Anda di halaman 1dari 13

Fakultas Teknik

Jurusan Teknik Sipil


Universitas Semarang

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam sejarah perkembangannya, konsep pengembangan wilayah di Indonesia


terdapat beberapa landasan teori yang turut mewarnai keberadaannya. Keberadaan
landasan teori dan konsep pengembangan wilayah di atas kemudian diperkaya dengan
gagasan-gagasan yang lahir dari pemikiran putra-putra bangsa. Diantaranya adalah Sutami
(era 1970 an) dengan gagasan bahwa pembangunan infrastruktur yang intensif untuk
mendukung pemanfaatan potensi sumberdaya alam akan mampu mempercepat
pengembangan wilayah.
Salah satu cara dalam pengembangan wilayah adalah melakukan rekayasa
teknologi di bidang pengembangan infrastruktur yang merupakan komponen
pengembangan wilayah dalam sarana prasarana infrastruktur drainase, jalan dan sanitase di
lingkup kawasan permukiman.
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna
memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan
kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Menurut Suripin (2004:7) dalam bukunya
yang berjudul Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, drainase mempunyai arti
mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase
didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan atau
membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan
secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah
dalam kaitannya dengan sanitasi. Jadi, drainase menyangkut tidak hanya air permukaan
tapi juga air tanah.
Berdasarkan UU RI No 38 Tahun 2004 Jalan adalah prasarana transportasi darat
yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya
yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan
tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan
kereta api, jalan lori, dan jalan kabel; Sedangkan berdasarkan UU RI No 22 Tahun 2009
tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan yang diundangkan setelah UU No 38
mendefinisikan Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi Lalu lintas umum, yang berada pada permukaan

Makalah : Teknologi Infrastruktur Ramah Lingkungan di Kawasan Permukiman 1


Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Sipil
Universitas Semarang

tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel.
Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi
kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk
keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar
tidak dibuang sembarangan. (Depkes RI, 2004). Sedangkan Sanitasi lingkungan adalah
status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran,
penyedian air bersih dan sebagainya. (Notoadmodjo,2003)

Makalah : Teknologi Infrastruktur Ramah Lingkungan di Kawasan Permukiman 2


Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Sipil
Universitas Semarang

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penataan Kembali Infrastruktur Kawasan Permukiman Dengan Sustainable


Urban Drainage Systems
Istilah sistem drainase berkelanjutan belum memiliki istilah umum yang
disepakati bersama. Di Inggris sistem ini dikenal dengan nama Sustainable Urban
Drainage Systems (SUDS), sementara pendekatan pengelolaan air hujan ini di
Amerika dikenal dan dikategorikan dalam Low Impact Development (LID) atau
Best Management Practice (BMP). Di Australia dikenal dengan Water Sensitive
Urban Design (WUDS) dan beberapa negara maju lain menamakannya Integrated
Catchment Planning dan Ecological Stormwater Management. (Andah dan Iwugo,
2002; Stahre 2005; Spillett dan rekan, 2005; DTI Global Watch Mission, 2006).
Sustainable Urban Drainage Systems (SUDS) merupakan suatu sistem yang
terdiri dari satu atau lebih struktur yang dibangun untuk mengelola limpasan
permukaan air. SUDS sering digunakan dalam perancangan tapak untuk mencegah
banjir dan polusi. SUDS didukung oleh berbagai struktur terbangun untuk
mengontrol limpasan air. Adapun empat metode umum yang biasa dilaksanakan,
yakni: terasering buatan, saluran filtrasi, permukaan berdaya serap, kolam dan
lahan basah. Pengontrol tersebut haruslah ditempatkan sedekat mungkin dengan
sumber air limpasan, untuk memperlambat kecepatan aliran air sehingga dapat
mencegah banjir dan erosi. (CIRIA, 2000).
Adapun manfaat dari penerapan SUDS ke dalam kawasan permukiman
sebagai berikut:
1. Kualitas air: Memberikan kontribusi terhadap resapan air tanah melalui
infiltrasi, meningkatkan kualitas air permukaan, melindungi kualitas limpasan
sungai dan danau dari pencemaran.
2. Memenuhi persyaratan air bersih: Sumber kontrol mengurangi limpasan
tercampur polutan memasuki badan air.
3. Pengendalian banjir: Mengurangi frekuensi & keparahan banjir, mengurangi
volume aliran puncak & kecepatan.
4. Perlindungan habitat: Melindungi habitat sungai, melindungi pohon daerah &
vegetasi, mengurangi beban sedimen terkikis mengalir ke sungai & danau.
Makalah : Teknologi Infrastruktur Ramah Lingkungan di Kawasan Permukiman 3
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Sipil
Universitas Semarang

5. Nilai masyarakat: Meningkatkan estetika dan kesempatan rekreasi,


meningkatkan nilai tanah dengan memiliki lingkungan yang bersih.
6. Nilai ekonomi: Mengurangi biaya pembuatan infrastruktur drainase,
meningkatkan nilai jual tanah, mengurangi waktu dan biaya penerapan
program konservasi lingkungan.

