Anda di halaman 1dari 44

PROPOSAL

PENGARUH TASK ORIENTED APPROACH (TOA) TERHADAP

AKTIVITAS TOILLETING PASIEN PASCA STROKE DI RS OTAK

DRS MUHAMMAD HATTA BUKITTINGGI

Disusun oleh:
RATIH PRAMUSHINTA
NIM. P27228022215

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN TERAPI OKUPASI


JURUSAN OKUPASI TERAPI
POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2023
DAFTAR ISI

PROPOSAL ............................................................................................................ 1
DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2
BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
A. Latar belakang .......................................................................................... 4
B. Identifikasi Masalah ................................................................................. 7
C. Rumusan Masalah .................................................................................... 8
D. Tujuan Penelitian...................................................................................... 8
E. Manfaat Penelitian.................................................................................... 8
BAB II ................................................................................................................... 11
KAJIAN TEORI ................................................................................................... 11
A. Kajian Teori ............................................................................................ 11
1. Stroke .................................................................................................. 11
2. Task Oriented Approach ..................................................................... 14
3. Kinerja Okupasi Toileting .................................................................. 17
4. Toileting pada Stroke.......................................................................... 17
B. Penelitian Yang Relevan ........................................................................ 20
C. KERANGKA TEORI ............................................................................. 24
D. KERANGKA BERPIKIR ...................................................................... 25
E. HIPOTESIS ............................................................................................ 25
BAB III ................................................................................................................. 26
METODE PENELITIAN...................................................................................... 26
A. Metode Penelitian ................................................................................... 26
B. Desain Penelitian .................................................................................... 26
C. Populasi dan Sampel .............................................................................. 27
D. Variabel Penelitian ................................................................................. 28
E. Teknik Pengumpulan Data ..................................................................... 29
F. Definisi Operasional .................................................................................. 29
G. Lokasi Penelitian .................................................................................... 32
H. Instrumen Penelitian ............................................................................... 32
I. Analisis Data .............................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 40
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Stroke menjadi penyebab utama kematian terbesar kedua di dunia

(Widyasari et al., 2022) dan penyebab utama terjadinya disabilitas diseluruh

dunia (Ranford et al., 2019). Jumlah kejadian stroke baru secara global telah

meningkat sebesar 76% dari 6,8 juta kejadian baru pada tahun 1990 menjadi

11,9 juta kejadian baru pada tahun 2017. Sementara itu di Indonesia prevalensi

dan kejadian stroke nasional adalah 293,33 dan 2.097,22 per 100.000 orang

(Avan et al., 2019). Hal ini menjadikan stroke adalah salah satu penyebab

terbanyak kematian yaitu sekitar 192/100.000 penduduk (Wijaya et al., 2019).

Stroke secara klasik dicirikan sebagai defisit neurologis yang dikaitkan

dengan cedera fokal akut pada sistem saraf pusat (SSP) (Sacco et al., 2013)

yang terjadi secara tiba-tiba, dan berlangsung lebih dari 24 jam (atau

menyebabkan kematian), dan diduga berasal dari pembuluh darah (WHO,

2005). Hal ini merupakan akibat dari suplai oksigen dan nutrien ke otak yang

terganggu karena pembuluh darah tersumbat atau pecah (Mesiano, 2017).

Kemudian menyebabkan berbagai gejala kelumpuhan atau kelemahan pada

separuh tubuh secara tiba-tiba, kesulitan berbicara, wajah tidak seimbang,

kesulitan menelan, gangguan keseimbangan (Dharma, 2018) serta mengurangi

partisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (Rodriguez-Bailon et al.,

2022).
Salah satu tujuan utama rehabilitasi pasca stroke adalah memperoleh

kembali kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (Fujita et al.,

2021). Rehabilitasi pasien stroke sendiri bertujuan untuk mengurangi level

disabilitas dan ketergantungan pasien terhadap disabilitasnya, untuk

memperluas kemungkinan kemampuan yang dibutuhkan secara fungsional

adekuat terhadap situasi individu (WHO, 2013). Proses rehabilitasi pasca

stroke merupakan proses yang kompleks yang melibatkan banyak komponen

dan berbagai jenis profesi (Guidetti et al., 2022). Pada activities of daily living

(ADL) atau aktivitas kehidupan sehari-hari merupakan bagian intervensi dari

okupasi terapi yang rutin dilakukan pada rehabilitasi pasca stroke (WHO,

2013).

Activities of Daily Living (ADL) atau aktivitas kehidupan sehari-hari

bermakna perawatan pada diri sendiri dan memenuhi rutinitas harian. ADL

yang bermakna dan bertujuan untuk individu merupakan pilihan bersama-sama

dengan pasien memberikan motivasi untuk terlibat dalam sesi terapi dan latihan

yang mereka inginkan serta butuhkan untuk hidup mandiri (Govender & Kalra,

2007). ADL terdiri dari bathing, showering; toileting and toilet hygiene;

dressing; eating and swallowing; feeding; functional mobility; personal

hygiene and grooming; dan sexual activity (Boop et al., 2020). Limitasi atau

keterbatasan yang umum terjadi pada pasien stroke salah satunya adalah

toileting (WHO, 2013). Sementara itu toileting adalah aktivitas kehidupan

sehari-hari dasar yang dilakukan dan berkaitan dengan setiap orang (Clark &

Rugg, 2005).
Masalah toileting pada pasien pasca stroke merupakan masalah kesehatan

yang serius dan berkaitan dengan peningkatan resiko jatuh, depresi pasca

stroke, penurunan kualitas hidup (Kawakabe et al., 2018) serta kebosanan bagi

pasien pasca stroke (Kitamura et al., 2023). Ketergantungan pada aktivitas

toileting merupakan hal yang penting dan masalah yang dapat membuat stress

bagi caregiver (Kitamura et al., 2020). Oleh karena itu kemandirian pada

aktivitas toileting adalah tujuan penting untuk rehebilitasi pasien pasca stroke

(Kitamura et al., 2020).

Okupasi terapi sendiri merupakan profesi berfokus untuk membantu

individu mencapai kesehatan, wellbeing, dan partisipasi dalam kehidupannya

melalui engagement pada okupasi (Nilsen & Geller, 2015). Okupasi terapis

bekerja sama dengan pasien untuk menentukan prioritas masalah, cara

mengatasi dan menentukan solusinya (Rapolienė et al., 2018). Salah tujuan

okupasi terapi pada kasus stroke adalah meningkatkan kemampuan dalam

melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (Legg et al., 2017). Okupasi terapis

yang fokus meningkatkan aktivitas kehidupan sehari-hari dasar pada pasien

stroke dapat meningkatkan kinerja dan menurunkan resiko kemunduran pada

kemampuan tersebut (Woodson, 2014). Biasanya, okupasi terapi memulai

dengan melakukan asesmen dan intervensi pada fase awal rehabilitasi (Guidetti

et al, 2022).

