻𝐻 = 𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �1 + � � � (32)
2𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋 𝑟𝑟 𝑟𝑟

Dan bila menggunakan asas Forchheimer (1930), Qo=FKH, faktor geometrik F adalah:

2𝜋𝜋𝜋𝜋
𝐹𝐹 = (33)
4𝐿𝐿 4𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 𝑟𝑟 + �1 + � 𝑟𝑟 � �

dengan,
Q : debit air masuk (m3/s)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/s)
L : panjang dinding porus (m)
H : tinggi air dalam sumur (m)
r : radius sumur (m)
Commentary:
• Bila L = 0 harga Q tak terdefinisikan atau 0/0 (tak logis)

f. Suripin (2004)
Alur pikirnya adalah dengan mendasarkan pada persamaan Dupuit dan G.Thiem dan

menurut Suripin (2004), bila tak menggunakan sumur pantau seperti Gambar 18. rumus

menjadi:

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 41


2𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋 𝑸𝑸 𝑩𝑩
𝑄𝑄 = ⇒ 𝑯𝑯 = 𝒍𝒍𝒍𝒍 � � (34)
𝐵𝐵 𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐 𝒓𝒓
𝑙𝑙𝑙𝑙 � �
𝑟𝑟
dengan:
Q ; debit air masuk (m3/s)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/s)
B : tebal confined aquifer (m)
H : ketinggian potentiometric surface
r : radius sumur

Gambar 18. Sumur resapan pada aquifer terkekang


Commentary:
• Bila r = B ⇒ Q = ∞ (tak logis)
• Bila r > B ⇒ Q < 0 (tak logis)

g. Departemen Kehutanan (1994)


Departemen Kehutanan dengan Keputusan Dirjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan

051/Kpts/V/1994 menerbitkan pedoman perhitungan sumur resapan air hujan sbb:


𝑃𝑃𝑛𝑛 × 𝐿𝐿𝐿𝐿
𝑉𝑉𝑠𝑠 = (35)
𝐾𝐾 × 𝐶𝐶
𝐾𝐾 = 1,15 × 𝑟𝑟 × 𝑡𝑡𝑡𝑡 (36)
𝑟𝑟
𝑡𝑡𝑡𝑡 = ℎ(𝑡𝑡) + (37)
2
dengan:
Vs : volume sumur resapan (m3)
Pn : curah hujan perkiraan (mm)
LA : luas atap/perkerasan (m2)
K : permeabilitas tanah (cm/j)
C : koefisien kebocoran
r : radius sumur
h(t) : kecepatan penurunan air pada waktu t

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 42


Commentary:
• Parameternya tak lazim dalam groundwater flow
• Tak memenuhi asas analisis dimensi

h. SNI: 03 2453-2002
SNI: 03 2453-2002 atau Standar Nasional Indonesia ini adalah menggantikan SNI

T=06=1990 F. Menurut Balitbang Kimpraswil (2002), manual ini memberikan cara

perhitungan dengan dasar bahwa volume air hujan dalam durasi tertentu (Vab) dikurangi

air meresap (Vrsp) dibagi luas tampang sumur dengan koefisien tanah pada dinding lebih

besar dari pada di dasar sumur sbb:

• Volume Andil Banjir:


𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 = 0,855 × 𝐶𝐶𝑡𝑡𝑡𝑡ℎ × 𝐴𝐴𝑡𝑡𝑡𝑡ℎ × 𝑅𝑅 (38)

• Volume Air Meresap:


𝑡𝑡𝑒𝑒
𝑉𝑉𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 = × 𝐴𝐴𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 × 𝐾𝐾 (39)
24
• Durasi hujan efektif:
0,90 × 𝑅𝑅 0,92
𝑡𝑡𝑒𝑒 = (40)
60

• Permeabilitas tanah rata2

𝐾𝐾𝑣𝑣 × 𝐴𝐴ℎ + 𝐾𝐾ℎ × 𝐴𝐴𝑣𝑣


𝐾𝐾𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 = (41)
𝐴𝐴𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡

• Kedalaman sumur
𝑉𝑉𝑡𝑡𝑡𝑡
• 𝐻𝐻𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = (42)
𝐴𝐴ℎ

• 𝑉𝑉𝑡𝑡𝑡𝑡 = 𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 − 𝑉𝑉𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 (43)


𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 −𝑉𝑉𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟
• 𝐻𝐻𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = (44)
𝐴𝐴ℎ

2). Kedalaman sumur


𝑉𝑉𝑎𝑎𝑎𝑎 − 𝑉𝑉𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟
𝐻𝐻𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = (45)
𝐴𝐴ℎ

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 43


Subsititusi Eq. (38) & (39) ke Eq. (44) maka:
𝑡𝑡𝑒𝑒 𝐾𝐾 𝐴𝐴 + 𝐾𝐾ℎ (𝑃𝑃 × 𝐻𝐻𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 )
0,855 × 𝐶𝐶𝑡𝑡𝑡𝑡ℎ × 𝐴𝐴𝑡𝑡𝑡𝑡ℎ × 𝑅𝑅 − 24 × 𝐴𝐴𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 × 𝑣𝑣 ℎ
𝐴𝐴ℎ + (𝑃𝑃 × 𝐻𝐻𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 )
𝑯𝑯𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕 = (46)
𝐴𝐴ℎ
dengan,
Httl : kedalaman total sumur resapan air hujan (m)
Vab : volume andil banjir (m3)
Vrsp : volume air meresap (m3)
Ctdh : koefisien limpasan
Atdh : luas bidang tadah (m2)
R : tinggi hujan harian rerata (l/m2/hari)
Krrt : koefisien permeabilitas tanah rerata (m/hari)
Kv : koefisien permeabilitas tanah pada dinding sumur (m/hari)
Kh : koefisien permeabilitas tanah pada alas sumur (m/hari)
te : durasi efektive (jam) te=0,90*R0,92/60 (jam)
Attl : luas dinding sumur + luas alas sumur (m2)
P : keliling alas sumur (m)
Ah : luas alas sumur (m2)
Av : luas dinding sumur (P x Htotal (m2))
Vtp : volume air tampungan (m3)

Commentary:
• te (j) ⇒ tak memenuhi analisis dimensi
• Kv = 2 Kh ⇒ dalam groundwater flow asumsinya hampir selalu homogen (aquifer
mempunyai physical properties yang sama) dan isothropis (Kv=Kh)
• Data hujan R (hujan rerata harian) tak mempunyai aspek return period
• Bila A = 0, ⇒ H < 0 (tak logis)

i. Biopori (Kamir R. Brata, 2007)


Lubang resapan biopori (LBR) adalah lubang silindris yang dibuat ke dalam tanah dengan

diameter 10 – 30 cm, kedalaman sekitar 100 cm atau jangan melebihi kedalaman muka air

tanah (Gambar 19.). Lubang diisi sampah organik untuk mendorong terbentuknya biopori.

Biopori adalah pori berbentuk liang (terowongan kecil) yang dibentuk oleh aktivitas fauna

tanah atau akar tanaman.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 44


Menurut Kamir R. Brata (2007) untuk menghitung jumlah (LBR) guna meresapkan air yang

jatuh dari bidang kedap sbb:

𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰𝑰 𝒉𝒉𝒉𝒉𝒉𝒉𝒉𝒉𝒉𝒉 (𝒎𝒎𝒎𝒎⁄𝒋𝒋𝒋𝒋𝒋𝒋) × 𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳 𝒃𝒃𝒃𝒃𝒃𝒃𝒃𝒃𝒃𝒃𝒃𝒃 𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌𝒌�𝒎𝒎𝟐𝟐 �


𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱𝑱 𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳 = (𝟒𝟒𝟒𝟒)
𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳𝑳 𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑 𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂 𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑𝒑 𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍 (𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍/𝒋𝒋𝒋𝒋𝒋𝒋)

Commentary:
• Volume 300 buah biopori panjang 1 m diameter 10 cm akan setara dengan
volume 1 buah sumur peresapan dengan diameter 1 m dan kedalaman 3 m
• Biopori memerlukan lahan pekarangan yang luas
• Biopori tak dapat dibangun dibawah bangunan
• Biopori bagus berfungsi untuk pemupukan (lihat vertical mulching)

VERTICAL MULCHING

http://www.bloomingarden.com/verticalmulch.html

http://www.google.co.id/search?q=vertical+mulch&hl=id&prmd=ivns&tbm=isch&tbo=u&source=u
niv&sa=X&ei=lyitTfPkGo26vQPG9d33Cg&sqi=2&ved=0CD4QsAQ&biw=994&bih=600

What is Vertical Mulching? (Gambar 12.)

Vertical mulching is the process of making many holes in the soil of the root zone of a particular tree
with the purpose of creating many entryways for air, moisture, and nutrients to reach the roots of a
given tree. This process improves the overall health and vigor of any tree. To properly vertical mulch,
you will need an electric or gasoline powered drill and a 2 to 3” diameter auger.

Gambar 19. Cara Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LBR) dan fungsi utama dari biopori
untuk pemupukan.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 45
j. Rusli M.- UII (2008)

Rumus aslinya ditulis dengan:


𝟏𝟏 𝑸𝑸𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍𝒍
𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻𝑻 = � − Φ� (48)
𝟐𝟐 π. Φ. 𝑽𝑽
Karena parameter persamaan diatas kurang lazim, maka disesuaikan dengan parameter

yang secara umum dipakai dalam Groundwater Flow tanpa mengurangi substansinya.

Rusli (2008) memberikan contoh jumlah sumur resapan yang diperlukan dengan

perhitungan bahwa debit air yang masuk kedalam sumur disebut Q dan harganya dihitung

dengan menggunakan formula rational sbb:


𝑄𝑄 = 𝐶𝐶. 𝐼𝐼. 𝐴𝐴 (𝑚𝑚3 ⁄ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 ) (49)
Dengan demikian rumus dimensi sumur resapan adalah sebagai berikut:

𝑄𝑄 = 𝑄𝑄𝑜𝑜𝑜𝑜 + 𝑄𝑄𝑄𝑄𝑄𝑄 (50)


𝑄𝑄 = π. 𝑟𝑟 2 . 𝐾𝐾 + 2. π. 𝑟𝑟. 𝐻𝐻. 𝐾𝐾
𝑄𝑄 = π. 𝑟𝑟. 𝐾𝐾(𝑟𝑟 + 2. 𝐻𝐻)
1 𝑄𝑄
𝐻𝐻 = � − 𝑟𝑟� (51)
2 π. 𝑟𝑟. 𝐾𝐾
dengan :
Q : debit air masuk kedalam sumur (m3/hari),
Qod : debit (lewat) luasan dasar sumur (m3/hari),
Qos : debit (lewat) luasan dinding sumur (m3/hari),
r : radius dasar sumur (m),
K : koefisien permeabilitas tanah = laju infiltrasi (m/hari),
𝑓𝑓(𝑡𝑡) = 𝑓𝑓𝑐𝑐 + (𝑓𝑓0 − 𝑓𝑓𝑐𝑐 )𝑒𝑒 −𝑘𝑘𝑘𝑘 (52)
Commentary:
• Bila Q = 0 ⇒ Tinggi < 0 (tak logis)

Note: Formula ini disesuaikan parameternya tanpa mengurangi substansi

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 46


k. ARSIT (1998)
Rumus ini pada dasar percobaannya adalah untuk parit resapan air hujan di pinggir

jalan yang kemudian dari formula yang ditemukan ini dikembangkan untuk formula sumur

peresapan air hujan.

Masahiro Imbe – Association for Rainwater Storage and Infiltration Technology

(ARSIT) - Japan dan Katumi Musiake – Department of Administration & Social Science,

Fukushima University, Japan.

Dalam A Simplified Estimation of Infiltration Capacity for Infiltration Facilities

(Imbe dan Musiake, 1998) besarnya air yang meresap ke dalam tanah ditunjukkan seperti

pada persamaan berikut ini:


𝑄𝑄𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 = 𝐶𝐶 ∗ 𝑄𝑄𝑓𝑓 (𝑚𝑚3 ⁄𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗) (53)

𝑄𝑄𝑓𝑓 = 𝐾𝐾𝑜𝑜 ∗ 𝐾𝐾𝑓𝑓 (54)

dengan:
C : faktor keamanan (C biasanya sebesar 0,81).
Qt : debit air meresap (m3/jam)
K0 : koefisien permeabilitas tanah (m/jam)
Kf : specific infiltration pada bangunan resapan (m2)

Menurut Masahiro Imbe dan Katumi Musiake (1998), nilai Kf (nilai Kf pada bangunan

ini berupa per satuan panjang) dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut ini:

1). Bangunan parit resapan dasar dan dinding porous :


𝐾𝐾𝑓𝑓 = 3,093𝐻𝐻 + 1,34𝑊𝑊 + 0,677 (55)

2). Bangunan parit resapan dasar porus dan dinding kedap :


𝐾𝐾𝑓𝑓 = 0,014𝐻𝐻 + 1,287 (56)

3). Bangunan sumur resapan dinding porous dengan diameter 0,2 m ≤ φ ≤ 1 m.


