dalam
Pembangunan Berkelanjutan
Oleh:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA, IPU, Asean Eng.
(LECTURE NOTE)
Lecture Note ini mengantarkan suatu teknologi yang berkembang setelah munculnya
semangat pembangunan berwawasan lingkungan. Hal ini terjadi setelah terbentuknya
”sustainable development fever” akibat dari telah diselenggarakannya The United Nation
Confrerence on the Human Environment di Stockholm pada 5-16 Juni 1972. Salah satu
programnya masih dilanjutkan dalam Sustainable Development Goals (SDG’s) yang
direncanakan untuk tahun 2016-2030 sebagai kelanjutan dari Millennium Development
Goals (MDG’s) yang sukses dilaksanakan pada tahun 2001-2015 lalu yang salah satu
tujuannya adalah penyediaan sanitasi dan penyediaan air bersih.
Isi dari lecture note ini adalah memperjelas perbedaan mashab dalam teknik drainase,
kemudian benefid dari Mashab Pro-Air dan focus pada komputasinya. Sebagai bahan ajar,
materi ini diberikan untuk paruh semester dan paruh semester yang lainnya adalah untuk
teknik drainase konvensional dari Mashab Nafi-Air yang telah menjadi teknik andalan
dunia sejak awal peradaban. Kemudian, dalam setiap bagian akhir dari metode ini berisi
‘Commentary’ hasil analisis logika pikir dasar penurunan formula dari setiap formula hasil
kreasi berbagai peneliti dunia termasuk dari dalam negeri. Dalam lecture note ini juga
diberikan contoh soal berisi perhitungan terutama dari formula yang mempunyai
parameter yang sepadan atau dapat disepadankan dan hasilnya diperbandingkan sebagai
pertimbangan dalam pemilihan metode dalam disain.
Semua temuan penulis yang disajikan dalam tulisan ini didedikasikan untuk pembangunan
berkelanjutan karena keasadaran akan aksioma bahwa ’Tiada kehidupan tanpa air’.
Implementasi teknik ini dapat dikatakan sebagai ’Membangun sekaligus memperbaiki
lingkungan’ dan dalam konteks spiritual dapat dikatakan sebagai bentuk ’infak’ karena air
yang diresapkan dinikmati mayarakat di sebelah hilirnya. Untuk memperkaya ide dan
berkembangnya ilmu pengetahuan diucapkan banyak terima kasih atas adanya koreksi
maupun tambahan yang sifatnya membangun dan tak menutup kemungkinan untuk
mendiskusikan isi dari lecture note ini dan untuk itu dapat melalui E-mail:
sunysunyoto@ugm.ac.id dengan subject: Pro-Air.
Yogyakarta, 20 Maret 2018
a. Deskripsi
1). Asal kata
Asal kata drainase maupun drainasi adalah dari drainage (eng & fre)
2). Terminology
Drainase atau ‘pengatusan’ atau ‘pengaliran air’ atau ‘saluran air’ (KBBI) adalah suatu
teknik yang berusah meniadakan kelebihan air disuatu lokasi karena dipandang
Di Indonesia dari asal kata yang sama dibedakan menjadi drainase yaitu istilah untuk
system adalah terjadinya perubahan tataguna lahan dari yang semula tanah secara
alami dapat meresapkan air hujan kedalam tanah namun akibat pembangunan hingga
P Ev P – Ev = I + R P Ev
R
R
b. Undeveloped I b. Developed I
1).Definisi
(2002) lebih jelas mendefinisikannya bahwa prasarana dan Sarana merupakan bangunan
dasar yang sangat diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia yang hidup bersama-
sama dalam suatu ruang yang terbatas agar manusia dapat bermukim dengan nyaman dan
dapat bergerak dengan mudah dalam segala waktu dan cuaca, sehingga dapat hidup
dengan sehat dan dapat berinteraksi satu dengan lainnya dalam mempertahankan
kehidupannya.
Dari kedua belas komponen dapat dikelompokkan kedalam tujuh group infrastruktur
(Suripin, 2004):
• Kelompok sarana transportasi meliputi terminal, jaringan rel dan stasiun kereta
• Kelompok bangunan kota, pasar, dan sarana olah raga terbuka (outdoor sports)
• Kelompok telekomunikasi.
Sistem air bersih adalah suata satu kesatuan penyediaan air bersih yang mencakup
Sistem air limbah perkotaan adalah suatu sistem yang mengumpulkan (collecting),
mengalirkan (delivery), mengolah (treatment) dan membuang (disposal) dari buangan air
limbah baik dari domestik, komersial, perkantoran, industri maupun sosial. Jumlah air
• Urban drainaige
Kata drainase berasal dari drainage (ing, fra) yang secara umum berarti ’mengalirkan,
menguras, membuang atau mengalihkan air’. Air yang dikelola tersebut berasal dari air
hujan yang berkualitas baik hingga tak memerlukan treatment. Namun demikian dengan
pertimbangan ekonomis saluran air drainase juga dimanfaatkan sekaligus mengalirkan air
limbah kota yang telah diolah dalam IPAL. Hampir semua kota-kota di negara maju
terutama yang intensitas hujannya rendah pada umumnya Urban Drainage System nya
atau penanganan air hujan dan air limbahnya dalam satu saluran untuk bersamaan
(Gambar 4). Artinya saluran air limbah dan saluran air hujan cukup satu tanpa dipisahkan
hingga pada saat hujan sering terjadi bahwa air dari treatment plant yang belum
sempurna terdekomposisi bahan organiknya telah terdorong keluar masuk kebadan air
akibat tambahan air hujan, yang biasanya bila hujan terjadi terlalu lebat. Sistem ini
biasanya banyak digunakan di daerah subtropis karena curah hujan relative kecil.
Sedangkan untuk daerah tropis biasanya dengan saluran tepisah antara air limbah dengan
Air irrigasi adalah air yang bersumber dari air permukaan maupun air tanah yang
dengan teknologi gravitasi maupun dengan pemompaa. Komponen sistem air irrigasi adalah
menggenangi sawah dan mengatuskan (dranaige) ketikan terjadi kelebihan air. Saluran
drainasi makin kehilir makin kecil dimensinya karena debit air yang dialirkan semakin kecil
kehilir. Berbeda dengan saluran drainase yang semakin kehilir semakin besar dimensinya
karena debit air semakin bertambah. Persoalan lain adalah elevasi saluran irigasi lebih
tinggi dari lahan sekitar dan sebaliknya saluran drainase selalu lebih rendah dari lahan
sekitar, hingga perubahan daerah irigasi menjadi daerah hunian akan banyak masalah
berkaitan dengan channel system drainage dan solusinya adalah dengan recharge system
drainage.
Terjadinya genangan di daerah urban akibat dari urbanisasi hingga kepadatan bangunan
meningkat yaitu (Gambar 1&1b.):
• Luas bidang infiltrasi berkurang
tajuk
bidang
infiltrasi
mulch
Dengan hilangnya temporary storage, sponge system maupun berkurangnya luas bidang
infiltrasi maka air meresap kedalam tanah akan mengecil dan akibatnya Runoff akan
panjang).
air secepatnya secara gravitasi kedaerah lebih rendah atau dengan pompa bila topografi
tak memungkinkan. Pada umumnya dilaksanakan dengan melalui parit, sungai dan akhirnya
ke laut dan cara ini telah dilaksanakan dan mendominasi sejak zaman dahulu kala sampai
saat ini. Kajian utama adalah menetapkan arah aliran dan menghitung dimensi bangunan-
bangunan tersebut diatas terutama dimensi saluran. Mashab ini juga disebut dengan
dengan system resapan air hujan air akan tumpah ke saluran drainasi dan meluap ke jalan
seperti Gambar 8, dan dampak positif implementasi recharge system untuk Kampus UGM
yang mulai 2014 yang telah dicanangkan bahwa Kampus UGM Zero Waste dan Zero
Berbagai hal tentang bangunan ini adalah (Jelaskan alasan pemilihan varian2 ini):
1). Terbentuknya (Gambar 2)
• Alamiah : sungai (Natural Drainage)
• Buatan : saluran (Artificial Drainage)
a.Natural b. Artificial
Gambar 2. Tampang natural dan artificial drainage pada umumnya
Black/grey water
Note: Apa alasan dari pemilihan fungsi diatas ini, dan apa pilihan untuk Indonesia?
Note: Jelaskan argumentasi untung rugi dari pemilihan tampang bangunan tersebut!
Gambar 8. Banjir di daerah Jl. Dago kota Bandung di tahun 1990an (Sumbangan dari
Prof.Dr. Otto Soemarwoto) dan banjir di gerbang kampus UGM pada musim hujan
tahun 2009 sebelum pengetrapan sistem peresapan.
hujan kedalam tanah di sekitar permukiman secara individual maupun komunal yang baru
dikembangkan mulai tahun 1980an ketika masalah lingkungan hidup menjadi perhatian
global dengan dimulainya era sustainable development (Usul Wakil Swedia pada 28 Mei
1968 di PBB; Realisasinya pada 5-16 Juni 1972 diadakan United Nation Confrerence on
the Human Environment di Stockholm; Pada 3-14 Juni 1992 Konferensi Tingkat Tinggi
Bumi di Rio de Janeiro; Pada 2002 di adakan KTT Rio + 10 di Johanesburg; dan sebagai
Bangunannya berupa Sumur Peresapan Air Hujan, Parit Peresapan Air Hujan maupun
Taman Peresapan Air Hujan. Mashab ini juga disebut dengan Recharge System Drainage
Saat ini setelah diawal millennium ke 21 PBB melounching program MDG’s yang diakhiri
tahun 2015 kemudian dilanjutkan menjadi SDG’s dalam 15 tahun berikutnya, system ini
menjadi suatu teknik drainase yang relevan dengan program terdebut diatas Tujuan 6.
