Anda di halaman 1dari 9

MODUL 1

Menurut saya, Governance merupakan paradigma baru dalam tatanan pengelolaan


kepemerintahan. Terdapat tiga pilar governance, yaitu pemerintah, sektor swasta,
dan masyarakat. Ketiga komponen utama tersebut memiliki peran masing-masing
dalam menciptakan good government governance. Peran sektor pemerintah lebih
dominan sebagai pembuat kebijakan, pengendalian, dan pengawasan. Sektor
swasta lebih banyak menjadi penggerak aktivitas di bidang ekonomi. Sektor
masyarakat lebih sebagai sebagai objek sekaligus subyek dari bidang yang
digerakkan oleh sektor pemerintah maupun sektor swasta. Sementara itu,
paradigma pengelolaan pemerintahan yang sebelumnya berkembang adalah
government sebagai satu-satunya penyelenggara pemerintahan. Dengan
bergesernya paradigma dari government ke arah governance, yang menekankan
pada kolaborasi dalam kesetaraan dan keseimbangan antara pemerintah, sektor
swasta, dan masyarakat madani (civil society) maka dikembangkan pandangan atau
paradigma baru administrasi publik yang disebut dengan kepemerintahan yang baik
(good governance).

Good governance mengandung arti hubungan yang sinergis dan konstruktif di antara
negara, sektor swasta, dan masyarakat (society). Dalam hal ini adalah
kepemerintahan yang mengembangkan dan menerapkan prinsip-prinsip
profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi,
efektivitas, supremasi hukum, dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat. Syarat
bagi terciptanya good governance, yang merupakan prinsip dasar, meliputi
partisipatoris, rule of law (penegakan hukum), transparansi, responsiveness (daya
tanggap), konsensus, persamaan hak, efektivitas dan efisiensi, dan akuntabilitas.

Untuk menciptakan situasi kondusif untuk melaksanakan GPG, diperlukan tiga pilar,
yaitu negara, dunia usaha, dan masyarakat, yaitu:

1. Negara harus merumuskan dan menerapkan GPG sebagai pedoman dasar dalam
melaksanakan fungsi, tugas, dan kewenangannya. Negara juga berkewajiban untuk
menciptakan situasi kondusif yang memungkinkan penyelenggara negara dan
jajarannya melaksanakan tugasnya dengan baik.

2. Dunia usaha harus merumuskan dan menerapkan good corporate governance


(GCG) dalam melakukan usahanya sehingga dapat meningkatkan produktivitas
nasional. Dunia usaha juga berkewajiban untuk berpartisipasi aktif memberikan
masukan dalam perumusan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan
kebijakan publik yang bertalian dengan sektor usahanya.

3. Masyarakat harus melakukan kontrol sosial secara efektif terhadap pelaksanaan


fungsi, tugas, dan kewenangan negara. Masyarakat juga berkewajiban untuk
berpartisipasi aktif memberikan masukan dalam perumusan dan pelaksanaan
peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik. Untuk itu, masyarakat harus

a. meningkatkan pengetahuan dan kemampuan untuk dapat melaksanakan kontrol


sosial secara sehat dan bertanggung jawab;
b. meningkatkan konsolidasi sumber daya agar dapat memberikan kontribusi secara
maksimal.

Secara khusus, peran negara dalam mewujudkan GPG didapatkan dari upaya
berikut.

1. Menyusun peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik yang berorientasi


pada pelayanan dan perlindungan kepentingan masyarakat dan dunia usaha atas
dasar prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development).

2. Melakukan proses penyusunan peraturan perundang-undangan dan kebijakan


publik yang didasari pada kajian yang mendalam serta melibatkan masyarakat atau
dunia usaha.

3. Melakukan diseminasi dan sosialisasi terhadap perundang-undangan dan


kebijakan publik yang telah ditetapkan.

4. Menciptakan sistem sosial politik yang sehat dan terbuka untuk mewujudkan
penyelenggara negara yang memiliki integritas dan profesionalisme yang tinggi serta
meningkatkan kemampuan warga negara dalam berdemokrasi melalui pendidikan
sosial aktif.