𝐾𝐾𝑓𝑓 = (0,475𝐷𝐷 + 0,945)𝐻𝐻 2 + (6,07𝐷𝐷 + 1,01)𝐻𝐻 + 2,570𝐷𝐷 − 0,188 (57)

4). Bangunan sumur resapan dinding porous dengan diameter 1 m < φ < 10 m
𝐾𝐾𝑓𝑓 = (6,244𝐷𝐷 + 2,853)𝐻𝐻 + 0,93𝐷𝐷2 + 1,606𝐷𝐷 − 0,733 (58)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 47


5). Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 0,3 m ≤ φ ≤ 1 m
𝐾𝐾𝑓𝑓 = (1,497𝐷𝐷 + 0,10)𝐻𝐻 + 1,13𝐷𝐷2 + 0,638𝐷𝐷 − 0,011 (59)

6). Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 1 m < φ < 10 m
𝐾𝐾𝑓𝑓 = (2,556𝐷𝐷 + 2,052)𝐻𝐻 + 0,924𝐷𝐷2 + 0,993𝐷𝐷 − 0,087 (60)

Nakashima dkk. (2003) menggunakan persamaan kontinuitas dalam menentukan

dimensi bangunan parit resapan yang dijabarkan sebagai berikut :


𝑞𝑞𝑠𝑠 = (𝑞𝑞𝑖𝑖𝑖𝑖 − 𝑞𝑞𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 )𝛥𝛥𝛥𝛥 (61)
dengan:
qs : volume tampungan parit resapan per satu meter panjang parit (m3/m),
qin : debit air yang masuk ke dalam parit (m3/jam/m),
qout : debit air yang meresap setiap satu meter panjang parit (m3/jam/m).

Penentuan dimensi sumur resapan air hujan dapat dilakukan dengan persamaan

sebagai berikut :
𝑄𝑄𝑠𝑠 = (𝑄𝑄𝑖𝑖𝑖𝑖 − 𝑄𝑄𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 )𝛥𝛥𝛥𝛥 (62)
dengan:
Qs : volume tampungan parit resapan (m3),
Qin : debit air yang masuk ke dalam parit (m3/jam),
Qout : debit air yang meresap (m3/jam).
H : tinggi air dalam parit (m),
L : panjang parit resapan (m),
W : lebar parit resapan (m),
∆t : durasi hujan (jam).

Dan formula untuk berbagai keadaan ditentukan dengan mensubstitusikan persamaan Eq.

(57) kedalam Eq.(62) seperti berikut ini:

1). Dimensi sumur resapan dinding porous berdiameter 0,2m ≤ φ ≤ 1m.

𝑄𝑄𝑠𝑠 = �𝑄𝑄𝑖𝑖𝑖𝑖 − 0,81. 𝐾𝐾0 . 𝐾𝐾𝑓𝑓 �∆𝑡𝑡 (63)

𝑄𝑄𝑠𝑠 = �𝑄𝑄𝑖𝑖𝑖𝑖 − 0,81. 𝐾𝐾0 �(0,475𝐷𝐷 + 0,945)𝐻𝐻2 + (6,07𝐷𝐷 + 1,01)𝐻𝐻 + 2,570𝐷𝐷 − 0,188 �� ∆𝑡𝑡 (64)

𝑸𝑸𝒊𝒊𝒊𝒊 − (𝟐𝟐, 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎 − 𝟎𝟎, 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏)𝑲𝑲𝟎𝟎


𝑯𝑯 = (65)
𝑨𝑨𝒔𝒔
(𝟒𝟒, 𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗 + 𝟎𝟎, 𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖)�
𝜟𝜟𝜟𝜟 + 𝑲𝑲𝟎𝟎 �(𝟎𝟎, 𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑 + 𝟎𝟎, 𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕)𝑯𝑯 +

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 48


Dengan cara yang sama Eq.(58;59;60) disubstitusikan kedalam persamaan Eq.(62)

akan didapat persamaan - persamaan seperti berikut ini :

2). Bangunan sumur resapan dinding porous dengan diameter 1 m < φ < 10 m
𝑸𝑸𝒊𝒊𝒊𝒊 − 𝑲𝑲𝟎𝟎 �𝟎𝟎, 𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝑫𝑫𝟐𝟐 + 𝟏𝟏, 𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑 − 𝟎𝟎, 𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔�
𝑯𝑯 = (66)
𝑨𝑨𝒔𝒔
(𝟓𝟓,
𝜟𝜟𝜟𝜟 + 𝑲𝑲𝟎𝟎 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟒𝟒𝟒𝟒 + 𝟐𝟐, 𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑)
3). Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 0,3 m ≤ φ ≤ 1 m
𝑸𝑸𝒊𝒊𝒊𝒊 − 𝑲𝑲𝟎𝟎 �𝟎𝟎, 𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝑫𝑫𝟐𝟐 + 𝟎𝟎, 𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓 − 𝟎𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎�
𝑯𝑯 = (67)
𝑨𝑨𝒔𝒔
(𝟏𝟏,
𝜟𝜟𝜟𝜟 + 𝑲𝑲𝟎𝟎 𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐 + 𝟎𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎)
4). Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 1 m < φ < 10 m
𝑸𝑸𝒊𝒊𝒊𝒊 − 𝑲𝑲𝟎𝟎 �𝟎𝟎, 𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝑫𝑫𝟐𝟐 + 𝟎𝟎, 𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖 − 𝟎𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎�
𝑯𝑯 = (68)
𝑨𝑨𝒔𝒔
(𝟐𝟐,
𝜟𝜟𝜟𝜟 + 𝑲𝑲𝟎𝟎 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎 + 𝟏𝟏, 𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔)
dengan:
H : tinggi air dalam sumur (m)
Qin : debit air masuk (m3/j)
Ko : koefisien permeabilitas (m/j)
D : diameter sumur (m)
As : luas tampang sumur (m2)
Δt : durasi hujan (j)

Commentary:
• Tak memenuhi asas análisis dimensi
• Bila Qin= 0 ⇒ H < 0 (tak logis)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 49


6. PARIT PERESAPAN AIR HUJAN

Parit atau kolam resapan air atau recharge trench adalah suatu bangunan peresapan

air berbentuk kolam. Air yang masuk disini akan tertampung dan meresap kedalam

tanah. Parit yang dimaksud disini adalah kolam kering yang berbeda dengan saluran

peresapan yang airnya mengalir sebagai conveyance channel dan topic ini akan dibahas

pada Bab. 8. Recharge trench diimplementasikan ketika tinggi muka air tanah kurang

dari 2 m hingga penggunaan sumur peresapan tidak efektif lagi.

(Mengingat banyak acuan berbahasa inggris untuk mengurangi kerancuan titik koma

akan dipergunakan English system)

a). ITB-HMTL (1990)


Luas bidang resapan ini menurut HMTL-ITB (1990), merupakan parit dengan

kedalamam sekitar 1 m yang diisi pasir dan kerikil. Air dari atap dialirkan melalui

pipa porus dan luas bidang dihitung dengan persamaan:

𝟎𝟎. 𝟕𝟕 × 𝟎𝟎. 𝟗𝟗 × 𝑨𝑨 × 𝑹𝑹𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐 × �𝒑𝒑


𝑨𝑨𝒃𝒃𝒃𝒃 = (69)
𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏
dengan:
Abr : luas bidang resapan (m2)
A : luas atap (m2)
R24j : curah hujan terbesar dalam 24 jam (mm/day)
p : faktor perkolasi (mnt/cm)
Commentary:
• Tak memenuhi asas analisis dimensi
• Tak ada parameter kedalaman parit

b). MSMAM (Manual Saliran Mesra Alam Malaysia)


Storm Water Management Manual for Malaysia
The allowable maximum depth (dmax) should meet the following formula:
𝑓𝑓𝑐𝑐 𝑇𝑇𝑠𝑠
𝑑𝑑𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = (70)
𝑛𝑛
where:

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 50


fc : final infiltration rate (mm/hr)
Ts : maximum allowable storage time (hrs)
n : porosity of the stone reservoir

The volume of water must be stored in the trench (V) is devined as:
𝑉𝑉 = 𝑉𝑉𝑤𝑤 + 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑡𝑡 − 𝑓𝑓𝑑𝑑 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑡𝑡 (71)

The gross volume of the trench:


𝑉𝑉
𝑉𝑉𝑡𝑡 = = 𝑑𝑑𝑡𝑡 𝐴𝐴𝑡𝑡 (72)
𝑛𝑛
PAt is small compared to the Vw and may be ignored and the relationship is V = Vt:
𝑉𝑉𝑤𝑤 − 𝑓𝑓𝑑𝑑 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑡𝑡 𝑉𝑉𝑤𝑤 − 𝑓𝑓𝑑𝑑 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑡𝑡
𝑑𝑑𝑡𝑡 𝐴𝐴𝑡𝑡 𝑛𝑛 + 𝑓𝑓𝑑𝑑 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑡𝑡 = 𝑉𝑉𝑤𝑤 ⇒ = 𝑑𝑑𝑡𝑡 𝐴𝐴𝑡𝑡 ⇒ 𝑑𝑑𝑡𝑡=
𝑛𝑛 𝑛𝑛𝐴𝐴𝑡𝑡

𝑽𝑽𝒘𝒘
𝑨𝑨𝒕𝒕 = (73)
𝒏𝒏𝒏𝒏𝒕𝒕 + 𝒇𝒇𝒅𝒅 𝑻𝑻𝒇𝒇

where,
P : design rainffal event (mm)
At : trench surface area (m2)
Vw : design volume that enter the trench (m3)
Tf : effective filling time, generally < 2 hrs (hrs)
fd : design infiltration rate (m/hr)
dt : depth (m)
n : porosity of the stone reservoir
Commentary:
• Bila Vw = 0 ⇒ dt < 0 (tak logis)

Example:
Infiltration capacity fc = 0.035 m/hr
Design infiltration rate fd = 0.50 x fc = 0.0175
m/hr
Effective filling time Tf = 2 hrs
Catchment area A = 171 m2 = 0.0171 ha
Predeveloped C = 0.48
Developed C = 0.76
Proposed depth dt = 1.50 m
Porosity of fill materials n = 0.35

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 51


𝑓𝑓𝑐𝑐 𝑇𝑇𝑠𝑠 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑝𝑝 𝐴𝐴
𝑑𝑑𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑄𝑄𝑠𝑠 =
𝑛𝑛 360
Predeveloped Qs = 0.00346 m3/s
Developed Qs = 0.00722 m3/s
Volume enters Vw = 5.50 m3
𝑉𝑉𝑤𝑤
𝐴𝐴𝑡𝑡 = ⇒ 𝐴𝐴𝑡𝑡 = 9.83 𝑚𝑚2
𝑛𝑛𝑛𝑛𝑡𝑡 + 𝑓𝑓𝑑𝑑 𝑇𝑇𝑓𝑓
Dimension of recharge trench l x w x d = 20 x 0.50 x 1.50 m2

c). Georgia Stormwater Management Manual


Formula ini diambil dari: Maryland Standards Specifications Management

Infiltration Practices (1984). Juga diacu oleh negara bagian atau kota lainnya

seperti Delaware, Brown, dll.

The Area of Infiltration Trench Material Filled:


𝑊𝑊𝑊𝑊𝑣𝑣
𝐴𝐴 = (74)
𝑘𝑘𝑘𝑘
�𝑛𝑛𝑛𝑛 + 12 �
where,
A : surface area (feet2)
WQv : recharge volume (feet3)
n : porosity of material
d : trench depth (feet)
k : percolation (inches/hour)
T : filling time (hours)
Commentary:
• Bila WQv = 0 ⇒ d < 0 (tak logis)

d). New York State Stormwater Management Design


Salah satu standar pengelolaan air hujan di New York State menggunakan parit

resapan. Persamaan dimensi parit resapan diambil dari New York State Stormwater

Management Design Manual – Chapter 8 (Anonim, 2003) adalah sebagai berikut:


𝑊𝑊𝑊𝑊𝑣𝑣
𝐴𝐴 = (75)
𝑛𝑛𝑛𝑛
𝑊𝑊𝑊𝑊𝑣𝑣
𝑑𝑑 = (76)
𝑛𝑛𝑛𝑛
dengan :
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 52
A : surface area (feet2)
WQv : water quality volume (feet3)
n : porosity (-)
d : trench depth (feet)

Commentary:
• Asas perhitungannya adalah untuk volume kolam kedap air (tak logis)

e). California Stormwater Management Design


Dalam California Stormwater BMP Handbook: Infiltration Trench (California

Stormwater Quality Association, 2003), memberikan persamaan dimensi parit resapan

air hujan sebagai berikut :


𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊 + 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅
𝑑𝑑 = (77)
𝑆𝑆𝑆𝑆
dengan:
d : kedalaman parit,
WQV : volume air masuk,
RFV : volume material pengisi,
SA : luas dasar parit.

Material pengisi menggunakan batuan dengan diameter 1.5” – 2.5”, nilai

porositasnya sebesar 35%. Dengan demikian, persamaan (77) dapat ditulis dengan bentuk

lain seperti berikut ini :


1 − 𝑛𝑛
𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊 + � 𝑛𝑛 � 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊
𝑑𝑑 =
𝑆𝑆𝑆𝑆
1
𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊
𝑑𝑑 = 𝑛𝑛 ⇒ 𝑑𝑑 = (78)
𝑆𝑆𝑆𝑆 𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛
Commentary:
• Asas perhitungannya adalah untuk volume kolam kedap air (tak logis)

f). Stormwater Management Manual for Western Australia


Persamaan yang dikembangkan adalah beberapa rumus resapan untuk beberapa

bentuk resapan yaitu parit resapan dan pond/kawasan resapan. Pada tulisan ini hanya

membahas rumus untuk parit resapan. Dalam Stormwater Management Manual for
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 53
Western Australia: Structural Controls/Chapter 3: Infiltration Systems (Anonim,

2007) persamaan dimensi parit resapan air hujan adalah sebagai berikut ini:
𝑽𝑽
𝑩𝑩 = (79)
𝑯𝑯
�𝒆𝒆𝒔𝒔 𝒃𝒃𝒃𝒃 + 𝟔𝟔𝟔𝟔𝑲𝑲𝒉𝒉 𝝉𝝉 �𝒃𝒃 + 𝟐𝟐 � 𝑼𝑼�

dengan :

B : panjang parit (m)


es : porositas (disarankan: es = 0.35 (gravel); es = 0.95 (plastic milk-crate) dan
es = 0.5 – 0.7 (berisi batuan dan pipa porus sebagai saluran air masuk)).
b : lebar parit (m),
H : kedalaman parit (m),
Kh : koefisien permeabilitas (m/sec),
τ : durasi rencana hujan (mnt),
V : volume air masuk (m3),
U : soil moderation factor (Tabel 8.).

