Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pandemi merupakan penyebaran cepat suatu penyakit di suatu wilayah

atau wilayah tertentu atau dengan kata lain, epidemi yang menyebar luas melintasi

negara, benua, atau populasi yang besar kemungkinan seluruh dunia. Pandemi

Covid-19 adalah peristiwa menyebarnya Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)

di seluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh virus Corona jenis baru yang diberi

nama SARS-CoV-2. Wabah Covid-19 pertama kali dideteksi di Kota Wuhan,

Hubei, Tiongkok pada tanggal 31 Desember 2019, dan ditetapkan sebagai

pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).1

Secara sosiologis, pandemi Covid-19 telah menyebabkan perubahan sosial

pada segala aspek kehidupan masyarakat diberbagai sektor kehidupan masyarakat,

baik dalam sektor ekonomi, ketenagakerjaan, pendidikan, pariwisata termasuk

pada aspek birokrasi pemerintahan. Tatanan baru dalam birokrasi dan perubahan

pola kerja untuk melakukan pelayanan publik pada masa new normal. Kebijakan

yang dirancang dan diterapkan oleh pemerintah setempat dengan

menginstruksikan seluruh masyarakat untuk mulai melakukan kegiatan bekerja,

belajar, dan beribadah dari rumah atau Work From Home (WFH), kebijakan

pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan

Kegiatan Masyarakat (PPKM). Kebijakan-kebijakan tersebut dirancang dan

1
https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/18/150000269/pandemi-apa-itu.
2

diterapkan memiliki tujuan agar memutus rantai penularan Covid-19 yang ada di

Indonesia saat ini.2

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Garut saat ini ternyata mengalami

minus sekitar 1,3 persen. Berdasarkan data dari BPS (Badan Pusat Statistik),

kemiskinan di Kabupaten Garut pada Tahun 2020 mengalami kenaikan dibanding

tahun sebelumnya, mencapai 262.78 jiwa atau 9,98% naik 1 % atau (26,3 ribu

jiwa) dari Tahun 2019 sebanyak 235,19 jiwa atau 8,98%. Persentase penduduk

miskin masih berada di atas rata-rata Jawa Barat 8,43% serta di bawah nasional

10,16%, tahun 2020 Kabupaten Garut berada di kuadran I dengan jumlah warga

miskin diatas rata-rata provinsi (145,2 ribu jiwa) dan memiliki peningkatan angka

kemiskinan di atas rata-rata (19,3 ribu jiwa) . Tentu hal ini tidak diharapkan oleh

semua pihak, selain indeks pembangunan menurun juga dapat menimbulkan

masalah sosial di masyarakat, seperti gizi buruk, kriminalitas dan sejenisnya.3

Pemulihan ekonomi Indonesia secara umum dari dampak pandemi Covid-

19 masih jauh dari harapan. Sekitar empat bulan setelah Covid-19 ditetapkan

sebagai bencana nasional, walaupun telah terbit penetapan Komite Penanganan

Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional melalui Peraturan Presiden Nomor

82 Tahun 2020. Pandemi telah mendorong masyarakat untuk berpaling ke aspek

sosial dan alam sebagai solusi beragam persoalan ekonomi.

Kebijakan mengundang investasi ini pun telah gagal mendorong

peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam lima tahun terakhir. Sinyal

2
T. Taufik, Warsono, H. 2020, Birokrasi Baru Untuk New Normal: Tinjauan Model Perubahan
Birokrasi Dalam Pelayanan Publik Di Era Covid-19, Dialogue : Jurnal Ilmu Administrasi Publik, vol.
2, no. 1, pp. 1-18, Jun. https://doi.org/10.14710/dialogue.v2i1.8182
3
https://garutkab.bps.go.id
3

deindustrialisasi kian menguat, dilihat dari kontribusi sektor industri non migas