Intervensi untuk meningkatkan kinerja ADL adalah komponen utama dari

terapi untuk pasien stroke. Pada dasarnya, tingkat kemandirian ADL

merupakan sebuah ukuran untuk kesuksesan proses rehabilitasi (Woodson,


2014). Task-oriented (TO) merupakan intervensi yang sangat individual,

client-centered, okupasi terapi, berbasis fungsional yang sesuai dengan prinsip

motor learning dan motor control. Tujuan dari pendekatan ini adalah

memampukan pasien stroke untuk melakukan tugas, aktivitas dan peran yang

mereka inginkan dan mereka butuhkan (Almhdawi, et al. 2016). Pendekatan

ini menunjukkan keefektifannya untuk meningkatkan kemampuan fungsional

motorik yang di butuhkan untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari

(Choi, 2022). Pada sebuah penelitian menunjukkan bahwa task oriented

approach memberikan dampak untuk meningkatkan fungsional. Pasien

mampu berpartisipasi secara mandiri pada aktivitas kehidupan sehari-harinya,

aktivitas bekerja dan bermain. Pasien mampu mengembalikan peran mereka

dalam kehidupan ( Tupsaundarya et al., 2023).

Berdasarkan uraian tersebut penelitian ini dimaksudkan untuk meneliti

tentang pengaruh pemberian task orinted approach terhadap peningkatan

aktivitas toilleting pasien pasca stroke.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah dijelaskan maka

permasalahan yang mempengaruhi seorang pasien stroke dalam mencapai

kemandiriannya selain bersumber dari limitasi dan keterbatasan fisik akibat

stroke juga dipengaruhi oleh metode pendekatan yang diberikan kepada pasien

agar mampu meningkatkan kinerja okupasi toilleting pasien pasca stroke

tersebut. Sehingga penulis mengangkat masalah yaitu pengaruh task oriented


approach terhadap kinerja okupasi toilleting pada pasien pasca stroke di RS.

Otak DR. Drs. Muhammad Hatta Bukittinggi.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka dapat dirumuskan masalah

penelitian yaitu “Apakah terdapat pengaruh task oriented approach terhadap

kinerja okupasi toilleting pada pasien pasca stroke di RS. Otak DR. Drs.

Muhammad Hatta Bukittinggi.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dalam penelitian ini untuk mengetahui pengaruh task

oriented approach terhadap kinerja okupasi toilleting pada pasien pasca

stroke di RS. Otak DR. Drs. Muhammad Hatta Bukittinggi.

2. Tujuan Khusus

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

a) Kinerja okupasi toilleting pasien berdasarkan karakteristik usia, jenis

kelamin, diagnosis, pendidikan dan onset penyakit pasien pasca stroke

di RS. Otak DR. Drs. Muhammad Hatta Bukittinggi.

b) Tingkat kemampuan kinerja okupasi toilleting pada pasien pasca stroke

di RS. Otak DR. Drs. Muhammad Hatta Bukittinggi sebelum dan

sesudah diberikan terapi TOA.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis.
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu dijadikan sebagai bahan untuk

memperkaya ilmu di bidang Okupasi Terapi mengenai pengaruh task

oriented approach terhadap kinerja okupasi toileting pada pasien pasca

stroke.

2. Manfaat Praktis

a) Okupasi Terapis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman oleh okupasi

terapis dalam intervensi pasien stroke terkait dengan penerapan task

oriented approach dalam meningkatkan kinerja okupasi toileting

pasien pasca stroke.

b) Bagi Pasien

Penelitian ini untuk mengetahui level kinerja okupasi toileting pasien

untuk meningkatkan kemampuan/ kemandirian pasien dalam area

kinerja okupasi toileting setelah menerapkan TOA.

c) Bagi Keluarga Pasien Stroke

Keluarga dapat menerapkan home program sesuai dengan arahan

okupasi terapis untuk kemajuan kemandirian pasien stroke.

d) Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan/ landasan untuk

penelitian selanjutnya dengan tema yang sama.

e) Bagi Peneliti
Menambah pengalaman peneliti dalam proses penelitian di lapangan

sekaligus menerapkan pendekatan TOA dalam intervensi okupasi

terapi pada kasus stroke.


BAB II

KAJIAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Stroke

a. Definisi

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018) Stroke

disebabkan kerusakan pada otak yang muncul mendadak, progresif dan

cepat akibat gangguan peredaran darah otak non traumatik. Gangguan

tersebut secara mendadak menimbulkan gejala antara lain kelumpuhan

sesisi wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas

(pelo), perubahan kesadaran, gangguan penglihatan. Stroke merupakan

penyakit yang disebabkan karena adanya penyumbatan pada pembuluh

darah di otak sehingga aliran darah dan oksigen ke otak terhambat bahkan

terhenti. Penyumbatan tersebut dapat membuat sistem syaraf yang terhenti

suplai darah dan oksigennya rusak bahkan mati sehingga organ tubuh yang

terkait dengan sistem syaraf tersebut akan sulit bahkan tidak bisa di

gerakkan (Faridah, 2018).

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa stroke adalah

gangguan fungsi otak akibat kekurangan atau terhentinya aliran darah

yang berdampak pada kerusakan otak yang dapat mengakibatkan

kelumpuhan sesisi anggota badan.


b.Etiologi

Perubahan gaya hidup (pola makan terlalu banyak gula, garam, dan

lemak) serta kurang beraktivitas adalah faktor risiko stroke. Faktor-faktor

tersebut meliputi faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko

yang dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah meliputi usia,

jenis kelamin, ras dan genetik. Sedangkan faktor risiko yang dapat diubah

diantarannya adalah hipertensi, merokok, obesitas, diabetes mellitus, tidak

menjalankan perilaku hidup sehat, tidak melakukan medical check up

secara rutin dan mengkonsumsi makanan yang mengandung banyak garam

(Wayunah & Saefulloh, 2017).

c. Gambaran klinis

Gejala Stroke muncul secara klinis sebagai defisit neurologis yang

mendadak. Gejalanya tergantung dengan daerah otak yang terkena dan

ditentukan oleh anatomi arteri yang terlibat. Gejala umum Stroke di

hemisphere kiri termasuk aphasia, hemiparesis kanan, hemianopia kanan.

Sedangkan pada hemisphere kanan termasuk hemispatial neglect kiri,

hemiparesis kiri dan hemianopia kiri. Mayoritas (90%) dari Stroke adalah

supratentorial. Pada Stroke infratentorial memiliki gejala tambahan seperti

displopia, kelumpuhan bulbar, disfagia, unilateral dysmetria dan

penurunan tingkat kesadaran (Musuka et al., 2015).