Commentary:

• Bila V = 0 ⇒ H < 0 (tak logis)

Persamaan (59) dapat diubah menjadi:


𝑽𝑽
− 𝟔𝟔𝟔𝟔𝑲𝑲𝒉𝒉 𝝉𝝉𝝉𝝉𝝉𝝉
𝑯𝑯 = 𝑩𝑩 (80)
𝒆𝒆𝒔𝒔 𝒃𝒃 + 𝟑𝟑𝟑𝟑𝑲𝑲𝒉𝒉 𝝉𝝉𝝉𝝉

Pada kenyataannya, kondisi tanah bersifat heterogen. Soil moderation factor (U)

merupakan faktor yang bertujuan untuk mengkonversi point soil hydraulic conductivity

menjadi areal soil hydraulic conductivity. Nilai U disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Soil Moderation Factor ( U )


Tipe Tanah Soil Moderation Factor ( U )

Sand 0.5

Sandy Clay 1.0

Medium and Heavy Clay 2.0

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 54


Tanah dengan koefisien permeabilitas rendah dapat diasumsikan bahwa proses yang

terjadi pada bangunan resapan adalah proses perendaman sehingga alasnya berbentuk

bujur sangkar (B = b). Dengan demikian rumus di atas berubah menjadi:


𝑉𝑉
𝑎𝑎 = (81)
𝑒𝑒𝑠𝑠 𝐻𝐻 + 60𝐾𝐾ℎ 𝜏𝜏𝜏𝜏
dengan :

a : luas dasar resapan (m2)

Tabel 9. Tipe Tanah Berdasarkan Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah

Tipe Tanah Koefisien Permeabilitas Tanah

mm / hr m / sec

Sandy >180 > 5 x 10-5


Sandy Clay 36 – 180 1 x 10-5 – 5 x 10-5
Medium Clay 3,6 – 36 1 x 10-6 – 5 x 10-5
Heavy Clay 0,036 – 3,6 1 x 10-8 – 1 x 10-6

Persamaan (59b) dapat diubah menjadi:


𝑉𝑉
− 60𝐾𝐾ℎ 𝜏𝜏𝜏𝜏
𝐻𝐻 = 𝑎𝑎 (82)
𝑒𝑒𝑠𝑠
Waktu pengosongan adalah sebagai berikut :
−4.6𝑏𝑏𝑒𝑒𝑠𝑠 𝐿𝐿𝐿𝐿
𝑇𝑇 = 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙10 � � (83)
2𝐾𝐾ℎ (𝐿𝐿 + 𝑏𝑏) 𝐿𝐿𝐿𝐿 + 2𝐻𝐻(𝐿𝐿 + 𝑏𝑏)
dengan:
T : waktu pengosongan ( sec ).

Untuk panjang ( B ) = lebar ( b ), maka persamaan di atas berubah menjadi :


2𝐻𝐻𝑒𝑒𝑠𝑠
𝑇𝑇 = (84)
𝐾𝐾ℎ

g). Minnesota Urban Small Sites BMP Manual


Dalam Minnesota Urban Small Sites BMP Manual : Infiltration Trench

(Metropolitan Council/Barr Enginering Co., 2005) volume dan luas permukaan parit

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 55


resapan berhubungan dengan volume rencana limpasan yang masuk ke dalam parit dan

permeabilitas tanah di bawah parit. Luas dasar parit yang merupakan permukaan bidang

resapan dapat dicari menggunakan persamaan berikut ini :


12𝑉𝑉
𝐴𝐴 = (85)
𝑃𝑃 × 𝑛𝑛 × 𝑡𝑡
dengan:
A : luas dasar parit ( ft2 ),
V : volume limpasan yang akan diresapkan ( ft3 ),
P : nilai perkolasi (in/hour),
n : porositas ( 0.4 untuk batu berdiameter 1.5 – 3 inch ),
t : waktu retensi ( maksimum 72 hour ).

Commentary:
• Asas perhitungannya adalah untuk volume kolam kedap air (tak logis)

Jika dalam satuan SI maka persamaan (61a) menjadi:


𝑉𝑉
𝐴𝐴 = (86)
𝑃𝑃 × 𝑛𝑛 × 𝑡𝑡

Dengan: A (m2), V ( m3), P ( m/hour) dan t (hours).

Kedalaman parit biasanya antara 3 – 12 feet. Kedalaman efektif maksimum parit

dapat dihitung berdasarkan perkolasi tanah, porositas dan waktu tampungan pada parit.

Persamaan tersebut adalah sebagai berikut :


𝑃𝑃 𝑡𝑡
𝐷𝐷 = (87)
𝑛𝑛
dengan :
D : kedalaman parit (m).
Hubungan antara luas dasar parit (A) dan kedalaman parit (D) ditunjukkan seperti

berikut ini :
𝑉𝑉 𝑉𝑉
𝐴𝐴 = 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑃𝑃 𝑡𝑡 = (88)
𝑃𝑃 𝑛𝑛 𝑡𝑡 𝑛𝑛 𝐴𝐴
Persamaan tersebut kemudian disubstitusikan terhadap Persamaan Eq. (87) menjadi

seperti berikut ini :

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 56


1 𝑉𝑉 𝑉𝑉
𝐷𝐷 = 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝐷𝐷 = (89)
𝑛𝑛 𝑛𝑛 𝐴𝐴 𝑛𝑛2 𝐴𝐴
Dengan demikian, pada hakekatnya rumus ini merupakan rumus bangunan penampungan

air hujan bukan rumus resapan air hujan karena tidak dipengaruhi oleh parameter

kemampuan tanah meloloskan air.

h). Montgomary County Maryland


Montgomary County Maryland Department of Permitting Services Water

Resources Section (2005) memberikan perhitungan dimensi parit resapan sebagai

berikut :
𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 = 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊(2.50) (90)

Nilai 2.5 merupakan hasil perhitungan terhadap nilai porositas yang diasumsikan sebesar

40 % maka rumus (90) dapat berubah menjadi:


𝑊𝑊𝑄𝑄𝑄𝑄(2.50)
𝐷𝐷 = (91)
𝑏𝑏𝑏𝑏
Kedalaman parit (D) tidak boleh melebihi D maksimum (Dmax) yaitu :

𝐷𝐷𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = 10. 𝑓𝑓 (𝑖𝑖𝑖𝑖⁄ℎ𝑟𝑟) (92)


dengan :
WQV : volume air masuk (ft3),
f : nilai infiltrasi pada area parit (inch/hour)
b : lebar parit (m)
B : panjang parit (m)

Commentary:
• Asas perhitungannya adalah untuk volume kolam kedap air (tak logis)

i). ARSIT
Dalam A Simplified Estimation of Infiltration Capacity for Infiltration Facilities

(Imbe dan Musiake, 1998) jika persamaan Eq.(57) disubstistusikan ke dalam persamaan

Eq.(62) untuk mencari dimensi parit resapan dasar dan dinding porous maka :

𝑄𝑄𝑠𝑠 = �𝑄𝑄𝑖𝑖𝑖𝑖 − 0.81𝐾𝐾𝑜𝑜 𝐾𝐾𝑓𝑓 �𝛥𝛥𝛥𝛥 (62)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 57


𝐾𝐾𝑓𝑓 = 3.093𝐻𝐻 + 1.34𝑊𝑊 + 0.677 (57)

𝑄𝑄𝑠𝑠 = �𝑄𝑄𝑖𝑖𝑖𝑖 − 0.81𝐾𝐾𝑜𝑜 (3.093𝐻𝐻 + 1.34𝑊𝑊 + 0.677)�𝛥𝛥𝛥𝛥

𝑊𝑊𝑊𝑊
𝐻𝐻 = 𝑄𝑄𝑖𝑖𝑖𝑖 − 𝐾𝐾0 (2.50533𝐻𝐻 + 1.0854𝑊𝑊 + 0.54837)
𝛥𝛥𝛥𝛥
𝑊𝑊𝑊𝑊
𝐻𝐻 + 2.50533𝐻𝐻𝐾𝐾0 = 𝑄𝑄𝑖𝑖𝑖𝑖 − 𝑘𝑘0 (1.0854𝑊𝑊 + 0.54837)
𝛥𝛥𝛥𝛥

1). Parit resapan dasar dan dinding porous:


𝑸𝑸𝒊𝒊𝒊𝒊 − 𝑲𝑲𝟎𝟎 (𝟏𝟏. 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎 + 𝟎𝟎. 𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓)
𝑯𝑯 = (93)
𝑾𝑾𝑾𝑾
𝜟𝜟𝜟𝜟 + 𝟐𝟐. 𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝑲𝑲𝟎𝟎

Dengan cara yang sama akan didapat persamaan - persamaan seperti berikut ini :

2). Parit resapan, dasar porus dinding kedap:


𝐾𝐾𝑓𝑓 = 0.014𝐻𝐻 + 1.287 (58)

Dengan cara yang sama harga Eq.(58) disubstititusikan ke persamaan Eq.(62) maka
didapat:
𝑸𝑸𝒊𝒊𝒊𝒊 – 𝟏𝟏. 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝑲𝑲𝟎𝟎
𝑯𝑯 = (94)
𝑾𝑾𝑾𝑾
𝜟𝜟𝜟𝜟 + 𝟎𝟎. 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝑲𝑲𝟎𝟎
dengan:
C : faktor keamanan (C biasanya sebesar 0,81).
Qf : debit air meresap (m3/hr)
Qin : debit air masuk (m3/ hr)
K0 : koefisien permeabilitas tanah (m/ hr)
Kf : spesific infiltration pada bangunan resapan (m2)
H : kedalaman parit (m),
W : lebar parit resapan (m),
L : panjang parit resapan (m)
∆t : durasi (hrs)

Commentary:
• Tak memenuhi asas análisis dimensi
• Bila Qin = 0 ⇒ H < 0 (tak logis)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 58


j). Sunjoto (2002)
1). Formula

Dalam perhitungan sumur peresapan dihitung tinggi air dalam sumur atau kedalaman

sumur. Namun dalam perhitungan recharge trench adalah panjang parit (B) dengan

ditentukan dulu lebar (b) dan tinggi parit (H). Formulanya diturunkan dari dasar

integrasi formula sumur begitu juga factor geometriknya (Gambar 20.).

Gambar 20. Sketch of water balance on the trench

Volume air tampungan dalam parit Eq.(95) sama dengan selisih volume air masuk

dikurangi volume air meresap Eq.(96) maka:


𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑡𝑡 = 𝑛𝑛𝑛𝑛𝑠𝑠 𝑑𝑑ℎ (95)
𝑑𝑑𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑡𝑡 = (𝑄𝑄 − 𝑄𝑄0 )𝑑𝑑𝑑𝑑 = (𝑄𝑄 − 𝑓𝑓𝑓𝑓ℎ)𝑑𝑑𝑑𝑑 (96)
dengan:
Volt: volume of storage water
Qo : outflow discharge
Q : inflow discharge
As : cross section area of trench
h : depth of water
t : duration of flow
f : shape factor trench
K : coefficient of permeability

Persamaan Eq.(95) = Eq.(96) diselesaikan dengan integrasi:

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 59


𝑛𝑛𝐴𝐴𝑠𝑠 𝑑𝑑ℎ 𝑓𝑓𝑓𝑓
𝑛𝑛𝑛𝑛𝑠𝑠 𝑑𝑑ℎ = (𝑄𝑄 − 𝑓𝑓𝑓𝑓ℎ)𝑑𝑑𝑑𝑑 ⇒ 𝑑𝑑𝑑𝑑 = ÷
𝑄𝑄 − 𝑓𝑓𝑓𝑓ℎ 𝑓𝑓𝑓𝑓

Hasil intergrasinya untuk konstruksi parit tanpa atau dengan dinding samping dan ruang

parit kosong maupun dengan material pengisi (gravel) maka panjang parit dapat dihitung

dengan:
−𝒇𝒇𝒇𝒇𝑻𝑻𝒅𝒅
𝑩𝑩 = (97)
𝒇𝒇𝒇𝒇𝒇𝒇
𝒏𝒏𝒏𝒏 �𝒍𝒍𝒍𝒍 �𝟏𝟏 − 𝑸𝑸 ��

where,
B : length of trench (L)
b : width of trench (L)
f : shape factor of trench (L)
K : coefficient of permeability (L/T)
H : depth of water on trench (L)
Td : dominant duration of precipitation (T)
Q : inflow discharge (L3/T) and Q = CIA
C : runoff coefficient of roof (-)
I : precipitation intensity (L/T)
A : area of roof (L2)
n : porosity of material filled (0 < n < 1)

Note:
• Trench kosong material ketika n = 1, sebaliknya bila kolam terisi material penuh

dan tak ada ruang pori terjadi ketika n = 0.

