Anda di halaman 1dari 14

Wacana Potensi bencana

Berdasarkan pemaparan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pemerintah dan

masyrakat, terlihat beberapa wacana yang terlihat sebagai respon pemerintah dan masyarakat

terhadap potensi bencana, wacana tersebut kemudian dikelompokkan kedalam 2 (dua) bagian.

Seperti pada Tabel berikut.

PEMERINTAH
WACANA  

 EKSEKUTIF

Potensi bencana alam banjir,abrasai, tanah BUPATI


longsor
Potensi bencana pertambangan BUPATI
Lembaga swasta bersifat transaksional BUPATI
Pelaksana teknis pada perangkat daerah BAPPEDA
Forum pengurangan resiko bencana BPBD
Visi&misi Bupati BAPPEDA
kebijakan &strukur organisasi terpusat DLHD
Rotasi Jabatan/tidak efektif BPBD
Pembangunan pada sektor Ekonomi PUPR
Revisi RTRW  PUPR/BAPPEDA
Bantuan saat bencana terjadi KABAG HUKUM
Penggunaan anggaran tidak terduga untuk KABAG HUKUM
menanggulangi bencana
Fokus pada aspek penyelamatan korban BPBD
Legislatif

Fungsi Pengawasan KETUA KOMISI 3


Belum ada regulasi bencana KETUA KOMISI 3
Bencana merupakan kegagalan teknologi KETUA KOMISI 3
Potensi bencana alam sangat beragam KETUA KOMISI 3
Kebijakan

Penggunaan anggaran tidak terduga KEBIJAKAN DAERAH


(PERBUP NO. 23 THN. 2018)
Peraturan penyelenggaraan penanggulangan KEBIIJAKAN PUSAT
bencana
(PERBUP NO. 15 THN.2013)
Dari data diatas dapat dilihat respon wacana pemerintah yang terkait dengan isu

potensi bencana yang diperoleh melalui wawancara mendalam terhadap masing-masing

narasumber, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa respon sistem pemerintah terkait

potensi kebencanaan memperlihatkan kurangnya resonansi sistem pemerintah.

5.3. Resonansi Sistem Sosial Morowali

Sistem komunikasi pemerintah kabupaten Morowali dalam hal ini lembaga eksekituf

menunjukkan respon yang kurang terkait isu potensi bencana sebagai hal yang penting untuk

mendapatkan perhatian lebih, dari wawancara yang dilakukan dengan Bupati sebagai kepala

daerah menunjukkan aspek pemahaman bencana yang kurang dalam memahami hal tersrebut

sebagai sesuatu yang menghadirkan ancaman bagi kehidupan masyarakat Morowali,

sementara resonansi lembaga pemerintah dalam hal ini perangkat daerah, menunjukkan

besarnya resonansi sistem politik dalam merespon isu potensi kebencanaan yang ada, hal ini

dapat dilihat dari wawancara dengan BPBD yang menunjukkan kurang efektifnya

pembentukan Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) disebabkan seringnya dilakukan

pergantian pada orang-orang yang ada dalam struktur tugas yang menangani kerja sama antar

lembaga daerah terkait isu potensi bencana. Kerjasama antar lembaga pemerintah dalam

pembentukan RTRW kabupaten berjalan baik hal ini ditunjukkan oleh produk yang terbentuk

dalam Peta Rawan Bencana yang di keluarkan oleh Dinas PUPR kabupaten yang merevisi

Peta Rawan bencana yang sebelumnya, BAPPEDA merupakan lembaga pememrintah yang

memiliki tugas dan tanggung jawab dalam penjabaran Visi dan Misi Bupati dan Wakil Bupati