Secara umum problematika pasien pasca stroke diantaranya ialah

gangguan sensomotorik, gangguan kognitif/memori, gangguan psikiatrik

atau emosional. Gangguan sensomotorik pasien pasien pasca stroke


mengakibatkan gangguan keseimbangan termasuk kelemahan otot,

penurunan fleksibilitas jaringan lunak, serta gangguan kontrol motorik dan

sensorik. Fungsi yang hilang akibat gangguan kontrol motorik pada pasien

pasca stroke mengakibatkan hilangnya koordinasi, hilangnya kemampuan

merasakan keseimbangan tubuh dan postur (Gasq , 2014).

d.Prognosis

Prognosis pada pasien dengan Stroke iskemik akut ditentukan sesuai

lokasi dan ukuran pembuluh serebral yang tersumbat, tingkat aliran darah

kolateral, dan waktu untuk terapi reperfusi (Anderson et al., 2017).

e. Pencegahan Penyakit Stroke

Pencegahan stroke bertujuan untuk mengendalikan angka kematian

akibat stroke, memperkecil kemungkinan disabilitas akibat stroke serta

mencegah terjadinya stroke berulang. Menurut P2PTM Kemenkes RI

(2018) bentuk – bentuk upaya pencegahan stroke yang dapat dilakukan

diantaranya adalah:

1) Pencegahan Primer adalah pencegahan yang dilakukan pada orang

sehat atau kelompok berisiko yang belum terkena stroke untuk

mencegah kemungkinan terjadinya serangan stroke yang pertama,

dengan mengendalikan faktor risiko dan mendeteksi diri serangan

stroke. Hal ini dapat dilakukan dengan Peningkatan aktivitas fisik,

Penyediaan pangan sehat & percepatan perbaikan gizi , Peningkatan

pencegahan dan deteksi dini penyakit, Peningkatan kualitas


lingkungan, Peningkatan edukasi hidup sehat serta Peningkatan

perilaku hidup sehat

2) b. Pencegahan Sekunder Pencegahan Sekunder adalah pencegahan

yang dilakukan pada orang yang sudah mengalami serangan stroke,

agar tidak terjadi serangan stroke berulang yaitu dengan penambahan

obat pengencer darah. Disamping pengendalian faktor risiko lainnya,

individu pasca stroke tetap secara rutin dan teratur mengontrol faktor

risiko.

2. Task Oriented Approach

a. Pengertian Task Oriented Approach

Task Oriented Approach (TOA) adalah salah satu jenis dari terapi

okupasi yang digunakan dalam proses pengembalian fungsi motorik

pada tubuh pasien penderita stroke. Pendekatan task oriented menurut

Bass- Haugen et all (2008) dan Mathiowets (2004) mempunyai

beberapa asumsi yaitu :

1) Tugas fungsional membantu mengatur perilaku motorik,

2) Kinerja kerja muncul dari interaksi berbagai sistem yang

membentuk karakteristik unik dari orang dan lingkungan,

3) Setelah kerusakan SSP atau perubahan lain dalam sistem pribadi

atau lingkungan, perubahan perilaku klien mencerminkan upaya

untuk mencapai tujuan fungsional,


4) Latihan dan eksperimen aktif dengan strategi yang bervariasi dan

dalam konteks yang bervariasi diperlukan untuk solusi yang

optimal.

TOA bertujuan untuk memungkinkan klien menemukan strategi

yang paling optimal dalam menjalankan functional performance.

Selama pasien latihan melakukan aktivitas fungsional ini, terapis dan

pasien mengidentifikasi parameter motor kontrol, yaitu komponen dari

motor task yang dapat meningkatkan atau menghambat functional

performance. Parameter kontrol dapat berkaitan dengan individu

(kekuatan, lingkup gerak, dan keterampilan), dengan lingkungan

(pencahayaan, ruang dan konteks), dan / atau dengan task (tingkat

kesulitan, durasi, dan alat) (Almhdawi ,2016).

b. Manfaat Task Oriented

Manfaat dari Task Oriented Approach adalah dengan menggunakan

aktivitas sebagai media terapi dalam rangka memulihkan kembali fungsi

fisik, meningkatkan ruang gerak sendi & kekuatan otot guna

menciptakan suatu kondisi tertentu sehingga pasien dapat

mengembangkan kemampuannya untuk dapat berhubungan dengan

orang lain dan masyarakat sekitarnya. Keterampilan motorik penderita

stroke diajarkan dengan memilih tugas-tugas fungsional kontekstual dan

cocok untuk pasien tersebut sehingga dapat mengembalikan fungsi

motorik secara optimal. TOA menggunakan objek nyata dan lingkungan

alam, fokus pada tugas yang bermakna dan tujuan fungsional sehingga
adaptasi aktivitas dan lingkungan dapat meningkatkan occupational

performance secara optimal (Mathiowetz & Bass-Haugen, 2008).

c. Prinsip Penanganan Task Oriented Approach

Task Oriented Approach berfokus pada klien, terapi okupasi,

intervensi fungsional dasar dengan pembelajaran motorik dan prinsip

kontrol motorik seperti pelatihan intensif motorik, praktik variabel dan

proses umpan balik. Praktik aktivitas fungsional yang intensif

(perawatan diri, kerja dan leisure) bertujuan memungkinkan klien untuk

menemukan peluang strategi dengan mengaktifkan kinerja fungsional

yang optimal. Task Oriented Approach memberikan pelatihan yang

intensif, bermakna, dan progresif dan memungkinkan untuk pasien

stroke meningkatkan kemampuan motorik dengan kegiatan fungsional

yang dinamis (Jonsdottir et al., 2010)

Task-oriented approach menekankan perolehan kembali

keterampilan motorik dan perbaikan defisit motorik pada pasien bukan

penggunaan strategi kompensasi untuk menyelesaikan tugas. Prinsip

pendekatan ini meliputi pemberian praktek tugas berbasis fungsi secara

berulang, meningkatkan kompleksitas tugas secara progresif dan

pemberian umpan balik/feedback akan memberikan efek yang positif

(Hsieh et al, 2017). TOA cukup bermanfaat dan hemat biaya intervensi

untuk rehabilitasi gait training dan keseimbangan bagi pasien stroke,

sementara akibatnya meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari

mereka (Kesidou et all, 2023).


d. Kontraindikasi Task Oriented Approach

Kontraindikasi dan hal-hal yang harus diwaspadai diantaranya

latihan tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat mengganggu proses

penyembuhan cedera, gerakan yang terkontrol dengan seksama dalam

batas-batas gerakan yang bebas nyeri selama fase awal penyembuhan

akan memperlihatkan manfaat terhadap penyembuhan dan pemulihan,

terdapatnya tanda-tanda terlalu banyak atau terdapat gerakan yang salah

termasuk meningkatnya rasa nyeri dan peradangan serta tidak boleh

dilakukan bila respon pasien atau kondisi yang membahayakan.

3. Kinerja Okupasi Toileting

Kinerja okupasi merupakan salah satu hasil akhir (result) dari proses

terapi okupasi yang digunakan untuk menggambarkan kinerja pekerjaan

yang dapat dicapai pasien melalui prosedur terapi okupasi (AOTA, 2020).

Salah satu kinerja Okupasi Terapi yaitu toileting, toileting adalah suatu

aktivitas transfer menuju ke toilet dan aktivitas yang dilakukan di dalam

toilet. Aktivitas yang dapat dilakukan di toilet diantaranya buang air besar

dan kecil, membersihkan toilet dan membersihkan diri. Toileting disability

adalah kesulitan yang dialami oleh seseorang dalam melakukan aktivitas

toileting sehingga individu tersebut membutuhkan alat atau sesorang lain

untuk membantunya dalam melakukan aktivitas toileting (Garvey, 2015).

4. Toileting pada Stroke

Beberapa orang kesulitan dalam melakukan toileting seperti saat stand

up (duduk ke berdiri), meletakkan satu atau dua langkah pada dataran yang
lebih tinggi, memutar tubuh, dan duduk atau jongkok. Saat melakukan

toileting individu akan berusaha untuk dapat mandiri baik di rumah maupun

di tempat lain. Pasien pasca Stroke sering mengalami beberapa masalah saat

toileting yaitu ketidakmampuan untuk berdiri dan jongkok, mobilitas,

memakai dan melepas celana, dan cebok. Permasalahan tersebut disebabkan

karena kelumpuhan atau lemas pada sisi tubuh yang terkena. Kelumpuhan

tersebut diakibatkan karena adanya perubahan tonus otot abnormal yang

ditandai dengan penurunan atau peningkatan tonus otot. Sehingga pasien

pasca Stroke mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas toileting.