• Formula (97) diturunkan dari persamaan (20) atau (21) untuk menghitung H

(hydraulic head), ketika harga H dibatasi sebagai akibatnya akan memperbesar

panjang parit (B), Karena hubungan H dengan B tidak linear maka dalam

perencanaan harus dikontrol dengan panjang parit maksimum adalah sebesar

perhitungan kolam pada keadaan rapat air (B’).


𝑄𝑄 × 𝑇𝑇𝑑𝑑
𝐵𝐵′ ≤ (98)
𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛

Comment:

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 60


• Selaras dengan asas analisis dimensi
• Bila Q = 0 ⇒ H = 0 (logis)

2). Simplifikasi
Untuk perhitungan praktis, semisal untuk perhitungan keperluan disain sederhana trench

dianggap aliran dalam steady state condition dengan faktor geometrik yang 90% terjadi

yaitu kondisi f4b maka formula dapat ditulis:


𝑄𝑄 2
𝐵𝐵 = (99)
𝛽𝛽𝛽𝛽𝐻𝐻 2 𝐾𝐾 2
Note:
 Harga β = 16 untuk:
o Parit/kolam kosong (n = 1) berdinding kedap
o Parit/kolam dengan batu pengisi (0< n < 1) tanpa dinding atau dinding porus
 Harga β = 40 untuk untuk:
o Parit/kolam kosong (n = 1) berdinding porus

3). Faktor geometrik parit

Faktor geometrik parit (f) diturunkan dari faktor geometrik sumur (F) dengan cara
(Sunjoto, 2008):
a). Faktor geometri parit adlh faktor geometrik sumur kali ‘shape coefficient’ (SC).
b). Shape coefficient adalah ‘perimeter coefficient’ kali ‘area coefficient’
c). ‘Perimeter coefficient’ bentuk lingkaran ke bentuk bujur sangkar adalah keliling
bujur sangkar (4b) dibagi keliling lingkaran (2πr) atau sama dengan 4𝑏𝑏⁄(2𝜋𝜋 𝑟𝑟)
d). ‘Area coefficient’ dari bentuk bujur sangkar ke bentuk rectangular adalah akar
dari luas rectangular dibagi luas bujur sangkar atau �(𝑏𝑏. 𝐵𝐵)⁄𝑏𝑏 2 .
e). Finally harga dari ‘shape coefficient’ (SC) dari bentuk lingkaran ke bentuk
rectangular adalah sama dengan: 4𝑏𝑏⁄(2𝜋𝜋 𝑟𝑟) × �(𝑏𝑏. 𝐵𝐵)⁄𝑏𝑏 2 = �2√𝑏𝑏. 𝐵𝐵��(𝜋𝜋𝜋𝜋)

𝟐𝟐√𝒃𝒃. 𝑩𝑩 𝟐𝟐√𝒃𝒃. 𝑩𝑩
𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴 ∶ 𝑺𝑺𝑺𝑺 = dan 𝒇𝒇𝒏𝒏 = 𝑭𝑭𝒏𝒏 × (100)
𝝅𝝅𝝅𝝅 𝝅𝝅𝝅𝝅
dengan:
fn : faktor geometrik parit kondisi n
Fn : faktor geometrik sumur kondisi n

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 61


4). Konstruksi

Konstruksinya dapat diimplementasikan di halaman rumah berbentuk kolam kering berisi

gravel atau pada pinggiran area parkir atau dibangun sepenjang pinggir jalan seperti

Gambar 21. Konstruksi ini dimaksudkan untuk mendapatkan berbagai fungsi dapat

tercapai. Genagan air hujan dari jalan atau pavement dapat diatasi, air hujan dapat

diresapkan dan bahaya mobil masuk selokan dapat dihindari.

Gambar 21. Excavated trench filled with stone aggregate


Sumber:Georgia Stormwater Management Manual 3.2-
75http://www.georgiastormwater.com/vol2/3-2-5.pdf (Cited: December 7th 2011)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 62


Tabel 10. Faktor geometrik dari trenches

Trench condition Shape factor of trench (f) Reference

4𝐿𝐿
b 𝑓𝑓1 = Sunjoto (2017)
1 𝐿𝐿 + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
2√𝑏𝑏𝑏𝑏 2√𝑏𝑏𝑏𝑏

𝑓𝑓2𝑎𝑎 = 8√𝑏𝑏𝑏𝑏
b Sunjoto (2008)

32
𝑓𝑓2𝑏𝑏 = √𝑏𝑏𝑏𝑏 Sunjoto (2008)
b 𝜋𝜋

b
𝑓𝑓3𝑎𝑎 = 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 Sunjoto (2008)

8
b 𝑓𝑓3𝑏𝑏 = π √𝑏𝑏𝑏𝑏
Sunjoto (2008)

b
𝑓𝑓4𝑎𝑎 = 2π√𝑏𝑏𝑏𝑏
Sunjoto (2008)

b
𝑓𝑓4𝑏𝑏 = 4√𝑏𝑏𝑏𝑏
Sunjoto (2008)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 63


b
4𝐿𝐿 + 2π√𝑏𝑏𝑏𝑏𝑙𝑙𝑙𝑙2 Sunjoto (2008)
𝑓𝑓5𝑎𝑎 =
𝐿𝐿 + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
5 2√𝑏𝑏𝑏𝑏 2√𝑏𝑏𝑏𝑏

b 4𝐿𝐿 + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏𝑙𝑙𝑙𝑙2 Sunjoto (2008)


𝑓𝑓5𝑏𝑏 =
𝐿𝐿 + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
2√𝑏𝑏𝑏𝑏 2√𝑏𝑏𝑏𝑏

b 4𝐿𝐿 + 2π√𝑏𝑏𝑏𝑏𝑙𝑙𝑙𝑙2
𝑓𝑓6𝑎𝑎 = Sunjoto (2008)
2
𝐿𝐿 + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐿𝐿
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
4√𝑏𝑏𝑏𝑏 4√𝑏𝑏𝑏𝑏
6

b 4𝐿𝐿 + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏𝑙𝑙𝑙𝑙2
𝑓𝑓6𝑏𝑏 = Sunjoto (2008)
𝐿𝐿 + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
4√𝑏𝑏𝑏𝑏 4√𝑏𝑏𝑏𝑏

4𝐻𝐻 + 2π√𝑏𝑏𝑏𝑏𝑙𝑙𝑙𝑙2
b 𝑓𝑓7𝑎𝑎 =
H
𝐻𝐻 + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐻𝐻 2 Sunjoto (2017)
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
4√𝑏𝑏𝑏𝑏 4√𝑏𝑏𝑏𝑏
7

b 4𝐻𝐻 + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏𝑙𝑙𝑙𝑙2
𝑓𝑓7𝑏𝑏 = Sunjoto (2017)
H 2
𝐻𝐻 + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐻𝐻
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
4√𝑏𝑏𝑏𝑏 4√𝑏𝑏𝑏𝑏

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 64


7. TAMAN RESAPAN AIR HUJAN
Taman resapan air hujan atau Recharge Yard atau di USA disebut Rain Garden (Gambar

22.) adalah suatu usaha penanganan genangan dengan cara air menyalurkannya ketempat

lebih rendah di halaman yang peresapannya diwujudkan dengan taman. Cara ini hanya

dapat dilaksanakan bila rumah mempunyai halaman yang cukup luas. Untuk halaman sempit

cara yang umum dilaksanakan dengan mengusahakan air hujan yang jatuh di

taman/halaman tidak mengalir keluar ke selokan dengan cara membuat tanggul pasangan

batu setinggi 5 atau 10 cm (Gambar 23a.) hingga air meresap kedalam tanah di halaman

itu sendiri. Bila permukaan tanah relatif kedap air, untuk mempercepat proses

peresapannya dengan menggunakan biopori.

Gambar 22. Foto dan skecth Taman Resapan Air atau Rain Garden (USA)
Sumber: http://www.dec.ny.gov/docs/water_pdf/swdmchapter8.pdf (cited January 10th 2008)
Sumber: http://www.dec.ny.gov/docs/water_pdf/swdmchapter8.pdf (cited January 10th 2008)

Angka 5-10cm dari tanggul pasangan batu (Gambar 23a.) ini diperhitungkan bahwa selama

hujan terjadi air yang jatuh dapat tertampung di halaman tanpa meluap keluar. Dengan

data di Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa dominant duration Td=2jam dan intensitas

hujan dengan kala ulang 2 tahunan sebesar 0.036 m/j, maka selama 2 jam hujan akan

tertampung air setebal H=2jamx3.6cm/jam =7.20 cm bila infiltrasi nol.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 65


Selain dengan cara seperti tersebut diatas dapat juga dilaksanakan dengan cara halaman

yang dikelilinggi tanggul digali 20cm kemudian ditabur pasir setebal 10cm dan ditasnya

ditimbun batu gravel setebal 10cm. Antara permukaan tanah dengan pasir dan antara

pasir dengan gravel dibatasi dengan lapisan geotekstil. Untuk bahan yang lebih mudah

dan murah dapat digunakan paranet (Gambar 23b. & 24.).

a b
Gambar 23. Sket Taman Resapan Air Hujan dgn permukaan rumput dan permukaan
gravel.

Gambar 24. Recharge Yard dengan lapisan pasir dan gravel dipermukaan (pcp)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 66


Pinsip utama recharge yard adalah air hujan yang jatuh di halaman tidak mengalir keluar

namun akan meresap kedalam tanah di halaman itu sendiri. Sedangkan air hujan yang

jatuh diatap atau perkerasan lainnya diresapkan kedalam tanah dengan menggunakan

recharge well maupun recharge trench. Bila halaman tidak dilengkapi dengan teknik

konservasi, hingga air hujan dari halaman akan terbuang langsung mengalir keluar halaman

maka keadaan ini disebut dengan Taman Penerlantar Air Hujan (Gambar 25.). Sedangkan

contoh halaman yang telah berasaskan recharge yard dalam pembangunannya seperti

halaman depan Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dan halaman samping kanan

Fakultas MIPA-UGM (Gambar 26).

Gambar 25. Sket Taman Penerlantar Air Hujan (pcp)

Gambar 26. Taman Resapan Air Hujan di Kantor Provinsi DIY dan halaman Fakultas Mipa
UGM (pcp)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 67


8. SALURAN DAN TELAGA
a. Saluran
Saluran adalah bangunan yang menghantarkan aliran air yang pada umumnya mengalir

secara gravitasi dan untuk keadaan lapangan seperti pada Gambar 27, dinamika aliran

yang terjadi adalah:

• Water losses : evaporasi dan infiltrasi.

• Infiltrasi merugikan dari sudut pandang teknik irigasi namun menguntungkan dari

sudut pandang teknik konservasi sumberdaya air.

• Infiltrasi di saluran didapat:

a. Diukur langsung dengan cara membendung di dua tempat dan mengukur

penurunan air fungsi waktu.

b. Diukur selisih debit dari dua titik saluran pada real time.

c. Formulasi :

• Moritz (1913) > empiris

• Bouwer (1956) > semi grafis

• Sunjoto (2008; 2009) > analitis

Gambar 27. Saluran tanpa lining samping di Kecamatan Panjatan dan saluran dengan dua
lining samping yaitu Selokan Mataram. (pcp)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 68


1). Moritz (1913)
𝟎𝟎,𝟓𝟓𝟓𝟓
𝑸𝑸 𝟎𝟎,𝟓𝟓𝟓𝟓
𝟐𝟐(𝒁𝒁𝟐𝟐 + 𝟏𝟏)𝟎𝟎,𝟓𝟓𝟓𝟓 − 𝒁𝒁
𝑺𝑺 = 𝟎𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎 × 𝑪𝑪 � �(𝑵𝑵 + 𝒁𝒁) + �� (101)
𝑽𝑽 (𝑵𝑵 + 𝒁𝒁)𝟎𝟎,𝟓𝟓𝟓𝟓
dengan :
S : kehilangan air di saluran (m3/s/km)
C : kehilangan air harian (m/hr) ⇒ Table 12
Q : debit saluran (m3/s)
V : kecepatan air (m/s)
N : rasio dasar saluran dgn kedalaman air
Z : kemiringan tebing.( Z = h, bila v = 1)

Tabel 12. Harga C untuk lapisan dasar saluran (Moritz, 1913)


Soils C (m/day)
1. Concrete 0.02
2. Cement gravel with hardpan sandy loam 0.10
3. Clay and clay loam 0.12
4. Sandy loam 0.20
5. Volcanic ash 0.21
6. Volcanic ash and fine sand 0.30
7. Volcanic ash, sand and clay 0.37
8. Sand and gravel 0.51
9. Sand loam with gravel 0.67

2). Bouwer (1965)


Bouwer membangun suatu formula dan sekaligus grafik yang dijabarkan dari analog

elektrik pada tiga keadaan guna menghitung harga kehilangan air untuk tiap meter

panjang saluran sbb:

𝒒𝒒 = (𝑰𝑰𝒔𝒔 /𝑲𝑲) × 𝒌𝒌 × 𝑾𝑾𝒔𝒔 (102)


dengan :
q : kehilangan air (m3/m/hr)
Is / K : harga dari grafik dari Gambar 28 & 29.
k : koefisien permeabilitas tanah (m/hour)
Ws : lebar muka air di saluran (m)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 69


