Anda di halaman 1dari 22

JURNAL FORMULASI SEDIAAN SUSPENSI

Formulasi : Kloramfenikol

POLITEKNIK KESEHATAN

PUTRA INDONESIA MALANG

Nama Anggota Kelompok 5 :

Ayu Vania Tri Pujasari (AKF22100)

Dwi Achmad Lurniawan (AKF22080)

Rizalul Ummah (AKF22092)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pada saat ini di Indonesia banyak beredar makanan dan minuman dimana proses
pembuatannya tidak melalui produksi yang higienis. Makananan dan minuman yang tidak
higienis dapat dengan mudah terkontaminasi oleh bakteri Salmonella Typhi. Bakteri ini dapat
menyerang mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Efek dari makanan dan minuman
yang tidak hygenis dapat menyebabkan mual, sakit perut, demam tinggi hingga menyebabkan
tipus.
Penyakit tipus menyerang bagian pencernaan disebabkan oleh bakteri Salmonella Thypi
yang dibawa oleh lalat. Bakteri akan masuk kedalam tubuh kemudian menuju ke usus, aliran
darah dan keseluruh organ lainnya. Gejala awal dari tipus biasanya tidak begitu tampak,
tetapi pada saat tubuh sudah mulai terkontaminasi bakteri, tubuh akan mengalami penolakan
dengan timbulnya demam yang naik turun. Hal itu dikarenakan masih tedapatnya bakteri
didalam tubuh yang aktif yang keduanya dapat menghasilkan zat-zat pyrogen (zat-zat yang
dapat menyebabkan demam) yang akan meningkatkan setting point suhu di hypothalamus.
Zat-zat pyrogen ini akan merangsang pelepasan PEG2 (prostaglandin2) yang akan
meningkatkan setting point suhu di hypothalamus. Kenaikan setting point ini akan
menyebabkan perbedaan antara suhu setting point dengan suhu tubuh. Untuk menyamakan
perbedaan ini, suhu tubuh akan meningkat sehingga menyebabkan demam. Penderita ini tidak
akan turun demamnya apabila pertumbuhan bakteri tidak dihambat.
Untuk mengobati tipus dibutuhkan zat aktif yang tepat. Chlorampenicol merupakan
antibiotic pertama dalam mengobati tipus yang bersifat bakteriostatik yaitu dengan
menghentikan pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis protein dengan cara
berikatan dengan subunit 50s ribrosom.dengan demikian, penggunaan obat dalam bentuk cair
sangat dibutuhkan oleh masyarakat terutama bagi anak-anak dan orang dewasa yang sulit
mengkonsumsi obat dalam bentuk padat. Sehingga pada pemilihan zat aktif ini pembuatan
sediaan yang dipilih adalah suspensi. Alasan Dibuatnya sediaan obat dalam bentuk suspensi
karena beberapa obat tertentu tidak stabil secara kimia dalam larutan dan akan stabil dalam
bentuk suspensi. Penggunaan sediaan suspensi dinilai lebih efisien dibandingkan dengan
larutan, karena suspensi dapat mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air.
Jadi alasan pembuatan suspensi yaitu untuk membuat sediaan obat dalam bentuk cair dengan
menggunakan zat aktif yang tidak dapat larut dalam air tetapi dapat terdispersi secara merata.
1.2 Tujuan Praktikum sediaan Suspensi
Tujuan umum dari pembuatan portofolio sediaan suspensi adalah dapat
mengaplikasikan produksi sediaan suspensi dengan bahan aktif cloramphenicol yang
berkhashiat sebagai antibiotik berdasarkan Standar Nasiaonal Indonesia (SNI).
Tujuan khusus dari pembuatan portofolio sediaan suspensi adalah
1. Mengaplikasikan formula sediaan suspensi dengan menggunakan zat aktif
Cloramphenikol.
2. Mengaplikasikan produksi sediaan suspensi dengan menggunakan zat aktif
Cloramphenikol.
3. Mengaplikasikan evaluasi sediaaan suspensi dengan menggunakan zat aktif
Cloramphenikol.
1.3 Manfaat
Manfaat dari pembuatan portofolio sediaan suspensi
1. Untuk Praktikan
Menambah pengetahuan mahasiswa dan melatih mahasiswa untuk menjadi lebih
berkompeten.
2. Untuk Konsumen
Memberikan alternatif pemilihan sediaan sehingga konsumen dapat memilih
sediaan yang menurutnnya lebih baik
3. Untuk Institusi
Institusi semakin dikenal oleh masyarakat dan institusi lainnya karena memiliki
mahasiswa yang berkompeten di bidangnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Penyakit