terhadap produk domestik bruto (PDB) dengan tren menurun. Berdasarkan data

Badan Pusat Statistik, sektor industri pengolahan berkontribusi hingga 27% pada

tahun 2000, namun tahun 2019 hanya di kisaran 19 persen. Pada sisi lain,

pengembangan industri berbasis usaha mikro, kecil dan menengah yang ramah

lingkungan menyerap sekitar 97 persen tenaga kerja terbukti mampu

menumbuhkan perekonomian jauh lebih tinggi dari investasi usaha besar. Praktik

ekonomi harus berubah menjadi ekonomi berkelanjutan yang dirancang untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara inklusif dan melindungi

lingkungan.4 Pandemi Covid-19, menjadi tantangan bagi birokrasi untuk

merumuskan langkah yang strategis membangkitkan ekonomi nasional. Birokrasi

harus siap melangkah untuk mengawal dengan lebih baik lagi terhadap pemulihan

ekonomi khususnya pasca pandemi.

Birokrasi sebagai bentuk organisasi yang penerapannya sesuai atau

berhubungan dengan tujuan bersama yang ingin dicapai dan digunakan untuk

mengorganisasikan pekerjaan secara teratur. Hal itu dalam suatu negara sangat

penting dan menentukan dalam upaya penyelenggaraan Negara maupun

penyelenggaraan Pemerintahaan. Birokrasi ibarat mesin paling utama dalam

penyelenggaraan pemerintahaan sehingga apabila tejadi kemacetan atau kerusakan

maka dapat dibayangkan bahwa pemerintah itu sendiri akan berjalan secara

pincang dan mogok atau bahkan berhenti dalam menyelenggarakan

pemerintahaan. Kelambanan dalam pelayanan masyarakat, memiliki sistem

4
https://www.greenpeace.org/indonesia/siaran-pers/5612/reorientasi-pembangunan-untuk-
solusi-pemulihan-ekonomi-bukan-birokrasi-baru/
4

manajemen yang buruk terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme serta permasalahan

lainnya dalam tubuh birokrasi kita.5

Istilah birokrasi sering kali dikaitkan dengan organisasi pemerintah,

padahal birokrasi itu bisa terjadi di organisasi pemerintah maupun pada organisasi

non pemerintah. Birokrasi merupakan sistem untuk mengatur organisasi yang

besar agar diperoleh pengelolaan yang efisien, rasional dan efektif. Pada

umumnya birokrasi dalam pengertian masyarakat luas senantiasa dikaitkan

dengan segala sesuatu yang serba lamban, berbelit-belit dan serba formalitas.

Dalam menyelesaikan urusan-urusan birokrasi (para birokrat, aparatur

pemerintah) selalu mendapatkan hambatan-hambatan yang membuang waktu

lama dan tenaga sehingga segala urusan menjadi tertunda penyelesaiannya. Kalau

memahami peranan birokrasi, maka tugas-tugas yang dibebankan kepada aparatur

akan lebih tertib, sehingga tidak akan terjadi penyimpangan atau penyelewengan.

Birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat yang

kehadirannya tidak bisa dihindari dalam konsep negara modern. Hadirnya

birokrasi sebagai konsekuensi logis dari tugas utama negara (pemerintahan) untuk

menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat (social welfare). Negara dituntut

untuk terlibat secara langsung dalam memproduksi barang dan jasa yang

diperlukan oleh rakyatnya (public goods and services), baik dalam keadaan

tertentu negara memutuskan apa yang yang terbaik bagi rakyatnya. Untuk itu

negara membangun sistem administrasi yang bertujuan untuk melayani

kepentingan rakyat yang disebut sebagai birokrasi (Prasojo, 2006:76).