1). Terbentuknya
• Buatan (Artificial Drainage)
3). Fungsi
• Satu Fungsi (Single purpose) hanya meresapkan air Drainase Permukaan (Surface
Drainage) dan tidak dijadikan satu dengan peresapan air limbah
4). Konstruksi
• Tertutup
• Terbuka
Gambar 9. Bagan alir kerusakan sumberdaya air akibat urbanisasi dan alternative solusi
(Sunjoto, 2011)
sekaligus yaitu Flood, Groundwater dan Pollution Control Problems sedangkan Con-Water
Mazhab hanya dapat menyelesaikan sebuah saja yaitu Flood Control Problem. Sedangkan
Urban Climate Change Problem tak dapat diselesaikan dengan Teknik Drainase.
Kebutuhan Air Domestik (BAD) diperhitungkan sebesar 100 l/kpt/h, yaitu rerata dari
Data (riil):
• Curah hujan: 2.580 mm/th)**
• Evapotranspirasi: 1.250 mm/th)**
• Kebutuhan air domestik: 100 l/kpt/h
• Koefisien limpasan permukaan: 0,95
• Kebutuhan penutupan bangunan: 50 m2/kpt)* Note:
• Rendemen: 60 % )* Sunjoto (2015)
• Jumlah penduduk 1 juta kpt )** Dept PU (1984)
Kesimpulan dari perhitungan tersebut adalah Vka ≈ Vat atau dapat dikatakan bahwa:
‘Volume air terbuang akibat sistem drainase konvensional adalah setara dengan jumlah
Sunjoto (2015) mengusulkan suatu cara baru perhitungan konservasi air untuk area
permukiman bukan berdasar peta tataguna lahan saja namun berdasarkan Kebutuhan
Penutupan Bangunan (BTB) = Building Cover Demand (Sunjoto, 2015). BTB adalah luas
semua bangunan artifisial yang mengakibatkan terhentinya infiltrasi air hujan di suatu
wilayah dibagi dengan jumlah penduduk dalam wilayah tersebut dengan dimensi m2/kpt.
Harga BTB di pulau Jawa daerah urban untuk hunian kecil atau sekitar 30 m2/kpt namun
kebutuhan bangunan inftastruktur public lainnya seperti kantor dll lebih besar yaitu 20
m2/kpt hingga reratanya sebesar 50 m2/kpt dan di daerah rural untuk hunian adalah 45
m2/kpt namun kebutuhan bangunan inftastruktur public lainnya kecil hingga besar BTB =
BTB ini akan banyak berguna untuk menghitung air terinfiltasi akibat recharge
system maupun usaha konservasi lainnya untuk wilayah luas misal DAS atau daerah
cara ini adalah ketersediaan data jumlah penduduk yang selalu tersedia secara tahunan
hingga perencanaan dimensi bangunan konservasi didaerah urban setelah beberapa tahun
Sedangkan harga BTB dapat ditentukan secara teknik sampling dengan menggunakan data
google map maupun data peta digital lainnya, sedangkan untuk data jumlah penduduk
Dalam suatu perencanaan sistem drainase suatu daerah perlu diketahui data teknis,
ekonomi maupun sosial guna mendapatkan hasil yang maksimal. Yang dimaksud dengan
hasil maksimal adalah bahwa konstruksi berfungsi sebaik mungkin sesuai yang
direncanakan, berwawasan lingkungan, kuat dan bertahan lama, murah biayanya, mudah
a. Genangan
• Lokasi
• Luas
• Lama
• Frekuensi
• Tinggi
• Kerugian
b. Daerah tangkapan hujan
• Luas
• Tataguna lahan
• Kerapatan bangunan
c. Tataguna lahan
• Building cover ratio (BCR)
• Batas persil
• Status kepemilikan
• Nilai asset
d. Hidrologi
• Time of concentration of precipitation (Tc) (untuk channel system)
• Dominant duration of precipitation (Td) (untuk recharge system)
• Intensity Duration Frequency (IDF) Curve (untuk channel & recharge system)
• Curah hujan tahunan, evapotranspirasi
e. Topography
• Arah buangan
• Aspek hidrolika
• Lokasi bangunan
• Arah aliran air tanah
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 16
f. Sifat Tanah
• Jenis tanah
• Kekuatan tanah
• Permeabilitas tanah
g. Master plan/RTRW = Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/desa..
• Kesesuaian rencana
h. Demography
• Penyesuaian dengan kerapatan > C = koefisien runoff
• Kualitas air buangan
i. Prasarana dan utilitas
• Pemanfaatan bangunan eksisting
j. Material tersedia
• Pilihan konstruksi
k. Kesehatan lingkungan
• Aspek disain dan konstruksi
l. Kelembagaan
• Pemeliharaan dan biaya operasional
m. Perundangan
• Implementasi sistem yang tepat
n. Persepsi masyarakat
• Partisipasi
o. Sosial ekonomi
• Penyesuaian jenis konstruksi
p. Biaya
• Skala prioritas
• Sumber pendanaan
• Benefit Cost Ratio, Internal Rate of Return dll.
a. Secara Fisik
1). Memperkecil puncak hydrograph di hilir
Gambar 10. Jalan dengan recharge well hingga menjadi lebih lebar (kiri) dan jalan
dengan saluran drainase (kanan) hingga lebar jalan berkurang.
Dengan sistem resapan maka volume air hujan yang dapat diresapkan kedalam tanah
akan menjadi lebih besar dengan kata lain tampungan air tanah juga akan menjadi lebih
Gambar 11. Skema hubungan konversi lahan dengan muka air tanah
Konversi dari lahan kritis menjadi permukiman yang dilengkapi dengan recharge system
dapat dikatakan:
MEMBANGUN SEKALIGUS MEMPERBAIKI LINGKUNGAN.
h u j a n
Muka tanah
Muka air tanah
hs
hf
Air tawar (f)
Gambar 12. Hiperbolik tampungan air tawar suatu pulau sirkular dengan akuifer yang
homogen dan isotropis.
Dengan kata lain untuk daerah payau seperti di daerah pantai pada umumnya, sistem ini
akan meperbaiki kualitas air tanah karena air hujan yang masuk kedalam air tanah
mempunyai kualitas lebih baik dari pada kualitas badan air itu sendiri.
kosong dan tanah akan mampat maka terjadi amblesan karena air adalah uncompressible
sedangkan udara compressible material., walaupun sinkhole dapat juga terjadi karena
akibat lain hal aliran air hingga terjadi piping, batuan kapur yang larut dll.
Recharge system atau system resapan adalah suatu bangunan teknis yang
direncanakan untuk meresapkan air hujan surface runoff kedalam tanah, yang terdiri
dari tiga macam yaitu Recharge Well, Recharge Trench dan Recharge Yard atau di USA
yang terakhir ini disebut Rain Garden). Untuk mendisain dimensinya dapat digunakan
formula: (Untuk mengurangi kerancuan titik-koma dalam bagian ini digunakan sistem
Dengan konsep Van Breen (koefisien distribusi hujan 90 %), dan konsep Horton bahwa
𝝅𝝅𝝅𝝅𝟐𝟐 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏 𝟏𝟏
𝑨𝑨 × 𝟎𝟎, 𝟕𝟕𝟕𝟕 × 𝟎𝟎, 𝟗𝟗𝟗𝟗 × 𝑹𝑹𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐 − �� �×� �× �
𝟒𝟒 √𝑷𝑷 𝟔𝟔
𝑯𝑯 = (7)
𝝅𝝅𝝅𝝅𝟐𝟐
� �
𝟒𝟒 × 𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏𝟏
dengan:
H : tinggi air dalam sumur (m) ⇒ lihat Gambar 15.
2
A : luas atap (m )
d : diameter sumur (0,80 s/d 1,40 m)
p : faktor perkolasi (mnt/cm)
R24j : curah hujan terbesar dlm 24 jam (mm/hr)
0,70 : limpasan permukaan yang harus diresapkan (Horton) ⇒ (Gambar 14.)
0,90 : efektivitas hujan (V. Breen)
P Ep
R = 70 %
I = 30 %
Gambar 14. Skema keseimbangan air di permukaan tanah secara natural (Horton)
Note:
Dalam perhitungan, ‘dimensi’ dari parameter harus sesuai dengan yang tersebut
diatas.
Commentary:
• Tak memenuhi asas analisis dimensi
• Formula tak berlaku untuk dinding porus
• Bila A = 0 ⇒ H < 0 (tak logis)
Pada rumus ini, durasi hujan diasumsikan 4 jam (khusus Pulau Jawa) dan besar hujan
harian efektif 90% dari hujan maksimum.
𝑅𝑅 24𝑗𝑗
= 0,06 × {𝑇𝑇 + 60} (12)
𝐼𝐼
dengan:
R24j : curah hujan terbesar dlm 24 jam ( mm/hr)
I : intensitas hujan (m3/s/km2)
T : durasi hujan (mnt)
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 25
Sedangkan dimensi Intensitas hujan harus juga diadakan konversi sbb:
𝟏𝟏𝟏𝟏. 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎
𝑰𝑰(𝒎𝒎𝟑𝟑 ⁄𝒔𝒔⁄𝒌𝒌𝒌𝒌𝟐𝟐 ) = × 𝑰𝑰(𝒎𝒎⁄𝒋𝒋) (13)
𝟑𝟑𝟑𝟑
Hubungan antara tinggi hujan harian rerata dengan intensitas hujan (SNI 03 2453-
Note:
Dalam lecture note ini untuk selanjutnya dipilih cara Hasper yang analisisnya
menggunakan data dari Jakarta;
c. Sunjoto (1988)
Forchheimer membuat percobaan dengan auger hole dan lubang diberi casing kemudian
dituang air (Qi=0) untuk mengukur koefisien permeabilitas. Menurut Forchheimer (1930)
formula (17) adalah untuk menghitung koefisien permeabilitas tanah (K), bila diketahui
perubahan tinggi muka air fungsi waktu dalam bore hole dengan debit Q = 0 (air dituang
dalam sekejap). Kelemahan dari methode ini adalah perbedaan penurunan muka air tidak
linier dengan perbedaan waktu pengukuran dari awal sampai akhir hingga harga K akan
berbeda hasilnya dengan data durasi yang sama namun diukur pada waktu yang berbeda
yaitu diawal atau diakhir percobaan. Hal ini disebabkan bahwa kondisinya masih pada
unsteady flow state sedangkan formulanya untuk steady flow state condition. (Gambar
15a.). Solusinys adalah data di plot pada grafik Normal-Log yang akan mendapatkan garis
linear.