5. Memastikan agar dalam melaksanakan fungsi dan tugasnya, penyelenggara


negara mematuhi dan memberdayakan sistem hukum nasional.

6. Menerapkan etika penyelenggara negara secara konsisten dan mencegah


terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)

7. Mengupayakan kesejahteraan yang memadai serta menyediakan sarana dan


prasarana bagi penyelenggara negara dan jajarannya untuk memungkinkan
pelaksanaan fungsi, tugas, dan kewenangannya dengan baik.

8. Membangun iklim persaingan usaha yang sehat.

9. Menggunakan sumber daya secara efektif dan efisien.

Peran dunia usaha dalam mewujudkan GPG secara khusus sebagai berikut.

1. Melaksanakan usaha secara sehat sehingga dapat menunjang pertumbuhan


ekonomi secara berkelanjutan serta meningkatkan kesempatan kerja.

2. Membangun sistem yang dapat memastikan perusahaan mematuhi peraturan


perundang-undangan dan kebijakan publik serta melaksanakan good corporate
governance secara konsisten.

3. Melaksanakan etika bisnis secara konsisten, termasuk mencegah dan


menghilangkan perilaku koruptif, kolusif, dan nepotisme.

4. Melakukan kajian yang mendalam terhadap peraturan perundang-undangan dan


kebijakan publik yang berdampak terhadap usahanya.

5. Memberikan masukan secara aktif dalam proses penyusunan peraturan


perundang-undangan dan kebijakan publik, baik langsung maupun tidak langsung.
Peran masyarakat secara khusus dalam mewujudkan GPG meliputi hal berikut.

1. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan untuk dapat melaksanakan kontrol


sosial secara sehat dan bertanggung jawab.

2. Meningkatkan konsolidasi sumber daya agar dapat menata dan menciptakan


sistem dan organisasi masyarakat yang sehat.

3. Mencegah dan menghilangkan sikap dan perilaku koruptif, kolusif, dan nepotisme.

4. Melakukan kontrol sosial terhadap pelaksanaan GPG.

5. Memberikan masukan secara aktif dalam proses penyusunan peraturan


perundang-undangan dan kebijakan publik, baik langsung maupun tidak langsung.

6. Memahami dan mematuhi peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik.

7. Melaksanakan hak dan kewajibannya secara bertanggung jawab dalam pemilihan


penyelenggara negara.

Sumber : EKAP4301 / Tata Kelola Sektor Publik Modul 1.

MODUL 2

BIROKRAT KEBIJAKAN PUBLIK

Birokrat adalah aparatur negara yang melayani publik sekaligus menjembatani pemerintah
dengan publik, termasuk pegawai negeri sipil dan agen pemerintah pada tingkat provinsi. Fungsi
yang akan dinilai adalah pelayanan publik, pendapatan, dan regulasi mengenai ekonomi lokal.

Berikut ini adalah matrik indikator penilaian kinerja tata kelola publik yang berkenaan dengan
ketiga fungsi birokrat hal tersebut.

Tabel 3.5
Matriks Indikator Penilaian Kinerja Tata Kelola Publik yang Berkenaan
dengan Tiga Fungsi Birokrat.