2.1.1 Penyebab Penyakit Tipus
Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella Typhi atau Salmonella Paratyphi
dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, tidak bersepora, motil,
mempunyai fragel (bergerak dengan rambut getar), berkapsul. Bakteri ini dapat hidup bebas
di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 60°C)
selama 15-20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi (Rahayu E, 2013)
Manusia terinfeksi Salmonella Typhi secara oral-fekal. Tidak selalu Salmonella Typhi
masuk kedalam saluran cerna akan menyebabkan infeksi karena untuk menimbulkan
infeksi, Salmonella Typhi harus dapat mencapai usus halus. Salah satu faktor yang
menghalangi Salmonella Typhi mencapai usus halus adalah keasaman lambung. Bila
keasaman lambung berkurang atau makan terlalu cepat, maka akan memudahkan terinfeksi
bakteri Salmonella Typhi (Salyers dan Whitt, 2002)
Setelah masuk kedalam saluran cerna dan mencapai usus, Salmonella Typhi akan
ditangkap oleh makrofag di usus halus dan memasuki peredaran darah, menimbulkan
bakterima primer. Selanjutnya, Salmonella Typhi akan mengikuti aliran darah hingga
sampai di kandung empedu. Bersama dengan sekrsi empedu kedalam saluran cerna,
Salmonella Typhi kembali memasuki saluran cerna dan menginfeksi Payer’s patches, yaitu
jaringan limfoid yang terdapat di ileum, kemudian kembali memasuki peredaran darah
menimbulkan bacteremia sekunder. Pada saat menimbulkan bakteremia sekunder, dapat
ditemukan gejala-gejala demam tifoid (Salyers dan Whitt, 2002)
Salmonella Typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu
1. Antigen O (antigen somatik) terletak pada lapisan luar tubuh kuman. Bagian ini
mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endorin. Antigen o tidak
tahan terhadap panas, alcohol, dan formaldehid
2. Antigen H (antigen flagella) terletak pada fragella, fimbriae atau pili dari kuman.
Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid
tetapi tidak tahan terhadap panas dan alcohol yang telah memenuhi kriteria peniaian.
3. Antigen Vi terletak pada kapsul (enverlope) dari kuman yang dapat melindungi
kuman terhadap fagositosis.
Ketiga macam antigen tesebut diatas didalam tubuh penderita akan menimbulkan pula
pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut agglutinin (Sudoyo AW., 2010)

2.1.2 Pengobatan
Pengobatan demam tifoid terdiri atas tiga bagian, yaitu
a. Perawatan
Penderita tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi,observasi dan
pengobatan. Penderita harus tirah absolut sampai minimal 7 hari bebas demam
atau kurang lebih 14 hari untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus
atau performasi usus. Mobilisasi penderita di lakukan secara bertahap sesuai
dengan pulihnya kuata penderita. Untuk obat-obatan anti mikroba yang sering
digunakan adalah kloramfenikol, tiamfenikol,kotimoksazol, ampisilin dan
amoksilin (Soedarto, 1996)
b. Diet dan terapi penunjang
Pertama pasien akan diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya
nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian menunjukkan
bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk pauk rendah
selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat di berikan dengan aman. Juga
diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk mendukung keadaan
umum pasien. Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan homeostatis,
system imun akan berfungsi dengan optimal (Juwono, 2004)
c. Obat
Kloramfenikol di Indonesia merupakan obat pilihan utama untuk tifoid. Belum
ada obat antimikroba lain yang dapat menurunkan demam lebih cepat
dibandingkan kloramfenikol (Juwono, 2004)
2.2 Tinjauan Tentang Zat Aktif
2.2.1 Struktur Molekul Kloramfenikol