5
Risnawan, Wawan, 2018, Manajemen Strategik Birokrasi Dalam Era Disruption, Jurnal Ilmu
Administarasi Publik (Dinamika) Vol. 5, No.4.
5

Perkembangan dan pertumbuhan masyarakat yang secara dinamis disertai dengan

peningkatan taraf hidup dan pendidikan masyarakat ditambah dengan

berkembangnya kemajuan di bidang teknologi dan informasi menjadikan

peningkatan proses pemberdayaan lingkungan masyarakat menjadi penting. Oleh

karena itu pelayanan bagian dari sektor publik juga diharpakan mengikuti

perubahan yang terjadi secara cepat dan dinamis sebagaimana di masyarakat.6

Kesenjangan akan timbul bilamana birokrasi yang bersangkutan tidak

mampu menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Ketidakmampuan itu

timbul antara lain, karena birokrasi tidak mempunyai tujuan dan misi yang jelas,

struktur organisasi tidak berorientasi kepada pelayanan, tidak jelas tanggung

jawab dan wewenang, adanya sentralisasi kekuasaan, adanya budaya formalisme

dan simbolisme. Dengan demikian, untuk mengembangkan birokrasi yang

responsif terhadap tuntutan reformasi, maka prioritas utama yang perlu

dikembangkan adalah prioritas utama diarahkan kepada reformasi di bidang

kelembagaan, prosedur dan pembinaan sumber daya aparatur, sehingga citra dan

fungsi pelayanan dapat dikembalikan kepada aparatur sebagai abdi negara dan

abdi rakyat (Zainal, 2008).

Prioritas birokrasi di Indonesia saat ini adalah dalam hal kecepatan

penyaluran dana bantuan sosial, kualitas pelayanan selama pandemi maupun hal-

hal lain yang menyangkut kebutuhan dasar masyarakat menuntut pelaksanaan

yang tanggap, sementara pada sisi lain penggunaan teknologi informasi untuk

memperkuat digitalisasi pelayanan maupun bekerja dari rumah atau Working from

Home (WFH) berbenturan dengan karakter lama bersifat rule driven menghambat
6
Habibuddin Siregar, “Analisi Kinerja Aparatur Biorkrasi”. Vol, 1. No, 1. Juni 2011. Halm 51
6

birokrasi untuk berubah secara lebih cepat, overload dan gap beban kerja pada

tataran operasional dan pragmatis serta pola komunikasi yang tidak efektif dalam

agenda-agenda perubahan new normal Juwari ,7

Aktualisasi birokrasi yang masih belum optimal terlihat pada beberapa

permasalahan penyaluran bantuan sosial di kabupaten Garut yang menimbulkan

kerumunan, telur bantuan sosial (bansos) sebanyak 4 ton dari provinsi yang

berada di Gudang Bulog terlambat di salurkan sehingga sebagian membusuk yang

seharusnya diterima oleh Keluarga Rumah Tangga Sasaran (KRTS) Data

Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) penerima bansos provinsi, program

vaksinasi yang menimbulkan antrian yang panjang dan seterusnya menjadi bahan

evaluasi dalam penataan birokrasi di Kabupaten Garut.8

Secara umum, model birokrasi sering dianologikan sebagai kultur

feodalisme dalam pemerintahan di Indonesia. Didalamnya mengandung hak

komunikasi yang lebih ditekankan kepada hak komunikasi para pemilik

kekuasaan dalam struktur – struktur pemerintahan. Padahal, sebenarnya birokrasi

adalah model ideal untuk mencapai tujuan organisasi yang juga mengunggulkan

peranserta berbagai pihak dalam struktur untuk bekerja sesuai dengan kapasitas

dan tanggungjawabnya. Sementara itu, fungsi birokrasi menurut Weber (dalam

Giddens, 1986), secara substantif mencakup :

(a) Spesialisasi yang memungkinkan produktivitas,


(b) Struktur yang memberikan bentuk pada organisasi
(c) Predictability (keadaan yang dapat diramalkan ) dan stabilitas yang
dapat dikerjakan
7
Juwari, Ahmad, 2017. Birokrasi dan Sense of Crisis di Masa Pandemi. Analis Akuntabilitas Badan
Kepegawaian Negara. https://www.bkn.go.id/wp-content/uploads/2017/10
8
https://www.wartaekonomi.co.id/read285180/bansos..., diakses pada tanggal 30 Agustus 2021
Jam 22.08 WIB
7

(d) Rasionalitas yang dapat diuji dan diunggulkan dalam tindakan


menciptakan sinergi untuk memaksimalkan keuntungan.