Morowali merespon isu potensi bencana dengan memperhatikan asepk bencana pada

program-program pembangunan pemerintah. Dinas lingkungan hidup daerah merespon

dengan cukup terbatas dalam revitalisasi sungai dan penanaman mangrove yang dilakukan

sendiri tanpa adanya kerjasama antar lembaga daerah. Sementara resonansi legislatif

ditunjukkan dengan respon politik yang kurang, dalam melakukan tugas dan fungsi utama
lembaga ini dimana terdapat tiga fungsi utama yaitu, legislasi, pengawasan, dan

penganggaran, hanya fungsi pengawasan yang berjalan, hal ini terkait dengan resonansi

sistem fungsi politik pada level yang lebih tinggi dan sangat besar terhadap aktifitas

eksploitasi sumberdaya alam di kabupaten Morowali, hal ini juga diilihat dari respon

kebijakan sebagai ekspresi politik pemerintah daerah bahwa kebijakan pada tingkat daerah

belum merespon secara langsung terhadap isu potensi bencana, resonansi kebijakan daerah

lebih kepada sistem fungsi ekonomi yang ditunjukkan dengan peraturan daerah terkait

penggunaan anggaran daerah.

Komunikasi yang terjadi dalam konteks tidak termediasi dalam sistem masyarakat

menunjukkan resonansi sistem fungsi agama terhadap isu kebencanaan sangat besar, hal ini

dapat dilihat dari hasil wawancancara yang dilakukan kepada beberapa orang narasumber

yang mengaitkan pemahaman kebencanaan dengan isu kepercayaan atau hal yang dianggap

mistis yang berimplikasi pada bagaimana masyarakat memahami dan berkomunikasi terkait

isu kebencanaan, segala potensi bencana yang ada di sandarkan pada tuhan semata, bencana

dipahami sebagai upaya penghukuman yang diberikan tuhan kepada umat manusia sebagai

bentuk dari konsekuensi manusia dalam berlaku dalam kehidupannya, hal ini dilihat dari data

wawancara yang diperoleh terkait pemahaman bencana masyarakat. Selain sistem fungsi

agama, sistem seni juga ikut merespon isu kebencanaan, hal ini dapat dilihat dari produk-

produk kebudayaan masyarakat yang termanifestasi dalam bentuk kesenian tradisional yang

hadir sebagai media pesan dalam menyampaikan nilai-nilai ketahanan bencana pada

masyarakat adat di kabupaten Morowali, dan peninggalan budaya yang mengalami perubahan

fungsi seiring berkembangnya kebudayaan masyarakat lokal.

Sistem komunikasi termediasi atau komunikasi yang terjadi pada sistem media di

kabupaten Morowali menunjukkan bagaimana respon media dalam menghadapi potensi

bencana yang ada menunjukkan resonansi terkait isu kebencanaan yang ditangkap oleh
media, media lokal baik cetak maupun online yang kurang peka melihat isu potensi

kebencanaan yang ada dan pada sisi lain memperlihakan besarnya resonansi sistem ekonomi

dan politik yang terlihat dari potret pemberitaan jurnalis lokal yang cenderung memotret

peristiwa yang terjadi dalam masyarakat lokal melalui konteks politik yang terkesan menjadi

corong juru bicara pemerintah terkait kebijakan dan program yang dikeluarkan dan

pengelolaan media lokal yang lebih cenderung kepada melihat kepada aspek modal atau

ekonomi yang dapat dihasilkan dalam produksi sebuah karya jurnalisme hal ini menunjukkan

penetrasi sistem ekonomi yang besar pada pengelolaan media lokal di kabupaten Morowali.