Gambar 15. Skema (a). Aliran dalalm lubang bor dengan casing (Forhheimer, 1930) dan
(b). Aliran dalam sumur (Sunjoto, 1988)
𝑑𝑑ℎ
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑜𝑜 = 𝐴𝐴𝑠𝑠 (15)
𝑑𝑑𝑑𝑑
𝑑𝑑𝑑𝑑𝑜𝑜 = 𝐹𝐹𝐹𝐹ℎ (16)
Persamaan (15) = (16) dan dengan As = π r2 maka dengan cara integrasi didapat:
𝝅𝝅 𝒓𝒓𝟐𝟐 𝒉𝒉𝟐𝟐
𝑲𝑲 = 𝒍𝒍𝒍𝒍 (17)
𝑭𝑭(𝒕𝒕𝟐𝟐 − 𝒕𝒕𝟏𝟏 ) 𝒉𝒉𝟏𝟏
dengan:
K : koefisien permeabilitas tanah (m/j)
r : radius sumur (m)
F : faktor geometrik (m) F = 4r (Forchheimer, 1930)
t1 : waktu awal pengukuran (j)
t2 : waktu akhir pengukuran (j)
h1 : tinggi muka air awal pengukuran (m)
h2 : tinggi muka air akhir pengukuran (m)
As : luas tampang sumur (m2)
Dengan dasar konsep Forchheimer ini Sunjoto (1988) membangun formula aliran dalam
lubang bor atau sumur untuk unsteady state flow condition dan formula ini dibangun
(Forchheimer dengan Qi = 0). Hal ini sesuai dengan keadaan fisik yaitu dalam suatu
durasi hujan akan ada debit dari atap yang masuk kedalam sumur.
(b). Debit keluar (meresap) adalah sama dengan faktor geometrik kali koefisien
Volume air tampungan dalam sumur adalah luas tampang sumur kali ketebalan air Eq.(18)
dan sama dengan selisih volume air masuk dikurangi volume air meresap Eq.(19):
𝑑𝑑𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑡𝑡 = 𝑛𝑛𝑛𝑛𝑠𝑠 𝑑𝑑ℎ (18)
𝑑𝑑𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑡𝑡 = (𝑄𝑄 − 𝑄𝑄𝑜𝑜 )𝑑𝑑𝑑𝑑 = (𝑄𝑄 − 𝐹𝐹𝐹𝐹ℎ)𝑑𝑑𝑑𝑑 (19)
Bila As = π r2 untuk tampang lingkaran dan As = bB untuk tampang persegi serta dengan
asumsi bahwa muka air tanah terletak pada level dasar sumur maka menurut Sunjoto
(1988) akan didapat:
Note:
• Walaupun dalam asumsi penurunan formula muka air tanah berada tepat pada
dasar sumur namun kenyataan di dalam praktek muka air tanah berada selalu
dibawahnya, dan keadaan ini akan memberikan angka keamanan dalam perhitungan.
• Sumur kosong material ketika n = 1, sebaliknya sumur terisi material penuh tanpa
ruang pori ketika n = 0.
• Kedalaman maksimum H’ adalah harga perhitungan sumur dalam keadaan tinggi
muka sumur kedap air yang dialiri selama Td dan H’ dapat dihitung dengan (lihat
contoh 2, Tabel 9):
𝑄𝑄 × 𝑇𝑇𝑑𝑑
𝐻𝐻′ ≤ (22)
𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑟𝑟 2
Commentary:
• Selaras dengan asas analisis dimensi
• Bila Q = 0 ⇒ H = 0 (logis)
lingkaran dianggap aliran dalam steady state condition dengan faktor geometrik yang
90% terjadi dalam pembangunan yaitu kondisi F4b maka formula dapat ditulis:
𝑸𝑸
𝑯𝑯 = (23)
𝝎𝝎𝝎𝝎 𝒓𝒓𝒓𝒓
Note:
Harga ω = 2 untuk:
o Sumur kosong (n = 1) berdinding kedap
o Sumur dengan batu pengisi (0 < n < 1) tanpa dinding atau berdinding porus
Harga ω = 5 untuk:
o Sumur kosong (n = 1) berdinding porus.
• Luas atap
Luas atap diukur luas datar dal luas perkerasan lainnya juga harus diperhitungkan.
• Intensitas hujan
Intensitas hujan didapat dari Intensity Duration Frequency (IDF) Curve dengan
Durasi dominan hujan (Td) adalah lama waktu yang paling banyak terjadi di daerah
tersebut.
Faktor geometric (shape factor) adalah suatu harga yang mewakili dari bentuk
Syarat batas.
Shape factor untuk kondisi 5, 6 dan 7 yang mana ada bagian dinding yang porous
dari casing maka unit luas lubang casing harus lebih besar dari unit luas pori tanah
koefisien permeabilitas dinding buis beton harus lebih besar dari koefisien
Harga ini dimunculkan pertama kali oleh Forchheimer (1930) yaitu F = 4r dalam mencari
K dari penelitian dengan percobaannya yang disimpulkan sesuai dengan formula (17). Cara
ini hanya menggunakan satu lubang bor saja tanpa sumur pantau seperti lazimnya pada
formula Dupuit-Thiem yang berbasis Darcy’s Law (1856) yang harus menggunakan sumur
karena secara eksplisit dapat menghitung dengan data laboratoriom tanpa harus
mengetahui data sumur pantau yang baru bisa diukur setelah pumping terlaksana di
lapangan. Maka konsep Forchheimer ini dapat disebut sebagai mashab baru dalam
perhitungan Groundwater Flow selain konsep yang sudah ada yaitu Darcy’s Law. Kemudian
untuk berbagai kondisi sumur harga shape factor (F) dikembangkan oleh peneliti lain
seperti:
2r 2π 𝐿𝐿
1 𝐹𝐹1 =
(𝐿𝐿 + 2𝑟𝑟) � 𝐿𝐿 2 0 Sunjoto (2017)
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 𝑟𝑟 + �𝑟𝑟 � + 1�
Samsioe (1931)
2r 𝐹𝐹2𝑎𝑎 = 4π 𝑟𝑟 12.566 Dachler (1936)
Aravin (1965)
Forchheimer (1930)
2r
Samsioe (1931)
𝐹𝐹3𝑎𝑎 = 2π 𝑟𝑟 6.283 Dachler (1936)
Aravin (1965)
3
2r Forchheimer (1930)
𝐹𝐹3𝑏𝑏 = 4𝑟𝑟 4.000 Dachler (1936)
Aravin (1965)
2r
𝐹𝐹4𝑎𝑎 = π2 𝑟𝑟
Sunjoto (2002)
9.870
4
Harza (1935)
2r
𝐹𝐹4𝑏𝑏 = 5,50𝑟𝑟 5.50 Taylor (1948)
Hvorslev (1951)
Schneebeli (1954)
𝐹𝐹4𝑏𝑏 = 2π 𝑟𝑟 6.283
Sunjoto (2002)
5
2π 𝐿𝐿
𝐹𝐹5𝑏𝑏 =
𝐿𝐿 𝐿𝐿 2 0/0 Dachler (1936)
2r 𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
𝑟𝑟 𝑟𝑟
2π 𝐿𝐿 + 2π𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2
𝐹𝐹5𝑏𝑏 =
𝐿𝐿 + 2𝑟𝑟 � 𝐿𝐿 2 3.964 Sunjoto (2002)
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 𝑟𝑟 + �𝑟𝑟 � + 1�
2r 2π 𝐿𝐿 + π2 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2
𝐹𝐹6𝑎𝑎 =
𝐿𝐿 + 2𝑟𝑟 𝐿𝐿 2 9.870 Sunjoto (2002)
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 2𝑟𝑟 + ��2𝑟𝑟� + 1�
6
2π 𝐿𝐿
𝐹𝐹6𝑏𝑏 =
𝐿𝐿 𝐿𝐿 2 0/0 Dachler (1936)
𝑙𝑙𝑙𝑙 �2𝑟𝑟 + ��2𝑟𝑟� + 1�
2r
2π 𝐿𝐿 + 2π 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2
𝐹𝐹6𝑏𝑏 = 6.283 Sunjoto (2002)
𝐿𝐿 + 2𝑟𝑟 𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 2𝑟𝑟 + ��2𝑟𝑟� + 1�
2π 𝐻𝐻 + π2 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2
2r 𝐹𝐹7𝑎𝑎 =
H 𝐻𝐻 + 2𝑟𝑟 𝐻𝐻 2 9.870 Sunjoto (2017)
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 2𝑟𝑟 + ��2𝑟𝑟� + 1�
pertama adalah dalam unsteady flow condition sedangkan formula Forchheimer adalah
dalam steady flow condition. Hal ini dapat dibuktikan bahwa pada formula Sunjoto (1988)
pada keadaan atap sama dengan nol (A=0) maka debit air masuk sumur nol karena Q=CIA
atau pada saat Td=∞ maka akan di dapat H=Q/FK dan dan ini sama dengan h=Qo/FK yaitu
7). Konstruksi
Sumur peresapan dibuat dihalaman rumah masing-masing dengan jumlah dan dimensi
sesuai dengan perhitungan. Air dapat dimasukkan langsung dari talang atau air jatuh
Sedangkan bila sumur peresapan untuk di jalan inlet dapat langsung dari tutup sumur
atau dengan konstruksi dari samping (Gambar 16). Semua sumur peresapan harus
dilengkapi ‘pipa udara keluar’ atau air outlet dengan tujuan untuk menghilangkan
hambatan masuknya air karena terdesak oleh udara yang mengalir keluar.
Gambar 16. Sumur peresapan air hujan dengan pipa ‘air masuk’ dan pipa ‘udara keluar’.