Birokrasi selalu dikaitkan dengan keteraturan dalam penyelenggaraan

organisasi, tetapi tidak sepenuhnya bisa membuat efektivitas birokrasi. Beberapa

faktor yang menghambat, aatara lain, birokrasi tidak cukup memberikan peluang

untuk pertumbuhan pribadi dan pengembangan kepribadian yang matang karena

terlalu banyak prosedur dan kekakuan struktur. Lebih banyak mengembangkan

kompromi (conformity ) dan pemikiran kelompok dengan berbagai macam

keharusan yang sulit untuk dilakukan. Dalam dinamika perubahan, birokrasi

seringkali tidak mampu memperhitungkan organisasi informal dan masalah yang

timbul tidak terduga dalam pelaksanaan kegiatan. Dengan kata lain, birokrasi

bersifat sangat konvensional tidak mampu mengantisipasi perubahan. Karena itu,

pola komunikasi dalam institusi pemerintah yang bersifat top – down, juga tetap

berjalan tanpa hambatan berarti.9

Birokrasi dan komunikasi tidak bisa terpisah masing masing. Keduanya

menjadi satu bagian dalam alur sebuah kegiatan organisasi, baik secara

administratif maupun non administratif. Melihat sebuah organisasi khususnya

pemerintahan, selalu memerlukan interaksi dan informasi baik menerima maupun

menyampaikan informasi tersebut. Komunikasi di lain sisi menjadi rangka

pembangun dari birokrasi organisasi yang komplek dan hirarkis. Untuk itu

terdapat berbagai macam pola komunikasi organisasi yang berjalan didalamnya.

Komunikasi yang terikat dalam birokrasi ini adalah suatu organisasi

pemerintahan, yang menjalankan tugas tugas penyelenggaraan pemerintahan. Kita


9
Susanto, Eko Harry, 2010 Kelambanan Reformasi Birokrasi dan Pola Komunikasi Lembaga
Pemerintah, Jurnal ASPIKOM, Vol 1 No 1 2010
8

mengenal komunikasi formal, yang terbentuk dari kepada siapa kita berbicara atau

penyampaian pesan berdasarkan stukturasi atau jabatanya dalam organisasi. Di

samping itu, dalam birokrasi organisasi juga terbangun komunikasi informal yang

bertujuan mengkonfirmasi pesan yang mungkin kurang jelas saat penyampaian

sebelumnya. Komunikasi informal sendiri terbentuk berdasarkan rasa dan minat

tertentu antar sesama anggota organisasi (Fitriawan, Nugroho, 2017:59-82) .

Pola komunikasi dapat diartikan sebagai pola hubungan antara dua orang

atau lebih dalam pengiriman dan penerimaan pesan dengan cara yang tepat

sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2004). Komunikasi

pemerintahan berperan penting dalam penanganan pandemi Covid-19, setidaknya

ada empat masalah utama komunikasi pemerintahan dalam penanganan Covid-19

di Indonesia, seperti kurang akuratnya data dan informasi, minimnya sosialisasi

terkait beberapa isu, rendahnya kepercayaan publik, serta kurang efektifnya

komunikasi organisasi pemerintahan10 . Hal tersebut mengisyaratkan peran

regulasi yang jelas dan transparan pada setiap level birokrasi pemerintahan

menjadi porsi yang tidak dapat dipungkiri eksistensinya.