Gambar 28. Tiga keadaan aliran (Bouwer, 1965; with permission from ASCE, LN: ls 091509)

Gambar 29. Grafik harga Is/K (Bouwer, 1965; with permission from ASCE, LN: ls 091509 )

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 70


3). Sunjoto
Dengan ’elevasi muka air tanah sama dengan elevasi dasar saluran' maka air meresap

kedalam tanah untuk ketiga keadaan Gambar 30.:

a). Saluran tanpa dinding samping (Sunjoto 2008)


𝟒𝟒𝟒𝟒𝑯𝑯𝒘𝒘 �𝝀𝝀(𝑾𝑾𝒃𝒃 + 𝑾𝑾𝒔𝒔 )
𝒒𝒒 = (103)
𝟐𝟐
𝑯𝑯𝒘𝒘 + 𝟐𝟐 �𝝀𝝀(𝑾𝑾𝒃𝒃 + 𝑾𝑾𝒔𝒔 ) 𝑯𝑯𝒘𝒘
𝒍𝒍𝒍𝒍 � + �� � + 𝟏𝟏�
𝟐𝟐 �𝝀𝝀(𝑾𝑾𝒃𝒃 + 𝑾𝑾𝒔𝒔 ) 𝟐𝟐 �𝝀𝝀(𝑾𝑾𝒃𝒃 + 𝑾𝑾𝒔𝒔 )

b). Saluran dengan dua dinding samping (Sunjoto 2008)


𝒒𝒒 = 𝟒𝟒𝟒𝟒𝑯𝑯𝒘𝒘 �𝟐𝟐λ𝑾𝑾𝒃𝒃 (104)

c). Saluran dengan satu dinding samping (Sunjoto 2010)


𝟒𝟒𝟒𝟒𝑯𝑯𝒘𝒘 �𝝀𝝀(𝑾𝑾𝒃𝒃 + 𝑾𝑾𝒗𝒗 )
𝒒𝒒 = (105)
𝟐𝟐
𝑯𝑯𝒘𝒘 + �𝝀𝝀(𝑾𝑾𝒃𝒃 + 𝑾𝑾𝒗𝒗 ) 𝑯𝑯𝒘𝒘
𝒍𝒍𝒍𝒍 � + �� � + 𝟏𝟏�
�𝝀𝝀(𝑾𝑾𝒃𝒃 + 𝑾𝑾𝒗𝒗 ) �𝝀𝝀(𝑾𝑾𝒃𝒃 + 𝑾𝑾𝒗𝒗 )

dengan:

𝐻𝐻𝑤𝑤
𝑊𝑊𝑣𝑣 = 𝑊𝑊𝑏𝑏 +
𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡

Ws

Saluran tanpa dinding


samping (Sunjoto 2008)
Hw

Wb

Hw
Saluran dengan dua dinding
samping (Sunjoto 2008)
Wb
Wv

Saluran dengan satu dinding


α Hw
samping (2010)
Wb

Gambar 30. Saluran dengan dan tanpa dinding samping (pcp)

dengan:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 71
q : kehilangan air di saluran (m3/s/m)
Hw :tinggi air di saluran (m)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/s)
Wb :lebar dasar saluran (m)
Ws :lebar permukaan air di saluran (m)
Wv :lebar permukaan air bila sisi lining vertikal (m)
⇒ Wv = Ws – Hw.ctg α
α : sudut luar tebing saluran (o)
λ : panjang satuan (λ = 1 m)

Catatan
• Dimensi Hw, Wb, Ws, Wv dan λ dalam m dan K dalam m/s maka q dalam m3/s/m.
• Lining adalah lapisan kedap air seperti pasangan batu, concrete slab maupun
geomembrane.

a. Telaga
Telaga buatan adalah salah satu usaha untuk meresapkan air kedalam tanah

(Gambar 31.). Secara rinci telaga dapat berfungsi menjadi tiga hal yaitu:

• Detention basin

Ketika dibangun telaga atau genangan buatan yang terjadi secara dominan adalah

pengurangan atau pelandaian puncak hidrograph saja.

• Retention basin

Ketika dibangun telaga atau genangan buatan yang terjadi secara dominan adalah

pengurangan atau pelandaian puncak hidrograph dan peresapan air kedalam

tanah.

• Recharge basin

Ketika dibangun telaga atau genangan buatan yang terjadi secara dominan adalah

peresapan air permukaan kedalam tanah.

Sistem ini yang dikembangkan dengan cara membendung alur sungai dengan sebuah

dam/barrage dan menyalurkan limpasan air hujan kedalam satu telaga buatan untuk
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 72
menampungnya. Untuk keamanan telaga dibangun spillway agar pada saat volume berlebih

debit air dapat melimpas melaluinya agar tidak merusak bangunan lainnya. Pada beberapa

tempat telaga juga disebut embung.

a. Metode Pengukuran
Cara perhitungan jumlah air yang meresap adalah dengan mengukur langsung debit

air masuk, keluar dan penguapan untuk seluruh permukaan telaga pada real time.

Gambar 25. Telaga Prigi di Kabupaten Gunungkidul dan telaga buatan di Kampus
Universitas Musamus Merauke (pcp)

Diukur debit masuk dan debit keluar dan penguapan secara simultan maka sisanya adalah
debit meresap kedalam tanah.
𝑸𝑸𝒓𝒓 = 𝑸𝑸𝒊𝒊 − 𝑸𝑸𝒐𝒐 − 𝑸𝑸𝒆𝒆 (106)
dengan:
Qr : debit air meresap (L3/T)
Qi : debit air masuk (L3/T)
Qo : debit air keluar (L3/T)
Qe : debit air menguap (L3/T)

b. Methode Perhitungan
Dengan tampang telaga seperti model tersebut diatas karena permukaan air telaga

hampir selalu konstan hingga aliran meresap dianggap steady flow maka secara teoritis

dapat dihitung dengan menggunakan formula Forchheimer (1930).

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 73


Model A Model B

Gambar 26. Model perlapisan batuan dan kondisi telaga (pcp)

Untuk lebih rincinya formula perhitungan adalah Q=FKh dengan parameter koefisien

permeabilitas tanah, hydraulic head dan faktor geometrik sesuai keadaan masing-masing

lapisan atau kondisi dan untuk kejadian yang paling banyak terjadi adalah seperti Gambar

26. Harga faktor geometrik diturunkan dari Table 2. dan Tabel 10. dengan modifikasi

sesuai keadaan lapangan dan dengan variasi keduanya dan formulanya menjadi (Sunjoto,

2017a).:

1). Model A.
a). Telaga persegi panjang (rectangular)
4𝐿𝐿𝐾𝐾𝐾𝐾
𝑄𝑄𝑟𝑟𝑟𝑟 = (107)
2
𝐿𝐿 + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐿𝐿
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
4√𝑏𝑏𝑏𝑏 4√𝑏𝑏𝑏𝑏

b). Telaga berbentuk lingkaran (circular)


2π𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿
𝑄𝑄𝑐𝑐𝑐𝑐 = (108)
𝐿𝐿 + 2𝑟𝑟 𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 2𝑟𝑟 + ��2𝑟𝑟� + 1�

2). Model B.
a). Telaga persegi panjang (rectangular)
4𝐻𝐻�𝐿𝐿1 𝐾𝐾1 + �𝐿𝐿2 + √𝑏𝑏𝑏𝑏𝑙𝑙𝑙𝑙2�𝐾𝐾2 �
𝑄𝑄𝑟𝑟𝑟𝑟 = (109)
2
(𝐿𝐿1 + 𝐿𝐿2 ) + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐿𝐿 + 𝐿𝐿2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� 1 � + 1�
4√𝑏𝑏𝑏𝑏 4√𝑏𝑏𝑏𝑏

b). Telaga berbentuk lingkaran (circular)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 74


2𝐻𝐻{π𝐿𝐿1 𝐾𝐾1 + (π𝐿𝐿2 + π 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2)𝐾𝐾2 }
𝑄𝑄𝑐𝑐𝑐𝑐 = (110)
(𝐿𝐿 + 𝐿𝐿2 ) + 2𝑟𝑟 � 𝐿𝐿1 + 𝐿𝐿2 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 1 + � 2𝑟𝑟 � + 1�
2𝑟𝑟

dengan:
Qrn : debit air meresap kondisi n (L3/T)
Kn : koefisien permeabilitas tanah lapisan n (L/T)
H : tinggi tekanan air (L)
Ln : ketebalan aquifer lapisan n (L)
b : lebar telaga rectangular (L)
B : panjang telaga rectangular (L)
r : radius telaga circular (m)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 75


9.KONSERVASI AIR

Dalam bab ini akan didiskusikan volume air diresapkan akibat adanya recharge system

yaitu dapat berupa recharge well, recharge trench maupun recharge yard. Dalam

perhitungan ini perlu diperhatikan bahwa salah satu keuntungan lain adalah bila air hujan

yang jatuh ke atap maupun perkerasan diresapkan langsung kedalam tanah maka

penguapan berkurang dari semestinya karena kesempatannya untuk ber evapotranspirasi

berkurang dan akibat penghijauan jumlah evaporasi meningkat.

Evapotranspirasi untuk keadaan ada penghijauan (Evp) akan lebih besar dari pada

evapotranspirasi pada keadaan tanpa penghijauan tanpa peresapan (Ev) dan Evp > Ev.

Evapotranspirasi dengan sistem resapan (Evr) karena air jatuh ke atap atau perkerasan

langsung masuk kedalam tanah melalui sumur resapan atau parit resapan maka nilainya

lebih kecil dari evapotransoirasi tanpa penghijauan, tanpa Ev diperhitungkan 40% dari

evapotranspirasi air yang jatuh pada permukaan tanah tanpa recharge well (Eq.111).
𝐸𝐸𝑣𝑣𝑣𝑣 = 0,40 × 𝐸𝐸𝑣𝑣 (111)
Untuk air yang diresapkan melalui recharge yard atau taman resapan air hujan

evapotranspirasinya diperhitungkan tidak berkurang karena infiltrasinya melalui

permukaan yang luas seperti pada infiltrasi alami.

Volume air diresapkan dengan recharge well sebesar (Eq.112):


𝑉𝑉 = 𝐴𝐴 × (1 − 𝐶𝐶) × (𝑃𝑃 − 𝐸𝐸) (112)
dengan:
V : volume air diresapkan (m3/th)
C : koefisien limpasan permukaan
P : curah hujan rerata tahunan (m/th)
E : evapotranspitasi (m/th) E = (Ev, Evp, Evr)

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 76


References
Aravin, V.E., Numerov, S.N. 1965. Theory of fluid flow in undeformable porous media, Translated from Russian, Israel
Program for Scientific Translations, Jerusalem.
Badon Ghijben. 1889., & Herzberg, 1901., in van Dam, J.C. 1985. Geohydrologie, Afdeling der Civiele Techniek, TH
Delft, Nederland.
Bouwer, H. 1965. Theorytical aspects of seepage from open channels, Journal Hydraulics Div. ASCE, pp 37-59.
Dachler, R. 1936. Grundwasserstromung, Julius Springer, Wien.
Darcy. H. 1856. Histoire des Fontaines Publiques de Dijon, Dalmont, Paris.
Departemen Pekerjaan Umum. 1984. Prasarana Pengairan dan Pemukiman Indonesia di Tahun 2000, Simposium PSLH-
ITB, Bandung, 7 Maret 1984.
Departemen Pekerjaan Umum, Litbang Pemukiman. 1990. Tatacara Perencanaan Teknik Sumur Resapan Air Hujan Untuk
Lahan Pekarangan, Standar, LPMB, Bandung.
Forchheimer P. 1930. Hydraulik, 3rd, B.G. Teubner, Leipzig.
Harza, L.F. 1935. Transactions, American Society of Civil Engineering, Vol. 100, pp. 1352-1385.
HMTL-ITB. 1990. Peresapan Buatan Sebagai Upaya Pengendalian Banjir Kota Bandung
Hvorslev, M.J. 1951. Time Lag and Soil Permeability in Ground Water Observation, Bulletin 36, Waterways Experiment
Station, Vicksburg, Missisipi.
Hvorslev, M.J. In Massmann, J. 2004. Final Report GeoEngineers On Call Agreement Y-7717 Task Order AU, ’ An
Approach for Estimating Infiltration Rates Stormwater Infiltration Dry Wells’, washington State Transportation
Commission Department of Transportation and in cooperation with USDT, Federal Higway Administration.
Kamir, R. Brata. 2007. Cara Pembuatan Lubang Resapan Biopori, Leaftlet, Bagian Konservasi Tanah dan Air, IPB, Bogor.
Moritz, E.A. 1913. Seepage Losses From Earth Canals, Eng. News 70, 402-5.
Samsioe, A.F. 1931. Zeitschrift fur Angewandte Mathematik und Mechanik, Vol. 11, pp. 124-135.
Setiadi, Benedictus Deddy, 2011. Analisis Dimensi Bangunan Resapan Air Hujan Untuk Lahan Pekarangan, Thesis S2 di
JTSL-FT-UGM
Smiles D.E., Youngs E.G. 1965. Soils Science, Vol. 99, 1965, pp. 83-87.
Sunjoto, S. 1988. Optimasi Sumur Resapan Sebagai Salah Satu Pencegahan Intrusi Air Laut (Optimation of recharge
well as method to restrain sea water intrusion), Pros. Seminar PAU-IT-UGM, Yogyakarta.
Sunjoto, S. 1989. Pengembangan Model Hidraulik Aliran Bawah Permukaan, Laporan Penelitian (Development of
groundwater hydraulic model), PAU-IT-UGM, Yogyakarta.
Sunjoto, S. 1993. Sustainable Urban Drainage, International Conference on Management Geo-Water and Engineering
Aspect, Wollongong, Australia, 8-11 February 1993.
Sunjoto, S. 1994. Infiltration Well and Drainage Concept, Proc. on International Conference on Groundwater at Risk,
Helsinki, June 13 - 16, 1994.
Sunjoto, S. 1994. Restoration of Rainwater Infiltration in the Cities, Proc. on International Conferrence on Rain Water
Utilization, Sumida City, Tokyo, August, 1nd-7th, 1994.
Sunjoto, S. 1996. Rekayasa Teknik Dalam Pengembangan Air Bawah Tanah, Sarasehan Air Tanah Dinas Pertambangan
DKI Jakarta (Groundwater engineering development, workshop groundwater, Mining Department Jakarta Capital
Special Region), 26 Maret 1996.
Sunjoto, S. 2002. Recharge Wells as Drainage System to Increase Groundwater Storage, Proc. on the 13rd IAHR-APD
Congress, Advance in Hydraulics Water Engineering, Singapore, 6-8 August 2002 Vol.I, pp. 511-514.
Sunjoto, S. 2007. Teknik Drainasi Berwawasan Lingkungan (Sustainable drainage engineering), Jurnal Air, Lahan dan
Mitigasi Bencana,‘Alami’ Vol. 12 No. 1 Th 2007 hal. 22-24.
Sunjoto, S. 2007. Banjir Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta dan Alternatif Solusi (Flood of Jakarta Capital Special Region),
Pros.Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Sistem Pengelolaan Banjir Berbasis Penataan Ruang, Kerjasama
UNDIP-DKI Jakarta, di Semarang, 30 Agustus 2007.
Sunjoto, S. 2007. Peningkatan Tampungan Air Tanah Akibat Infiltrasi di Saluran (Enhancement of groundwater storage
by canal infiltration), Pros. Lokakarya Nasional Rekayasa Penanggulangan Dampak Pengambilan Air Tanah, Dept.
ESDM, PLG, Jakarta 6 September 2007.
Sunjoto, S. 2007. Dewatering and its Impact to Groundwater Storage, Proc. on International Symposium and Workshop
Current Problem in Groundwater Management and Related Water Resources Issues, 3-8 December 2007, Bali,
Indonesia.
Sunjoto, S. 2008. The Recharge Trench as A Sustainable Supply System, Journal of Environmental Hydrology, The
Electronic Journal of the International Association for Environmental Hydrology, On the World Wide Web at
http://www.hydroweb.com Vol. 16 Paper 11 March 2008.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 77