Prinsip Tata Kelola Indikator


Partisipasi 1. Adanya pusat pengaduan masyarakat (UPPM) di
  Dinas Pendapatan Daerah Provinsi (Dispenda)
  2. Adanya pusat pengaduan publik di bidang
  kesehatan, pendidikan, dan pemberantasan
  kemiskinan
  3. Kehadiran dewan kesehatan, dewan pendidikan,
  dan dewan pemberantasan kemiskinan
  4. Adanya forum reguler antara pemerintah provinsi
  dan masyarakat untuk memperkuat iklim investasi,
  penciptaan lapangan kerja, dan pemberdayaan
  ekonomi lokal
Keadilan 1. Persentase pegawai negeri sipil perempuan pada
  jenjang eselon 2
  2. Persentase kelahiran yang didukung secara medis
  (dokter dan bidan) terhadap total jumlah kelahiran
  3. Pelayanan publik yang tidak diskriminatif terhadap
  kelompok terpinggirkan (perempuan, orang miskin,
  anak-anak, orang cacat, orang tua, dan pengidap
  HIV/AIDS)
  4. Rasio (rata-rata tahun bersekolah) antara anak
  laki-laki dan perempuan
  5. Kinerja kelompok kerja kesetaraan gender di tingkat
  provinsi
  6. Diberikan kesempatan yang sama untuk terlibat
  dalam proyek pemerintah dan tender.
Akuntabilitas 1. Opini audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
  terhadap APBD
  2. Konsistensi kebijakan ekonomi lokal dengan
  kebijakan perlindungan lingkungan dan area
  zonasi ekonomi
Transparansi 1. Aksesibilitas dokumen keuangan di Dinas Birokrasi
  Daerah (misalnya RKA SKPD, RKA PPKD,
  ringkasan DPA SKPD, dan ringkasan DPA PPKD)
  2. Aksesibilitas peraturan investasi provinsi
Efisiensi 1. Rasio overhead Dinas Pengelolaan Keuangan
  Daerah (DPKD) terhadap realisasi pendapatan asli
  daerah
  2. Rasio pengeluaran overheadpegawai negeri sipil
  (langsung dan tidak langsung) terhadap total
  pengeluaran publik dalam APBD provinsi
  3. Investasu di bidang jasa
Efektivitas 1. Rasio anggaran tahunan DPKD terhadap realisasi
  pendapatan asli daerah (PAD)
  2. Indeks pembangunan manusia
  3. Kenaikan/penurunan kualitas air dievaluasi dalam
  indeks kualitas lingkungan selama dua periode
  4. Kenaikan/penurunan kualitas udara dievaluasi
  dalam indeks kualitas lingkungan selama dua
  periode
  5. Kenaikan/penurunan kualitas cakupan hutan
  dievaluasi dalam indeks kualitas lingkungan
  selama dua periode
  6. Pertumbuhan investasi
  7. Jumlah proyek investasi

Proses pengambilan keputusan serta tindakan bagi kepentingan publik secara


normatif harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tata kelola sektor publik,
yaitu (i) akuntabel; (ii) transparan; (iii) efisien; (iv) efektif; (v) responsif; serta (vi)
mengacu pada ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. Tata kelola sektor
publik berhubungan langsung dengan aktivitas investasi serta perkembangan
ekonomi suatu negara. Saat ini, tantangan terbesar dari tata kelola sektor publik
adalah memelihara keseimbangan antara pemeliharaan nilai-nilai konstitusional
suatu negara di satu pihak dan tuntutan untuk beradaptasi dengan perubahan sosial
yang terjadi dalam ekonomi global. Dalam hal ini, negara diharapkan untuk
menggunakan pendekatan yang lebih fleksibel dalam merancang dan menerapkan
tata kelola sektor publik. Dengan pendekatan yang fleksibel, nilai-nilai konstitusional
suatu negara dapat tetap terpelihara, tetapi juga dapat beradaptasi dengan
perubahan sosial ekonomi di tingkat global.

Tata kelola sektor publik yang baik membantu membangun kepercayaan serta
memberikan kepastian dan stabilitas yang dibutuhkan untuk perencanaan investasi
jangka menengah dan jangka panjang. Tata kelola sektor publik mengubah model
interaksi yang produktif antara pemerintah dan publik yang awalnya bersifat kaku
menjadi lebih fleksibel dengan mengedapankan partisipasi dan transparansi
pengelolaan sektor publik. Pengawasan dan evaluasi pengelolaan sektor publik
sebaiknya dilakukan dengan menggunakan mekanisme yang inovatif sehingga dapat
meningkatkan transparansi dan kredibilitas pengelolaan sektor publik yang penting
dalam perencanaan investasi.

Oleh karena itu, terdapat dua agenda tata kelola sektor publik yang dipandang
perlu oleh OECD untuk mendukung iklim investasi yang sehat sebagai berikut.

a. Mengembangkan tata kelola yang baik dalam penyusunan perundangan, serta


aturan hukum (regulatory governance and the rule of law).

b. Mengembangkan integritas sektor publik, termasuk menjalin kerja sama dan


memberikan kontribusi bagi dunia internasional.