2.2.2 Indikasi
Kloramenikol adalah penghambat kuat terhadap sintesis protein mikroba, termasuk
bakteriostatik berspektum luas yang aktif terhadap organisme-organisme aerobik gram
positif maupun gram negatif. Restisensi kadar rendah dapat timbul dari popolasi besar sel-
sel yang rentan terhadap kloramfenkol melalui seleksi muatan-muatan yang kurang
permaebel terhadap obat. Dosis kloramfenikol secara umm adalah 50-100mg/kg/hari,
setelah pemberian peroral, Kristal kloramfenikol di absorbsi dengan cepat dan tuntas
(Katzung, 2004)
2.2.3 Efek samping
Kerusakan pada sumsum tulang dan terganggunya pembuatan eritrosit, sehingga data
terjadi anemlamia aplastis serta gangguan darah lainnya.
2.2.4 Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat yaitu harus melindungi isi terhadap masuknya bahan cair,
bahan padat, atau uap dan mencegah kehilangan, merekat, mencair, atau menguapnya
bahan selama penanganan, pengangkutan dan distribusi dan harus dapat ditutup rapat
kembali
2.2.5 Interaksi
a) Klorampenikol menghambat enzim metabolisme pada hati yaitu Cytochrome
P450 sehingga memperlama waktu paruh dari obat-obat yang di metabolisme
dengan enzim tersebut. Contohnya antara lain obat anti koagulan seperti
Dicoumarol, Warfarin, Chlorpropamide, Tolbutamide, Antiretriviral protease
inhibitor dan Phenytoin.
b) Metabolisme klorampenikol ditingkatkan dengan adanya enzim metabolism hati
seperti Phenobarbital dan Rifampicin, hal ini menyebabkan waktu paruh dari
Klorampenikol menjadi pendek.
c) Klorampenikol dapat menurunkan efek dari Vitamin B12 pada anemia dan
mengganggu kerja dari obat oral kontrasepsi.
2.3 Tinjauan Tentang Sediaan
2.3.1 Definisi Suspensi
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan
tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa (farmakope Indonesia edisi III, hal 32)
Suspensi adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat tidak larut yang
terdispersi dalam fase cair (farmakope Indonesia edisi IV, hal 17)
Jadi kesimpulannya suspense adalah sediaan cair yang mengandung zat yang tidak
larut dan terdispersi oleh cairan pembawa.
2.3.2 Syarat-syarat Suspensi
1. Harus homogen dan halus
Memiliki derajat kehalusan partikel yang terdispersi
2. Ukuran partikel tetap seragam dalam penyimpanan lama
3. Bila terjadi pengendapan, tidak boleh menjadi massa keras tetapi harus mudah
terdispersi kembali secara sempurna dengan sedikit pengocokan
4. Ada suspending agent
Bahan pensuspensi yang digunakan untuk mengembang atau mengikat air
sehingga campuran tersebut membentuk mucilage atau lendir. Dengan
terbentuknya mucilage maka viskositas cairan tersebut bertambah dan akan
menambah stabilitas suspense
5. Harus bias dituang daari wadah dengan cepat dan homogeny
(Handbook perapotikan, 2014)
2.3.3 Keuntungan Dan Kerugian Suspensi
2.3.3.1 Keuntungan Sediaan Suspense
a. Baik digunakan untuk orang yang sulit mengkonsumsi tablet, pil, kapsul,
terutama pada anak-anak
b. Memiliki homogenitas tinggi
c. Lebih mudah di absorbsi dari pada tablet karena luas permukaan kontak
antara zat aktif dangan saluran cerna meningkat
d. Dapat menutupi rasa tidak enak atau pahit obat
e. Mengurangi penguraian zat aktif yang tidak stabil dalam air
(Handbook perapotikan, 2014)
2.3.3.2 Kerugian Sediaan Suspense
a. Memiliki kesetabilan yang rendah
b. Jika membentuk cracking maka akan sulit terdispersi kembali sehingga
homogenitas menjadi buruk
c. Bila terlalu kental sediaan akan sulit di tuang
d. Ketetapan dosis lebih rendah dari pada bentuk sediaan larutan
e. Pada saat penyimpanan kemungkinan terjadi perubahan system dispersei