Sunjoto, S. 2008. Eksploitasi Air Laut Untuk Tambak Ikan di Pantai Berpasir, Studi Kasus di Pandansimo Bantul
Yogyakarta (Exploitation of saline water for fish pond in sandy coastal area, Case study in Pandansimo, Bantul,
Yogyakarta), Media Teknik-Majalah Ilmiah Teknologi, Diterbitkan oleh: FT-UGM, No. 2 Th. XXX Edisi Mei 2008.
Sunjoto, S. 2008. Infiltration on Canal as a Method for Recharging Groundwater Storage, Asian Journal of Water,
Environment and Pollution at http://www.capital-publishing.comNo 2, Vol. 5 Number 4 Oct-Dec 2008.
Sunjoto, S. 2009. Pembangunan Sumberdaya Air Dalam Dimensi Hamemeyu Hayuning Bawono, Pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar di Universitas Gadjah Mada, Edisi Saintifik, Hasta Cipta Mandiri, Yogyakarta
Sunjoto, S. 2010. Irrigation Canal Waterlosses, Journal of Environmental Hydrology, The Electronic Journal of the
International Association for Environmental Hydrology, On the World Wide Web at http://www.hydroweb.com Vol.
18 Paper 5 March 2010.
Sunjoto, S, 2011, Comparison of Recharge System Formulas from Point of View of Dimension Analysis, Mathematical
Logic and Flow Condition, Proc. Of the 4th ASEAN Civil Engineering Conference, Yogyakarta 21-23 November
2011, Indonesia
Sunjoto, S, 2015. Kebutuhan Penutupan Bangunan Dalam Perhitungan Konservasi Air di Daerah Urban (Building cover
demand on the water conservation computation in urban area), Pros. PIT HATHI XXXII di Malang 6-8 November
2015.
Sunjoto, S. 2016. Influence of shape factor to the hydraulic pumping power. Proc. 20th Congress of the APD-IAHR
Division, Colombo Sri Lanka 29 - 31 August 2016.
Sunjoto, S. 2017. New Equation of Partial Penetration Wells, E-proceeding of the 37th IAHR World Congress, 13 -18
August 2017, Kuala Lumpur, Malaysia.
Sunjoto, S. 2017a. Groundwater Engineering Computation Methods Based On Forchheimer’s Equation, E-proceeding The
3rd International Conference on Science and Technology, 11-13 July 2017, Yogyakarta, Indonesia
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan (Sustainable urban drainage system), Penerbit Andi Yogya.
Taylor, D.W. 1948. Fundamental of Soil Mechanics, Wiley, New York.
USBR-USDI. 1990. In Massmann, J. 2004. Final Report GeoEngineers On Call Agreement Y-7717 Task Order AU, ’ An
Approach for Estimating Infiltration Rates Stormwater Infiltration Dry Wells’, washington State Transportation
Commission Department of Transportation and in cooperation with USDT, Federal Higway Administration.
Georgia Stormwater Management Manual - Volume 2 / Section 3.2http://www.georgiastormwater.com/vol2/3-2-5.pdf
(cited May 4th 2009).
Infiltration Trench Design Example http://www.stormwatercenter.net/Manual_Builder/infiltration_design_example.htm
(cited on May 4th 2009).
New YorkState Stormwater Management Design Manual - Chapter 8
http://www.dec.ny.gov/docs/water_pdf/swdmchapter8.pdf (cited on May 4th2009).
SNI: 03-2453-2002
http://www.pu.go.id/satminkal/balitbang/SNI/pdf/SNI%2003-2453-2002.pdf(cited on July 28th 2009).
Urban Stormwater Management Manual of Malaysia (MSMAM)(cited on July 28th 2009).
http://msmam.com/wp-content/uploads/msmam/Ch32-Infiltration.pdf (cited on July 23rd 2009).
http://www.google.co.id/search?q=vertical+mulch&hl=id&prmd=ivns&tbm=isch&tbo=u&source=univ&sa=X&ei=lyitT
fPkGo26vQPG9d33Cg&sqi=2&ved=0CD4QsAQ&biw=994&bih=600(cited on July 28th 2009).
http://www.bloomingarden.com/verticalmulch.html(cited on July 28th 2010).

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 78


CONTOH SOAL

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 79


1.SUMUR PERESAPAN AIR HUJAN

Formula Dephut, Suripin, Biopori tak menggunakan parameter yang setara dan Hvorslev
yang beda shape factor nya hingga tak dapat dihitung dengan data yang ada ini.

Contoh 1.
Data hidrologi dan permeabilitas tanah di DIY
• A = Atdh = 200 m2 • r = 0,50m 2π𝐻𝐻 + 2π𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2
𝐹𝐹7𝑏𝑏 =
• I = 0,036 m/j • T=2j 𝐻𝐻 + 2𝑟𝑟 𝐻𝐻 2
• K = 0,54m/j 𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
• F4b = 2πr m 2𝑟𝑟 2𝑟𝑟

Hitung resapan berdasar metode: NOTE:


Titik koma
a.PU (1990) dinding porus f. Sunjoto (1988) dinding kedap air
menggunakan
b.PU (1990) dinding kedap g.Sunjoto (1988) dinding porus
system Indonesia
c.ITB (1990) h. USBR (1990)
d.Rusli-UII (2008) i. KMTS (dgn formula Sunjoto)

Perhitungan:

b. PU (1990) dinding porus ⇒ Eq.(5)

𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 − 𝐴𝐴𝑠𝑠 𝐾𝐾𝐾𝐾


𝐻𝐻𝑝𝑝𝑝𝑝−𝑑𝑑𝑑𝑑 =
𝐴𝐴𝑠𝑠 + 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃

200 × 0,036 × 2 − (𝜋𝜋 × 0,52 ) × 0,54 × 2


𝐻𝐻𝑝𝑝𝑝𝑝−𝑑𝑑𝑑𝑑 = = 3,24 𝑚𝑚
(𝜋𝜋 × 0,52 ) + (2 × 𝜋𝜋 × 0,5) × 0,54 × 2

c. PU (1990) dinding kedap ⇒ Eq.(6)

𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 − 𝐴𝐴𝑠𝑠 𝐾𝐾𝐾𝐾


𝐻𝐻𝑝𝑝𝑝𝑝−𝑑𝑑𝑑𝑑 =
𝐴𝐴𝑠𝑠

200 × 0,036 × 2 − (𝜋𝜋 × 0,52 ) × 0,54 × 2


𝐻𝐻𝑝𝑝𝑝𝑝−𝑑𝑑𝑑𝑑 = = 17,25 𝑚𝑚
(𝜋𝜋 × 0,52 )

d. ITB (1990) ⇒ Eq.(8), Eq.(12), Eq.(11) & Eq.(7):

• Hitung faktor perkolasi Eq.(8):


𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 0,60 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
𝑝𝑝 � �= = 1,111
𝑐𝑐𝑐𝑐 0,54(𝑚𝑚/𝑗𝑗) 𝑐𝑐𝑐𝑐
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 80
• Hitung Curah hujan rerata harian (R24j) ⇒ Eq.(12) & Eq.(11):

10.000
𝐼𝐼(𝑚𝑚3 ⁄𝑠𝑠⁄𝑘𝑘𝑘𝑘2 ) = × 0,036(𝑚𝑚⁄𝑗𝑗) = 10 𝑚𝑚3 ⁄𝑠𝑠⁄𝑘𝑘𝑘𝑘2
36
𝑅𝑅 24𝑗𝑗 = 0,06 × {𝑇𝑇 + 60} × 𝐼𝐼 = 0,06 × (2 × 60 + 60) × 10 = 108 𝑚𝑚𝑚𝑚⁄ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎

• Tinggi air dalam sumur (H) ⇒ Eq.(7):

𝜋𝜋 × 12 179 1
200 × 0,70 × 0,90 × 108 − �� �×� �× �
4 √1,111 6
𝐻𝐻𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 = = 17,30 𝑚𝑚
𝜋𝜋 × 12
� � × 1000
4

e. Rusli (UII) ⇒ Eq.(51 )

Q = 0,855 × (0,036 𝑚𝑚/𝑗𝑗 × 24) × 200 = 147,744 𝑚𝑚3⁄ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎


𝑚𝑚
Permeabilitas: 𝐾𝐾 = 0,54 𝑚𝑚⁄𝑗𝑗 = 12,96 dan 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟 𝑟𝑟 = 0,50 𝑚𝑚
ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎

• Hitung tinggi air dalam sumur (H) ⇒ Eq.(52):

1 𝑄𝑄 1 147,744
𝐻𝐻 = � − 𝑟𝑟� = � − 0,5� = 3,38 𝑚𝑚
2 π. 𝑟𝑟. 𝐾𝐾 2 π × 0,5 × 12,96

f. Sunjoto (1988) ⇒ F=2πr ⇒ Eq.(20)

𝑄𝑄 −𝐹𝐹𝐹𝐹𝑇𝑇𝑑𝑑
𝐻𝐻𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆−𝐹𝐹4𝑏𝑏 = �1 − 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 � ��
𝐹𝐹𝐹𝐹 π𝑟𝑟 2
𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚: 𝑄𝑄 = 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 = 0,95 × 0,036 × 200 = 6,84 𝑚𝑚3 ⁄𝑗𝑗

• Hitung tinggi air dalam sumur (H) ⇒ Eq.(20):

6,84 −(2 × 𝜋𝜋 × 0,5) × 0,54 × 2


𝐻𝐻𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆−𝐹𝐹4𝑏𝑏 = �1 − 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 � �� = 𝟑𝟑, 𝟗𝟗𝟗𝟗 𝑚𝑚
(2 × 𝜋𝜋 × 0,5) × 0,54 π × 0,52

g. Sunjoto (2016) ⇒ F7b ⇒ Eq,(20)


Karena F7b mengandung H, maka solusinya hrs iterasi sbb:
• Ambil sebarang harga ketinggian air, misal Hx
• Inputkan Hx ke equation F7b didapat harga Fx
• Inputkan harga Fx tsb ke Eq.(20) didapat harga Hy
• Bila harga Hy ≈ Hx berarti harga ini hasil final
Misal Hx = 2,00 m

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 81


2 × π × 2,00 + 2 × π × 0,5 × 𝑙𝑙𝑙𝑙2 6,84 −8,91 × 0,54 × 2
𝐹𝐹𝑥𝑥 = = 8,91𝑚𝑚 ⇒ 𝐻𝐻𝑦𝑦 = �1 − 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 � �� = 1,42 𝑚𝑚
8,91 × 0,54 π × 0,52
2.00 + 2 × 0,5 � 2,00 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + � � + 1�
2 × 0,5 2 × 0,5

