Anda di halaman 1dari 6

Interaksi Obat – P1

INTERAKSI OBAT dengan BENZODIAZEPIN

I. INFORMASI UMUM MENGENAI BENZODIAZEPIN


1. Pendahuluan
Tujuan dari bab ini adalah untuk menguji interaksi obat yang muncul dengan benzodiazepin
dan membahas hubungan interaksi tersebut dengan bidang kedokteran secara umum dengan
penekanan pada toksikologi forensik. Karena sifat benzodiazepin sangat beragam, dibutuhkan
waktu untuk memperkenalkan obat dari kelas ini. Materi pengenalan ini diambil dari beberapa
bahan referensi dan resensi dasar , dan hal-hal lain tidak dirujuk, kecuali untuk poin spesifik yang
tidak berasal dari referensi tersebut. Literatur utama akan lebih banyak disebutkan secara
menyeluruh pada bagian lain, yang menunjukkan bukti adanya interaksi dengan obat depresan
sistem saraf pusat (SSP) dan keterlibatan enzim spesifik lain dalam metabolisme benzodiazepin dan
interaksi obat.

Benzodiazepin merupakan kelas yang mencakup sejumlah besar obat yang memiliki struktur
kimia yang mirip dan memiliki kerja ansiolotik sampai sedatif terhadap SSP. Klordiazepoksida
merupakan obat golongan ini yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960-an, diikuti oleh
diazepam, flurazepam, dan oksazepam. Sejak saat itu, sejumlah obat golongan ini telah
diperkenalkan. Dalam Martindale edisi terakhir (1999), sedikitnya terdapat 43 obat benzodiazepin
(Tabel 1). Sebagian besar obat tersebut ditemukan pada bagian hipnotik sedatif ansiolitik dan
antipsikotik; satu, klonazepam terdapat pada bagian antiepilepsi. Di antara 43 obat benzodiazepin
tersebut, hanya 12 yang juga terdapat dalam Physicians Desk Reference edisi terakhir (2002) (Tabel
1; 8); yang mengindikasikan persetujuan untuk digunakan di Amerika Serikat.

Banyak benzodiazepin sekarang dibuat oleh lebih dari satu industri farmasi atau lebih dari
satu cabang industri farmasi sehingga memiliki lebih dari satu nama dagang. Contoh salah satu
nama dagang disajikan pada Tabel 1, disertai dengan produsennya.

Untuk memahami pentingnya interaksi obat dengan benzodiazepin, dibutuhkan pengertian


mendasar mengenai kerja farmakodinamik obat ini, yang disertai dengan kegunaan terapeutiknya.
Selain itu, karena banyak dari interaksi obat benzodiazepin berkaitan dengan sifat farmakokinetik,
struktur kimia dan metabolisme benzodiazepin harus dipertimbangkan juga.
2. Farmakodinamika (Secara Singkat), Kegunaan, dan Efek Merugikan Benzodiazepin
Kebanyakan efek benzodiazepin berasal dari kerja obat-obat ini pada SSP. Di dalam SSP,
target molekuler utama benzodiazepin yaitu reseptor neurotransmiter inhibitori yang secara
langsung diaktivasi oleh asam amino, yakni asam y-aminobutirat (GABA). Benzodiazepin terbukti
berikatan dengan dan memodulasi reseptor GABA utama di otak, GABA A, sementara reseptor
GABAB, tidak dipengaruhi oleh benzodiazepin. Reseptor GABAA, merupakan saluran klorida
membran integral yang memediasi neurotransmisi hambatan cepat di dalam SSP. Tidak seperti
barbiturat yang juga berikatan dengan GABAA, benzodiazepin hanya bekerja jika terdapat GABA.
Agonis benzodiazepin yang umum meningkatkan jumlah arus klorida yang dibangkitkan oleh
aktivasi GABAA, mempotensiasi efek GABA di seluruh SSP. Bikukulin, suatu antagonis GABAA,
menurunkan efek perilaku dan clektrofisiologis benzodiazepin; dan suatu analog benzodiazepin,
flumazenil, yang secara poten dan selektif memblok tempat pengikatan benzodiazepin, digunakan
secara klinis untuk membalikkan efek dosis tinggi benzodiazepin .