akan meningkatkan apabila terjadi perubahan temperature pada tempat
penyimpanan
(Handbook perapotikan, 2014)
2.3.4 Penggolongan
Suspense dalam dunia farmasi terdapat dalam berbagai macam bentuk, hal ini terkait
dengan cara dan tujuan penggunaan sediaan suspense tersebut.
1. Suspensi injeksi intramuscular
Pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke jaringan otot dengan
menggunakan spuit. Bertujuan agar absorbsi obat lebih cepat di bandinkang
dengan pemberian secara subcutan karena lebih banyak suplai darah di otot tubuh.
Pemberian obat dengan cara ini dapat dapat mencegah atau mengurangi iritasi
obat namun perawat harus hati-hati dalam melakukan injeksi secara intramuscular
karena cara ini dapat menyebabkan luka pada kulit dan rasa nyeri.
2. Suspensi tetes telinga
Sediaan yang mengandung partikel-partikel halus yang di tunjukkan untuk di
teteskan pada telinga bagian luar.
3. Suspensi tropical
Sediaan cair yang mengandung partikel padat yang terdispersi dalam pembawa
cair yang ditunjukkan untuk penggunaan pada kulit
4. Suspensi opthalmik
Suspensi opthalmik harus steril zat yang terdispersi harus sangat halus, jika
disimpan dalam wadah dosis ganda harus mengandung bakterisida dan zat
terdispersi tidak boleh menggumpal pada penyimpanan (farmakope Indonesia,
1979:32)
2.4 Pra Formulasi dan Formulasi
2.4.1 Definisi Praformulasi
Praformulasi adalah bagian dari kegiatan formulasi, dimana menitikberatkan pada
kegiatan investigasi karakteristik bahan yang menjadi keunggulan bahan untuk kemudian
dijadikan dasar dalam pemilihan bahan tersebut dalam suatu formula.
2.4.2 Karakteristik Bahan
Kloramfenikol palmitat
Pemerian : hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang, putih
atau sampai putih kelabu atau kekuningan, tidak berbau, rasa
sangat pahit, dalam larutan asam lemah, mantap
Kelarutan : larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bagian
etanol (95%) P dan dalam 7 bagian propilenglikol P, sukar larut
dalam kloroform P dan dalam eter P
Stabilitas :  Salah satu antibiotik yang secara kimiawi diketahui paling
stabil dalam segala pemakaian. Stabilitas baik pada suhu kamar
dan kisaran pH 2-7, suhu 25oC dan pH mempunyai waktu paruh
hampir 3 tahun. Sangat tidak stabil dalam suasana basa.
Kloramfenikol dalam media air adalah pemecahan hidrofilik pada
lingkungan amida. Stabil dalam basis minyak dalam air, basis
adeps lanae. (Martindale edisi 30 hal 142).
Khasiat : antibiotikum
Alasan Pemilihan zat : Kloramfenikol palmitat sangat mudah diserap ketika
diberikan secara oral karna lebih stabil.kloramfenikol palmitat akan dihidrolisis
dalam lambung dan berubah menjadi kloramfenikol base,lebih dari 60% dalam
sirkulasi diikat oleh protein plasma.kloramfenikol dieksresi melalui urin tetapi
hanyak 5-10% dari dosis oral yang tidak berubah, 3% diekskresikan melalui
empedu,1% berada dalam bentuk aktif diekskresikan dalam bentuk fase
(martindale ed.37,p.262)
a. CMC Na (Farmakope Indonesia edisi IV hal 175)
Nama sinonim : carboxymethyl cellulosumnatricum, karboksimetilselulosa
natrium
Pemerian : Karboksimetilselulosa natrium terjadi sebagai putih sampai
hampir putih, Tidak berbau, hambar, butiran butiran.
Higroskopis setelah pengeringan
Kelarutan : mudah terdispersi dalam air membentuk larutan koloidal,
tidak larut dalam etanol, dalam eter, dan dalam pelarut organik
lain.
Konsentrasi : 0,1% - 1.0%
Khasiat : suspending agent
Penyimpanan : wadah tertutup rapat di tempat sejuk dan kering.
Alasan ditambahkan Na CMC untuk menghambat sedimentasi dari flok atau
terjadinya endapan yang keras dan sulit terdispersi kembali