Misal Hx = 1,50 m
2 × π × 1,50 + 2 × π × 0,5 × 𝑙𝑙𝑙𝑙2 6,84 −7,95 × 0,54 × 2
𝐹𝐹𝑥𝑥 = = 7,95 𝑚𝑚⇒ 𝐻𝐻𝑦𝑦 = �1 − 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 � �� = 1,59 𝑚𝑚
7,95 × 0,54 π × 0,52
1,50 + 2 × 0,5 � 1,5 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + � � + 1�
2 × 0,5 2 × 0,5

Misal Hx = 1,57 m
2 × π × 1,29 + 2 × π × 0,5 × 𝑙𝑙𝑙𝑙2 6,84 −8.09 × 0,54 × 2
𝐹𝐹𝑥𝑥 = = 8,09 𝑚𝑚 ⇒ 𝐻𝐻𝑦𝑦 = �1 − 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 � �� = 𝟏𝟏, 𝟓𝟓𝟓𝟓 𝑚𝑚
8,09 × 0,54 π × 0,52
1,29 + 2 × 0,5 � 1,29 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + � � + 1�
3 × 𝑜𝑜, 5 3 × 0,5

Karena Hy ≈ Hx, maka tinggi muka air adalah Hsun-F7b = 1,57 m

h. USBR (1990)
𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚: 𝑄𝑄 = 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 = 0,95 × 0,036 × 200 = 6,84 𝑚𝑚3 ⁄𝑗𝑗
K = 0,54 m/j, r = 0,50 m
Dengan Eq.(26) maka:

�1 + (𝐻𝐻⁄𝑟𝑟)2 1
⁄ (𝐻𝐻⁄𝑟𝑟)2 � −
�𝑄𝑄 × �𝑙𝑙𝑙𝑙 �𝐻𝐻 𝑟𝑟 + �1 + 𝐻𝐻⁄𝑟𝑟
+
𝐻𝐻⁄𝑟𝑟

𝐻𝐻 =
2𝜋𝜋𝜋𝜋

Dengan cara trial & error seperti cara diatas maka didapat H = 1,48 m

i. KMTS-DMT
𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚: 𝑄𝑄 = 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 = 0,95 × 0,036 × 200 = 6,84 𝑚𝑚3 ⁄𝑗𝑗 dan r = 10 cm
Cara ini akan dihitung dengan data yang sama dengan formula Sunjoto dengan F4b:

6,84 −(2 × 𝜋𝜋 × 0,1) × 0,54 × 2


𝐻𝐻𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾 = �1 − 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 � �� = 𝟐𝟐𝟐𝟐, 𝟏𝟏𝟏𝟏 𝑚𝑚
(2 × 𝜋𝜋 × 0,1) × 0,54 π × 0,12

j. ARSIT (1998)
Dengan data:
Qo = 6,84 m3/j, D = 1,00 m dan Ko = 0,54 m/j, Δt = 2 jam

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 82


a). Dimensi sumur resapan dinding porous berdiameter 0,2m ≤ φ ≤ 1m

Dengan Eq.(65) maka:


𝑸𝑸𝒊𝒊𝒊𝒊 − (𝟐𝟐, 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝑫𝑫 − 𝟎𝟎, 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏)𝑲𝑲𝟎𝟎
𝑯𝑯 =
𝑨𝑨𝒔𝒔
+ 𝑲𝑲𝟎𝟎 �(𝟎𝟎, 𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑 + 𝟎𝟎, 𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕)𝑯𝑯 + (𝟒𝟒, 𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗 × 𝑫𝑫 + 𝟎𝟎, 𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖)�
𝜟𝜟𝜟𝜟

𝟔𝟔, 𝟖𝟖𝟖𝟖 − (𝟐𝟐, 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎 × 𝟏𝟏 − 𝟎𝟎, 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏) × 𝟎𝟎, 𝟓𝟓𝟓𝟓


𝑯𝑯 =
π× 𝟏𝟏𝟐𝟐
(𝟒𝟒, 𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗 × 𝟏𝟏 + 𝟎𝟎, 𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖)�
𝟒𝟒 × 𝟐𝟐 + 𝟎𝟎, 𝟓𝟓𝟓𝟓 × �(𝟎𝟎, 𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑 × 𝟏𝟏 + 𝟎𝟎, 𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕)𝑯𝑯 +

Dengan cara trial & error seperti cara diatas maka didapat H = 1,34 m

b). Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 0,3 m ≤ φ ≤ 1 m

Dengan Eq.(67) maka:


𝑸𝑸𝒊𝒊𝒊𝒊 − 𝑲𝑲𝟎𝟎 �𝟎𝟎, 𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝑫𝑫𝟐𝟐 + 𝟎𝟎, 𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓 − 𝟎𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎�
𝑯𝑯 =
𝑨𝑨𝒔𝒔
(𝟏𝟏,
𝜟𝜟𝜟𝜟 + 𝑲𝑲𝟎𝟎 𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐 + 𝟎𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎)
𝟔𝟔, 𝟖𝟖𝟖𝟖 − 𝟎𝟎, 𝟓𝟓𝟓𝟓 × (𝟎𝟎, 𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗 × 𝟏𝟏𝟐𝟐 + 𝟎𝟎, 𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓 × 𝟏𝟏 − 𝟎𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎)
𝑯𝑯 = = 5,56 𝒎𝒎
π × 𝟏𝟏𝟐𝟐
(𝟏𝟏, 𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐 × 𝟏𝟏 + 𝟎𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎)
𝟒𝟒 × 𝟐𝟐 + 𝟎𝟎, 𝟓𝟓𝟓𝟓 ×

Tabel a. Rekapitulasi hasil.


Metode
PU (1990) ITB (1990) Rusli Sun USBR ARSIT
Dinding
(2008) (1988) (1990) (1998)

Porus 3,24 *)) 3,38 1,57 1,48 1,34


Kedap 17,25 17,30 *)) 3,98 *)) 5.56

Note:
*)) Formula tak tersedia atau tak dapat diturunkan dari rumus yg ada

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 83


2.PARIT PERESAPAN AIR HUJAN

Soal. Dalam peritungan ini dipakai data MSMAM sbb:


Design infiltration rate fd = 0.0175 m/ hour NOTE:
Effective filling time Tf = 2 hours Titik koma
Proposed depth dt = 1.50 m menggunakan
Width of trench w = 0.5 m system Inggris
Porosity of fill materials n = 0.35
Catchment area A = 171 m2
Discharge Vw = 5.50 m3/ hour

1). ITB-HMTL (1990) ⇒ (ITB)

A = 171 m2
Vw = 5.50 m3/hour
I = 5.50/171= 0.0322 m/hour ⇒ R = 48.29 mm/day
24j

fd = K = 0.0175 m/hour ⇒ p= 34.29 (mnt/cm)

𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 0.60 0.60 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚


• 𝑝𝑝 � 𝑐𝑐𝑐𝑐 � = 𝑓𝑓 (𝑚𝑚/ℎ𝑟𝑟)
𝐸𝐸𝐸𝐸. (8) ⇒ 𝑝𝑝 = 0,0175(𝑚𝑚/ℎ𝑟𝑟) = 34.29 � 𝑐𝑐𝑐𝑐 �
𝑑𝑑

10,000
• 𝐼𝐼(𝑚𝑚3 ⁄𝑠𝑠⁄𝑘𝑘𝑘𝑘2 ) = 36
× 𝐼𝐼(𝑚𝑚⁄ℎ𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 ) 𝐸𝐸𝐸𝐸. (12) ⇒

10,000
𝐼𝐼 = × 0.0322 (𝑚𝑚⁄ℎ𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) = 8.944 (𝑚𝑚3 ⁄𝑠𝑠⁄𝑘𝑘𝑘𝑘2 )
36
𝑅𝑅 24𝑗𝑗 𝑅𝑅 24𝑗𝑗
• = 0.06 × {𝑇𝑇 + 60} 𝐸𝐸𝐸𝐸. (11) ⇒ = 0.06 × {120 + 60} = 96.60 𝑚𝑚𝑚𝑚�𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑
𝐼𝐼 8.944

0.7×0.9×𝐴𝐴×𝑅𝑅 24𝑗𝑗 × √𝑝𝑝


• 𝐴𝐴𝑏𝑏𝑏𝑏 = 𝐸𝐸𝐸𝐸. (69)
128

0.7 × 0.9 × 171 × 96.60 × √34.29


𝐴𝐴𝑏𝑏𝑏𝑏 = = 476 𝑚𝑚2
128
Nilai ini untuk n = 0,35, maka untuk n = 1 mala A = 166 m2
Dimension of recharge trench l x w x d = 332 x 0.50 x 1,50 m3

Note: Parameter kedalaman tak ada

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 84


2). Manual Saliran Mesra Alam Malaysia ⇒ (MSMAM)

fd = 0.0175 m/hour
Tf = 2 hours
dt = 1.50 m
n = 1
Vw = 5.50 m3/hour

𝑇𝑇𝑓𝑓 × 𝑉𝑉𝑤𝑤 2 × 5.50


𝐴𝐴𝑡𝑡 = 𝐸𝐸𝐸𝐸. (73) ⇒ 𝐴𝐴𝑡𝑡 = = 7.167 𝑚𝑚2
𝑛𝑛𝑛𝑛𝑡𝑡 + 𝑓𝑓𝑑𝑑 𝑇𝑇𝑓𝑓 1 × 1.50 + 0.0175 × 2
Dimension of recharge trench l x w x d = 14.33 x 0.50 x 1.50 m3

3). Georgia Stormwater Management Manual (1984) ⇒ (GSMM)

k = fd = 0.0175 m/hour
T = Tf = 2 hours
d = dt = 1.50 m
n =n = 1
WQv = Vw = 5.50 m3/ hour

𝑇𝑇 × 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑣𝑣 2 × 5.50
𝐴𝐴 = 𝐸𝐸𝐸𝐸. (74) ⇒ 𝐴𝐴 = = 7.167 𝑚𝑚
(𝑛𝑛𝑛𝑛 + 𝑘𝑘𝑘𝑘) (1 × 1.50 + 0.0175 × 2)
Dimension of recharge trench l x w x d = 14.33 x 0.50 x 1.50 m3

4). New York State Stormwater Management Design (2003) ⇒ (NYSSMD)

d = dt = 1.50 m
n =n = 1
W Qv =Vw = 5.50 m3/ hour

𝑊𝑊𝑊𝑊𝑣𝑣 2 × 5.50
𝐴𝐴 = 𝐸𝐸𝐸𝐸. (75) ⇒ 𝐴𝐴 = = 7.33 𝑚𝑚
𝑛𝑛𝑛𝑛 1 × 1.50
Dimension of recharge trench l x w x d = 14.66 x 0.50 x 1.50 m3

5). California Stormwater Management Design (2003) ⇒ (CSMD)

d = dt = 1.50 m
n =n = 1
W QV= Vw = 5.50 m3/ hour

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 85


2 × 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊 2 × 5.50
𝑆𝑆𝑆𝑆 = 𝐸𝐸𝐸𝐸. (78) ⇒ 𝑆𝑆𝑆𝑆 = = 7.33 𝑚𝑚
𝑛𝑛𝑛𝑛 1 × 1.50
Dimension of recharge trench l x w x d = 14.66 x 0.50 x 1.50 m3

6). Stormwater Management Manual for Western Australia (2007) ⇒ (SMMWA)


Kh = fd = 0.0175 m/hour = 4.86*10-6 m/s
H = dt = 1.50 m
b =w = 0.50 m
τ =T = 2 hours
es = n = 1
V = Vw = 5.50 m3/ hour
U (assumption)= 1

𝑉𝑉
𝐿𝐿 = 𝐸𝐸𝐸𝐸. (79) ⇒
𝐻𝐻
�𝑒𝑒𝑠𝑠 . 𝑏𝑏. 𝐻𝐻 + 60. 𝐾𝐾ℎ . 𝜏𝜏 �𝑏𝑏 + � . 𝑈𝑈�
2
2 × 5,50
𝐿𝐿 = = 14.65 𝑚𝑚
1.50
�1 × 0.50 × 1.50 + 60 × 4.86 ∗ 10−6 × 2 × �0.50 + 2 � × 1�

Dimension of recharge trench l x w x d = 14.65 x 0.50 x 1.50 m3

8). Montgomary County Maryland (2005) ⇒ (MCM)


D = 1.50 m
b = 0.50 m
Vw = 5.50 m3/ hour
n = 1

𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊(2.50) 2 × 5.50
𝐵𝐵 = 𝐸𝐸𝐸𝐸. (91) ⇒ 𝐵𝐵 = = 14.66 𝑚𝑚
𝑏𝑏. 𝐷𝐷 0.50 × 1.50
Dimension of recharge trench l x w x d = 14.66 x 0.50 x 1.50 m3
9). ARSIT (1998) ⇒ (ARSIT)

Ko = fd = 0.0175 m/ hour
Δt = Tf = 2 hours
W =w= 0.50 m
H = dt = 1.50 m
Qin = Vw = 5.50 m3/ hour

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 86


𝑄𝑄𝑖𝑖𝑖𝑖 − 𝐾𝐾0 (1.0854𝑊𝑊 + 0.54837)
𝐻𝐻 = 𝐸𝐸𝐸𝐸. (93)
𝑊𝑊𝑊𝑊
𝛥𝛥𝛥𝛥 + 2.50533𝐾𝐾0
5.50 − 0.0175 × (1.0854 × 0.50 + 0.54837)
1.50 = = 14.39 𝑚𝑚
0.50𝐿𝐿
+ 2.50533 × 0.0175
2