Efek depresif SSP menghasilkan efek ansiolitik, relaksan otot, hipnotik, amnesia antigrade,
antikonvulsan, dan sedatif yang menunjukkan kegunaan terapeutik benzodiazepin (Tabel 2).
Meskipun dosis tepat salah satu benzodiazepin akan menghasilkan berbagai efek itu, beberapa
benzodiazepin lebih cocok digunakan untuk kegunaan tertentu dibandingkan dengan yang lain.
Secara umum, hal itu diatur oleh waktu paruh terapeutik obat tersebut. Benzodiazepin digolongkan
secara umum menjadi obat kerja-pendek (0-6 jam), kerja sedang (6-24 jam), atau kerja panjang
(>24 jam); akan tetapi, beberapa sumber hanya membaginya menjadi kerja pendek (0-24 jam) dan
kerja panjang (>24 jam). Benzodiazepin yang digunakan sebagai antikonvulsan termasuk obat kerja
panjang dan cepat untuk memasuki otak. Benzodiazepin kerja pendek sampai sedang lebih disukai
untuk penanganan insomnia. Benzodiazepin kerja pendek digunakan sebagai obat praanestesi untuk
mendapatkan efek sedasi sebelum dilakukan pembedahan. Benzodiazepin kerja panjang atau kerja
pendek multidosis secara umum digunakan sebagai ansiolitik. Kegunaan benzodiazepin yang tertera
pada Martindale, dilengkapi dengan waktu paruh, rute pemberian, dan rentang dosis normal,
disajikan pada Tabel 3.

Mengantuk, sedasi, dan ataksia merupakan efek merugikan yang paling sering terjadi pada
saat penggunaan benzodiazepin. Secara umum, efek tersebut menurun pada pemakaian berlanjut
dan muncul dari efck depresif SSP benzodiazepin. Efek merugikan yang lebih sedikit terjadi antara
lain vertigo, sakit kepala, depresi mental, kebingungan, gangguan bicara, tremor, perubahan libido,
gangguan penglihatan, retensi urine, gangguan pencernaan, perubahan salivasi, dan amnesia.
Kejadian yang jarang meliputi eksitasi paradoksis yang memicu sikap bermusuhan dan agresif,
reaksi hipersensitivitas, ikterus, dan gangguan darah. Pada dosis yang sangat tinggi, dapat terjadi
hipotensi, depresi pernapasan, koma, dan terkadang kematian.

Penggunaan benzodiazepin sehari-hari telah dikaitkan dengan ketergantungan, toleransi, dan


gejala putus obat pada banyak individu setelah penghentian penggunaan obat. Toleransi terhadap
efek benzodiazepin merupakan topik yang sedang banyak diperdebatkan. Hal itu tampaknya terjadi
pada sejumlah individu, dan mungkin tidak muncul pada individu lain. Kecenderungan terjadinya
ketergantungan tampaknya lebih tinggi pada individu dengan riwayat ketergantungan obat atau
alkohol dan gangguan kepribadian. Dosis tinggi dan injeksi intravena digunakan untuk memperoleh
efek euforia. Karena terjadinya ketergantungan tidak dapat dengan mudah diprediksi, penghentian
obat secara mendadak tidak direkomendasikan. Penurunan dosis sebaiknya dilakukan secara
bertahap. Gejala putus obat meliputi ansietas, depresi, konsentrasi yang terganggu, insomnia, sakit
kepala, pusing, tinitus, hilang nafsu makan, tremor, iritabilitas, gangguan persepsi, mual, muntah,
kram abdomen, palpitasi, hipertensi sistolik ringan, takikardia, dan hipotensi ortostatik. Jika
benzodiazepin digunakan dalam jangka panjang, penghentian penggunaan obat sebaiknya diawasi
oleh seorang profesional.