Kualitas internal birokrasi pemerintahan yang modern ditandai oleh

spesialisasi, kompetensi, wawasan, rasionalitas, obyektif, analitis, skeptis,

berprinsip, toleransi, terbuka, dialogis dan orientatif terhadap kepentingan umum.

Oleh karenanya birokrasi harus tanggap dan terbuka serta mampu menyerap

perkembangan di luar dirinya, dengan demikian kebijakan publik yang dihasilkan

senantiasa berarientasi kepada publik yang dilayaninya, sejalan dengan itu maka
10
Ardiyanti, Handrini. 2020. Komunikasi Pemerintahan Dalam Penanganan Pandemi Covid-19.
Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual Dan Strategis. Vol. XII, No.15/I/Puslit/Agustus/2020. Pusat
Penelitian Badan Keahlian DPR RI.
9

suatu kebijakan termasuk di dalamnya yang berkaitan dengan pelayanan publik

harus melalui proses komunikasi yang efektif, melalui komunikasi kebijakan

birokrasi dengan konsep “triangle concept of wisdom” yaitu nilai kepedulian

(care), nilai sikap kebijakan (share) serta nilai keadilan dan kepentingan umum

(fair), pola komunikasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Komunikasi sebagai salah satu alat dalam menggerakan birokrasi dalam

melaksanakan fungsi-fungsi, maka komunikasi tersebut haruslah efektif.

Selanjutnya komunikasi yang efektif akan berhasil apabila pesan yang

disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (frame of reference)

yakni paduan pengalaman dan pengertian (collection of experience and meaning)

yang pernah diperoleh komunikan. Dengan kata lain Tjahya (1996) menyatakan

dalam proses komunikasi, komunikasi akan berlangsung apabila terjadi kesamaan

makna dalam pesan yang diterima komunikan. Hal tersebut seperti yang

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1.1.

Pola Komunikasi

CARE SHARE
LINGKUNGAN
INTERNAL
BIROKRASI
10

LINGKUNGAN LINGKUNGAN NON


AKSTERN FISIK AKSTERN FISIK
BIROKRASI BIROKRASI

FAIR

MASYARAKAT

(Supriatna, 1996 )

Proses komunikasi antar manusia seperti yang digambarkan tersebut dalam

konteks pelayanan publik yang berkualitas dan efektif bila aparatur birokrasi

sebagai sumber informasi memiliki kemampuan komunikasi yang baik,

tersedianya sarana dan media yang memadai serta terbangunnya iklim komunikasi

yang kondusif. Hal tersebut dapat terlihat pada gambar berikut ini:

Gambar 1.2

Proses Komunikasi

PESAN ( MESSAGE )

DECODE
ENCODE
KOMUNIKATOR KOMUNIKAN

INTERPRETED INTERPRETED

ENCODE UMPAN BALIK(FEED BACK) DECODE


Sumber: Panuju (1999:82)

Adanya pemanfaatan media komunikasi dalam upaya mitigasi pandemi.

Mitigasi pandemi yang dimaksudkan dalam penelitian tersebut adalah efektifitas

media poster dalam mendorong social distancing, yang menjadikan perubahan

perilaku dalam mencegah penularan Covid-19 melalui edukasi media komunikasi

dalam penanganan Covid-19 dimana menjadi hal baru bagi pemerintah


11

dipengaruhi oleh ketersedian akses jaringan, kemampuan dalam menangkap pesan

secara virtual ataupun aksestabilitas media yang tidak merata.

Keterbatasan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh keadaan geografis dan

topografi daerah. Kabuptaten Garut dengan beberapa wilayah yang terjauh seperti

pamengpeuk, simgajaya, pakenjeng atau mayoritas wilayah selatan secara

acapkali sukar untuk dijangkau oleh media digital atau sejenisnya. Hal tersebut

menghambat di dalam pelayanan publik dari sebuah kebijakan yang harus

dilaksanakan oleh birokrat. Transparansi stimulus bansos maupun upaya

penanggulangan dan percepatan pemulihan bencana pandemi mengalami

hambatan- hambatan. Pelaku birokrasi tidak kalah pentingnya di dalam upaya

pencegahan pandemi seperti program vaksinasi dimana masyarakat Garut masih

minim informasi dan akses pelayanan yang terkadang menimbulkan antrian yang

panjang dalam pelaksanaannya.