Tanpa talang
Gambar 17. Sumur peresapan air hujan menampung air dari atap
Harga Faktor Geometrik F5b Dachler (1936) akan memberikan harga ‘nol dibagi nol’ atau
‘tak terdefinisikan’ bila L=0. Padahal menurut gambar (Tabel 4) kedua gambar tersebut
akan menjadi sama bila pada kondisi 5b tadi dengan L = 0 maka seharusnya harga F5b
sama dengan F3b = 4 r. Sunjoto (2002) membangun suatu formula dan ketika L=0 maka
Tabel 4. Perbandingan antara kondisi sumur 3b dengan 5b ketika r=1 dan L=0
Forchheimer
(1930)
3b 4r 4,000
Dachler (1936)
Aravin (1965)
2π𝐿𝐿
𝐿𝐿 𝐿𝐿 2 Dachler (1936) 0/0
𝑙𝑙𝑙𝑙 �𝑟𝑟 + ��𝑟𝑟 � + 1�
5b
2π𝐿𝐿 + 2π 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2
𝐿𝐿 + 2𝑟𝑟 � 𝐿𝐿 2 Sunjoto (2002) 3,964
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 𝑟𝑟 + �𝑟𝑟 � + 1�
Beranalogi pada pengembangan Formula F5b Dachler (1936) tersebut, Sunjoto (2002),
F=4,80 r s/d 5,60 r, Taylor (1948) dengan flownet mendapatkan F= 4,70 r dan
Hvorslev (1951) mengulang untuk mendapatkan harga faktor geometrik yang mana
hasil ketiga peneliti berbeda-beda. Maka dari itu pada saat Hydraulic Confference
di USA, oleh Hvorslev diusulkan angka bersama sebesar yaitu F4b=5,50 r dan
disetujui.
• Beranalogi penurunan formula F5b, Sunjoto (2002) menbangun formula F6b seperti
• Ketika L= 0 maka harga F6b(L=0)= 6,283 r dan pada keadaan ini kondisi 6b menjadi
Tabel 5. Perbandingan antara kondisi sumur kondisi 4b dengan 6b ketika r=1 dan L=0
Harza (1935)
5.5 r 5,500
Taylor (1948)
Hvorslev (1951)
4b
Schneebeli (1954)
6,283
2 πr Sunjoto (2002)
2π𝐿𝐿
𝐿𝐿 � 𝐿𝐿 2 Dachler (1936) 0/0
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + � � + 1�
2𝑟𝑟 2𝑟𝑟
6b 2π𝐿𝐿 + 2π 𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2
𝐿𝐿 + 2𝑟𝑟 𝐿𝐿 2 Sunjoto (2002) 6,283
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 2𝑟𝑟 + ��2𝑟𝑟� + 1�
Perbandingan harga F5b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002) dengan variable harga L
dibagi r yaitu mulai dari nol hingga satu juta (diumpamakan r = 1) maka dari Tabel 6.
Tabel 6. Harga faktor geometrik sumur fungsi rasio ‘antara panjang dinding porus dengan
radius sumur ’, pada kondisi sumur 5b.
DACHLER (1936) SUNJOTO (2002)
L ∆F
R 2π𝐿𝐿 2π𝐿𝐿 + 2π𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2 %
𝐿𝐿 𝐿𝐿 2 𝐿𝐿 + 2𝑟𝑟 � 𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1� 𝑙𝑙𝑙𝑙 �
𝑟𝑟 𝑟𝑟 𝑟𝑟 + �𝑟𝑟 � + 1�
0 0/0 3,964 ?
0,000001 6,283 3,964 -36,909
0,0001 6,283 3,965 -36,893
0,001 6,283 3,969 -36,829
0,01 6,283 4,009 -36,192
0,5 6,529 5,830 -10,706
0,964 7,079 7,079 0
1 7,129 7,165 0.504
5 13,586 14,348 5,608
10 20,956 21,720 3,645
25 40,149 40,853 1,753
50 68,217 68,867 0,952
100 118,588 119,186 0,504
1000 826,637 827,101 0,056
10000 6.344,417 6.344,793 0,005
1000000 433.064,548 433.064,818 0,00006
Catatan: Harga ini dihitung dengan L = variable dan r=1.
Perbandingan harga F6b Dachler (1936) dan Sunjoto (2002) dengan variable harga L
dibagi r yaitu mulai dari nol hingga satu juta (diumpamakan r = 1).
0 0/0 6,283 ?
0,000001 12,566 6,283 -50,000
0,0001 12,566 6,284 -49,992
0,001 12,566 6,290 -49,944
0,01 12,566 6,351 -48,026
0,5 12,695 9,092 -28,381
1 13,057 11,054 -15,340
2,713 15,323 15,323 0
5 19,072 19,618 2,862
10 27,171 27,915 2,738
25 48,775 49,525 1,537
50 80,298 81,001 0,867
100 136,435 137,084 0,475
1000 909,584 910,083 0,054
10000 6.821,882 6.822,281 0,005
1000000 454.792,118 454.792,400 0,00006
Catatan: Harga ini dihitung dengan L = variable dan r = 1.
hanya dapat digunakan bila L/r > 10 namun dari Tabel 7. ketika L/r > 0,97 untuk sumur
kondisi 5b dan L/r > 2,75 untuk sumur kondisi 5b formula Dahler telah mempunyai nilai
medekat.
Dan bila menggunakan asas Forchheimer (1930), Qo = FKH, faktor geometrik F dari
persamaan (26) adalah:
2𝜋𝜋𝜋𝜋
𝐹𝐹 = (27)
�1 + (𝑟𝑟)2 1
𝑙𝑙𝑙𝑙 �𝐻𝐻⁄𝑟𝑟 + �1 + (𝐻𝐻⁄𝑟𝑟)2 � − +
𝐻𝐻⁄𝑟𝑟 𝐻𝐻⁄𝑟𝑟
dengan:
H : tinggi air dalam sumur (m)
Q : debit air masuk (m3/s)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/s)
r : radius sumur (m)
Commentary:
• Bila Q = 0 ⇒ H = 0 (logis)
1). Deep flow field (groundwater level 48 feet from base of well)
2𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋
𝑄𝑄 = (28)
2𝐿𝐿 2𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �1 + � 𝑟𝑟 � �
𝑟𝑟
Dan bila menggunakan asas Forchheimer (1930), Qo=FKH, faktor geometrik F adalah:
2𝜋𝜋𝜋𝜋
𝐹𝐹 = (30)
2𝐿𝐿 2𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 𝑟𝑟 + �1 + � 𝑟𝑟 � �
1). Shallow flow field (groundwater level 3 feet from base of well)
2𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋
𝑄𝑄 = (31)
4𝐿𝐿 4𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �1 + � 𝑟𝑟 � �
𝑟𝑟
𝑄𝑄 4𝐿𝐿 4𝐿𝐿 2
𝐻𝐻 = 𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �1 + � � � (32)
2𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋𝜋 𝑟𝑟 𝑟𝑟
Dan bila menggunakan asas Forchheimer (1930), Qo=FKH, faktor geometrik F adalah:
2𝜋𝜋𝜋𝜋
𝐹𝐹 = (33)
4𝐿𝐿 4𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 𝑟𝑟 + �1 + � 𝑟𝑟 � �
dengan,
Q : debit air masuk (m3/s)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/s)
L : panjang dinding porus (m)
H : tinggi air dalam sumur (m)
r : radius sumur (m)
Commentary:
• Bila L = 0 harga Q tak terdefinisikan atau 0/0 (tak logis)
f. Suripin (2004)
Alur pikirnya adalah dengan mendasarkan pada persamaan Dupuit dan G.Thiem dan
menurut Suripin (2004), bila tak menggunakan sumur pantau seperti Gambar 18. rumus
menjadi:
h. SNI: 03 2453-2002
SNI: 03 2453-2002 atau Standar Nasional Indonesia ini adalah menggantikan SNI
perhitungan dengan dasar bahwa volume air hujan dalam durasi tertentu (Vab) dikurangi
air meresap (Vrsp) dibagi luas tampang sumur dengan koefisien tanah pada dinding lebih
• Kedalaman sumur
𝑉𝑉𝑡𝑡𝑡𝑡
• 𝐻𝐻𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 = (42)
𝐴𝐴ℎ
Commentary:
• te (j) ⇒ tak memenuhi analisis dimensi
• Kv = 2 Kh ⇒ dalam groundwater flow asumsinya hampir selalu homogen (aquifer
mempunyai physical properties yang sama) dan isothropis (Kv=Kh)
• Data hujan R (hujan rerata harian) tak mempunyai aspek return period
• Bila A = 0, ⇒ H < 0 (tak logis)
diameter 10 – 30 cm, kedalaman sekitar 100 cm atau jangan melebihi kedalaman muka air
tanah (Gambar 19.). Lubang diisi sampah organik untuk mendorong terbentuknya biopori.
Biopori adalah pori berbentuk liang (terowongan kecil) yang dibentuk oleh aktivitas fauna
Commentary:
• Volume 300 buah biopori panjang 1 m diameter 10 cm akan setara dengan
volume 1 buah sumur peresapan dengan diameter 1 m dan kedalaman 3 m
• Biopori memerlukan lahan pekarangan yang luas
• Biopori tak dapat dibangun dibawah bangunan
• Biopori bagus berfungsi untuk pemupukan (lihat vertical mulching)
VERTICAL MULCHING
http://www.bloomingarden.com/verticalmulch.html
http://www.google.co.id/search?q=vertical+mulch&hl=id&prmd=ivns&tbm=isch&tbo=u&source=u
niv&sa=X&ei=lyitTfPkGo26vQPG9d33Cg&sqi=2&ved=0CD4QsAQ&biw=994&bih=600
Vertical mulching is the process of making many holes in the soil of the root zone of a particular tree
with the purpose of creating many entryways for air, moisture, and nutrients to reach the roots of a
given tree. This process improves the overall health and vigor of any tree. To properly vertical mulch,
you will need an electric or gasoline powered drill and a 2 to 3” diameter auger.
Gambar 19. Cara Pembuatan Lubang Resapan Biopori (LBR) dan fungsi utama dari biopori
untuk pemupukan.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 45
j. Rusli M.- UII (2008)
yang secara umum dipakai dalam Groundwater Flow tanpa mengurangi substansinya.