5.4. Resonansi Sistem Fungsi.

hasil penelitian resonansi sistem pemerintah dan masyarakat kabupaten Morowali terkait isu

potensi bencana alam, menunjukkan kapasitas resonansi yang dimiliki sistem terhadap

kompleksitas lingkungannnya. Dalam penelitian terkait komunikasi ekologi yang dilakukan,

deteksi resonansi juga menemukan resonansi sistem fungsi yang secara langsung memberi

dampak pada resonansi sistem pemerintah dan masyarakat,

Dalam isu potensi bencana di kabupaten Morowali, dari hasil penelitian yang dilakukan,

terlihat bagaimana kapasitas resonansi sistem fungsi turut mempengaruhi bagaimana sistem

pemerintah dan masyarakat dalam merespon isu tersebut, resonansi sistem fungsi meliputi

pemahaman pemerintah hingga pembuatan kebijakan dan program terkait isu potensi bencana

daerah, sementara pada masyarakat terlihat bahwa sistem fungsi yang beresonansi

memperlihatkan bagaimana komunikasi dalam masyarakat terkait dengan isu potensi

kebencanaan.

5.4.1. Resonansi Sistem Politik

Sistem politik mengklaim terkait posisinya yang cukup spsesial didalam masyarakat.

Masyarakat merupakan sistem yang terbentuk secara politik, hal ini telah dipahami sejak
zaman Plato dan Aristoteles. Sebagai kekuatan yang tugasnya adalah mengatur segala

sesuatunya, sistem politik bekerja terutama dengan menghilangkan batasan daya tariknya dan

menumbuhkan kembali harapan dan kekecewaan lalu terus berkembang, karena tema yang

terjadi dapat diubah dengan cepat.

Masuknya kajian ekologi dalam sistem fungsi politik memperkuat efek pengamatan dalam

sistem politik yang menyebabkan semakin jelasnya terkait berapa banyak yang harus dicapai

politik dan seberapa sedikit yang bisa dicapai, sistem politik akan terus-menerus mencoba

untuk melebarkan batasnya melalui pemerintahan yang berbeda, partai politik yang berbeda,

hingga kosntitusi yang berbeda dengan kode berkuasa/tidak berkuasa mencapai penutupan

mode operasinya sendiri dan keterbukaan terhadap lingkungan dan perubahan program

politik. Memegang atau tidak memegang jabatan dalam otoritas politik terutama yang

mengatur siapa yang memiliki pengaruh besar dalam politik serta berbagai hal menjadi sangat

penting. Namun , hal ini tidak berarti bahwa politik tidak berdaya terhadap keputusan yang

dianggap berasal dari negara terhadap semua aktivitas yang mengarah kepada keputusan yang

bersifat politis jika berusaha memengaruhi program, bentuk organisasi, jabatan, atau

keputusan bidang tertentu. Struktur jabatan negara berfungsi sebagai kode politik, bahkan

sebagai kode pemersatu seluruh politik. Hal ini turut mendefinisikan prinsip posisi di

parlemen, pemerintahan dan administrasi yang hanya dapat dipegang atau tidak dipegang.

Dalam melihat resonansi sistem politik terhadap isu kebencanaan di kabupaten Morowali.

sistem politik memperlihatkan resonansi lembaga eksekuitf yang dalam jabatan tertinggi

dipegang melalui jalur pemilihan umum oleh seorang bupati, yang kemudian

memperlihatkan masih kurangnya keputusan atau program daerah yang merespon kepada isu

potensi kebencanaan, ini menunjukkan kapasitas resonansi politik melalui keputusan dan

program politik lembaga eksekutif masih sangat terbatas kepada hal yang berada diluar

jangkauan isu potensi kebencanaan yang juga turut mempengaruhi organisasi perangkat
daerah yang berada dibawah kekuasaan lembaga eksekutif daerah. Badan Penanggulangan