A. Analisa Sistem Saluran Drainase


Aliran drainase pada kawasan permukiman ini langsung dibuang ke
sungai. Drainase pada lingkungan ini juga tidak menggunakan sewage
treatment plant sehingga air sungai tercemar. Banyak saluran drainase yang
tertutup oleh tanah akibat dari banjir sehingga drainase tidak dapat berfungsi
maksimal.
Saluran drainase pada kawasan ini akan dirancang mengalir ke kolam-
kolam penampungan yang telah disediakan, kolam-kolam tersebut nantinya
juga akan berfungsi sebagai kolam resapan kolektif. Untuk menghindari kolam
tercemar oleh limbah-limbah rumah tangga maka air dalam kolam tersebut
harus bergerak. Air pada kolam penampungan ini nantinya akan digerakkan
menggunakan bantuan air mancur.

Gambar 2.1. Aliran air ke kolam penampungan

Saluran drainase saat musim kemarau pada umumnya hanya


menampung air limbah rumah tangga yang debitnya tidak besar. Secara teoritis
seharusnya tidak terjadi genangan, namun kenyataannya banyak saluran
drainase di sekitar kita yang menggenang dan menjadi sarang nyamuk. Ada
dua kemungkinan penyebabnya, yaitu timbunan sampah atau kotoran dalam
saluran dan sedimentasi.

Makalah : Teknologi Infrastruktur Ramah Lingkungan di Kawasan Permukiman 4


Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Sipil
Universitas Semarang

Pada saat musim kemarau, air di dalam saluran berasal dari limbah
rumah tangga, tidak ada pengenceran. Sehingga air yang meresap ke dalam
tanah adalah air limbah, mencemari air tanah dan sumur penduduk. Untuk itu
diperlukan desain dengan membuat saluran bertingkat. Saluran dibuat
bertingkat, bagian tengahnya terbuat dari beton yang berfungsi mengalirkan
limbah. Karena dimensinya kecil, aliran cukup kuat sehingga tidak terjadi
pengendapan. Kriteria drainase jalan yang direkomendasikan oleh Direktorat
Jenderal Bina Marga Direktorat Pembinaan Jalan Kota yang adalah saluran
drainase dengan panjang 100 m, maka kedalaman saluran 50 cm.

B. Analisa Konservasi Air


Berdasarkan kondisi permukiman, sistem pengisian air tanah pada
kawasan permukiman akan dibuat sistem sumur resapan kolektif. Sistem sumur
resapan ini bertujuan untuk mengembalikan air tanah dengan tujuan konservasi
air, menjaga kebersihan sumber air tanah, dsb. Sumur resapan kolektif akan
dibuat dengan volume 494m3-779m3 . Volume sumur resapan dihitung
berdasarkan luas tanah yang akan dibangun permukiman. Sumur resapan
sendiri akan diletakkan secara menyebar dan dibagi menjadi 4 kolam besar.
Peletakan sumur resapan akan diletakkan berdekatan langsung dengan
sungai karena sumur resapan harus diletakkan pada bagian terendah pada suatu
permukiman. Konstruksi sumur resapan kolektif juga akan dipadukan dengan
pertamanan sebagai ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau tersebut akan
dilengkapi dengan jogging track, utilitas taman seperti bangku taman,
pepohonan rindang, dll sehingga ruang terbuka hijau tersebut dapat berfungsi
sebagai taman lingkungan dan menjadi tempat rekreasi.