b. Propylenglycolum (FI IV, hal 712)


Pemerian : cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak
berbau, menyerap air pada udara lembab
Kelarutan : dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan
kloroform, larut dalam eter dan beberapa minyak esensial, tetapi
tidak dapat bercampur dengan minyak lemak
Wadah dan penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Fungsi : sebagai pelarut 10% - 25%, pengawet 15% - 30 %
Alasan sebagai pelarut dan pengawet 20%. Digunakan sebagai pelarut
kloramfenikol, karena klorampenikol mudah larut dalam propilenglikol. Dapat
pula dijadikan sebagai pengawet supaya suspensi yang dibuat bisa dipakai dalam
jangka panjang
c. Sirupus simplex (FI III, hal 567)
Pemerian : cairan jernih tidak berwarna
Penetapan kadar : memenuhi syarat penetapan sakarosa yang tertera pada sirupi
Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat ditempat sejuk
Fungsi : pemanis
Alasan Karena kloramfenikol rasanya pahit maka di tambahkan pemanis sebagai
perasa suspense kloramfenikol

d. Aquadest (FI III, 96)


Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai
rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Fungsi : pelarut

2.4.3 Alat
Dalam skala industri, peralatan yang digunakan harus mencukupi pembuatan produk
dalam jumlah banyak. Berikut beberapa contoh alat yang biasa digunakan dalam skala
industry
1. Neraca analitik
Neraca yang digunakan untuk menimbang zat yang butuh ketelitian tinggi dan
dalam skala kecil/mikro (biasanya hingga 4 desimal 0,0001 gram). Menimbang zat
yang digunakan untuk larutan standar primer

2. Homogenizer
Alat yang digunakan untuk mendispersikan suatu cairan di dalam cairan lainya
3. Mixing
Sebuah alat yang berfungsi untuk proses pencampuran bahan bahan yang akan di
campur

4. pH meter
Untuk menggunakan pH meter langkah pertama keringkan dengan kertas tisu
selanjutnya bilas elektroda dengan air suling. Kemudian bilas elektroda dengan
contoh uji dan celupkan elektroda ke dalam contoh uji sampai pH meter
menunjukkan pembacaan yang tetap. Tahap akhir catat hasil pembacaan skala
atau angka pada tampilan dari pH meter
2.4.4 Personal
Personal adalah proses menejemen yang bertanggung jawab terhadap perencanaan
aktifitas produksi, distribusi atau menejemen proyek yang dijalankan oleh sebuah
organisasi meliputi perencanaan (desain) produksi, pengendalian (berkaitan dengan
persediaan) produksi, pengawasan produksi (berkaitan dengan mutu/ quality control).
Sumber daya manusia (SDM) sangat penting dalam pembentukan dan penerapan system
pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang baik dan benar.
Syarat-syarat personalia dalam produksi
a. Personalia hendaknya mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan
kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya dan tersedia dalam jumlah yang
cukup.
b. Personalia hendaklah dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang
dibebankan kepadanya.
c. Sebelum melaksanakan pekerjaannya, terlebih dahulu para pekerja juga harus
memperhatikan persiapan yang benar untuk meminimalkan terjadinya kecelakaan kerja,
meliputi: memakai sarung tangan, masker, jas lab, sepatu, dan penutup kepala
APD(alat pelindung diri)
a. Jas lab
Baju Pelindung ini sebaiknya terbuat dari bahan yang impermeable (tidak tembus
cairan), tidak melepaskan serat kain, dengan lengan panjang, bermanset dan tertutup
di bagian depan.
b. Masker
Masker harus sesuai standard yaitu pemakaiannya hanya satu kali pakai, agar
terhindar dari terhirupnya bahan-bahan kimia atau bahan-bahan pencemar lainnya
c. Hanscoond
Melindungi telapak tangan, lengan, dan jari tangan dari benda keras dan bahan
kimia. Sarung tangan karet dapat dicuci dengan air dan detergent. Usahakan
pengeringan dilakukan pada suhu kamar. Penggunaan pengering disesuaikan dengan
kemampuan masing - masing sarung tangan terhadap panas.
2.4.5 Metode
Suspensi dapat dibuat dengan metode sebagai berikut
1. Metode Dispersi
Metode ini dilakukan dengan cara menambahkan serbuk bahan obat kedalam
mucilago yang telah terbentuk kemudian diencerkan, dalam hal ini serbuk yang
terbagi harus terdispersi dalam cairan pembawa, umumnya adalah air(Nash, 1996)
2. Metode Prespitasi
Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu ke dalam pelarut organik yang
hendak dicampur dengan air. Setelah larut dalam pelarut organik, larutan zat ini
kemudian diencerkan dengan larutan pensuspensi dalam air sehingga akan terjadi
endapan halus tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Cairan organik tersebut adalah
etanol, propilen glikol, dan polietilen glikol (Ilmu resep, hal 142
Berdasarkan sistem pembentukan suspense
a. Sistem flokulasi
Dalam system flukulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan
pada penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali.
Secara umum sifat partikel flokulasi yaitu
1. Partikel merupakan agregat yang bebas
2. Sedimentasi terjadi cepat
3. Sedimen terbentuk cepat
4. Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat da mudah terdispersi
kembali seperti semula
5. Wujud suspense kurang bagus sebab sedimentasi terjadi cepat dan di atasnya
terjadi daerah cairan yang jernih dan nyata (Ilmu resep, hal 142)
b. Sistem deflokulasi
Partakel deflokulasi mengendap perlahan dan akhirnya membentuk sedimen, akan
terjadi agregasi, dan akhirnya terbentuk cake yang keras dan sukar tersuspensi
kembali
Secara umum sifat partikel deflokulasi yaitu
1. Partikel suspense dalam keadaan terpisah satu dengan yang lainnya
2. Sedimentasi yang terjadi lambat, masinng-masing partikel mengendap terpisah
dan partikel berada pada ukuran paling terkecil
3. Sedimen terbentuk lambat
4. Akhirnya sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi
kembali
5. Wujud suspense bagus karena zat tersuspensi dalam waktu relative lama.
Terlihat bahwa ada endapan dan cairan atas berkabut (Ilmu resep, hal 142)
BAB III