Bencana Daerah (BPBD) kabupaten Morowali sebagai perangkat teknis dalam menangani isu

kebencanaan memperlihatkan respon terkait isu potensi bencana dengan membentuk forum

pengurangan resiko bencana yang turut berkoordinasi dengan 12 perangkat daerah dalam

lingkup pemerintahan kabupaten Morowali namun menjadi kurang efektif dikarenakan

seringnya terjadi rotasi jabatan dalam lingkup pemerintah daerah yang juga merupakan tanda

dari kurangnya respon yang dipengaruhi oleh resonansi sistem politik, organisasi perangkat

daerah seperti Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BAPPEDA),

Dinas Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat, dan Dinas Lingkungan Hidup Daerah

memperlihatkan respon terkait isu potensi kebencanaan yang cenderung berjalan masing-

masing yang menyebabkan kebijakan terkait program yang hampir menyentuh isu potensi

kebencanaan tidak berjalan secara komprehensif, sementara dalam lembaga legislatif sebagai

jabatan yang diperoleh melalui mekanisme pemilihan langsung dengan tugas pokok dan

fungsi utama yang di amanatkan dalam konstitusi sama sekali tidak menunjukkan resonansi

sistem fungsi politik terkait isu potensi kebencanaan yang ada di kabupaten Morowali, hal ini

menunjukkan kurangnya kapasitas sistem fungsi politik dalam sistem pemerintah kabupaten

Morowali terhadap isu potensi kebencanaan yang ada. Dalam sistem masyarakat, sistem

politik tidak memperlihatkan terjadinya resonansi sistem fungsi didalamnya,

5.4.2 Resonansi Sistem Ekonomi

Didalam Masyarakat banyak sistem fungsi yang berperan penting, namun sistem ekonomi

merupakan sistem fungsi yang mampu mempengaruhi sistem yang ada, seluruh operasi dari

sistem ini merupakan bentuk dari transaksi pembayaran dengan uang, uang merupakan

penanda utama dari sistem fungsi ini, ketika uang mengambil peran, secara langsung maupun
tidak langsung sistem ekonomi telah bekerja. yang dalam definisi sistem yang bekerja

melalui komunikasi dengan kode biner payment/non payment.

dalam isu potensi kebencanaan di kabupaten Morowali, sistem ekonomi memperlihatkan

resonansi yang meskipun tidak besar, namun memiliki pengaruh yang cukup signifikan

terhadap sistem pemerintah dalam hal resapon terhadap isu tersebut, transaksi ekonomi yang

kemudian menciptakan respon bupati sebagai institusi utama dalam lembaga eksekutif

pemerintahan daerah yang kemudian turut mempengaruhi respon sistem lembaga pemerintah

daerah terhadap isu potensi kebencanaan yang merupakan hasil dari penelitian ilmiah, namun

menyelipkan transaksi nilai ekonomi dibaliknya. lembaga legislatif daearah juga

menunjukkan pemahaman yang sangat kurang dalam merespon isu potensi kebencanaan,

tidak berjalannya fungsi perundangan/legislasi dan fungsi penganggaran/budgeting

menunjukkan respon yang kurang dalam melihat isu potensi kebencanaan sebagai isu yang

menjadi prioritas dalam membangun daerah.

Kasus terkait isu potensi kebencanaan di kabupaten Morowali dilihat dari respon pemerintah

daerah tidak memperlihatkan resonansi sistem ekonomi lebih jauh, namun hal tersebut

tampak sangat mempengaruhi bagaimana pemahaman dan respon pemerintah daerah yang

berpengaruh terhadap program dan kebijakan pemerintah daerah pada isu terkait kebencanaan

dan terhadap hasil dari penelitian ilmiah lembaga non pemerintah yang dilakukan khususnya

terhadap isu potensi kebencanaan.

Dalam sistem masyarakat, melalui sistem fungsi ekonomi memperlihatkan kapasistas

resonansi pada referensi yang menjadi rujukan jurnalis lokal Morowali dalam menulis berita

terkait isu potensi bencana, hal ini dilihat dari tanggapan narasumber terkait referensi

pemberitaan potensi bencana yang ada, jurnalis lokal lebih cenderung membuat rilis berita

atau artikel yang pada media cetak maupun online dengan membahas pada sisi anggaran yang
digunakan dalam program pemerintah terkait isu potensi kebencanaan. Selain hal tersebut,

terkait pengelolaan media lokal yang masih sangat bergantung pada pemerintah dalam

masalah pendapatan media turut memberikan gambaran bagaimana resonansi sistem ekonomi

pada tataran masyarakat di kabupaten Morowali terkait isu potensi kebencanaan.