Makalah : Teknologi Infrastruktur Ramah Lingkungan di Kawasan Permukiman 5


Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Sipil
Universitas Semarang

Gambar 2.2. Perencanaan pembangunan sistem drainase permukiman

2.2 Inovasi Mengatasi Genangan Air Jalan Perkotaan Dengan Geopori


Hujan merupakan salah satu anugerah yang tuhan berikan kepada manusia.
Namun, hujan bisa menjadi boomerang bagi manusia jika tidak mengelolanya
dengan baik. Salah satu contohnya adalah genangan air. Genangan air diakibatkan
karena tertutupnya daerah resapan air dan sistem drainase yang buruk.
Permasalahan utama dari aspal adalah rentan rusak jika terendam air dalam
jangka waktu yang lama. Maka jika genangan di jalanan, mengenang dalam jangka
waktu yang lama dan secara terus menerus lambat laun akan menyebabkan jalanan
berlubang dan pastinya akan sangat membahayakan bagi para pengguna jalan.
Berbagai usaha telah coba dilakukan agar masalah ini dapat diatasi. Mulai dari
menambal jalan yang berlubang dengan aspal, tanah, dan material lain yang
sekiranya dapat menambal lubang pada jalan. Namun semua hal ini sia-sia,
meskipun telah ditambal menggunakan aspal, jalan tetap akan kembali berlubang
apabila sistem drainase tidak dibenahi sampai keakarnya.
Contoh Universitas Dipnegoro terletak di dataran tinggi, dimana kontur di
daerah Universitas Diponegoro berbukit-bukit. Sehingga banyak jalan di
Universitas Diponegoro naik turun. Dengan demikian pada bagian jalan yang turun
akan menerima air hujan yang jatuh di jalannya dan limpasan air (run off) dari jalan
yang lebih tinggi. Hal ini menambah faktor penyebab terjadinya genangan di
Universitas Diponegoro. Bahkan banyak aspal yang telah berlubang yang kemudian
ditambal kembali. Tapi apakah harus terus menambal setiap berlubang,

Makalah : Teknologi Infrastruktur Ramah Lingkungan di Kawasan Permukiman 6


Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Sipil
Universitas Semarang

Adakah solusi yang terbaik untuk permasalahan ini ?


Salah satu solusinya adalah GeoPori. Geopori merupakan material yang
bukan aspal maupun semen. Material ini memiliki daya serap (permeabilitas) yang
sangat tinggi. GeoPori ini merupakan inovasi dari Dosen Institut Teknologi
Bandung (ITB), Prof.Dr.Ir. Bambang Sunendar Purwasasmita. Beliau terinspirasi
dari banjir cileuncang. Banjir cileuncang merupakan banjir yang terjadi karena
daerah resapan air di daerah tersebut kurang dan sistem drainasenya yang buruk
sehingga air tidak mampu ditampung oleh drainase dan melimpah kejalanan. Biasa
banjir cileuncang terjadi di daerah-daerah perkotaan yang padat penduduk.

Gambar 2.3. Percobaan Jalan Dengan Biopori oleh dosen ITB

Kelebihan Geopori antara lain :


1. Tahan air
Dibandingkan dengan berbagai perkerasan seperti aspal, beton, paving dan
lain sebagainya, daya serap air Geopori jauh lebih tinggi. Tak butuh waktu lama
bagi Geopori untuk menyerap air yang menggenangi jalan. Geopori mampu
menyerap hingga >1000 liter air per menit per meter persegi. Bahkan daya
serapnya bisa jauh lebih besar disesuaikan dengan kebutuhan konstruksi.
2. Ramah lingkungan
Bahan dasar Geopori berasal dari limbah industri B3, yaitu limbah-limbah
industri berbahaya seperti limbah batu bara yang sering dipandang tidak
memiliki nilai ekonomis. Dengan bahan dasar yang berasal dari limbah
Makalah : Teknologi Infrastruktur Ramah Lingkungan di Kawasan Permukiman 7
Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Sipil
Universitas Semarang

kemudian diolah dengan proses yang benar sehingga terciptalah produk geopori
yang ramah terhadap lingkungan.
3. Tahan lama
Geopori mampu bertahan kurang lebih 40 tahun karena bahan ini memang
tahan terhadap air sehingga umurnya juga lebih lama dibanding perkerasan
lainnya.
Namun, semuanya pasti memiliki kekurangan. GeoPori pun memiliki
beberapa kekurangan. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu dosen
Teknik Sipil, Bapak Dr. Bagus Hario Setiadji, ST, MT. Beliau menjelaskan
bahwa GeoPori ini sempat diterapkan di Tol Salatiga, namun GeoPori ini dinilai
kurang efektif karena beberapa alasan :
1. Kurang menahan beban
Karena porus yang dimilikinya, geopori hanya mampu menahan beban <1,5
ton saja. Sehingga tidak bisa diterapkan di jalanan yang dilewati kendaraan-
kendaraan berat.
2. Perawatannya cukup mahal
Selain itu, pori atau porus pada geopori dapat tersumbat oleh debu, pasir
atau kotoran lainnya yang ada di jalanan. Sehinnga diperlukan penangan
khusus untuk perawatannya. Karena jika sudah tersumbat, maka GeoPori ini
kehilangan fungsinya untuk menyerap air.