FORMULASI

1.1 Formula
a. Formula Rancangan
Kloramfenikol palmitat 1500 mg

CMC Na 1%

Propilenglycolum 15%

Sirup simplex 10%

Sorbitol 10%

FDC Red 5 mL

Essens Strowberi 5 mL

Aquadest ad 60 mL

1.2 Perhitungan Bahan


60 mL X 125
1. Kloramfenikol palmitat =
5 mL
=1500 mg atau 1,5 g
2. CMC Na = 60 mL x 1 %
=1.2 g
Air CMC Na =20 mL x 1.2 g
=24 mL
3. Propilenglycolum = 60 mL x 15 %
=9 mL
4. Sirup simplex = 60 mL x 10 %
=6 mL
5. Sorbitol = 60 mL x 10 %
=6 mL
6. FDC Red =5 mL
7. Essens Strowberry =5 mL
8. Aquadest = 60mL – (1,5g+1,2g +9 mL+6mL+6mL+5mL+5mL)
=60ml – 33,7mL
=26,3 mL
1.3 Prosedur Kerja Sediaan
1. Siapkan alat dan bahan
2. Kalibrasi botol 60 ml
3. Ditimbang CMC-NA 1,2 g, masukkan kedalam mortir tambahkan air panas 24 mL,
gerus, tunggu sampai mengembang dan membentuk koloid/mucilago
4. Ditimbang kloramfenikol palmitat 1,5g, dimasukkan dalam cawan
5. Ditimbang propilenglikol 9 mL pada cawan, masukkan ke dalam cawan, aduk ad
homogen
6. Dimasukkan sedikit demi sedikit semua bahan yang sudah tercampur ke dalam
mortir yang sudah membentuk mucilago, gerus ad homogen
7. Dimasukkan sirup simpleks 6 ml, kedalam mortir, gerus ad homogen, dimasukkan
kedalam botol
8. Dimasukkan Sorbitol 6 ml, kedalam mortir, gerus ad homogen, dimasukkan kedalam
botol
9. Dimasukkan pewarna FDC Red 5 ml, kedalam mortir, gerus ad homogen,
dimasukkan kedalam botol
10. Dimasukkan essens strowberry 5 ml, kedalam mortir, gerus ad homogen,
dimasukkan kedalam botol
11. Ditambahkan sisa air ad 60 botol, ditutup dan kocok ad homogen
12. Ditambahkan pengaroma jeruk 2 tetes, kocok dan diberi etiket putih dan label kocok
dulu
1.4 Prosedur Evaluasi
1.4.1 Homogenitas
1. Pengambilan sempel dapat dilakukan pada bagian atas, bawah, tengah
2. Sempel diteteskan pada kaca objek kemudian diratakan dengan kaca objek
sehingga terbentuk lapisan tipis
3. Partikel diamati secara visual
4. Catat hasil uji
1.4.2 Organoleptis
1. Ambil sempel
2. Amati dengan indera meliputi warna dan bau
3. Rasakan rasa sediaan
4. Catat hasil uji
1.4.3 Waktu redispersi
1. Masing-masing Suspensi dimasukkan ke dalam botol kaca, kemudian didiamkan
sampai mengendap sempurna
2. Setelah mengendap sempurna, masing-masing suspensi dikocok sampai tidak
terdapat sisa endapan pada dasar botol
3. Kemudian catat waktu redispersi dari masing-masing sediaan suspense.