3. Farmakokinetika Dasar
Benzodiazepin merupakan obat yang biasanya bersifat lipofilik. Namun, dalam kelas ini,
lipofilisitas yang diukur sebagai koefisien minyak:air dapat berbeda hingga rentang lebih dari 50
kali lipat. Karena lipofilisitasnya, benzodiazepin terikat kuat dengan protein plasma (70-99%) dan
memiliki volume distribusi yang relatif besar (0,3-22 L/kg) (Tabel 4). Pada umumnya, persentase
pengikatan dengan protein plasma dan volume distribusi meningkat seiring dengan peningkatan
koefisien partisi minyak:air.

Perbedaan lipofilisitas dapat memberikan dampak besar terhadap farmakokinetika


benzodiazepin. Diazepam merupakan benzodiazepin kerja panjang. Akan tetapi jika diberikan
sebagai dosis tunggal, diazepam mengalami redistribusi secara cepat ke dalam kompartemen
nonplasma (lipid), fase eliminasi α. Selanjutnya, obat ini secara lambat terdistribusi kembali ke
dalam kompartemen plasma pada konsentrasi subterapeutik dengan waktu paruh eliminasi akhir
yang panjang. Karena itu, dosis tunggal diazepam dapat digunakan sebagai obat praanestesi jangka
pendek, sementara dosis harian dapat menyebabkan akumulasi selama fase eliminasi akhir dan
memberikan terapi jangka panjang.
Benzodiazepin diabsorpsi dengan baik dari saluran pencernaan, yang memungkinkan
pemberian dosis benzodiazepin secara oral (Tabel 3). Seperti yang dijelaskan dengan lebih
terperinci pada subjudul 2.2, kebanyakan benzodiazepin akan mengalami metabolisme lintas
pertama secara luas, beberapa obat bahkan mengalami metabolisme sedemikian rupa sehingga obat
induk hanya terdeteksi pada konsentrasi yang sangat rendah dalam sampel darah (atau produk darah
lainnya). Konsentrasi benzodiazepin dalam plasma, atau metabolit utamanya yang aktif secara
farmakologis, berhubungan erat dengan dosis benzodiazepin yang diberikan. (Gambar 1).

Sebagai suatu kelas obat, benzodiazepin memiliki banyak sifat. Terdapat perbedaan struktural
di antara anggota kelas ini, dan perbedaan tersebut akan memengaruhi cara metabolisme
benzodiazepin, dan dengan demikian memiliki pengaruh pada kerentanan masing-masing terhadap
interaksi obat.

II. KIMIA DAN METABOLISME BENZODIAZEPIN


1. Kimia Benzodiazepin
Struktur klasik benzodiazepin (Gambar 2) terdiri dari sebuah benzena (cincin A) yang
menyatu dengan diazepin beranggotakan tujuh atom (cincin B). Kecuali pada dua jenis
benzodiazepin yang tersedia secara komersial, semua nitrogen pada cincin diazepin terletak pada
posisi 1,4. Klobazam memiliki atom nitrogen pada posisi 1,5 dari cincin diazepin; tofisopam
memiliki atom nitrogen pada posisi 2,3 pada cincin diazepin (Gambar 3). Selain itu, kebanyakan
benzodiazepin yang tersedia secara komersial memiliki substituen aril (cincin C) pada posisi 5 dari
cincin diazepin. Karena itu, kecuali klobazam dan tofisopam, obat-obat ini merupakan 5-aril-1,4-
benzodiazepin.