Dalam aktivitas toileting tidak terlepas dari kemampuan keseimbangan

penderita stroke. Keseimbangan memerlukan koordinasi dari tiga sistem

yaitu nervous system yang meliputi sistem sensoris (visual, vestibular, dan

somatosensoris), musculoskeletal system (postural alligment dan

fleksibilitas otot) dan contextual system (lingkungan, efek gravitasi, tekanan

pada tubuh dan gerakan) untuk dapat bergerak dengan seimbang, tetapi pada

seorang pasien pasca stroke sistem sensoris dan muskuloskeletal akan

mengalami penurunan, seiring bertambahnya usia akibat proses degenerasi,

dimana kemampuan dalam proses input visual, vestibular, proprioseptif,

sensasi, kekuatan otot dan lingkup gerak sendi akan menurun, sehingga

aktivitas kegiatan sehari hari mereka terganggu.

Keseimbangan juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti, usia, motivasi,

kognisi, lingkungan, kelelahan, pengaruh obat dan pengalaman terdahulu

(Sari, 2015). Syarat yang harus dilakukan oleh seseorang untuk dapat
melakukan toileting secara mandiri adalah dapat melakukan transfer atau

berjalan secara mandiri, mampu melakukan dan mempertahankan posisi

fleksi knee, mampu mempertahankan keseimbangan tubuh atau postural

control yang dinamis pada saat menggerakkan tubuh dan kemampuan untuk

mengadaptasi perubahan lingkungan serta mempertahankan endurance

ketika melakukan aktivitas toileting dengan cara duduk ataupun jongkok.

Toileting merupakan ketrampilan yang kompleks pada setiap orang dimana

membutuhkan kematangan area motor dan kognitif serta kesiapan

emosional. Toileting juga menggabungkan pemahaman sensasi tubuh

dengan komunikasi, perencanaan gerakan motorik, dan kinerja tugas yang

tepat waktu ( Noble, 2001).

Analisis kinerja okupasi pasien secara umum meliputi satu atau lebih hal

berikut ini antara lain mengumpulkan informasi dari occupational profile

pasien untuk menentukan okupasi spesifik sesuai konteksnya, melengkapi

analisis aktivitas atau okupasi pasien untuk mengidentifikasi tuntutan

okupasi dan aktivitas pada pasien, memilih dan menggunakan penilaian

khusus untuk mengukur kualitas performance pasien atau defisit

performance saat menyelesaikan pekerjaan atau aktivitas yang berhubungan

dengan okupasi yang diinginkan dengan mencatat efektivitas performance

skills, menggunakan penilaian khusus untuk mengukur faktor klien yang

mempengaruhi performance skills dan performance pattern, Memilih dan

mengelola penilaian (assessment) untuk mengidentifikasi dan mengukur


secara lebih spesifik konteks pasien dan dampaknya terhadap kinerja

okupasi dalam konteks ini adalah toileting (AOTA, 2020).

B. Penelitian Yang Relevan

Berikut ini beberapa penelitian terkait yang sudah pernah dilakukan

sebelumnya oleh peneliti lain diantaranya sebagai berikut:

1. Dalam penelitian disertasi yang dilakukan oleh Khader Al Mahdawi yang

berjudul “Effects of Occupational Therapy Task Oriented Approach Post-

Stroke Rehabilitation” yang diterbitkan Agustus 2011 menjelaskan bahwa

penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek fungsional dan gangguan

dari pendekatan TOA dan untuk menyempurnakan protokol

pengobatannya. Dua puluh peserta dengan stroke tiga bulan atau lebih yang

mampu melakukan gerakan aktif pada ekstremitas tangan yang terpengaruh

minimal setidaknya 10 ° fleksi bahu dan abduksi dan fleksi- ekstensi siku

dan menjadi sukarelawan untuk penelitian ini. Peserta diacak menjadi dua

kelompok. Kelompok langsung mendapat 3 jam terapi okupasi dengan TOA

per minggu selama enam minggu dan kemudian mendapat enam minggu

tanpa kontrol terapi, sementara kelompok intervensi tertunda menjalani

urutan terbalik. Peserta dievaluasi sebelum fase pertama, setelah fase

pertama, dan setelah fase kedua oleh evaluator yang terlatih. Skor

perubahan terapi dari kedua kelompok dibandingkan dengan kontrol.

Hasilnya mendukung superioritas fungsional seperti yang ditunjukkan oleh

perubahan signifikan dan bermakna secara klinis dalam Canadian

Occupational Performance Measure (COPM), Motor Activity Log (MAL),


dan skala waktu Wolf Motor Function Test (WMFT). Berdasarkan hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa pendekatan TOA adalah pendekatan

rehabilitasi paska stroke untuk ekstremitas atas yang efektif dalam

meningkatkan kemampuan fungsional pasien. Studi lebih lanjut diperlukan

untuk memberikan lebih banyak bukti untuk pendekatan ini dan untuk

menjelaskan lebih banyak kemampuan terapeutiknya dengan tingkat

keparahan dan kronisitas stroke yang berbeda.

2. Kawanabe, E., Suzuki, M., Tanaka, S., Sasaki, S., & Hamaguchi, T. (2018).

Impairment in toileting behavior after a stroke. Geriatrics & Gerontology

International, 18(8), 1166-1172. Penelitian ini menjelaskan bahwa

ketergantungan untuk aktivitas toileting adalah aspek yang paling

bermasalah bagi pasien setelah stroke. Metode penelitian melakukan studi

korelasi cross-sectional, termasuk 107 pasien rawat inap dewasa, dirawat di

rumah sakit karena stroke. Kami menilai komponen aktivitas toileting, serta

mengevaluasi gangguan fisik menggunakan Penilaian Fugl-Meyer,

gangguan keseimbangan menggunakan Skala Saldo Berg, gangguan

kognitif menggunakan Pemeriksaan Keadaan Mental Mini dan ada tidaknya

pengabaian spasial unilateral atau afasia . Hasil penelitian menunjukkan

bahwa skor total yang diperlukan untuk mendapatkan respon sebesar 50%

dari nilai maksimal untuk komponen wajib toileting berkisar antara 2,691

dan 34,962 poin, untuk komponen “memakai celana” dan “memotong tisu

toilet” . Dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa skor Berg Balance

Scale merupakan prediktor yang signifikan untuk aktivitas komponen


toileting. Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa komponen toileting yang

paling mudah dilakukan adalah memotong tisu toilet, dan yang paling sulit

adalah memakai celana. Gangguan keseimbangan adalah prediktor

independen dari toileting independen setelah stroke. Penilaian toileting

yang terperinci ini memungkinkan peneliti untuk mendokumentasikan

komponen toileting yang paling sulit, dan untuk menilai keterampilan

motorik dan proses yang diperlukan untuk toileting mandiri.