Rusli (2008) memberikan contoh jumlah sumur resapan yang diperlukan dengan
perhitungan bahwa debit air yang masuk kedalam sumur disebut Q dan harganya dihitung
jalan yang kemudian dari formula yang ditemukan ini dikembangkan untuk formula sumur
(ARSIT) - Japan dan Katumi Musiake – Department of Administration & Social Science,
(Imbe dan Musiake, 1998) besarnya air yang meresap ke dalam tanah ditunjukkan seperti
dengan:
C : faktor keamanan (C biasanya sebesar 0,81).
Qt : debit air meresap (m3/jam)
K0 : koefisien permeabilitas tanah (m/jam)
Kf : specific infiltration pada bangunan resapan (m2)
Menurut Masahiro Imbe dan Katumi Musiake (1998), nilai Kf (nilai Kf pada bangunan
ini berupa per satuan panjang) dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut ini:
4). Bangunan sumur resapan dinding porous dengan diameter 1 m < φ < 10 m
𝐾𝐾𝑓𝑓 = (6,244𝐷𝐷 + 2,853)𝐻𝐻 + 0,93𝐷𝐷2 + 1,606𝐷𝐷 − 0,733 (58)
6). Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 1 m < φ < 10 m
𝐾𝐾𝑓𝑓 = (2,556𝐷𝐷 + 2,052)𝐻𝐻 + 0,924𝐷𝐷2 + 0,993𝐷𝐷 − 0,087 (60)
Penentuan dimensi sumur resapan air hujan dapat dilakukan dengan persamaan
sebagai berikut :
𝑄𝑄𝑠𝑠 = (𝑄𝑄𝑖𝑖𝑖𝑖 − 𝑄𝑄𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 )𝛥𝛥𝛥𝛥 (62)
dengan:
Qs : volume tampungan parit resapan (m3),
Qin : debit air yang masuk ke dalam parit (m3/jam),
Qout : debit air yang meresap (m3/jam).
H : tinggi air dalam parit (m),
L : panjang parit resapan (m),
W : lebar parit resapan (m),
∆t : durasi hujan (jam).
Dan formula untuk berbagai keadaan ditentukan dengan mensubstitusikan persamaan Eq.
𝑄𝑄𝑠𝑠 = �𝑄𝑄𝑖𝑖𝑖𝑖 − 0,81. 𝐾𝐾0 �(0,475𝐷𝐷 + 0,945)𝐻𝐻2 + (6,07𝐷𝐷 + 1,01)𝐻𝐻 + 2,570𝐷𝐷 − 0,188 �� ∆𝑡𝑡 (64)
2). Bangunan sumur resapan dinding porous dengan diameter 1 m < φ < 10 m
𝑸𝑸𝒊𝒊𝒊𝒊 − 𝑲𝑲𝟎𝟎 �𝟎𝟎, 𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝑫𝑫𝟐𝟐 + 𝟏𝟏, 𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑 − 𝟎𝟎, 𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔�
𝑯𝑯 = (66)
𝑨𝑨𝒔𝒔
(𝟓𝟓,
𝜟𝜟𝜟𝜟 + 𝑲𝑲𝟎𝟎 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟒𝟒𝟒𝟒 + 𝟐𝟐, 𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑𝟑)
3). Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 0,3 m ≤ φ ≤ 1 m
𝑸𝑸𝒊𝒊𝒊𝒊 − 𝑲𝑲𝟎𝟎 �𝟎𝟎, 𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝟗𝑫𝑫𝟐𝟐 + 𝟎𝟎, 𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓𝟓 − 𝟎𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎�
𝑯𝑯 = (67)
𝑨𝑨𝒔𝒔
(𝟏𝟏,
𝜟𝜟𝜟𝜟 + 𝑲𝑲𝟎𝟎 𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐 + 𝟎𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎)
4). Bangunan sumur resapan dinding kedap dengan diameter 1 m < φ < 10 m
𝑸𝑸𝒊𝒊𝒊𝒊 − 𝑲𝑲𝟎𝟎 �𝟎𝟎, 𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝟕𝑫𝑫𝟐𝟐 + 𝟎𝟎, 𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖𝟖 − 𝟎𝟎, 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎�
𝑯𝑯 = (68)
𝑨𝑨𝒔𝒔
(𝟐𝟐,
𝜟𝜟𝜟𝜟 + 𝑲𝑲𝟎𝟎 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎 + 𝟏𝟏, 𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔𝟔)
dengan:
H : tinggi air dalam sumur (m)
Qin : debit air masuk (m3/j)
Ko : koefisien permeabilitas (m/j)
D : diameter sumur (m)
As : luas tampang sumur (m2)
Δt : durasi hujan (j)
Commentary:
• Tak memenuhi asas análisis dimensi
• Bila Qin= 0 ⇒ H < 0 (tak logis)
Parit atau kolam resapan air atau recharge trench adalah suatu bangunan peresapan
air berbentuk kolam. Air yang masuk disini akan tertampung dan meresap kedalam
tanah. Parit yang dimaksud disini adalah kolam kering yang berbeda dengan saluran
peresapan yang airnya mengalir sebagai conveyance channel dan topic ini akan dibahas
pada Bab. 8. Recharge trench diimplementasikan ketika tinggi muka air tanah kurang
(Mengingat banyak acuan berbahasa inggris untuk mengurangi kerancuan titik koma
kedalamam sekitar 1 m yang diisi pasir dan kerikil. Air dari atap dialirkan melalui
The volume of water must be stored in the trench (V) is devined as:
𝑉𝑉 = 𝑉𝑉𝑤𝑤 + 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑡𝑡 − 𝑓𝑓𝑑𝑑 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑡𝑡 (71)
𝑽𝑽𝒘𝒘
𝑨𝑨𝒕𝒕 = (73)
𝒏𝒏𝒏𝒏𝒕𝒕 + 𝒇𝒇𝒅𝒅 𝑻𝑻𝒇𝒇
where,
P : design rainffal event (mm)
At : trench surface area (m2)
Vw : design volume that enter the trench (m3)
Tf : effective filling time, generally < 2 hrs (hrs)
fd : design infiltration rate (m/hr)
dt : depth (m)
n : porosity of the stone reservoir
Commentary:
• Bila Vw = 0 ⇒ dt < 0 (tak logis)
Example:
Infiltration capacity fc = 0.035 m/hr
Design infiltration rate fd = 0.50 x fc = 0.0175
m/hr
Effective filling time Tf = 2 hrs
Catchment area A = 171 m2 = 0.0171 ha
Predeveloped C = 0.48
Developed C = 0.76
Proposed depth dt = 1.50 m
Porosity of fill materials n = 0.35
Infiltration Practices (1984). Juga diacu oleh negara bagian atau kota lainnya
resapan. Persamaan dimensi parit resapan diambil dari New York State Stormwater
Commentary:
• Asas perhitungannya adalah untuk volume kolam kedap air (tak logis)
porositasnya sebesar 35%. Dengan demikian, persamaan (77) dapat ditulis dengan bentuk
bentuk resapan yaitu parit resapan dan pond/kawasan resapan. Pada tulisan ini hanya
membahas rumus untuk parit resapan. Dalam Stormwater Management Manual for
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 53
Western Australia: Structural Controls/Chapter 3: Infiltration Systems (Anonim,
2007) persamaan dimensi parit resapan air hujan adalah sebagai berikut ini:
𝑽𝑽
𝑩𝑩 = (79)
𝑯𝑯
�𝒆𝒆𝒔𝒔 𝒃𝒃𝒃𝒃 + 𝟔𝟔𝟔𝟔𝑲𝑲𝒉𝒉 𝝉𝝉 �𝒃𝒃 + 𝟐𝟐 � 𝑼𝑼�
dengan :
Commentary:
Pada kenyataannya, kondisi tanah bersifat heterogen. Soil moderation factor (U)
merupakan faktor yang bertujuan untuk mengkonversi point soil hydraulic conductivity
Sand 0.5
terjadi pada bangunan resapan adalah proses perendaman sehingga alasnya berbentuk
mm / hr m / sec
(Metropolitan Council/Barr Enginering Co., 2005) volume dan luas permukaan parit
permeabilitas tanah di bawah parit. Luas dasar parit yang merupakan permukaan bidang
Commentary:
• Asas perhitungannya adalah untuk volume kolam kedap air (tak logis)
dapat dihitung berdasarkan perkolasi tanah, porositas dan waktu tampungan pada parit.
berikut ini :
𝑉𝑉 𝑉𝑉
𝐴𝐴 = 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑃𝑃 𝑡𝑡 = (88)
𝑃𝑃 𝑛𝑛 𝑡𝑡 𝑛𝑛 𝐴𝐴
Persamaan tersebut kemudian disubstitusikan terhadap Persamaan Eq. (87) menjadi
air hujan bukan rumus resapan air hujan karena tidak dipengaruhi oleh parameter
berikut :
𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 = 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊(2.50) (90)
Nilai 2.5 merupakan hasil perhitungan terhadap nilai porositas yang diasumsikan sebesar
Commentary:
• Asas perhitungannya adalah untuk volume kolam kedap air (tak logis)
i). ARSIT
Dalam A Simplified Estimation of Infiltration Capacity for Infiltration Facilities
(Imbe dan Musiake, 1998) jika persamaan Eq.(57) disubstistusikan ke dalam persamaan
Eq.(62) untuk mencari dimensi parit resapan dasar dan dinding porous maka :
𝑊𝑊𝑊𝑊
𝐻𝐻 = 𝑄𝑄𝑖𝑖𝑖𝑖 − 𝐾𝐾0 (2.50533𝐻𝐻 + 1.0854𝑊𝑊 + 0.54837)
𝛥𝛥𝛥𝛥
𝑊𝑊𝑊𝑊
𝐻𝐻 + 2.50533𝐻𝐻𝐾𝐾0 = 𝑄𝑄𝑖𝑖𝑖𝑖 − 𝑘𝑘0 (1.0854𝑊𝑊 + 0.54837)
𝛥𝛥𝛥𝛥
Dengan cara yang sama akan didapat persamaan - persamaan seperti berikut ini :
Dengan cara yang sama harga Eq.(58) disubstititusikan ke persamaan Eq.(62) maka
didapat:
𝑸𝑸𝒊𝒊𝒊𝒊 – 𝟏𝟏. 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝑲𝑲𝟎𝟎
𝑯𝑯 = (94)
𝑾𝑾𝑾𝑾
𝜟𝜟𝜟𝜟 + 𝟎𝟎. 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝟎𝑲𝑲𝟎𝟎
dengan:
C : faktor keamanan (C biasanya sebesar 0,81).