2.3 Pengelolaan Sanitasi Permukiman Yang Berwawasan Lingkungan


Permukiman adalah perumahan dengan segala isi dan aktivitas yang ada
didalamnya. Perumahan merupakan wadah fisik, sedang permukiman merupakan
perpaduan antara fisik rumah, sarana, dan prasarana dengan lingkungannya.
Permukiman berwawasan lingkungan merupakan permukiman yang mampu
mengakomodasikan dan mendorong proses perkembangan kehidupan didalamnya
secara wajar dan seimbang dengan memadukan kepentingan ekonomi, ekologi, dan
sosial (Hadi, 2005:104). Dalam pelaksanaannya sangat dibutuhkan adanya
keseimbangan aktivitas antara masyarakatnya dengan pemanfaatan sumber daya
alami maupun sumber daya buatan. Keseimbangan itu dapat diwujudkan melalui
kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya.

Makalah : Teknologi Infrastruktur Ramah Lingkungan di Kawasan Permukiman 8


Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Sipil
Universitas Semarang

Permukiman yang berwawasan lingkungan seharusnya dilengkapi dengan


pengolahan air limbah rumah tangga (sanitasi) yang secara ekologis layak. Salah
satu ciri dari permukiman kumuh dapat dilihat dari kondisi prasarana sanitasi
lingkungan yang buruk (Komaruddin, 1997:83). Bila ditinjau dari defenisinya.
Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada
penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat
kesehatan (Azwar, 1990).
Sanitasi lingkungan merupakan hal yang penting, sebab tingkat kesehatan
masyarakat berhubungan erat dengan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan. Sifat
hubungan ini juga timbal balik, dimana pembangunan sosial ekonomi akan
mempengaruhi kualitas lingkungan dan sebaliknya kualitas lingkungan akan
mempengaruhi kesehatan, kita ketahui bahwa kesehatan merupakan modal dasar
dalam pembangunan dibidang apapun. Demikian juga dengan lingkungan
permukiman kumuh, kondisi sanitasi yang buruk akan menggambarkan kondisi
kesehatan masyarakatnya.
Prasarana sanitasi lingkungan permukiman kumuh seperti pembuangan
limbah cair rumah tangga jarang sekali dirancang dengan baik oleh penduduk di
lingkungan permukiman kumuh, hal ini diakibatkan oleh minimnya lahan dan
rendahnya pengetahuan yang dimiliki masyarakat. Fungsi sanitasi lingkungan
terutama sekali MCK merupakan kebutuhan dasar permukiman dan sangat
mempengaruhi tingkat kesehatan masyarakat. Untuk itu sangat diperlukan adanya
perencanaan pengelolaan sanitasi lingkungan yang melibatkan masyarakat yang
sesuai dengn standar kesehatan.
Menurut pedoman penentuan standar pelayanan minimal (SPM) (Lampiran
Kepmen Kimpraswil No. 534/KPTS/M/2001) bahwa dalam pengelolaan prasarana
sanitasi lingkungan permukiman harus ada antara lain :
 Cakupan pelayanan minimal dapat melayani 50 s/d 70% dari jumlah penduduk di
permukiman tersebut atau 80 s/d 90% dari jumlah penduduk untuk kepadatan >
300 jiwa/Ha.
 Untuk sarana sanitasi individual dan komunnal minimal dalam bentuk MCK dan
tangki septic yang disesuaikan oleh masyarakat. Konstruksi jamban yang sehat
dapat dilihat seperti Gambar berikut :

Makalah : Teknologi Infrastruktur Ramah Lingkungan di Kawasan Permukiman 9


Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Sipil
Universitas Semarang

Gambar 2.4. Konstruksi Jamban Sehat


 Untuk pelayanan penampungan lumpur tinja minimal memiliki mobil tinja 4 m3
yang dapat melayani maksimum 120.000 jiwa.
 IPLT sistem kolam dengan debit 50m3/hari.
 Pengosongan lumpur tinja 5 tahun sekali, dan minimal mobil tinja melayani 2
tangki septic setiap hari.