3. Koike, Y., Sumigawa, K., Koeda, S., Shiina, M., Fukushi, H., Tsuji, T., ...

& Tsushima, H. (2015). Approaches for improving the toileting problems

of hemiplegic stroke patients with poor standing balance. Journal of

Physical Therapy Science, 27(3), 877-881. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengevaluasi sisa fungsi dinamis dan statis dalam posisi duduk

pasien stroke hemiplegia yang membutuhkan bantuan untuk menarik

pakaian bawah mereka ke atas dan ke bawah selama buang air. Metode

penelitian ini mengumpulkan data tentang kelumpuhan motorik pasien,

kapasitas sensorik, kekuatan otot ekstremitas bawah, kontrol batang tubuh,

kemampuan berguling dan duduk dari posisi berbaring, keseimbangan

duduk, dan kemampuan menarik pakaian bagian bawah ke atas dan ke

bawah. peneliti membandingkan 2 kelompok: mereka yang mampu menarik

pakaian bawah ke atas dan ke bawah secara mandiri sambil berdiri

(“kelompok mandiri”), dan mereka yang tidak mampu melakukannya

(“kelompok tidak mandiri”). Hasil dari penelitian ini tidak ada perbedaan

yang signifikan dari kelompok independen dalam keseimbangan duduk


statis dan dinamis. peneliti menyimpulkan bahwa, untuk memungkinkan

pasien hemiplegia dengan keseimbangan berdiri yang buruk untuk menarik

pakaian bawah mereka ke atas dan ke bawah, manuver ini perlu dilakukan

dalam posisi duduk, bukan posisi berdiri, atau mengembangkan pakaian

yang lebih mudah pakai.

4. Katharine Preissner di dalam The American Journal of Occupational

Therapy, 2010, Vol. 64(5), 727–734 yang berjudul “Use of the Occupational

Therapy Task-Oriented Approach to Optimize the Motor Performance of a

Client With Cognitive Limitations” menjelaskan bahwa penggunaan Terapi

Okupasi Task Oriented Approach / TOA terhadap klien dengan

keterbatasan kinerja / limitasi pada occupational performance setelah

mengalami stroke. Terapi Okupasi dengan TOA sering disarankan sebagai

intervensi neurorehabilitasi pilihan untuk meningkatkan kinerja okupasi

dengan mengoptimalkan perilaku motorik. Salah satu kelemahan dari

pendekatan ini adalah mungkin tidak tepat atau memiliki aplikasi terbatas

untuk klien dengan defisit kognitif. Laporan kasus ini menunjukkan

bagaimana seorang terapis okupasi yang bekerja dalam penanganan

rehabilitasi rawat inap menggunakan kerangka evaluasi TOA dan prinsip-

prinsip pengobatan yang dijelaskan oleh Mathiowetz (2004) dengan

seseorang dengan keterbatasan kognitif yang signifikan

5. Jurnal yang disusun oleh Richardson, Vincent, et al pada 1 Juni 2015

berjudul “Development and Evaluation of Self-Management and Task

Oriented Approach to Rehabilitation Training (START) in the Home: Case


Report” menjelaskan bahwa pemakaian program START dalam intervensi

pasien di rumah (Home program) lebih mudah diterapkan pada pasien yang

termotivasi dan memiliki gangguan kognitif minimal. Hal ini dilihat dari

perkembangan siklus KTA (knowledge-to-action cycle) yang digunakan

untuk mengembangkan dan mengevaluasi sebuah pendekatan rehabilitasi

berbasis bukti di rumah lewat program START yang menggabungkan

manajemen diri dan TOA (Task Oriented Approach) pada orang stroke.

C. KERANGKA TEORI

Pasien Pasca stroke

- Defisit Motorik
- Defisit Sensorik
- Gangguan Gangguan pada ADL
Emosional
- Defisit Kognitif

- Usia Gangguan toileting - TOA


- Jenis - Mirror
Kelamin Therapy
- Jenis - CIMT
disabilitas - Ketergantungan - Bimanual
- Penurunan Training
Kualitas Hidup
D. KERANGKA BERPIKIR

Pasien Pasca Stroke

Gangguan ADL

Pemeriksaan COPM Pemeriksaan TTAF

Gangguan Toileting

Penerapan TOA

Peningkatan Fungsi

E. HIPOTESIS

Hipotesis pada penelitian ini yaitu terdapat pengaruh yang signifikan task

oriented approach terhadap kemampuan toileting pada pasien pasca stroke di RS

Otak Drs. Muhammad Hatta Bukitinggi.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan metode penelitian

pre-eksperimen menggunakan desain one grup pre-test post-test design. Desain

penelitian ini membandingkan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi.

Penelitian ini dilakukan untuk melihat menguji hubungan antara suatu sebab

(cause) dengan akibat (effect) dimana penelitian ini untuk mengetahui pengaruh

task oriented approach terhadap kinerja okupasi toiletting pasien stroke di RS Otak

Dr. Muh. Hatta Bukittinggi.

B. Desain Penelitian

Pada penelitian ini, penulis melakukan penelitian kuantitatif dengan

menggunakan metode pre-eksperimental design tipe one group pretest-posttest (tes

awal tes akhir kelompok tunggal). Gay dalam Sinambela (2014) mengatakan bahwa

one group pretest-posttest design adalah desain penelitian yang dilakukan prauji

sebelum diberi perlakuan dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih

akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan setelah diberi perlakuan.

Penggunaan desain ini disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai, yaitu untuk

mengetahui pengaruh task oriented approach terhadap Kinerja okupasi toileting

pada pasien pasca stroke di RS. Otak Dr.DRS.Muhammad Hatta Bukittinggi,

Sumbar.

Rancangan one group pretest-posttest design ini terdiri atas satu kelompok

yang telah ditentukan. Di dalam rancangan ini dilakukan tes sebanyak dua kali,
yaitu sebelum diberi perlakuan disebut pre-test dan sesudah perlakuan disebut post-

test. Adapun pola penelitian metode one group pretest-posttest design menurut

Suprapto (2017) sebagai berikut:

O1 = Prauji (sebelum perlakuan)

O2= Pascauji (setelah diberi perlakuan)

O1 X O2 X = Task Oriented Approach

Pada design ini tes yang dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum dan

sesudah diberikan perlakuan TOA. Tes yang dilakukan sebelum mendapatkan

perlakuan disebut pre-test. Pre-test diberikan pada pasien stroke (O1). Setelah

dilakukan pre-test, penulis memberikan perlakuan berupa TOA (X), pada tahap

akhir penulis memberikan post-test (O2).

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah objek atau subjek yang memiliki

kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Siyoto & Sodik, 2015). Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh pasien stroke yang mendapatkan

penanganan Okupasi Terapi RS. Otak Dr.DRS.Muhammad Hatta

Bukittinggi, Sumbar pada bulan Juli 2023 hingga Agustus 2023

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi. Pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan metode


purposive sampling yaitu peneliti menentukan sampel berdasarkan

pertimbangan tertentu atau seleksi khusus (Siyoto & Sodik, 2015). Sampel

yang digunakan pada penelitian ini adalah pasien stroke yang seluruh pasien

stroke yang mendapatkan penanganan Okupasi Terapi dan sesuai dengan

kriteria inklusi yang sudah ditetapkan oleh peneliti. Kriteria inklusi pada

penelitian ini adalah :

a. Bersedia menjadi subjek penelitian dengan mengisi inform consent

b. Mampu berkomunikasi atau memahami instruksi

c. Tidak mengalami gangguan pendengaran

d. Tidak memiliki gangguan kognitif berat/ sedang, diperiksa menggunakan

blangko Mini Mental State Examination (MMSE) dengan skor minimal

21/16

e. Mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas toileting pasca stroke.