5.4.3. Resonansi Sistem Agama

Sistem fungsi agama juga terlibat dalam diskusi terkait masalah lingkungan, Agama

menunjukkan kompetensi argumentatif dan termasuk dalam diskusi yang terlibat dengan

masalah lingkungan juga. Dalam sistem agama, motif dalam komunikasinya tidak dipandang

dengan kecurigaan, sebaliknya menunjukkan kompetensi yang argumentatif disertai nilai

positif yang tidak dapat disangkal. Motif dan minat mereka tidak dipandang dengan

kecurigaan. Menurut Luhmann kontribusi sistem agama terhadap diskusi ekologi tetap tidak

terlalu memadai, karena wacana dalam sistem agama hanya mengulangi apa yang telah

menjadi isu dalam komunikasi sistem agama tanpa merujuk kepada agama tertentu. Apa yang

mereka tawarkan kebanyakan adalah hal-hal yang tidak menunjukkan masalah sebenarnya.

Ini biasanya disembunyikan dalam gambar, kata- kata, nasihat, dan seruan yang konkret. Lagi

pula, mereka mengusulkan untuk tidak menjadikan teknologi, sains, dan hubungan ekonomi

sebagai satu- satunya kendaraan dominasi yang berlaku. Malahan, mereka percaya bahwa

yang disebut terakhir harus menjadi pelengkap dalam pembentukan budaya manusia dalam

kondisi alam.' Hal- hal seperti itu lebih baik dibiarkan tak terucapkan. Mereka tidak

memadai, dan tidak ada bantuan yang lebih besar jika dirumuskan ulang secara teologis

dengan memohon kepada Tuhan. Mengingat hal ini, bagaimana hal- hal berdiri dengan

kapasitas resonansi dari sistem agama? Struktur apa yang memungkinkan resonansi sistem

ini, yaitu membatasinya? Jauh lebih awal daripada dalam kasus sistem lain (tetapi karena itu

jauh lebih berbahaya juga) perbedaan pengkodean dan pemrograman tampaknya telah

berhasil masuk ke dalam pertanyaan agama. Dalam agama- agama yang sangat awal, yang
sakral tetap bersifat paradoks, yaitu pesona dan teror, daya tarik dan rasa jijik pada saat yang

sama. Itu dicatat dalam bentuk ritual yang kaku (tetapi dapat digunakan secara pragmatis),

tabu, duplikasi yang terlihat secara simbolis atau bahkan cerita mitos. Latar belakang ini

memberikan penjelasan atas keberhasilan kode moral agama yang menerapkan dualitas

kegembiraan dan kecemasan pada kode moral perilaku baik dan buruk sehingga

menghilangkan paradoksnya: perilaku baik menghasilkan perasaan positif kedekatan dengan

Tuhan, sementara hanya karena perilaku buruk secara moral Dia harus ditakuti. Dengan cara

ini, keselamatan dan kutukan mulai terlihat. Tuhan adalah Tuhan yang baik yang darinya

kejahatan telah menghilang secara misterius atau memberikan tujuan yang misterius. Dengan

demikian, kosmos memperoleh prinsip yang valid dari mana perbedaan yang baik dan yang

jahat berasal. Tak lama kemudian, bentuk hirarkis dari eliminasi paradoks ini muncul

keraguan dan pertanyaan. Pengamat agama seperti Ayub, misalnya, melihat apa yang

tampaknya perlu bagi sistem itu sebagai kontingen dan mencari alasannya. Sekilas tentang

paradoks menyebabkan masalah bagi refleksi agama awal. Refleksi yang memandu sistem

harus mengakui bahwa tujuan agama bukanlah percabangan moral saja, yaitu konfirmasi

tegas atas perbedaan perilaku baik dan buruk. Pengkodean agama harus melintasi moralitas.