Berdasarkan pengalaman OECD dalam mengembangkan kebijakan, tujuan utama


tata kelola sektor publik adalah mendukung terlaksananya penilaian serta analisis
atas (i) sistem penentuan kebijakan publik suatu negara; (ii) kemampuan untuk
mematuhi kebijakan publik secara adil; serta (iii) interaksi antara OECD dan investor
serta agen-agen ekonomi lainnya dalam suatu negara. Apabila OECD mampu
mencapai tujuan utamanya, diharapkan tercipta suatu iklim investasi yang sehat
serta tatanan ekonomi global yang dibangun berdasarkan prinsip tata kelola sektor
publik yang baik.

DEFINISI DAN PENGERTIAN TATA KELOLA SEKTOR PUBLIK MENURUT KNKG

Definisi tata kelola sektor publik menurut KNKG sejalan dengan definisi tata kelola
sektor publik menurut OECD. Tata kelola sektor publik yang baik (good
governance/GPG) merupakan sistem atau aturan perilaku terkait dengan
pengelolaan kewenangan oleh para penyelenggara negara dalam menjalankan
tugasnya secara bertanggung jawab dan akuntabel. GPG pada dasarnya mengatur
pola hubungan antara penyelenggara negara dan masyarakat serta antara
penyelenggara negara dan lembaga negara serta antarnegara (KNKG, 2008).
Good public governance (GPG) diperlukan dalam rangka mencapai tujuan nasional, yaitu
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut memelihara ketertiban
dunia berlandaskan kedaulatan Negara

Menurut saya Good Public Governance (GPG) memiliki pengaruh yang besar
terhadap terwujudnya good governance secara menyeluruh, baik dalam
rangka penyelenggaraan negara itu sendiri maupun dalam berbagai aspek
kehidupan masyarakat, termasuk penerapan good corporate governance oleh
dunia usaha. Di pihak lain, dunia usaha dan masyarakat juga berkepentingan
dan memiliki peran dalam mewujudkan GPG.

Akuntabilitas

Akuntabilitas mengandung unsur kejelasan fungsi dalam organisasi dan cara


mempertanggungjawabkannya. Akuntabilitas diperlukan agar setiap lembaga negara dan
penyelenggara negara melaksanakan tugasnya secara bertanggung jawab. Untuk itu, setiap
penyelenggara negara harus melaksanakan tugasnya secara jujur dan terukur sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan dan kebijakan publik yang berlaku serta menghindarkan
penyalahgunaan wewenang.

Lembaga negara harus menetapkan perincian fungsi, tugas, wewenang, dan tanggung jawab
masing-masing penyelenggara negara yang selaras dengan visi, misi, dan tujuan lembaga negara
yang bersangkutan. Lembaga negara ataupun individu penyelenggara negara harus memiliki ukuran
kinerja serta memastikan tercapainya kinerja tersebut. Dalam rangka mempertanggungjawabkan
kinerjanya, setiap penyelenggara negara harus melaksanakan tugasnya secara jujur serta memenuhi
prinsip akuntabilitas, baik yang terkait dengan kepatuhan terhadap hukum, proses pengambilan
keputusan atau penetapan kebijakan, maupun penyusunan dan pelaksanaan program.
Pertanggungjawaban harus disampaikan secara berkala sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Untuk itu, masing-masing lembaga negara harus memastikan adanya
periode waktu pertanggungjawaban. Lembaga negara harus menindaklanjuti setiap keluhan atau
pengaduan yang disampaikan oleh pemangku kepentingan yang disertai identitas mengenai
penyelenggaraan pelayanan kepada publik. Untuk itu, lembaga negara harus menyusun tata cara
pengelolaan keluhan dan pengaduan berdasarkan prinsip penyelesaian yang cepat, tuntas, dan
transparan. Lembaga negara harus melakukan evaluasi terhadap kinerja setiap penyelenggara
negara secara berkala. Pertanggungjawaban lembaga negara dan penyelenggara negara diawasi oleh
masyarakat dan lembaga yang diberikan kewenangan melakukan pengawasan.