Setelah sintesis awal klordiazepoksida yang dilakukan oleh Sternbach pada tahun 1957, dan
pengenalannya sebagai obat pada tahun 1961, sejumlah benzodiazepin telah diperkenalkan ke
pasaran. Modifikasi awal meliputi perubahan substituen pada cincin diazepin. Modifikasi pada rute
ini pertama-tama menghasilkan pembentukan diazepam, flurazepam, dan oksazepam. Modifikasi
tersebut terus berlangsung selama bertahun-tahun dan menghasilkan sejumlah senyawa 1,4-
benzodiazepin (Tabel 5). Substitusi benzena dengan gugus tieno menghasilkan senyawa 1,4-
tienodiazepin (Gambar 2 dan 3; Tabel 6). Pembentukan cincin dari gugus oksazolo (Gambar 2;
Tabel 6) atau gugus oksazino (ketozolam pada Gambar 3; Tabel 6) pada posisi 4,5 dari diazepin
telah dilakukan dan benzodjazepin generasi lebih baru memiliki gugus triazolo atau imidazo yang
terbentuk pada posisi 1,2 (Gambar 2; Tabel 6). Sementara sebagian besar benzodiazepin memiliki
substituen fenil pada posisi 5 dari cincin diazepin, bromazepam memiliki substituen 2-piridinil, dan
tetrazepam memiliki substituen 1-sikloheksen-1-il pada posisi tersebut (Gambar 3; Tabel 6).
Bentazepam, dengan suatu gugus benziltieno yang menyatu dengan cincin diazepin, dan brotizolam
dengan gugus tieno dan triazolo merupakan senyawa 1,4- tienodiazepin yang khas (Gambar 3;
Tabel 6).

Penelitian mengenai aktivitas struktur telah menunjukkan beberapa persyaratan penting yang
diperlukan untuk menghasilkan efek SSP yang dimediasi oleh benzodiazepin. Suatu gugus penarik
elektron diperlukan pada posisi 7 dari gugus benzena (atau tieno) (R10 untuk oksazolo dan R8
untuk triazolo atau imidazo). Gugus penarik elektron itu biasanya gugus halida (klorida, dan
terkadang bromida) atau gugus nitroso. Suatu gugus penarik elektron pada posisi 2' dari substituen
5-fenil dikaitkan dengan peningkatan potensi dan penurunan waktu paruh. Substituen klorida atau
fluorida telah digunakan untuk tujuan itu.

2. Metabolisme Dasar Benzodiazepin


Sebagian besar 5-aril-1,4-benzodiazepin dimetabolisme dengan cara N-dealkilasi pada posisi
N-1 dan hidroksilasi pada posisi 3 (Gambar 4). N-dealkilasi menghasilkan metabolit aktif dengan
waktu paruh terapeutik yang lebih panjang. Pada banyak kasus, metabolit N-dealkil adalah
nordiazepam (N-desmetildiazepam, nordiazam) (Gambar 4). Hidroksilasi pada posisi 3 juga
menghasilkan metabolit aktif. Gugus 3-hidroksil kemudian dikonjugasi, biasanya dengan
glukuronida, menghasilkan metabolit inaktif. Untuk benzodiazepin dengan gugus 3-hidroksil,
seperti temazepam, oksazepam (Gambar 4), lorazepam, dan lormetazepam (tidak diperlihatkan),
konjugasi gugus 3-hidroksil merupakan rute metabolisme yang utama, meskipun jalur lain, seperti
N-dealkilasi, juga dapat saja terjadi. 3-hidroksil benzodiazepin ini termasuk ke dalam obat kerja-
sedang secara konsisten. Klorazepat mengalami dekarboksilasi secara nonenzimatik menjadi
nordiazepam pada pH rendah di lambung. 4,5-oksazolo dari 4,5-oksazolo-benzodiazepin, seperti
ketazolam, oksazolam, dan meksazolam, terputus. Telah diperkirakan oleh Ishigimi dkk. (9) bahwa
hidroksilasi cincin oksazolo yang dimediasi oleh P-450 diikuti dengan pemutusan cincin tersebut
secara nonenzimatik, seperti yang terlihat untuk meksazolam (Gambar 5).