Bukan berarti pertanyaan moral tidak memiliki peran untuk dimainkan! Justru sebaliknya.

Namun karena agama ini tidak bisa mempertaruhkan segalanya pada perbedaan perilaku baik

dan buruk. Sebanyak mungkin telah ditumbuhi kosmologi moral seperti perbedaan antara

surga dan neraka, klasifikasi moral orang tidak pernah menjadi perhatian yang sebenarnya.

Sebaliknya hal ini terlihat, khususnya di akhir Abad Pertengahan, sebagai pekerjaan iblis;

sesuatu yang harus ditentang oleh Allah, melalui perantaraan Maria. Lagi pula, praduga

membuat penilaian tentang kebaikan dan kejahatan itu sendiri adalah hasil karya iblis. Jadi

gagasan bahwa moralitas berasal dari iblis selalu ada di suatu tempat. Konsekuensinya,

pengkodean agama tidak dapat mengidentifikasi dirinya dengan moralitas atau memisahkan
diri darinya (bahkan iblis adalah kekuatan yang dikondisikan oleh agama). Perbedaan

utamanya terletak pada perbedaan imanensi dan transendensi.2 Transendensi tidak lagi

dipahami dalam istilah dunia lain atau sebagai wilayah dunia yang tinggi atau rendah yang

terpisah dan tidak dapat dicapai, tetapi sebagai semacam makna kedua, yaitu, sebagai

lengkap, versi dunia kedua yang mencakup segalanya di mana referensi- diri hanya memiliki

makna sebagai referensi- lain, kompleksitas hanya memiliki makna sebagai impleksitas

(Valéry) dan transendensi memiliki makna sebagai apa yang tidak dapat ditransendensikan

Seperti karakteristik semua kode, realitas yang selalu hadir dan ditentukan sendiri secara

sosial diduplikasi oleh asumsi implisit. Itu diidentifikasi dengan perbedaan, yaitu,

ditunjukkan dalam konteks perbedaan ini. Kesatuan dari perbedaan ini (dan bukan

transendensi itu sendiri) adalah kode agama. Kode ini memiliki banyak semantik berbeda

yang membedakan sistem agama menjadi agama yang berbeda. Ambil contoh mitos

penciptaan. Melalui penciptaan perbedaan langit dan bumi, Allah mengucilkan diri- Nya dari

dunia. Atau ambil contoh institusi perbedaan antara yang sakral dan yang profan di mana

desakralisasi alam dijadikan syarat spesifikasi agama dan dicatat dengan tidak dapat ditarik

kembali atau contoh adopsi kepercayaan yang dikonfirmasi secara historis bahwa Yesus

adalah Kristus, atau pengkodean biner akhir abad pertengahan/ modern awal dari pemisahan

moral, yang menurutnya orang berdosa dapat diselamatkan melalui penyesalan dan anugerah,

sementara orang yang adil hilang justru karena percaya bahwa dirinya adil. Perbedaan murni

antara imanensi dan transendensi diperkaya dengan berbagai cara dan tunduk pada evolusi

kondisi yang masuk akal. Jika masyarakat, seperti yang tampak sekarang, menjumpai situasi-

situasi baru, tidak berarti bahwa kode agama harus segera diragukan. Tetapi jika hal ini

dilakukan pemaksaan semantik kosmologi dan teologi pada kode harus diperiksa secara

kritis. Oleh karena itu, kami akan memeriksa mediasi simbolik antara pengkodean dan

pemrograman pada saat yang bersamaan. Sebagaimana garis besar masalah pada gambar 3
memperjelas (lih. Gambar 2 pada bab 9 di atas) pertanyaan di sini agak berbeda dari

pertanyaan pada sistem fungsi yang tersisa. Jika benar bahwa masyarakat modern yang

terdiferensiasi secara fungsional memaksakan diferensiasi pengkodean dan pemrograman

yang lebih besar, maka sejauh menyangkut agama, masalahnya tidak terletak pada refleksi

kesatuan kode tetapi pada refleksi kesatuan programatik. sistem, tujuannya dan kondisi

atribusi yang benar dari nilai- nilainya. Di sinilah sistem bersaing dengan formula kebenaran

seperti keadilan, kemakmuran, dan pengetahuan yang sudah terdiferensiasi secara fungsional.