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah objek penelitian yang menjadi titik perhatian

suatu penelitian (Siyoto & Sodik, 2015).Pada penelitian ini terdapat dua variabel

yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

1. Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab timbulnya variabel terikat (Siyoto & Sodik, 2015). Variabel bebas

pada penelitian ini adalah task oriented approach.

2. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi karena adanya

variabel bebas (Siyoto & Sodik, 2015). Variabel terikat pada penelitian ini

adalah kinerja okupasi toileting pasien pasca stroke.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah teknik yang digunakan untuk memperoleh dan

mengumpulkan data yang dijadikan sebagai subjek penelitian. Data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data

yang langsung diperoleh dari sumber data atau objek penelitian (Nofianti &

Qomariah, 2017). Teknik pengumpulan data primer dalam penelitian ini adalah

wawancara semi-terstruktur menggunakan COPM dan Toileting Tasks Assessment

Form (TTAF). Wawancara merupakan salah satu pengumpulan data yang

dilakukan secara tatap muka antara peneliti dan responden (Abdullah, 2015).

Sedangkan data sekunder diperoleh dari Electronic Medical Record (ERM) saat

kunjungan rumah sakit. Data Sekunder menurut Sugiyono (2016: 225) merupakan

sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data,

misalnya melalui orang lain atau lewat dokumen. Sumber data sekunder merupakan

sumber data pelengkap yang berfungsi melengkapi data yang diperlukan data

primer.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan dari masing-masing variabel

penelitian yang digunakan sebagai petunjuk tentang bagaimana cara mengukur

suatu variabel (Siyoto & Sodik, 2015).


Tabel 3. 1 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Skala


Penguk
uran

Task Blangko Rasio


Oriented Observasi
Approach Pendekatan dengan Toileting
fokus memberikan
tugas-tugas yang
bermakna dan tujuan
fungsional bagi pasien
yang dilakukan oleh
pasien pasca stroke.
Setiap intervensi
diberikan dengan
waktu 20-30 menit
selama 8 kali sesi terapi
di ruang rawat jalan
unit okupasi terapi dan
rawat inap RS.Otak Dr.
Drs. Muhammad Hatta
Bukittinggi.

TToil
Kinerja Merupakan
okupasi gambaran eting Tasks Interval
toileting kemampuan/
kemandirian Assessment
optimal yang dapat
Form
dicapai oleh pasien
pasca stroke dalam (TTAF)
melakukan
aktivitas toileting
(mobilitas berdiri
dan jongkok,
memakai dan
melepas celana, dan
cebok) sesuai
keinginan dan
harapan pasien
sebelum dan
sesudah diberikan
terapi okupasi.
Kinerja okupasi
toileting diukur
dengan
menggunakan
instrumen COPM
terhadap pasien
pasca stroke di
ruang rawat jalan
unit okupasi terapi
dan rawat inap
RS.Otak Dr. Drs.
Muhammad Hatta
Bukittinggi.
Penilaian dilakukan
di awal dan di akhir
proses terapi
okupasi pada bulan
Juli-Agustus 2023
melalui wawancara
semi terstruktur
terhadap pasien
pasca stroke selama
15-20 menit.

Pas Semua pasien pasca - Nomina


ien stroke dengan l
Str kondisi mengalami
oke kesulitan toileting
di RS.Otak Dr. Drs.
Muhammad Hatta
Bukittinggi yang
bersedia menjadi
subjek penelitian
dengan mengisi
inform consent,
mampu
berkomunikasi atau
memahami
instruksi, tidak
mengalami
gangguan
pendengaran, dan
tidak memiliki
gangguan kognitif
berat/ sedang.

G. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RS.Otak Dr. Drs. Muhammad Hatta Bukittinggi pada

bulan Juli-Agustus 2023

H. Instrumen Penelitian

Menurut Sukmadinata (2010), Instrumen penelitian adalah berupa tes yang

bersifat mengukur, karena berisi pertanyaan atau pernyataan yang jawabannya

memiliki standart jawaban tertentu, benar salah maupun skala jawaban. Instrumen

yang berisi jawaban skala, berupa pertanyaan atau pernyataan yang jawabannya

berbentuk skala deskriptif atau skala garis. Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu menggunakan pemeriksaan COPM dan Toileting Tasks

Assessment Form (TTAF).

1. The Canadian Occupational Performance Measurement (COPM)

COPM dibuat di Kanada pada tahun 1991 oleh Law M, Baptiste S, Carswell A,
McColl MA, Polatajko HJ, Pollock N sebagai ukuran hasil kinerja okupasional

dalam kehidupan sehari-hari dari waktu ke waktu, sebagai bagian dari proyek yang

ditugaskan oleh National Health Research Program Pengembangan dan Yayasan

Terapi Okupasi Kanada. Hal ini didasarkan pada evaluasi diri terhadap kinerja dan

kepuasan klien, yang dilakukan dengan dukungan dari terapis.

Alat ini memungkinkan klien untuk mengidentifikasi apa yang berarti bagi

mereka untuk dikerjakan. Ini mendorong kesadaran diri, penetapan tujuan yang

terfokus, dan refleksi diri. Ini berfokus pada persepsi seseorang tentang kinerja

mereka dan seberapa puas mereka daripada mengukur peningkatan fungsi. Ini dapat

mendukung membangun hubungan terapeutik, mengatur prioritas klien dan

memotivasi mereka untuk bekerja menuju tujuan mereka sendiri.

a. Tujuan alat

COPM adalah ukuran individual, dikelola oleh wawancara semi-terstruktur

dengan terapis untuk: mengidentifikasi masalah performance okupasional

yang berkaitan tentang perawatan diri, produktivitas dan waktu luang,

membantu penetapan tujuan, mengukur kebutuhan dalam performance

okupasional partisipasi pasien di okupasi terapi.

b. Penggunaan Instrumen

1) OT melakukan wawancara kepada klien untuk menanyakan problem yang

berkaitan dengan okupasi.

a) AKS

i. Perawatan diri

ii. Mobilitas fungsional


iii. Manajemen komunitas

b) PRODUKTIVITAS

i. Kerja

ii. Pengelolaan rumah

iii. Bermain

c) PEMANFAATAN WAKTU LUANG

i. Rekreasi Pasif

ii. Rekreasi Aktif

iii. Sosialisasi

2) OT menanyakan kepada klien jika klien memerlukan untuk melakukan,

ingin melakukan atau diharapkan untuk melakukan.

3) Jika klien menjawab “ya” maka klien ditanya apakah klien mampu

melakukan dan merasa puas dengan kinerjanya.

4) Ketika klien mampu mengidentifikasi kebutuhan sekaligus

ketidakmampuan melakukan maka kondisi tersebut disebut sebagai

masalah.

5) OT kemudian mengeksplor area kinerja spesifik sebagai penyebab

kesulitan.