Gambar 2.5. Detail Septick Tank


Dalam pengelolaan prasarana sanitasi lingkungan agar dapat berkelanjutan
sangat diperlukan kemitraan antara beragam stakeholder. Peran-peran stakeholder
terlihat dari aktivitasnya dalam pengelolaan prasarana tersebut. Dengan adanya
pendekatannya, keterkaitan antara peran atau intervensi pemerintah, khususnya
pemerintah lokal dapat diwujudkan lebih pada proses dan bukan target, lebih pada

Makalah : Teknologi Infrastruktur Ramah Lingkungan di Kawasan Permukiman 10


Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Sipil
Universitas Semarang

keberlanjutan dan bukan membangun fasilitas semata melalui pendekatan terpadu


yang melibatkan semua pihak berkepentingan (pemerintah, LSM, swasta,
masyarakat). Hal ini menguatkan konsep keberlanjutan yang tidak bisa melepaskan
pendekatan partisipasi masyarakat didalamnya dengan bantuan pemerintah dan
pihak ketiga (fasilitator).
Menurut Adisasmita (2006:39) tahapan-tahapan dari kegiatan yang harus
dilakukan pemerintah agar pemberdayaan masyarakat tadi dapat lebih partisipatif,
dimulai dari sosialisasi, pendampingan, penguatan kelembagaan, dan implementasi
kegiatan. Sosialisasi merupakan tahap awal proses pemberdayaan, adanya
pemahaman tentang suatu informasi kebijakan pemerintah menumbuhkan
kesadaran dan memotivasi masyarakat untuk bermitra dengan pemerintah. Tahap
pendampingan melalui pelatihan dan pembinaan baik teknis maupun administrasi
diharapkan dapat menumbuhkembangkan kemampuan masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan hidup. Tahap selanjutnya adalah tahap penguatan melalui
penguatan kelembagaan masyarakat dan penyediaan dana untuk implementasi
kegiatannya. Munculnya kelembagaan masyarakat yang operasional akan dapat
bekerjasama dan bermitra dengan pemerintah dalam pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup itu sendiri. Penguatan melalui penyediaan alokasi dana
pembangunan sarana dan prasarana berfungsi sebagai pengendali ketepatan dimana
pemerintah dan swasta dapat berjalan demi keberlanjutan pengelolaan prasarana
lingkungan tadi.

Makalah : Teknologi Infrastruktur Ramah Lingkungan di Kawasan Permukiman 11


Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Sipil
Universitas Semarang

BAB III
PENUTUP

3.1 Opini apabila inovasi teknologi infrastruktur tersebut diterapkan


Opini jika 3 (tiga) sarana prasarana infrastruktur tersebut dapat diterapkan
dilingkungan kita maka:
a. Akan mendapatkan dampak yang sangat signifikan apabila inovasi
pembangunan sarana infrastruktur drainase tersebut diterapkan maka akan
menjadikan daerah permukiman menjadi kawasan yang bebas dari banjir dan
tidak menyebabkan pencemaran lingkungan sekitar.
b. Diharapkan sistem drainase jalan yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan serta memberikan dampak positif dalam penyelenggaraan
prasarana jalan dalam mendukung sistem transportasi jalan yang handal.
c. Menjadikan kawasan permukiman padat penduduk menjadi kawasan
pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan dengan cara pengolahan air
limbah rumah tangga (sanitasi) yang secara ekologis layak. Sehingga tidah
manjadikan daerah permukiman menjadi kawasan yang kumuh.

Makalah : Teknologi Infrastruktur Ramah Lingkungan di Kawasan Permukiman 12


Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Sipil
Universitas Semarang

DAFTAR PUSTAKA

Setiawan. D., 2009, Pengembangan model indeks konservasi sebagai instrumen


pengendalian pemanfaatan ruang dan penerapan drainase lingkungan (studi kasus:
Mintakat Lembang DAS Cikapundung Hulu), Thesis, Institut Teknologi Bandung,
Bandung.

Carolina. (2013). Perancangan Kawasan Permukiman Melalui Pendekatan Sustainable


Urban Drainage Systems di Srengseng, Jakarta barat. Skripsi: Fakultas Teknik
Universitas Bina Nusantara.

Dr. Ir. Suripin, M.Eng. (2004). Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan.
Yogyakarta : ANDI Yogyakarta.

Oris Riswan. (2017). https://daerah.sindonews.com/read/1242777/21/hebat-dosen-itb-


ciptakan-konstruksi-jalan-dan-paving-blok-penyerap-air-1506334808

Ibrahim Surotinojo “Partisipasi Masyarakat Dalam Program Sanitasi Oleh Masyarakat


(SANIMAS) Di Desa Bajo Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo, Gorontalo”
Sugiharto, 2008. Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: UI Press.

Makalah : Teknologi Infrastruktur Ramah Lingkungan di Kawasan Permukiman 13

Anda mungkin juga menyukai