1.4.4 Viskositas
Prosedur pengukuran viskositas menggunakan viskometer broxfield:

a. Dipasang spindel pada gantungan spindel


b. Diturunkan spindel sedemikian rupa sehingga batas tercelup kedalam cairan
sample yang akan diukur viskositasnya.
c. Dipasang step kontak.
d. Dinyalakan rotor sambil menekan tombol.
e. Dibiarkan spindel berputar dan melihat jarum merah pada skala.
f. Dibaca angka yang ditunjukan oleh jarum tersebut untuk mengukur viskositasnya
1.4.5 Diameter partikel
Menghitung diameter partikel menggunakan mikroskop

a. Letakan sedikit cairan sebagai sample diatas objectglass lalu encerkan dengan air
b. Letakkan objectglass di atas meja benda kemudian jepit dengan penjepit spesimen
c. Cari bagian dari objectglass dengan sekrup vertical dan horizontal sampai terlihat
gambar yang jelas
Catat hasil pengukuran diameter minimal 10 partikel lingkaran dan 10 partikel oval /
memanjang yang berbeda – beda lalu hitung rata – ratanya
1.6.6 Volume Sedimentasi
Prosedur evaluasi volume sedimentasi adalah sebagai berikut:

a. Sediaan dimasukkan ke dalam tabung sedimen yang berkala.


b. Volume yang diisikan merupakan volume awal.
c. Setelah didiamkan beberapa waktu/ hari diamati volume akhir dengan terjadinya
sedimentasi volume akhir terhadap volume yang diukur ((VU)
volumeawal
d. Dihitung volume sedimentasi
volumeak h ir
1.6.7 pH
prosdur evaluasi pH adalah sebagai berikut
a. ambil sempel sediaan
b. masukkan kedalam beaker glass
c. amati pH menggunakan pH meter
d. catat hasil
1.6.8 Volume Terpindahkan (FI IV. Halaman 1089)
Untuk penetapan volume terpindahkan, pilih tidak kurang dari 30 wadah, kemudian
lakukan prosedur. Kocok isi dari 10 wadah satu persatu. Prosedur:
1. Tuang isi perlahan-lahan dari tiap wadah ke dalam gelas ukur kering terpisah
dengan kapasitas gelas ukur tidak lebih dari dua setengah kali volume yang
diukur dan telah dikalibrasi.
2. Diamkan selama tidak lebih dari 30 menit.
3. Jika telah bebas dari gelembung udara, ukur volume dari tiap campuran: volume
rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100 %, dan
tidak satupun volume wadah yang kurang dari 95 % dari volume yang
dinyatakan pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata kurang dari 100 % dari
yang tertera pada etiket akan tetapi tidak ada satu wadah pun volumenya kurang
dari 95 % dari volume yang tertera pada etiket, atau B tidak lebih dari satu
wadah volume kurang dari 95 %, tetapi tidak kurang dari 90 % dari volume
yang tertera pada etiket, lakukan pengujian terdadap 20 wadah tambahan.
Volume rata-rata larutan yang diperoleh dari 30 wadah tidak kurang dari 100 %
dari volume yang tertera pada etiket, dan tidak lebih dari satu dari 30 wadah
volume kurang dari 95%, tetapi tidak kurang dari 90 % seperti yang tertera pada
etiket.
2.6 Evaluasi
2.6.1 Definisi
Evaluasi adalah Suatu pemeriksaan terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah
dilakukan dan yang akan digunakan untuk memperhitungkan dan mengendalikan
pelaksanaan kegiatan kedepannya agar jauh lebih baik. Evaluasi lebih bersifat melihat
kedepan daripada melihat kesalahan-kesalahan dan ditujukan untuk peningkatan kesempatan
demi keberhasilan kegiatan. Dengan demikian evaluasi adalah perbaikan atau
penyempurnaan dimasa mendatang atas suatu kegiatan.