6) Jika klien tidak mampu mengidentifikasi kebutuhan atau harapan untuk

melakukan aktivitas maka kondisi tersebut bukan masalah bagi klien.

7) Berdasarkan penentuan “skala derajat kepentingan”dari tahap ke dua klien

diminta menentukan 5 masalah yang segera diatasi.


8) Klien kemudian diminta menentukan skor penilaian kinerja dan kepuasan

menggunakan skala 1-10.

9) Penilaian kinerja dan kepuasan kemudian derjat kepentingan dikalikan

dengan derajat kinerja dan derajat kepentingan dikalikan dengan derajat

kepuasan

c. Penilaian

Menilai kinerja setiap aktivitas menggunakan skala 10 poin, pilih lima

masalah teratas yang paling penting bagi individu, mengevaluasi sendiri

kinerja dan kepuasan mereka saat ini dengan kinerja saat ini menggunakan

skala 10 poin, memperoleh data hasil melalui pelaksanaan kembali wawancara

setelah interval yang tepat dan menganalisis perubahan skor dari waktu ke

waktu.

Masalah okupasi teridentifikasi kemudian klien ditanya untuk menentukan

seberapa penting aktivitas pada skala1-10. Penilaian derajat penting tidaknya

aktivitas berfungsi sebagai factor penilaian penentuan skor kinerja dan

kepuasan.

COPM dirancang untuk digunakan oleh terapis okupasi tetapi dapat

disesuaikan untuk digunakan dalam disiplin apa pun. Ini adalah ukuran hasil

laporan diri untuk digunakan dengan klien yang memiliki kemampuan kognitif

untuk terlibat dengan mengidentifikasi area yang mereka alami kesulitan dan

untuk menilai kinerja mereka dan seberapa penting aktivitas itu bagi

mereka. Ini membuatnya paling cocok untuk klien dengan ketidakmampuan

belajar ringan hingga sedang. Ini tidak cocok untuk klien dengan
ketidakmampuan belajar yang mendalam dan multipel.

Alat ini dapat diselesaikan oleh tim multidisiplin, dengan klien dan beberapa

pengasuh atau staf untuk mendapatkan berbagai pandangan dan perspektif.

Catatan tentang penggunaan:

Untuk klien dengan kesulitan komunikasi, proses kuesioner dan wawancara

dapat dengan mudah disesuaikan untuk meningkatkan keterlibatan namun tetap

valid. Misalnya, terapis mungkin beradaptasi skala ke 1-5 dan/atau gunakan

simbol/wajah, kata-kata untuk meningkatkan pemahaman. gaya wawancara

mereka menjadi lebih mendukung.

Meskipun informasi yang menyertai alat tersebut menunjukkan bahwa itu

dapat digunakan sebagai formulir laporan pengasuh atas nama klien yang

kurang mampu untuk terlibat dengannya, menggunakannya dengan cara ini

dapat merusak praktik yang berpusat pada klien.

2. Toileting Tasks Assessment Form (TTAF)

TTAF adalah alat yang digunakan untuk mengevaluasi aktivitas toileting pasien

yang mengalami stroke hemiparetic dan menggunakan kursi roda. Dalam TTAF,

subtugas toileting diklasifikasikan menjadi 24 item. Formulir ini terutama

dirancang untuk mengevaluasi transfer pivot squat/berdiri, yang merupakan jenis

transfer yang paling umum untuk pasien dengan hemiparesis. Namun demikian,

TTAF dapat digunakan untuk berbagai jenis transfer lainnya, seperti transfer papan

luncur, atau bahkan untuk pasien yang berjalan dengan menskor item yang tidak

diperlukan untuk transfer sebagai N (tidak berlaku). Validitas dan realibiitas TTAF

yang telah dilakukan okupasi terapi di jepang oleh kitamura shin, dkk membuktikan
bahwa TTAF memiliki reliabilitas dan validitas yang relatif tinggi.

a. Metode Penggunaan

Setiap subtugas TTAF dinilai sebagai berikut:

A, independen (peserta dapat menyelesaikan tugas tanpa intervensi dari

terapis);

B, membutuhkan pengawasan atau bantuan verbal (peserta mampu

menyelesaikan tugas dengan pengawasan atau bantuan verbal dari terapis);

C, membutuhkan bantuan (terapis perlu membantu peserta secara fisik atau

memanipulasi peralatan agar mereka dapat menyelesaikan tugas seperti

mengerem kursi roda, memindahkan kursi roda ke posisi yang sesuai, atau

menekan tombol siram); dan N, tidak berlaku (peserta tidak perlu

melakukan tugas; misalnya, tugas “melepaskan kaki dari sandaran kaki dan

meletakkannya di tanah” hanya berlaku untuk kursi roda dengan sandaran

kaki).

Untuk analisis statistik, sistem penilaian numerik berikut untuk TTAF

digunakan: A, 3 poin; B, 2 poin; dan C, 1 poin.. Skor rata-rata dihitung

dengan membagi skor total dengan jumlah item (tidak termasuk item yang

ditandai sebagai N [tidak berlaku]).

I. Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisa univariat ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik masing – masing variabel yang diteliti. Data ini merupakan data

yang dikumpulkan melalui pengisian instrumen pada sampel penelitian. Data


pada penelitian ini akan diolah dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, yang

bertujuan untuk mengetahui pengaruh task oriented approach terhadap kinerja

okupasi toileting pada pasien stroke di RS.Otak Dr. Drs. Muhammad Hatta

Bukittinggi

2. Analisis bivariat.

Analisis bivariat merupakan analisis data yang digunakan untuk

mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Analisis

bivariat pada penelitian ini untuk mengetahui pengaruh task oriented approach

terhadap kinerja okupasi toileting pada pasien stroke di Analisis bivariat.

Analisis bivariat merupakan analisis data yang digunakan untuk

mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Analisis

bivariat pada penelitian ini untuk mengetahui pengaruh task oriented approach

terhadap kinerja okupasi toileting pada pasien stroke di RS.Otak Dr. Drs.

Muhammad Hatta Bukittinggi. Analisis data dilakukan dengan program SPSS

menggunakan uji hipotesis komparatif numerik berpasangan dua kali

pengukuran.

Data yang diperoleh dari proses dan hasil pembelajaran dianalisis secara

kuantitatif. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang

diambil dalam penelitian berdistribusi normal atau tidak.Ada beberapa uji

normalitas data antara lain uji Liliefors, uji Chi-kuadrat, uji Kolmogorov

smirnov dan lain sebagainya. Uji Liliefors merupakan salah satu uji yang
sering digunakan untuk menguji kenormalan data. Dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

1) Hipotesis :

H0 : Sampel berasal dari populasi yang bedistribusi normal H1 :

Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal

2) Taraf Signifikansi (α) = 0,05

3) Statistik uji

Pada Tests of Normality nilai significancy untuk selisih skor adalah

>0,05 sehingga dapat disimpulkan distribusi data adalah normal.

b. Transformasi data menjadi data dengan distribusi normal.

Transformasi data merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan

untuk merubah skala data ke dalam bentuk lain sehingga data memiliki

distribusi normal.
DAFTAR PUSTAKA

Al Mahdawi, K. A., Mathiowetz, V. G., White, M., & delMas, R. C. (2016).