Qf : debit air meresap (m3/hr)
Qin : debit air masuk (m3/ hr)
K0 : koefisien permeabilitas tanah (m/ hr)
Kf : spesific infiltration pada bangunan resapan (m2)
H : kedalaman parit (m),
W : lebar parit resapan (m),
L : panjang parit resapan (m)
∆t : durasi (hrs)
Commentary:
• Tak memenuhi asas análisis dimensi
• Bila Qin = 0 ⇒ H < 0 (tak logis)
Dalam perhitungan sumur peresapan dihitung tinggi air dalam sumur atau kedalaman
sumur. Namun dalam perhitungan recharge trench adalah panjang parit (B) dengan
ditentukan dulu lebar (b) dan tinggi parit (H). Formulanya diturunkan dari dasar
Volume air tampungan dalam parit Eq.(95) sama dengan selisih volume air masuk
Hasil intergrasinya untuk konstruksi parit tanpa atau dengan dinding samping dan ruang
parit kosong maupun dengan material pengisi (gravel) maka panjang parit dapat dihitung
dengan:
−𝒇𝒇𝒇𝒇𝑻𝑻𝒅𝒅
𝑩𝑩 = (97)
𝒇𝒇𝒇𝒇𝒇𝒇
𝒏𝒏𝒏𝒏 �𝒍𝒍𝒍𝒍 �𝟏𝟏 − 𝑸𝑸 ��
where,
B : length of trench (L)
b : width of trench (L)
f : shape factor of trench (L)
K : coefficient of permeability (L/T)
H : depth of water on trench (L)
Td : dominant duration of precipitation (T)
Q : inflow discharge (L3/T) and Q = CIA
C : runoff coefficient of roof (-)
I : precipitation intensity (L/T)
A : area of roof (L2)
n : porosity of material filled (0 < n < 1)
Note:
• Trench kosong material ketika n = 1, sebaliknya bila kolam terisi material penuh
• Formula (97) diturunkan dari persamaan (20) atau (21) untuk menghitung H
panjang parit (B), Karena hubungan H dengan B tidak linear maka dalam
Comment:
2). Simplifikasi
Untuk perhitungan praktis, semisal untuk perhitungan keperluan disain sederhana trench
dianggap aliran dalam steady state condition dengan faktor geometrik yang 90% terjadi
Faktor geometrik parit (f) diturunkan dari faktor geometrik sumur (F) dengan cara
(Sunjoto, 2008):
a). Faktor geometri parit adlh faktor geometrik sumur kali ‘shape coefficient’ (SC).
b). Shape coefficient adalah ‘perimeter coefficient’ kali ‘area coefficient’
c). ‘Perimeter coefficient’ bentuk lingkaran ke bentuk bujur sangkar adalah keliling
bujur sangkar (4b) dibagi keliling lingkaran (2πr) atau sama dengan 4𝑏𝑏⁄(2𝜋𝜋 𝑟𝑟)
d). ‘Area coefficient’ dari bentuk bujur sangkar ke bentuk rectangular adalah akar
dari luas rectangular dibagi luas bujur sangkar atau �(𝑏𝑏. 𝐵𝐵)⁄𝑏𝑏 2 .
e). Finally harga dari ‘shape coefficient’ (SC) dari bentuk lingkaran ke bentuk
rectangular adalah sama dengan: 4𝑏𝑏⁄(2𝜋𝜋 𝑟𝑟) × �(𝑏𝑏. 𝐵𝐵)⁄𝑏𝑏 2 = �2√𝑏𝑏. 𝐵𝐵��(𝜋𝜋𝜋𝜋)
𝟐𝟐√𝒃𝒃. 𝑩𝑩 𝟐𝟐√𝒃𝒃. 𝑩𝑩
𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴𝑴 ∶ 𝑺𝑺𝑺𝑺 = dan 𝒇𝒇𝒏𝒏 = 𝑭𝑭𝒏𝒏 × (100)
𝝅𝝅𝝅𝝅 𝝅𝝅𝝅𝝅
dengan:
fn : faktor geometrik parit kondisi n
Fn : faktor geometrik sumur kondisi n
gravel atau pada pinggiran area parkir atau dibangun sepenjang pinggir jalan seperti
Gambar 21. Konstruksi ini dimaksudkan untuk mendapatkan berbagai fungsi dapat
tercapai. Genagan air hujan dari jalan atau pavement dapat diatasi, air hujan dapat
4𝐿𝐿
b 𝑓𝑓1 = Sunjoto (2017)
1 𝐿𝐿 + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
2√𝑏𝑏𝑏𝑏 2√𝑏𝑏𝑏𝑏
𝑓𝑓2𝑎𝑎 = 8√𝑏𝑏𝑏𝑏
b Sunjoto (2008)
32
𝑓𝑓2𝑏𝑏 = √𝑏𝑏𝑏𝑏 Sunjoto (2008)
b 𝜋𝜋
b
𝑓𝑓3𝑎𝑎 = 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 Sunjoto (2008)
8
b 𝑓𝑓3𝑏𝑏 = π √𝑏𝑏𝑏𝑏
Sunjoto (2008)
b
𝑓𝑓4𝑎𝑎 = 2π√𝑏𝑏𝑏𝑏
Sunjoto (2008)
b
𝑓𝑓4𝑏𝑏 = 4√𝑏𝑏𝑏𝑏
Sunjoto (2008)
b 4𝐿𝐿 + 2π√𝑏𝑏𝑏𝑏𝑙𝑙𝑙𝑙2
𝑓𝑓6𝑎𝑎 = Sunjoto (2008)
2
𝐿𝐿 + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐿𝐿
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
4√𝑏𝑏𝑏𝑏 4√𝑏𝑏𝑏𝑏
6
b 4𝐿𝐿 + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏𝑙𝑙𝑙𝑙2
𝑓𝑓6𝑏𝑏 = Sunjoto (2008)
𝐿𝐿 + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
4√𝑏𝑏𝑏𝑏 4√𝑏𝑏𝑏𝑏
4𝐻𝐻 + 2π√𝑏𝑏𝑏𝑏𝑙𝑙𝑙𝑙2
b 𝑓𝑓7𝑎𝑎 =
H
𝐻𝐻 + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐻𝐻 2 Sunjoto (2017)
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
4√𝑏𝑏𝑏𝑏 4√𝑏𝑏𝑏𝑏
7
b 4𝐻𝐻 + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏𝑙𝑙𝑙𝑙2
𝑓𝑓7𝑏𝑏 = Sunjoto (2017)
H 2
𝐻𝐻 + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐻𝐻
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
4√𝑏𝑏𝑏𝑏 4√𝑏𝑏𝑏𝑏
22.) adalah suatu usaha penanganan genangan dengan cara air menyalurkannya ketempat
lebih rendah di halaman yang peresapannya diwujudkan dengan taman. Cara ini hanya
dapat dilaksanakan bila rumah mempunyai halaman yang cukup luas. Untuk halaman sempit
cara yang umum dilaksanakan dengan mengusahakan air hujan yang jatuh di
taman/halaman tidak mengalir keluar ke selokan dengan cara membuat tanggul pasangan
batu setinggi 5 atau 10 cm (Gambar 23a.) hingga air meresap kedalam tanah di halaman
itu sendiri. Bila permukaan tanah relatif kedap air, untuk mempercepat proses
Gambar 22. Foto dan skecth Taman Resapan Air atau Rain Garden (USA)
Sumber: http://www.dec.ny.gov/docs/water_pdf/swdmchapter8.pdf (cited January 10th 2008)
Sumber: http://www.dec.ny.gov/docs/water_pdf/swdmchapter8.pdf (cited January 10th 2008)
Angka 5-10cm dari tanggul pasangan batu (Gambar 23a.) ini diperhitungkan bahwa selama
hujan terjadi air yang jatuh dapat tertampung di halaman tanpa meluap keluar. Dengan
data di Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa dominant duration Td=2jam dan intensitas
hujan dengan kala ulang 2 tahunan sebesar 0.036 m/j, maka selama 2 jam hujan akan
yang dikelilinggi tanggul digali 20cm kemudian ditabur pasir setebal 10cm dan ditasnya
ditimbun batu gravel setebal 10cm. Antara permukaan tanah dengan pasir dan antara
pasir dengan gravel dibatasi dengan lapisan geotekstil. Untuk bahan yang lebih mudah
a b
Gambar 23. Sket Taman Resapan Air Hujan dgn permukaan rumput dan permukaan
gravel.
Gambar 24. Recharge Yard dengan lapisan pasir dan gravel dipermukaan (pcp)
namun akan meresap kedalam tanah di halaman itu sendiri. Sedangkan air hujan yang
jatuh diatap atau perkerasan lainnya diresapkan kedalam tanah dengan menggunakan
recharge well maupun recharge trench. Bila halaman tidak dilengkapi dengan teknik
konservasi, hingga air hujan dari halaman akan terbuang langsung mengalir keluar halaman
maka keadaan ini disebut dengan Taman Penerlantar Air Hujan (Gambar 25.). Sedangkan
contoh halaman yang telah berasaskan recharge yard dalam pembangunannya seperti
halaman depan Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dan halaman samping kanan
Gambar 26. Taman Resapan Air Hujan di Kantor Provinsi DIY dan halaman Fakultas Mipa
UGM (pcp)
secara gravitasi dan untuk keadaan lapangan seperti pada Gambar 27, dinamika aliran
• Infiltrasi merugikan dari sudut pandang teknik irigasi namun menguntungkan dari
b. Diukur selisih debit dari dua titik saluran pada real time.
c. Formulasi :
Gambar 27. Saluran tanpa lining samping di Kecamatan Panjatan dan saluran dengan dua
lining samping yaitu Selokan Mataram. (pcp)
elektrik pada tiga keadaan guna menghitung harga kehilangan air untuk tiap meter
Gambar 29. Grafik harga Is/K (Bouwer, 1965; with permission from ASCE, LN: ls 091509 )
dengan:
𝐻𝐻𝑤𝑤
𝑊𝑊𝑣𝑣 = 𝑊𝑊𝑏𝑏 +
𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡
Ws
Wb
Hw
Saluran dengan dua dinding
samping (Sunjoto 2008)
Wb
Wv
dengan:
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 71
q : kehilangan air di saluran (m3/s/m)
Hw :tinggi air di saluran (m)
K : koefisien permeabilitas tanah (m/s)
Wb :lebar dasar saluran (m)
Ws :lebar permukaan air di saluran (m)
Wv :lebar permukaan air bila sisi lining vertikal (m)
⇒ Wv = Ws – Hw.ctg α
α : sudut luar tebing saluran (o)
λ : panjang satuan (λ = 1 m)
Catatan
• Dimensi Hw, Wb, Ws, Wv dan λ dalam m dan K dalam m/s maka q dalam m3/s/m.