Karena kemajuan menjadi kemungkinan nyata dalam hal ini pada abad ketujuh belas dan

kedelapan belas, program atribusi yang tepat menjadi masalah bagi agama itu sendiri.

Perbedaan keselamatan dan kutukan yang berakar secara moral, surga dan neraka, cinta dan

takut akan Tuhan, surut. Neraka benar- benar kehilangan akal sehatnya. Di sisi lain, ada dua

gagasan yang diterima sebagai rukun iman dogmatis: (1) langkah intelektual dari 'Tuhan' ke

'agama yang diwahyukan'; dan (2) tuntunan akses transendensi melalui kaidah Kitab Suci. Ini

berarti bahwa de- diferensiasi [Entdifferenzierung] antara landasan moral kode, di satu sisi,

dan memaksa kesadaran kontingensi menjadi dogmatis, di sisi lain, saling mengkondisikan

dan saling membutuhkan. Kesatuan sistem - koneksi pengkodean dan pemrograman - hanya

dapat diamankan dengan cara yang tidak dapat lagi diadvokasi sebagai dogmatis. 66 97 Pada

saat yang sama, kosmologi yang didirikan secara religius dibuang. Bahkan tradisi- tradisi

yang sangat tua telah meninggalkan kualifikasi alam yang religius secara langsung karena ini

adalah satu- satunya cara yang memungkinkan munculnya formasi- formasi religius terpisah

yang berbeda dari dunia, misalnya desakralisasi alam sebagai syarat spesifikasi dari alam.

keagamaan. Pada awal modernitas desakralisasi alam ini hanya mengubah sistem acuannya.

Itu tidak lagi menjadi kebutuhan utama agama tetapi menjadi kebutuhan utama ilmiah atau

terutama ekonomi, dan agama tidak dapat ikut campur dalam proses ini karena harus

menyampaikan khotbah yang sama. perbedaan dan, dengan demikian, untuk menyelesaikan
paradoks tatanan dunia. Namun, dengan penolakan solusi- solusi ini, tatanan itu sendiri

menjadi sebuah paradoks. 'Kekacauan di dunia hanya tampak Dan di mana tampaknya yang

terbesar adalah di mana tatanan yang sebenarnya bahkan lebih besar lagi. Itu hanya lebih

tersembunyi dari kami.' Perbedaan imanensi dan transendensi dilarutkan atau diubah menjadi

perbedaan yang nyata dan yang laten. Jari telunjuk [Fingerzeig] Tuhan (providentia specialis)

menjadi 'tangan tak terlihat'. Ini memungkinkan seseorang untuk mengeksploitasi fakta

bahwa struktur manifes lebih sensitif terhadap penyimpangan daripada yang laten. Versi kode

ini memberikan kemungkinan penyimpangan dan kepekaan dan dengan demikian

menyelamatkan agama. Dengan cara ini sebuah masyarakat progresif yang optimistis dapat

menenangkan dirinya sendiri mengenai masalah- masalah yang ditimbulkannya.” Tetapi

mengingat ketidakpastian kontemporer tentang masa depan, hampir tidak cukup untuk

membayangkan keagungan tatanan dunia dalam apa yang tidak dapat dilihat. Bahkan

pertanyaannya tentang teodisi, tentang bagaimana Tuhan dapat mengizinkan semua ini

mengapa Dia tidak menciptakan atom yang sama sekali tidak dapat ditembus, mengapa Dia