Secara administratif, sampai dengan tahun 2014 Kabupaten Garut

mempunyai jumlah kecamatan sebanyak 42 kecamatan, 21 kelurahan dan 421

desa. Terakhir kali pada tahun 2011 telah melakukan penambahan jumlah desa

sebanyak 11 (sebelas) desa sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Garut

Nomor 12 s.d. 22 Tahun 2011. Kecamatan Cibalong merupakan kecamatan yang

mempunyai wilayah terluas mencapai 6,97% dari wilayah Kabupaten Garut atau

seluas 21.359 Ha, sedangkan kecamatan Kersamanah merupakan wilayah terkecil

dengan luas 1.650 Ha atau 0,54%. 11

11
http://sipinter.bappeda.garutkab.go.id/doc-sipinter/Kajian-Potensi-Unggulan-BPMPT-2015.pdf,
diakses pada tanggal 30 Agustus 2021, jam 22.25 WIB
12

Melihat kondisi wilayah yang demikian maka pemulihan ekonomi melalui

pola kumunikasi birokrasi yang efisien dan efektif menjadi suatu hal yang tidak

dapat dipungkiri sebagai upaya dari pemerintah pusat terutama Kabupaten Garut

khususnya dalam rangka penanganan dan percepatan pemulihan pandemi Covid-

19 yang telah masuk level 2. Mayoritas masyarakat mengharapkan aktivitas new

normal yang lepas dari kekhawatiran akan wabah ini.

Berdasarkan uraian diatas, penulis menganggap bahwa penulisan Tesis

yang berjudul “ Pola Komunikasi Birokrasi Dalam Penanganan Pandemi Covid-

19 Di Kabupaten Garut ” sangat penting untuk diteliti.

1.2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “

sebagai berikut:

1. Bagaimana pola komunikasi birokrasi dalam penanganan pandemi

Covid-19 di Kabupaten Garut ?

2. Apa saja hambatan pola komunikasi birokrasi dalam penanganan

pandemi Covid-19 di Kabupaten Garut?

3. Bagaimana upaya mengatasi hambatan pada pola komunikasi birokrasi

dalam penanganan pandemi Covid-19 di Kabupaten Garut?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui pola komunikasi birokrasi dalam

penanganan pandemi Covid-19 di Kabupaten Garut


13

1. Menganalisis pola komunikasi birokrasi dalam penanganan pandemi

Covid-19 di Kabupaten Garut.

2. Menganalisis hambatan pola komunikasi birokrasi dalam penanganan

pandemi Covid-19 di Kabupaten Garut.

3. Menganalisis upaya mengatasi hambatan pada pola komunikasi

birokrasi dalam penanganan pandemi Covid-19 di Kabupaten Garut.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi atau manfaat yang

spesifik, baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut:

1. Aspek Teoritis

Diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan informasi bagi pembaca

dan peneliti lain yang mempunyai minat yang sama yaitu untuk mengkaji

masalah – masalah yang berhubungan dengan komunikasi birokrasi dari

sebuah lembaga / organisasi juga sebagai sarana pengembangan ilmu

pemerintahan khususnya dalam pola komunikasi birokrasi.

2. Aspek Praktis (Guna Laksana)

Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan teknis operasional Satuan

Tugas Penanganan Covid-19 serta lembaga terkait Kabupaten Garut

dalam pola komunikasi birokrasi pada penanganan pandemi Covid-19 di

Kabupaten Garut.

Anda mungkin juga menyukai