1,2-Triazo dan 1,2-imidazo-benzodiazepin, seperti alprazolam, triazolam, dan midazolam,


dimetabolisme melalui hidroksilasi pada gugus metil posisi alfa (1') dan pada posisi 4 (yang sama
dengan posisi 3 pada benzodiazepin yang lain). Metabolit tersebut aktif hingga saat terkonjugasi. l'-
Hidroksilasi merupakan rute utama untuk triazolam dan midazolam, sementara 4-hidroksilasi
merupakan rute utama untuk alprazolam. Pemutusan cincin diazo pada alprazolam juga telah
dijelaskan (Gambar 6). Adinazolam secara berturut-turut mengalami N-demetilasi pada konstituen
1-dimetilaminometil menjadi N-desmetiladinazolam dan didesmetiladinazolam. Produk N-demetil
pertama memiliki area di bawah
kurva yang lebih besar dibandingkan dengan obat induk dan memiliki afinitas yang lebih besar
terhadap reseptor benzodiazepin pusat. Deaminasi N-desmetiladinazolam yang menyebabkan 1-
hidroksilasi menjadi 1-hidroksi-alprazolam atau pemutusan rantai samping estazolam telah
digambarkan pada tikus, namun tampaknya tidak penting pada manusia (10,11). Estazolam
dihidroksilasi menjadi 1-oksoestazolam dan 4-hidroksiestazolam. Meskipun kedua metabolit
tersebut memiliki aktivitas minor, keduanya tidak terbentuk dalam jumlah yang cukup untuk
berkontribusi terhadap aktivitas farmakologis estazolam.

Senyawa 7-nitroso-benzodiazepin, seperti klonazepam, flunitrazepam, dan nitrazepam,


dimetabolisme melalui reduksi gugus nitroso secara berturut-turut menjadi amina dan selanjutnya
N-asetilasi amina menghasilkan gugus asetamido (Gambar 7). Metabolit ini merupakan metabolit
utama yang terdapat di urine dan plasma dan tidak memiliki aktivitas pada reseptor benzodiazepin.
N-Dealkilasi pada posisi I cincin diazo juga merupakan rute metabolisme yang penting untuk
flunitrazepam. Klonazepam dan flunitrazepam dapat juga dihidroksilasi pada posisi 3 cincin diazo.
Pada nitrazepam, metabolisme oksidatif pada cincin diazo berdampak pada pemutusan cincin; hal
ini dapat diikuti dengan hidroksilasi cincin fenil (B) (Gambar 7).

Rute metabolisme benzodiazepin lainnya, seperti bromazepam (pemutusan cincin dan 3-


hidroksilasi), klobazam (N-dealkilasi dan hidroksilasi cincin-c), klotiazepam (N-dealkilasi dan
hidroksilasi rantai samping), dan loprazolam (N-dealkilasi dan hidrolisis spontan menjadi senyawa
polar) telah dijelaskan (Gambar 8). Metaklazepam memiliki metil eter pada posisi 2 cincin diazo.
Hal itu tampaknya menghambat hidroksilasi pada posisi 3, sementara N- dan O-demetilasi
membentuk metabolit primer (Gambar 9; 12). Kamazepam memiliki gugus dimetilkarbamil pada
posisi 3 cincin diazo. Hidroksilasi terus-menerus pada gugus metil yang disertai dengan N-
hidroksimetilasi menghasilkan sebagian besar metabolit, bersama dengan N-demetilasi (Gambar 9;
13). Tofisopam (tofizopam) merupakan 2,3-diazepin yang unik, dengan gugus hidroksimetil pada
empat posisi. O-Demetilasi pada posisi RI dan R4 merupakan rute utama metabolisme tofisopam
(Gambar 9; 14). Metabolisme sejumlah senyawa benzodiazepin lain tidak dijelaskan di sini. Akan
tetapi, berdasarkan prinsip yang telah dijelaskan sebelumnya, kita dapat memperkirakan jalur
dugaan metabolisme obat-obat tersebut (Tabel 7).
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Anda mungkin juga menyukai