menerima pemupukan kimiawi dan mengapa Dia mengizinkan kepala bisnis besar untuk

berguling dan bertransaksi juga tidak membantu Masalah yang sebenarnya terhalang oleh

pertanyaan pembenaran Tuhan atau, dalam hal apa pun, tidak dibahas. Masalahnya terletak

pada ketidakmungkinan menyimpulkan masalah dari kode. Ini membutuhkan semantik

terjemahan untuk pengkodean apa pun, misalnya, teori pembentukan teori (teori sains) atau

legitimasi pembuatan hukum atau keunggulan ekonomi kapitalisme atau sosialisme. ts yang

diangkat dan dibenarkan oleh semantik terjemahan ini menghasilkan keraguan dalam setiap

upaya. Selama ini tidak berubah - dan perubahan tampaknya mustahil - agama (atau, dalam

namanya, teologi), akan memiliki sedikit kontribusi terhadap resonansi sosial terhadap

paparan bahaya lingkungan. Yang pasti, itu akan dapat memprotes penggundulan hutan,

polusi udara, bahaya nuklir, atau pendekatan medis yang berlebihan terhadap tubuh manusia
ketika masalah ini telah memperoleh bukti tertentu. Tetapi ia tidak akan dapat campur tangan

dengan bentuk masalah yang benar- benar independen karena ia tetap bergantung pada

kesadaran sosial sebelumnya dari yang terakhir. Di mana pun kepastian makna diperlukan, di

mana pun eksperimen lingkungan dengan konsekuensi yang berjangkauan jauh dan tak

terduga harus dilakukan, di situlah teologi menegur dan menciptakan ketidakpastian - atau

tetap diam. Sebenarnya, itu tidak memiliki agama untuk ditawarkan. Orang hampir mendapat

kesan bahwa agama dewasa ini berkembang sebagai semacam benalu terhadap situasi- situasi

masalah sosial benalu dalam pengertian Michel Serres sebagai reintroduksi 'tertium non datur'

ke dalam sistem. Dengan kata lain, agama mendapat keuntungan dari struktur biner dan

pengecualian 'tertium non datur' dalam semua kode lainnya. Ini menguntungkan karena dapat

memberikan rumusan kesatuan untuk kodenya dan dengan demikian memasukkan

kemungkinan ketiga yang dikecualikan, 'tertium non datur'. Tetapi apakah ini berarti bahwa

ia harus meninggalkan programatik dari apa yang benar pada sistem- fungsi sosial lainnya

dan hanya dapat menyediakan program- programnya sendiri yang lebih rendah, misalnya,

dengan cara fundamentalistik, konkretis, ajaib, eskatologis atau dalam bentuk 'mitos baru'?

Sekali lagi, seluruh masalah resonansi sosial terhadap bahaya sosial tercermin di sini seolah-

olah di cermin. Resonansi dapat dibuat hanya melalui pembatasan struktural, pengurangan

kompleksitas, pengkodean dan pemrograman selektif, yaitu hanya secara tidak memadai.

Setidaknya untuk saat ini, agama tampaknya hanya menegaskan hal ini melalui penolakan

terhadap reduksinya sendiri dan dengan demikian melalui penolakan terhadap resonansinya

sendiri. Tetapi jika ini terus menjadi presentasinya tentang keterbatasan dunia manusia,

bukankah semuanya bergantung, bagi agama Kristen, pada berpegang teguh pada kepastian

ditemani oleh Tuhan? Ini tidak mengarah pada etika lingkungan atau bahkan berlebihan

secara teologis terhadap tuntutan politik lingkungan. Tetapi dapat dibayangkan bahwa ada

keadaan- keadaan marginal ekologis maupun sosial di mana umat manusia tidak mungkin
mengalami kepastian iman dan mengharapkan penebusan. Setidaknya fakta bahwa ini harus

tetap menjadi kemungkinan dapat dibenarkan oleh agama

5.4.5. Resonansi Sistem Seni

Anda mungkin juga menyukai