• Lining adalah lapisan kedap air seperti pasangan batu, concrete slab maupun
geomembrane.
a. Telaga
Telaga buatan adalah salah satu usaha untuk meresapkan air kedalam tanah
(Gambar 31.). Secara rinci telaga dapat berfungsi menjadi tiga hal yaitu:
• Detention basin
Ketika dibangun telaga atau genangan buatan yang terjadi secara dominan adalah
• Retention basin
Ketika dibangun telaga atau genangan buatan yang terjadi secara dominan adalah
tanah.
• Recharge basin
Ketika dibangun telaga atau genangan buatan yang terjadi secara dominan adalah
Sistem ini yang dikembangkan dengan cara membendung alur sungai dengan sebuah
dam/barrage dan menyalurkan limpasan air hujan kedalam satu telaga buatan untuk
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 72
menampungnya. Untuk keamanan telaga dibangun spillway agar pada saat volume berlebih
debit air dapat melimpas melaluinya agar tidak merusak bangunan lainnya. Pada beberapa
a. Metode Pengukuran
Cara perhitungan jumlah air yang meresap adalah dengan mengukur langsung debit
air masuk, keluar dan penguapan untuk seluruh permukaan telaga pada real time.
Gambar 25. Telaga Prigi di Kabupaten Gunungkidul dan telaga buatan di Kampus
Universitas Musamus Merauke (pcp)
Diukur debit masuk dan debit keluar dan penguapan secara simultan maka sisanya adalah
debit meresap kedalam tanah.
𝑸𝑸𝒓𝒓 = 𝑸𝑸𝒊𝒊 − 𝑸𝑸𝒐𝒐 − 𝑸𝑸𝒆𝒆 (106)
dengan:
Qr : debit air meresap (L3/T)
Qi : debit air masuk (L3/T)
Qo : debit air keluar (L3/T)
Qe : debit air menguap (L3/T)
b. Methode Perhitungan
Dengan tampang telaga seperti model tersebut diatas karena permukaan air telaga
hampir selalu konstan hingga aliran meresap dianggap steady flow maka secara teoritis
Untuk lebih rincinya formula perhitungan adalah Q=FKh dengan parameter koefisien
permeabilitas tanah, hydraulic head dan faktor geometrik sesuai keadaan masing-masing
lapisan atau kondisi dan untuk kejadian yang paling banyak terjadi adalah seperti Gambar
26. Harga faktor geometrik diturunkan dari Table 2. dan Tabel 10. dengan modifikasi
sesuai keadaan lapangan dan dengan variasi keduanya dan formulanya menjadi (Sunjoto,
2017a).:
1). Model A.
a). Telaga persegi panjang (rectangular)
4𝐿𝐿𝐾𝐾𝐾𝐾
𝑄𝑄𝑟𝑟𝑟𝑟 = (107)
2
𝐿𝐿 + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐿𝐿
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
4√𝑏𝑏𝑏𝑏 4√𝑏𝑏𝑏𝑏
2). Model B.
a). Telaga persegi panjang (rectangular)
4𝐻𝐻�𝐿𝐿1 𝐾𝐾1 + �𝐿𝐿2 + √𝑏𝑏𝑏𝑏𝑙𝑙𝑙𝑙2�𝐾𝐾2 �
𝑄𝑄𝑟𝑟𝑟𝑟 = (109)
2
(𝐿𝐿1 + 𝐿𝐿2 ) + 4√𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐿𝐿 + 𝐿𝐿2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� 1 � + 1�
4√𝑏𝑏𝑏𝑏 4√𝑏𝑏𝑏𝑏
dengan:
Qrn : debit air meresap kondisi n (L3/T)
Kn : koefisien permeabilitas tanah lapisan n (L/T)
H : tinggi tekanan air (L)
Ln : ketebalan aquifer lapisan n (L)
b : lebar telaga rectangular (L)
B : panjang telaga rectangular (L)
r : radius telaga circular (m)
Dalam bab ini akan didiskusikan volume air diresapkan akibat adanya recharge system
yaitu dapat berupa recharge well, recharge trench maupun recharge yard. Dalam
perhitungan ini perlu diperhatikan bahwa salah satu keuntungan lain adalah bila air hujan
yang jatuh ke atap maupun perkerasan diresapkan langsung kedalam tanah maka
Evapotranspirasi untuk keadaan ada penghijauan (Evp) akan lebih besar dari pada
evapotranspirasi pada keadaan tanpa penghijauan tanpa peresapan (Ev) dan Evp > Ev.
Evapotranspirasi dengan sistem resapan (Evr) karena air jatuh ke atap atau perkerasan
langsung masuk kedalam tanah melalui sumur resapan atau parit resapan maka nilainya
lebih kecil dari evapotransoirasi tanpa penghijauan, tanpa Ev diperhitungkan 40% dari
evapotranspirasi air yang jatuh pada permukaan tanah tanpa recharge well (Eq.111).
𝐸𝐸𝑣𝑣𝑣𝑣 = 0,40 × 𝐸𝐸𝑣𝑣 (111)
Untuk air yang diresapkan melalui recharge yard atau taman resapan air hujan
Formula Dephut, Suripin, Biopori tak menggunakan parameter yang setara dan Hvorslev
yang beda shape factor nya hingga tak dapat dihitung dengan data yang ada ini.
Contoh 1.
Data hidrologi dan permeabilitas tanah di DIY
• A = Atdh = 200 m2 • r = 0,50m 2π𝐻𝐻 + 2π𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟𝑟2
𝐹𝐹7𝑏𝑏 =
• I = 0,036 m/j • T=2j 𝐻𝐻 + 2𝑟𝑟 𝐻𝐻 2
• K = 0,54m/j 𝑙𝑙𝑙𝑙 � + �� � + 1�
• F4b = 2πr m 2𝑟𝑟 2𝑟𝑟
Perhitungan:
10.000
𝐼𝐼(𝑚𝑚3 ⁄𝑠𝑠⁄𝑘𝑘𝑘𝑘2 ) = × 0,036(𝑚𝑚⁄𝑗𝑗) = 10 𝑚𝑚3 ⁄𝑠𝑠⁄𝑘𝑘𝑘𝑘2
36
𝑅𝑅 24𝑗𝑗 = 0,06 × {𝑇𝑇 + 60} × 𝐼𝐼 = 0,06 × (2 × 60 + 60) × 10 = 108 𝑚𝑚𝑚𝑚⁄ℎ𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
𝜋𝜋 × 12 179 1
200 × 0,70 × 0,90 × 108 − �� �×� �× �
4 √1,111 6
𝐻𝐻𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 = = 17,30 𝑚𝑚
𝜋𝜋 × 12
� � × 1000
4
1 𝑄𝑄 1 147,744
𝐻𝐻 = � − 𝑟𝑟� = � − 0,5� = 3,38 𝑚𝑚
2 π. 𝑟𝑟. 𝐾𝐾 2 π × 0,5 × 12,96
𝑄𝑄 −𝐹𝐹𝐹𝐹𝑇𝑇𝑑𝑑
𝐻𝐻𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆−𝐹𝐹4𝑏𝑏 = �1 − 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 � ��
𝐹𝐹𝐹𝐹 π𝑟𝑟 2
𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚: 𝑄𝑄 = 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 = 0,95 × 0,036 × 200 = 6,84 𝑚𝑚3 ⁄𝑗𝑗
Misal Hx = 1,50 m
2 × π × 1,50 + 2 × π × 0,5 × 𝑙𝑙𝑙𝑙2 6,84 −7,95 × 0,54 × 2
𝐹𝐹𝑥𝑥 = = 7,95 𝑚𝑚⇒ 𝐻𝐻𝑦𝑦 = �1 − 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 � �� = 1,59 𝑚𝑚
7,95 × 0,54 π × 0,52
1,50 + 2 × 0,5 � 1,5 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + � � + 1�
2 × 0,5 2 × 0,5
Misal Hx = 1,57 m
2 × π × 1,29 + 2 × π × 0,5 × 𝑙𝑙𝑙𝑙2 6,84 −8.09 × 0,54 × 2
𝐹𝐹𝑥𝑥 = = 8,09 𝑚𝑚 ⇒ 𝐻𝐻𝑦𝑦 = �1 − 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒 � �� = 𝟏𝟏, 𝟓𝟓𝟓𝟓 𝑚𝑚
8,09 × 0,54 π × 0,52
1,29 + 2 × 0,5 � 1,29 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + � � + 1�
3 × 𝑜𝑜, 5 3 × 0,5
h. USBR (1990)
𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚: 𝑄𝑄 = 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 = 0,95 × 0,036 × 200 = 6,84 𝑚𝑚3 ⁄𝑗𝑗
K = 0,54 m/j, r = 0,50 m
Dengan Eq.(26) maka:
�1 + (𝐻𝐻⁄𝑟𝑟)2 1
⁄ (𝐻𝐻⁄𝑟𝑟)2 � −
�𝑄𝑄 × �𝑙𝑙𝑙𝑙 �𝐻𝐻 𝑟𝑟 + �1 + 𝐻𝐻⁄𝑟𝑟
+
𝐻𝐻⁄𝑟𝑟
�
𝐻𝐻 =
2𝜋𝜋𝜋𝜋
Dengan cara trial & error seperti cara diatas maka didapat H = 1,48 m
i. KMTS-DMT
𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷𝐷 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚: 𝑄𝑄 = 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 = 0,95 × 0,036 × 200 = 6,84 𝑚𝑚3 ⁄𝑗𝑗 dan r = 10 cm
Cara ini akan dihitung dengan data yang sama dengan formula Sunjoto dengan F4b:
j. ARSIT (1998)
Dengan data:
Qo = 6,84 m3/j, D = 1,00 m dan Ko = 0,54 m/j, Δt = 2 jam
Dengan cara trial & error seperti cara diatas maka didapat H = 1,34 m
Note:
*)) Formula tak tersedia atau tak dapat diturunkan dari rumus yg ada
A = 171 m2
Vw = 5.50 m3/hour
I = 5.50/171= 0.0322 m/hour ⇒ R = 48.29 mm/day
24j
10,000
• 𝐼𝐼(𝑚𝑚3 ⁄𝑠𝑠⁄𝑘𝑘𝑘𝑘2 ) = 36
× 𝐼𝐼(𝑚𝑚⁄ℎ𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜 ) 𝐸𝐸𝐸𝐸. (12) ⇒
10,000
𝐼𝐼 = × 0.0322 (𝑚𝑚⁄ℎ𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜) = 8.944 (𝑚𝑚3 ⁄𝑠𝑠⁄𝑘𝑘𝑘𝑘2 )
36
𝑅𝑅 24𝑗𝑗 𝑅𝑅 24𝑗𝑗
• = 0.06 × {𝑇𝑇 + 60} 𝐸𝐸𝐸𝐸. (11) ⇒ = 0.06 × {120 + 60} = 96.60 𝑚𝑚𝑚𝑚�𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑
𝐼𝐼 8.944
fd = 0.0175 m/hour
Tf = 2 hours
dt = 1.50 m
n = 1
Vw = 5.50 m3/hour
k = fd = 0.0175 m/hour
T = Tf = 2 hours
d = dt = 1.50 m
n =n = 1
WQv = Vw = 5.50 m3/ hour
𝑇𝑇 × 𝑊𝑊𝑊𝑊𝑣𝑣 2 × 5.50
𝐴𝐴 = 𝐸𝐸𝐸𝐸. (74) ⇒ 𝐴𝐴 = = 7.167 𝑚𝑚
(𝑛𝑛𝑛𝑛 + 𝑘𝑘𝑘𝑘) (1 × 1.50 + 0.0175 × 2)
Dimension of recharge trench l x w x d = 14.33 x 0.50 x 1.50 m3
d = dt = 1.50 m
n =n = 1
W Qv =Vw = 5.50 m3/ hour
𝑊𝑊𝑊𝑊𝑣𝑣 2 × 5.50
𝐴𝐴 = 𝐸𝐸𝐸𝐸. (75) ⇒ 𝐴𝐴 = = 7.33 𝑚𝑚
𝑛𝑛𝑛𝑛 1 × 1.50
Dimension of recharge trench l x w x d = 14.66 x 0.50 x 1.50 m3
d = dt = 1.50 m
n =n = 1
W QV= Vw = 5.50 m3/ hour
𝑉𝑉
𝐿𝐿 = 𝐸𝐸𝐸𝐸. (79) ⇒
𝐻𝐻
�𝑒𝑒𝑠𝑠 . 𝑏𝑏. 𝐻𝐻 + 60. 𝐾𝐾ℎ . 𝜏𝜏 �𝑏𝑏 + � . 𝑈𝑈�
2
2 × 5,50
𝐿𝐿 = = 14.65 𝑚𝑚
1.50
�1 × 0.50 × 1.50 + 60 × 4.86 ∗ 10−6 × 2 × �0.50 + 2 � × 1�
𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊𝑊(2.50) 2 × 5.50
𝐵𝐵 = 𝐸𝐸𝐸𝐸. (91) ⇒ 𝐵𝐵 = = 14.66 𝑚𝑚
𝑏𝑏. 𝐷𝐷 0.50 × 1.50
Dimension of recharge trench l x w x d = 14.66 x 0.50 x 1.50 m3
9). ARSIT (1998) ⇒ (ARSIT)
Ko = fd = 0.0175 m/ hour
Δt = Tf = 2 hours
W =w= 0.50 m
H = dt = 1.50 m
Qin = Vw = 5.50 m3/ hour
Untuk menghitung panjang parit (B) diperlukan shape factor f4b (Tabel.10) yang
mengandung B maka penyelesaian dilaksanakan dengan trial & error, misal B = 14.00 m
maka:
Method ITB MSMAM GSMM NYSSMD CSMD SMMWA MCM ARSIT SUN
Area 166 7.16 7.16 7.33 7.33 7.33 7.33 7.19 7.15
(m2)
Length 322 14.33 14.33 14.66 14.66 14.65 14.66 14.39 14.29
(m)
Note:
1. Semua pehitungan diatas karena soal beberapa dalam bahasa Inggris maka tanda
decimal sampai hasil disesuaikan dengan sistem yang sama.
2. Bandingkan hasil soal 1 dan 2, tentang logika pengaruh harga K terhadap perbedaan
hasil.
3. Titik-koma semua contoh perhitungan menggunakan English system
Data:
Suatu saluran dengan lebar dasar 6 m, tinggi air 2 m dan kemiringan tebing saluran adalah 45º.
Bila koefisien permeabiltas tanah K = 0.0125 m/hour berapa air meresap kedalam tanah per
kilometer menurut metode Sunjoto untuk (tanpa, satu dan dua lining) dengan keadaan perlapisan
tanah impermeabel sangat dalam dan muka air tanah awal setinggi dasar saluran.
o Ws = 10 m
o Wv = 8 m NOTE:
o H = 2m Untuk Saluran dan Telaga, titik koma
o K = 0.0125 m/hour menggunakan system Inggris
𝒒𝒒 = 𝟒𝟒𝟒𝟒𝑯𝑯𝒘𝒘 �𝟐𝟐λ𝑾𝑾𝒃𝒃
𝑞𝑞 = 4 × 0.0125 × 2 × √2 × 1 × 6 = 0.34641 𝑚𝑚3 ⁄ℎ𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜⁄𝑚𝑚 = 346.41 𝑙𝑙⁄ℎ𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜⁄𝑘𝑘𝑘𝑘
2π𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿
𝑄𝑄𝑐𝑐𝑐𝑐 =
𝐿𝐿 + 2𝑅𝑅 � 𝐿𝐿 2
𝑙𝑙𝑙𝑙 � 2𝑅𝑅 + �2𝑅𝑅 � + 1�
2π × 14 × 0.875 × 6 461.81
𝑄𝑄𝑐𝑐𝑐𝑐 = = = 655.05 𝑚𝑚3 ⁄ℎ𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜𝑜
14 + 2 × 300 � 14 2 0.705
𝑙𝑙𝑙𝑙 � + � 2 × 300 + 1�
�
2 × 300
Sebagai contoh adalah: Sebidang lahan terbuka dengan luas 4 ha atau 40.000 m2 akan
dibangun menjadi area perumahan atau real estate. Seluas 30.000 m2 sebagai kapling
perumahan dan 10.000 m2 sebagai jalan lingkungan yang keduanya dapat atau tidak
dilengkapi dengan recharge system yang dapat berupa recharge well, recharge trench
maupun recharge yard. Lahan kapling 30.000 m2 dibagi menjadi 200 rumah seluas masing
150 m2 dengan Building Coverage Ratio 80 %, atau tiap rumah 120 m2 (total = 24.000 m2)
merupakan lapisan kedap air (atap & perkerasan). Dari setiap kapling seluas 30 m2
merupakan lahan terbuka dapat berfungsi sebagai recharge yard seluas total 6.000 m2.
Yang dimaksud recharge yard adalah taman yang disiapkan untuk sepenuhnya meresapkan
air hujan yang jatuh padanya yaitu dengan cara mengelingi taman tersebut dengan
pasangan batu setinggi 5-10 cm hingga air hujan tak langsung melimpah keluar namun
meresap kedalam tanah dan ditambah pohon penghijauan, bila permeabilitas permukaan
Data DIY:
a. Curah hujan tahunan = 2.580 mm/thn
b. Evapotranspirasi NOTE:
• Lahan terbuka Ev = 1,20 m/thn 1. Harga Ev Evr dan Evp
• Lahan dengan penghijauan Evp= 1,40 m/thn
tidak konstan dan
• Pada sumur & parit resapan Evr = 0,40 Ev
a. Koefisien limpasan permukaan: tergantung jenis
• Lahan terbuka/tegalan C = 0,62 tanaman, umur dan
• Atap/jalan/perkerasan C = 0,95 kerapatannya dan
• Taman dengan penghijauan C = 0,32 geografis
• Dengan sistem resapan C = 0,05 2. Titik koma mengguna-
b. Lahan = 40.000 m2 kan sistem Indoneaia
• Luas Jalan = 10.000 m2
• Luas kapling = 30.000 m2 terdiri dari:
Luas Total Atap & Perkerasan = 24.000 m2
Luas terbuka = 6.000 m2
.
Prof.Dr.Ir. Sunjoto Dip.HE, DEA-sunysunyoto@ugm.ac.id-Teknik Drainase Pro Air-Lecture Note, DTSL-UGM-Mar-2018 91
PERHITUNGAN
A. Sebelum dibangun
Air diresapkan sebesar :
VA = 40.000 x (1- 0,62) x (2,58 – 1,20) = 20.976 m3/thn
B. Tanpa dibangun rumah namun dengan penghijauan
VB = 40.000 x (1- 0,32) x (2,58 – 1,40) = 32.096 m3/thn
C. Sesudah dibangun
1.Tanpa Recharge System
c. Dari atap & perkerasan
VC1a = 24.000 x (1- 0,95) x (2,58 – 1,20) = 1.650 m3/thn
b. Dari lahan terbuka
VC1b = 6.000 x (1- 0,62) x (2,58 – 1,20) = 5.630 m3/thn
c. Dari jalan
VC1c = 10.000 x (1- 0,95) x (2,58 – 1,20) = 690 m3/thn
Kesimpulan:
Membangun tidak mesti menyebabkan berkurangnya infiltrasi air hujan kedalam tanah
bila diterapkan teknologi yang tepat.