Efficacy of occupational therapy task-oriented approach in upper

extremity post-stroke rehabilitation. Occupational therapy international,

23(4), 444–456. https://doi.org/10.1002/oti.1447

American Occupational Therapy Association. (2020). Occupational therapy

practice framework: Domain and process (4th ed.). American Journal of

Occupational Therapy, 74 (Suppl.2), 7412410010. https://doi.

org/10.5014/ajot.2020.74S2001

Anderson, C. S., Arima, H., Lavados, P., Billot, L., Hackett, M. L., Olavarría, V.

V., & Song, L. (2017). Cluster-randomized, crossover trial of head

positioning in acute stroke. New England Journal of Medicine, 376(25),

2437-2447. doi: 10.1056/NEJMoa1615715

Bailey, R. R., & Stevenson, J. L. (2021). How Adults With Stroke Conceptualize

Physical Activity: An Exploratory Qualitative Study. The American

Journal of Occupational Therapy, 75(2).

https://doi.org/10.5014/ajot.2021.041780

Bass, H., Mathiowetz, & Flinn. ( 2008). The task-oriented approach is an evidence-

based approach to motor

recovery.https://www.researchgate.net/publication/236585234_A_Task_

Oriented_Approach_to_Upper_Extremity_Rehabilitation_in_a_Developi

ng_Countr
Choi, Wonho. 2022. "The Effect of Task-Oriented Training on Upper-Limb

Function, Visual Perception, and Activities of Daily Living in Acute

Stroke Patients: A Pilot Study" International Journal of Environmental

Research and Public Health 19, no. 6: 3186.

https://doi.org/10.3390/ijerph19063186

Dharma, K. K. (2018). Pemberdayaan Keluarga untuk Mengoptimalkan Kualitas

Hidup Pasien Paska Stroke. Yogyakarta: Penerbit Deepublish.

https://books.google.co.id/

Faridah, U., Sukarmin, Kuati, S. (2018). Pengaruh ROM Exercise Bola Karet

Terhadap Kekuatan Otot Genggam Pasien Stroke di RSUD RAA

Soewondo Pati. Indonesia Jurnal Perawat, 3(1), 36-43.

http://dx.doi.org/10.26751/ijp.v3i1.633

Fisher, A., & Short-De-Graff, M. (1993). Nationally speaking: improving

functional assessment in occupational therapy; recommendation and

philoshopy for change. American Journal of Occupational Therapy. 47,

199-201. https://doi.org/10.5014/ajot.47.3.199

Fujita, T., Yamamoto, Y., Yamane, K., Ohira, Y., Otsuki, K., Sone, T., & Iokawa,

K. (2021). Interactions of cognitive and physical functions associated with

toilet independence in stroke patients. Journal of Stroke and

Cerebrovascular Diseases, 30(4), 105641.

https://doi.org/10.1016/j.jstrokecerebrovasdis.2021.105641

Garvey, K.A. (2015). Toileting : Making The Most Our Time in The Bathroom.

MiOTA Conference October 12, 2015.


Jonsdottir, J., Cattaneo, D., Recalcati, M., Regola, A., Rabuffetti, M., Ferrarin, M.,

& Casiraghi, A. (2010). Task-oriented biofeedback to improve gait in

individuals with chronic stroke: motor learning approach.

Neurorehabilitation and neural repair, 24(5), 478-485.

https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1177/1545968309355986

Karunia, E. (2016). Hubungan antara dukungan keluarga dengan kemandirian

activity of daily living pasca stroke. Jurnal Berkala Epidemiologi, 4(2),

213-224. e-journal.unair.ac.id

Kesidou, M., Besios, T., Paras, G., Chandolias, K., Kyriakatis, G. M., Kouvelioti,

V., & Stefas, E. (2023). Τhe effect of task oriented approach on gait of

hemiplegic patients: a case series study. International Journal, 10(1), 1.

Kemenskes Republik Indonesia. (2017). Kebijakan dan Strategi Pencegahan dan 63

Pengendalian Stroke di Indonesia.

http://www.p2ptm.kemkes.go.id/dokumenptm/kebijakan-dan-strategi-

pencegahan-dan-pengendalian-stroke-di-indonesiadr-lily-sriwahyuni

sulistyowati-

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Infodatin Pusat Data dan

Informasi Kementerian Kesehatan RI. Peningkatan Gaya Hidup Sehat

Dengan Perilaku 'Cerdik". https://pusdatin .kemkes.go.id

Kim, J. H., & Park, E. Y. (2014). Balance self-efficacy in relation to balance and

activities of daily living in community residents with stroke. Disability and

rehabilitation, 36(4), 295-299.

https://doi.org/10.3109/09638288.2013.790488
Kitamura, S., Otaka, Y., Murayama, Y., Ushizawa, K., Narita, Y., Nakatsukasa, N.,

... & Sakata, S. (2020). Reliability and validity of a new toileting

assessment form for patients with hemiparetic stroke. PM&R, 13(3), 289-

296.

Kitamura, S., Otaka, Y., Murayama, Y., Ushizawa, K., Narita, Y., Nakatsukasa, N.,

... & Sakata, S. (2023). Differences in the difficulty of subtasks comprising

the toileting task among patients with subacute stroke: A cohort study.

Journal of Stroke and Cerebrovascular Diseases, 32(4), 107030.

Koike, Y., Sumigawa, K., Koeda, S., Shiina, M., Fukushi, H., Tsuji, T., ... &

Tsushima, H. (2015). Approaches for improving the toileting problems of

hemiplegic stroke patients with poor standing balance. Journal of Physical

Therapy Science, 27(3), 877-881. https://doi.org/10.1589/jpts.27.877

Musuka, T. D., Wilton, S. B., Traboulsi, M., & Hill, M. D. (2015). Diagnosis and

management of acute ischemic stroke: speed is critical. Cmaj, 187(12),

887- 893. https://doi.org/10.1503/cmaj.140355

Noble, J. (2001).Textbook of primary care medicine, 3rd ed. St Louis, MO:Mosby

P2PTM Kementerian Kesehatan Indonesia. (2019). Direktorat Pencegahan Dan

Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jenderal Pencegahan

Dan Pengendalian Penyakit. Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit

Tidak Menular. http://www.p2ptm.kemkes.go.id/informasi-

p2ptm/stroke/page/2
P2PTM Kemenkes RI. (2018). Pencegahan Stroke - Primer.

http://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptn/stroke/page/9/pencegahan-

strokeprimer

Preissner, K. (2010). Use of the Occupational Therapy Task-Oriented Approach to

optimize the motor performance of a client with cognitive limitations. The

American journal of occupational therapy : official publication of the

American Occupational Therapy Association, 64(5), 727–734.

https://doi.org/10.5014/ajot.2010.08026

Radomski, M.V.,& Trombly, C.A. (2008). Occupational therapy for physical

dysfunction. 6th Edition, Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia

Tupsaundarya, V., Pai, A., Jaywant, S. (2023). Effect Of Occupational Therapy

Task Oriented Approach On Restoring Independence In Activities Of

Daily Living In Patients With Neurological Disorders: A Case Series.

IOSR Journal of Dental and Medical Sciences, Volume 22, Issue 3 Ser.1.

Anda mungkin juga menyukai