Untuk menilai akuntabilitas pengelolaan anggaran pada entitas sektor publik, dapat diikuti
indikator akuntabilitas keuangan publik yang dikeluarkan PEFA yang menekankan akuntansi dan
pelaporan pengelolaan sektor publik. Informasi harus dicatat dengan akurat dan dapat diandalkan,
disampaikan dengan tepat waktu, memenuhi kebutuhan pengambilan keputusan manajemen, dan
memenuhi kebutuhan pelaporan bagi pihak luar yang membutuhkan. Oleh karena itu, kinerja
akuntabilitas keuangan publik dapat dilihat apakah data keuangan dilakukan secara terintegrasi serta
terdapat laporan anggaran tahun berjalan dan laporan keuangan tahunan.
Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah, instansi pemerintah wajib mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi serta kewenangan pengelolaan sumber dayanya dengan menyusun laporan akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah (LAKIP). Penyusunan LAKIP merupakan satu kesatuan dalam sistem
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP). SAKIP meliputi kegiatan perencanaan kinerja,
pengukuran kinerja, evaluasi kinerja, dan pelaporan kinerja.

PRINSIP BUDAYA HUKUM

Seperti yang telah dikemukakan, berdasarkan prinsip budaya hukum, pengelolaan entitas publik
pada lembaga negara harus dilakukan dengan mempertimbangkan unsur penegakan hukum secara
tegas tanpa pandang bulu dan ketaatan terhadap hukum dilakukan dengan penuh kesadaran. Oleh
karena itu, penyelenggara negara harus mengelola kepentingan publik dengan berpegang teguh
pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berikut pedoman pelaksanaan prinsip budaya hukum pada sebuah lembaga negara.

1. penyusunan serta penetapan perundang-undangan dan kebijakan publik harus dilakukan secara
terkoordinasi dengan mengedapankan asas-asas transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan hak
asasi manusia.

2. peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik harus mengandung nilai-nilai yang


mendukung terwujudnya supremasi hukum demi terciptanya kepastian hukum bagi dunia usaha dan
masyarakat.

3. dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan dan kebijakan publik, setiap penyelenggara


negara harus menjalankan tugas dan kewajibannya secara profesional, jujur, dan taat asas sehingga
terhindar dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme.

4. lembaga negara harus memastikan berfungsinya lembaga hukum, sumber daya manusia, dan
perangkat hukum agar menjamin terwujudnya penyelenggaraan negara yang bersih dan sesuai
dengan prinsip-prinsip negara hukum.

5. sanksi terhadap pelanggaran perundang-undangan dan kebijakan publik harus dilaksanakan


secara taat asas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Penyelenggara negara di Kementerian Pekerjaan Umum harus mengikuti Peraturan Presiden RI


Nomor 12 Tahun 2012 dalam melakukan pengadaan barang/jasa yang berada dibawah
kewenangannya. PP Nomor 12 Tahun 2012 tersebut di antaranya mengatur seleksi pemilihan
penyedia pekerjaan konstruksi ataupun penyedia jasa konsultasi konstruksi, sistem pelelangan, serta
nominal pagu maksimal jasa konstruksi dan konsultasi melalui penunjukan langsung.

Indikator Kualitas Tata Kelola Entitas Publik bagi Lingkungan Usaha

Tata kelola entitas publik berperan penting dalam membentuk lingkungan usaha yang kondusif. Tata
kelola entitas publik yang baik dapat membangun kepercayaan, memberikan kepastian penegakan
hukum, dan stabilitas bagi perencanaan investasi, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Untuk menciptakan iklim lingkungan usaha yang kondusif tersebut, menurut OECD, terdapat dua
kunci utama untuk meningkatkan kualitas tata kelola entitas sektor publik, yaitu (i) tata kelola
peraturan dan penegakan hukum serta (ii) integritas publik.

A. TATA KELOLA PERATURAN DAN PENEGAKAN HUKUM


Berikut ini merupakan kualitas tata kelola peraturan dan penegakan hukum berdasarkan Policy
for Investment, OECD (OECD, 2011):

1. reformasi regulasi,

2. koordinasi antarlembaga pemerintahan,

3. keberadaan analisis dampak dari regulasi,

4. konsultasi publik, dan

5. penyederhanaan hambatan administratif.