Dimension of recharge trench l x w x d = 14.39 x 0.50 x 1.50 m3

10). Sunjoto (2008) ⇒ (SUN)

Q = Vw = 5.50 m3/ hour


K = fd = 0.0175 m/ hour
Td = Tf = 2 hours
H = dt = 1.50 m
b =w = 0.50 m
n =n = 1

Untuk menghitung panjang parit (B) diperlukan shape factor f4b (Tabel.10) yang

mengandung B maka penyelesaian dilaksanakan dengan trial & error, misal B = 14.00 m

maka:

𝑓𝑓4𝑏𝑏 = 4�𝑏𝑏𝐵𝐵𝑦𝑦 = 4√0.5 × 14 = 10.58 𝑚𝑚

Harga f7b = 22.8 m diinputkan ke Eq.(97):


−𝑓𝑓7𝑏𝑏 𝐾𝐾𝑇𝑇𝑑𝑑 −10.58 × 0,0175 × 2
𝐵𝐵𝑥𝑥 = = = 14.29 𝑚𝑚
𝑓𝑓7𝑏𝑏 𝐾𝐾𝐾𝐾 10.58 × 0.0175 × 1.50
𝑛𝑛𝑛𝑛 �𝑙𝑙𝑙𝑙 �1 − �� 1 × 0.5 �𝑙𝑙𝑙𝑙 �1 − ��
𝑄𝑄 5.50

Dicoba dengan: By = 14.00 m, f = 10.58 m, didapat Bx = 14.29 m


Dicoba dengan: By = 14.29 m, f = 10.69 m, didapat Bx = 14.29 m

Syarat metode Sunjoto, panjang parit maksimum yaitu:


𝑄𝑄 × 𝑇𝑇𝑑𝑑 5.5 × 2
𝐵𝐵 ′ ≤ 𝐸𝐸𝐸𝐸. (98) ⇒ 𝐵𝐵 ′ ≤ = 14.66 𝑚𝑚
𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 1 × 0.50 × 1.50
Note:
Harga B’ adalah panjang kolam pada keadaan rapat air (K=0), dialiri selama T=2 jam, dan
hasil perhitungan formula dengan data tersebut diatas menghasilkan harga B≈B’ (hampir
sama) ini akibat K yang kecil hingga trench berfungsi sebagai kolam rapat air.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 87


Tabel h. Rekapitulasi hasil perhitungan
N0 1 2 3 4 5 6 8 9 10

Method ITB MSMAM GSMM NYSSMD CSMD SMMWA MCM ARSIT SUN

Area 166 7.16 7.16 7.33 7.33 7.33 7.33 7.19 7.15
(m2)
Length 322 14.33 14.33 14.66 14.66 14.65 14.66 14.39 14.29
(m)

Note:
1. Semua pehitungan diatas karena soal beberapa dalam bahasa Inggris maka tanda
decimal sampai hasil disesuaikan dengan sistem yang sama.
2. Bandingkan hasil soal 1 dan 2, tentang logika pengaruh harga K terhadap perbedaan
hasil.
3. Titik-koma semua contoh perhitungan menggunakan English system

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 88


3. SALURAN & TELAGA
a. Saluran

Data:
Suatu saluran dengan lebar dasar 6 m, tinggi air 2 m dan kemiringan tebing saluran adalah 45º.
Bila koefisien permeabiltas tanah K = 0.0125 m/hour berapa air meresap kedalam tanah per
kilometer menurut metode Sunjoto untuk (tanpa, satu dan dua lining) dengan keadaan perlapisan
tanah impermeabel sangat dalam dan muka air tanah awal setinggi dasar saluran.
o Ws = 10 m
o Wv = 8 m NOTE:
o H = 2m Untuk Saluran dan Telaga, titik koma
o K = 0.0125 m/hour menggunakan system Inggris

(1). Saluran tanpa lining (Sunjoto 2008) ⇒ 𝐸𝐸𝐸𝐸. (103)


4𝐾𝐾𝐻𝐻𝑤𝑤 �𝜆𝜆(𝑊𝑊𝑏𝑏 + 𝑊𝑊𝑠𝑠 )
𝑞𝑞 =
2
𝐻𝐻𝑤𝑤 + 2 �𝜆𝜆(𝑊𝑊𝑏𝑏 + 𝑊𝑊𝑠𝑠 ) 𝐻𝐻𝑤𝑤
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
2 �𝜆𝜆(𝑊𝑊𝑏𝑏 + 𝑊𝑊𝑠𝑠 ) 2 �𝜆𝜆(𝑊𝑊𝑏𝑏 + 𝑊𝑊𝑠𝑠 )
4 × 0,0125 × 2 × �1 × (6 + 10)
𝑞𝑞 =
2
2 + 2 × �1 × (6 + 10) 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
2 × �1 × (6 + 10) 2 × �1 × (6 + 10)

𝑞𝑞 = 0.42614 𝑚𝑚3 ⁄𝑗𝑗⁄𝑚𝑚 = 426.14 𝑙𝑙 ⁄ℎ𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 ⁄𝑘𝑘𝑘𝑘

(2). Saluran dengan satu lining (Sunjoto 2010) ⇒ 𝐸𝐸𝐸𝐸. (105)

4𝐾𝐾𝐻𝐻𝑤𝑤 �𝜆𝜆(𝑊𝑊𝑏𝑏 + 𝑊𝑊𝑣𝑣 )


𝑞𝑞 =
2
𝐻𝐻 + �𝜆𝜆(𝑊𝑊𝑏𝑏 + 𝑊𝑊𝑣𝑣 ) 𝐻𝐻𝑤𝑤
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 𝑤𝑤 + �� � + 1�
�𝜆𝜆(𝑊𝑊𝑏𝑏 + 𝑊𝑊𝑣𝑣 ) �𝜆𝜆(𝑊𝑊𝑏𝑏 + 𝑊𝑊𝑣𝑣 )
4 × 0,0125 × 2 × �1 × (6 + 8)
𝑞𝑞 =
2
2 + �1 × (6 + 8) 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
(6
�1 × + 8) �1 × (6 + 8)

𝑞𝑞 = 0.38122 𝑚𝑚3 ⁄𝑗𝑗⁄𝑚𝑚 = 381.22 𝑙𝑙⁄ℎ𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜⁄𝑘𝑘𝑘𝑘

(3). Saluran dengan dua lining (Sunjoto 2008) ⇒ 𝐸𝐸𝐸𝐸. (104)

𝒒𝒒 = 𝟒𝟒𝟒𝟒𝑯𝑯𝒘𝒘 �𝟐𝟐λ𝑾𝑾𝒃𝒃
𝑞𝑞 = 4 × 0.0125 × 2 × √2 × 1 × 6 = 0.34641 𝑚𝑚3 ⁄ℎ𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜⁄𝑚𝑚 = 346.41 𝑙𝑙⁄ℎ𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜⁄𝑘𝑘𝑘𝑘

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 89


b. Telaga
Suatu telaga yang dibuat dengan cara membendung sungai kecil memberikan dengan
perlapisan dasar seperti Gambar 26. dengan data sbb:

Data 1. Model A bentuk quasi circulair dengan diameter 0.60 km ⇒ Eq.(108)


K1= 0.875 m/hour; H= 6 m; L = 14 m; R = 300 m.

2π𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿
𝑄𝑄𝑐𝑐𝑐𝑐 =
𝐿𝐿 + 2𝑅𝑅 � 𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 2𝑅𝑅 + �2𝑅𝑅 � + 1�
2π × 14 × 0.875 × 6 461.81
𝑄𝑄𝑐𝑐𝑐𝑐 = = = 655.05 𝑚𝑚3 ⁄ℎ𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜
14 + 2 × 300 � 14 2 0.705
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + � 2 × 300 + 1�

2 × 300

Data 2. Model B bentuk quasi rectangulair dengan ukuran 500x700 m2 ⇒ Eq.(109)


H= 6 m, b = 500 m; B = 700 m; K1= 0.875 m/hour; L1= 5 m K2= 0.175 m/hour; L2= 9 m

4𝐻𝐻�𝐿𝐿1 𝐾𝐾1 + �𝐿𝐿2 + √𝑏𝑏𝑏𝑏𝑙𝑙𝑙𝑙2�𝐾𝐾2 �


𝑄𝑄𝑟𝑟𝑟𝑟 =
(𝐿𝐿1 + 𝐿𝐿2 ) + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐿𝐿1 + 𝐿𝐿2 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � �
+ � � + 1�
4√𝑏𝑏𝑏𝑏 4√𝑏𝑏𝑏𝑏
4 × 6 × �5 × 0.875 + �9 + √500 × 700 × 𝑙𝑙𝑙𝑙2� × 0.175� 1865.10
𝑄𝑄𝑟𝑟𝑟𝑟 = =
0.696
(𝐿𝐿1 + 𝐿𝐿2 ) + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐿𝐿 + 𝐿𝐿2 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� 1 � + 1�
4√𝑏𝑏𝑏𝑏 4√𝑏𝑏𝑏𝑏
= 2679.74 𝑚𝑚3 ⁄ℎ𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 90


4.KONSERVASI

Sebagai contoh adalah: Sebidang lahan terbuka dengan luas 4 ha atau 40.000 m2 akan

dibangun menjadi area perumahan atau real estate. Seluas 30.000 m2 sebagai kapling

perumahan dan 10.000 m2 sebagai jalan lingkungan yang keduanya dapat atau tidak

dilengkapi dengan recharge system yang dapat berupa recharge well, recharge trench

maupun recharge yard. Lahan kapling 30.000 m2 dibagi menjadi 200 rumah seluas masing

150 m2 dengan Building Coverage Ratio 80 %, atau tiap rumah 120 m2 (total = 24.000 m2)

merupakan lapisan kedap air (atap & perkerasan). Dari setiap kapling seluas 30 m2

merupakan lahan terbuka dapat berfungsi sebagai recharge yard seluas total 6.000 m2.

Yang dimaksud recharge yard adalah taman yang disiapkan untuk sepenuhnya meresapkan

air hujan yang jatuh padanya yaitu dengan cara mengelingi taman tersebut dengan

pasangan batu setinggi 5-10 cm hingga air hujan tak langsung melimpah keluar namun

meresap kedalam tanah dan ditambah pohon penghijauan, bila permeabilitas permukaan

tanah kecil taman ini perlu dibantu dengan biopori.

Data DIY:
a. Curah hujan tahunan = 2.580 mm/thn
b. Evapotranspirasi NOTE:
• Lahan terbuka Ev = 1,20 m/thn 1. Harga Ev Evr dan Evp
• Lahan dengan penghijauan Evp= 1,40 m/thn
tidak konstan dan
• Pada sumur & parit resapan Evr = 0,40 Ev
a. Koefisien limpasan permukaan: tergantung jenis
• Lahan terbuka/tegalan C = 0,62 tanaman, umur dan
• Atap/jalan/perkerasan C = 0,95 kerapatannya dan
• Taman dengan penghijauan C = 0,32 geografis
• Dengan sistem resapan C = 0,05 2. Titik koma mengguna-
b. Lahan = 40.000 m2 kan sistem Indoneaia
• Luas Jalan = 10.000 m2
• Luas kapling = 30.000 m2 terdiri dari:
 Luas Total Atap & Perkerasan = 24.000 m2
 Luas terbuka = 6.000 m2

.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 91
PERHITUNGAN
A. Sebelum dibangun
Air diresapkan sebesar :
VA = 40.000 x (1- 0,62) x (2,58 – 1,20) = 20.976 m3/thn
B. Tanpa dibangun rumah namun dengan penghijauan
VB = 40.000 x (1- 0,32) x (2,58 – 1,40) = 32.096 m3/thn
C. Sesudah dibangun
1.Tanpa Recharge System
c. Dari atap & perkerasan
VC1a = 24.000 x (1- 0,95) x (2,58 – 1,20) = 1.650 m3/thn
b. Dari lahan terbuka
VC1b = 6.000 x (1- 0,62) x (2,58 – 1,20) = 5.630 m3/thn
c. Dari jalan
VC1c = 10.000 x (1- 0,95) x (2,58 – 1,20) = 690 m3/thn

Air diresapkan VTSR = 1.650 + 5.630 + 690 = 7.970 m3/thn

2.Dengan Recharge System


a. Dari atap dan perkerasan dengan recharge well/trench
VC2a = 24.000 x (1- 0,05) x (2,58 – 40 % x 1,20) = 47.880 m3/thn
b. Dari taman dengan recharge system plus penghijauan
VC2b = 6.000 x (1- 0,05) x (2,58 – 1,40) = 6.726 m3/thn
c.. Dari jalan dengan recharge well/trench
VC2c = 10.000 x (1- 0,05) x (2,58 – 40 % x 1,20) = 1.950 m3/thn
Air diresapkan plus penghijauan VDSR = 47.880 + 6.726 + 1.950 = 56.556 m3/thn

Tabel j. Volume air diresapkan fungsi kondisi lahan terbuka


No. Kondisi lahan terbuka Volume (m3/thn)
A Sebelum dibangun 20.976
B Tanpa dibangun namun dengan penghijauan 32.096
C Sesudah dibangun
1. Tanpa recharge system 7.970
2. Dengan recharge system dan recharge yard plus 56.556
penghijauan

Kesimpulan:
Membangun tidak mesti menyebabkan berkurangnya infiltrasi air hujan kedalam tanah
bila diterapkan teknologi yang tepat.

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 92


Tiada Kehidupan Tanpa Air

Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 93

Anda mungkin juga menyukai