2.6.2 Prinsip
Metode pembuatan suspensi
2. Metode dispersi
Dengan cara menambahkan serbuk bahan obat kedalam mucilago yang telah
terbentuk kemudian baru di encerkan
3. Metode praesipasi
Zat yang hendak didispersi dilarutkan dulu dengan pelarut organik yang hendak
di campur dengan air. Setelah larut di encerkan dengan larutan pensuspensi
dalam air.
2.6.3 Standart
1. Organoleptis
Pemerian zat aktif, warna, aroma dan rasa zat aktif harus dicatat dengan
menggunakan terminology deskriptif. Terminology baku penting untuk ditetapkan
karena menguraikan sifat-sifat organoleptik agar terhindar dari kebingungan (Prof.
Dr. Chafrles J. P Siregar, 2010).
2. Homogenitas
Suatu sediaan dikatakan homogen, apabila dalam suatu sediaan yang terdiri dari
berbagai macam jenis obat bercampur secara merata. Dalam artian zat aktif dalam
suatu  sediaan terdispersi merata dalam dalam zat pembawanya.
3. Evaluasi Laju Sedimentasi
Merupakan kecepatan pengendapan dari partikel-partikel suspense. Adapun factor-
faktor yang terlibat dalam laju dari kecepatan mengendap partikel-partikel suspensi
tercakup dalam persamaan hokum srokes.
Kecepatan sedimentasi berdasarkan hukum stoker dipengaruhi:
a. Kerapatan fase terdispersi dan kerapatan fase pendispersi, bila partikel ringan
dari kerapatan pembawa maka partikel akan mengembang dan sulit
didistribusikan secara homogen kedlam pembawa
b. Diameter ukuran partikel laju sedimentasi dapat diperlambat dengan mengurangi
ukuran partikel dari fase terdispersi karena semakin kecil ukuran partikel maka
kecepatan jatuhnya lebih kecil
c. Viskositas medium pendispersi laju sedimentasi dapat berkurang dengan cara
menaikkan viskositas medium dispersi, tetapi suatu produk yang mempunyai
viskositas tinggi umumnya tidak diinginkan karena sulit dituang alat yang
digunakan viskometer brokfild
Semakin kental cairan semakin kecil kecepatan aliran. Sehingga akan
memperlambat gerakan partikel. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi atau
terlalu rendah agar sediaan mudah dikocok dan dituang. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan Hukum Stokes.
2
d ( ρ− ρ0 ) g
V=
η
Keterangan : V = kecepatan aliran
D = diameter partikel
ρ = bobot jenis partikel
ρ0 = bobot jenis cairan
g = gravitasi, η = viskositas cairan

4. Evaluasi volume sedimentasi


Volume sedimentasi (F) adalah perbadingan dari volume endapan yang terjadi (VU)
terhadap volume awal dari suspense sebelum mengendap (V0) setelah suspense
didiamkan.
5. Evaluasi Waktu Redispersi
Bertujuan untuk mengetahui waktu sediaan suspensi terdispersi dengan sempurna.
Waktu redispersi dapat diketahui dengan cara mengocok sediaan dalam wadahnya atau
dengan menggunakan pengocok mekanik atau tangan. Suspensi didiamkan hingga
mengendap kemudian masing-masing suspensi dikocok homogen dan dicatat
waktunya.Kemampuan redispersi baik bila suspensi telah terdispersi sempurna dengan
pengocokan dalam waktu maksimal 30 detik.
6. Penetapan pH
pH sediaan suspense umumnya antara 4,5 – 7,0 yang dapat diterima oleh tubuh.
Penetapah Ph berfungsi agar sediaan mudah diterima oleh tubuh tanpa
menimbulkan efek samping
7. Volume Terpindahkan
Uji ini dilakukan sebagai jaminan bahwa larutan oral dan suspensi yang dikemas
dalam wadah dosis ganda, dengan volume yang tertera pada etiket tidak lebih dari
250 mL, yang tersedia dalam bentuk sediaan cair atau sediaan cair yang
dikonstitusi dari bentuk padat dengan penambahan bahan pembawa tertentu dengan
volume yang ditentukan, jika dipindahkan dari wadah asli, akan memberikan
volume sediaan seperti yang tertera pada etiket. Jika A adalah volume rata-rata
kurang dari 100%, tetapi tidak ada satupun wadah yang volumenya kurang dari
95%. Jika B adalah tidak lebih dari satu wadah volume kurang dari 95% tetapi
tidak kurang dari 90% dari volume yang tertera pada etiket, lakukan pengujian
terhadap 20 wadah tambahan. Untuk mencari persentase volume terpindahkan
dapat menggunakan rumus Vakhir : Vawal x 100%.

Anda mungkin juga menyukai