1. Reformasi Regulasi

Tujuan reformasi regulasi adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta memperoleh
keseimbangan antara kebijakan sosial dan kebijakan ekonomi dari waktu ke waktu. Regulasi yang
buruk atau penerapan regulasi yang lemah dapat membuat kemampuan bisnis untuk merespon
permintaan masyarakat menjadi lambat, menjauhkan sumber daya dari investasi yang produktif,
menghambat penetrasi pasar, mengurangi penciptaan lapangan pekerjaan, dan menurunkan minat
kewirausahaan. Bagi investor, kebijakan atau regulasi sebaiknya memberikan panduan utama dan
menjadi pijakan bagi aparat pemerintah sehingga keberadaan regulasi tersebut dapat memenuhi
harapan investor.

Walaupun tidak ada satu pun model baku bagi reformasi regulasi yang bisa dijadikan acuan,
terdapat tiga unsur penting dalam menyusun regulasi yang komprehensif, yaitu kebijakan, institusi,
dan perangkat kebijakan. Penyusunan kebijakan dalam agenda reformasi regulasi dilakukan secara
dinamis, jangka panjang, dan melibatkan proses yang disiplin. Penyusunan kebijakan memerlukan
hal-hal berikut.

a. adanya mekanisme target dan evaluasi dengan waktu yang jelas.

b. memperoleh dukungan sampai pada level politik tertinggi untuk memperoleh dorongan yang
diperlukan.

c. adanya standar kualitas regulasi yang tertulis dan dapat terukur.

d. adanya perbaikan kapasitas manajemen regulasi yang berkesinambungan.

e. fokus, baik dalam menyusun regulasi yang baru maupun mengkaji regulasi yang telah ada. Kedua
regulasi tersebut dikoordinasikan agar dapat mencapai kualitas regulasi yang tinggi yang memenuhi
tujuan kebijakan.

Regulasi yang disusun harus menjadi bagian dari arsitektur kelembagaan dalam suatu negara.
Pada daerah tertentu, penerapan regulasi dapat menjadi kompleks, terutama apabila terdapat
perbedaan antara kebijakan global dan regulasi yang terdapat pada lembaga domestik. Oleh karena
itu, dibutuhkan pendekatan yang berbeda untuk setiap negara. Seluruh lembaga yang memiliki
fungsi untuk menyusun regulasi, harus dilibatkan dalam agenda reformasi regulasi tersebut.

Setelah reformasi regulasi dan lembaga yang terlibat dilakukan, unsur penting lainnya yang harus
dipersiapkan adalah memperkenalkan perangkat kebijakan yang dibutuhkan untuk mendukung
agenda reformasi kebijakan. Perangkat utama yang dibutuhkan adalah penilaian atas dampak
regulasi, konsultasi publik, dan penyederhanaan administrasi. Perangkat tersebut berguna untuk
mengurangi diskresi regulator dan aparat penegak hukum sehingga dapat memperkuat aspek
penegakan hukum.

Akuntabilitas

Sebagai bentuk pertanggungjawaban, kepala daerah wajib menyampaikan laporan penyelenggaraan


pemerintahan daerah, laporan keterangan pertanggungjawaban, dan ringkasan laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang mencakup laporan kinerja instansi pemerintah daerah
(LAKIP daerah). Laporan tersebut memuat capaian kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah
dan pelaksanaan tugas pembantuan yang disampaikan kepada presiden melalui menteri satu kali
dalam satu tahun selambat-lambatnya tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir. Laporan
penyelenggaran pemerintahan daerah digunakan sebagai bahan evaluasi dan pembinaan
penyelenggaraan pemerintah daerah oleh pemerintah pusat sebagai dasar pemberian penghargaan
dan sanksi. Selain kepada presiden, kepala daerah diminta menyampaikan ringkasan laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat. Kepala daerah juga menyampaikan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD dengan dilampiri laporan keuangan yang
telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat enam bulan setelah tahun anggaran
berakhir. Laporan keuangan tersebut meliputi laporan realisasi anggaran, laporan perubahan saldo
anggaran lebih, neraca, laporan operasional, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, dan
catatan atas laporan keuangan yang dilampiri dengan ikhtisar laporang keuangan BUMD.

Anda mungkin juga menyukai