Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI DASAR NILAI PENGEMBBANGAN


ILMU

KELOMPOK II
1.ILMANSYAH
2.MAGFIRAH TUL HUSNAH
3.NUR SANTI
4.SAEPUDIN
5.MIFTAHAYATUN
6.PUTRI AYU NINGSIH
7.BINTANG ADE RESTU
8.MIRATUNISA
9.AMIRUL IKHSAN
10.HIZYATUL ISLAM
11.MADE ARYA WIADYANA

i
KATA PENGANTAR

Pancasila sebagai paradigma ilmu Pentingnya Pancasila sebagai dasar nilai


pengembangan ilmu bagi mahasiswa adalah untuk memperlihatkan peran
Pancasila sebagai rambu-rambu normatif bagi pengembangan ilmu pengetahuan
di Indonesia. Selain itu, pengembangan ilmu dan teknologi di Indonesia harus
berakar pada budaya bangsa Indonesia itu sendiri dan melibatkan partisipasi
masyarakat luas.
Oleh karena itu. kemajuan dan perkembangan IPTEK sangat diperlukan
dalam upaya mempertahankan segala kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia serta
menjawab segala tantangan zaman. Dengan penguasaan IPTEK kita dapat tetap
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sesuai dengan sila ketiga yang
berbunyi Persatuan Indonesia. Maka dari itu, IPTEK dan Pancasila antara satu
dengan yang lain memiliki hubungan yang kohesif. IPTEK diperlukan dalam
pengamalan Pancasila, sila ketiga dalam menjaga persatuan Indonesia. Di lain sisi,
kita juga harus tetap menggunakan dasar-dasar nilai Pancasila sebagai pedoman
dalam mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi agar kita dapat tidak
terjebak dan tepat sasaran mencapai tujuan bangsa.

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah S.W.T., karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah
ini bisa selesai pada waktunya. Salawat serta salam juga penulis sampaikan
kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW., serta sahabat dan keluarganya,
dan sampai kepada kita semua yang masih konsekuen terhadap ajaran yang
ditinggalkan oleh Beliau.
Ucapan terima kasih juga tersampaikan kepada Dosen mata kuliah
Pancasila, orang tua tercinta, serta teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dalam
rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Pancasila materi "Pancasila Sebagai
Dasar Nilai Pengembangan Ilmu".
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

ii
DAFTAR IS

I
JUDUL UMUM.......................................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1. Latar Belakang..........................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................2

BAB II......................................................................................................................4

PEMBAHASAN......................................................................................................4

2.1. Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu.....................................4

2.2. Definisi Ilmu Pengetahuan............................................................................5

2.3. Pengertian Ilmu dalam Perspektif Historis...................................................7

2.4. Aspek Penting dalam Ilmu Pengetahuan....................................................10

2.5. Pilar-Pilar Penyangga bagi Eksistensi Ilmu Pengetahuan...........................13

2.6. Penerapan Nilai Ketuhanan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)................................................................15

2.7. Penerapan Nilai Kemanusiaan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)................................................................15

2.8. Penerapan Nilai Persatuan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan


dan Teknologi (IPTEK).....................................................................................16

2.9. Pengaruh Nilai Kerakyatan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)................................................................17

2.10. Penerapan Nilai Keadilan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)...............................................................18

iii
2.11. Pengaruh Teknologi terhadap Ideologi Pancasila.....................................19

2.12. Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan Di Indonesia.................20

2.13. Pancasila sebagai Genetivus Objectivus dan Genetivus Subjectivus.......21

BAB III..................................................................................................................22

PENUTUP..............................................................................................................22

3.1 Kesimpulan..................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai bangsa yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia tidak terlepas
dari dasar Negara yaitu Pancasila. Pancasila adalah dasar filsafat negara Republik Indonesia
yang secara resmi disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945, diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersama-sama dengan
batang tubuh UUD 1945. Bangsa Indonesia telah menemukan jati dirinya, yang didalamya
tersimpul cirri khas, sifat, dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain, yang oleh para
pendiri negara kita dirumuskan dalam suatu rumusan yang sederhana namun mendalam.

Berdasarkan fakta objektif secara historis kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan
dengan nilai-nilai Pancasila. Atas dasar inilah maka sangat penting bagi para generasi penerus
bangsa terutama kalangan intelektual kampus untuk mengkaji, memahami, dan mengembangkan
berdasarkan pendekatan ilmiah, yang pada gilirannya akan memiliki suatu kesadaran serta
wawasan kebangsaan yang kuat berdasarkan nilai-nilai yang dimilikinya sendiri. Intelektual
kampus yaitu mahasiswa yang selalu berupaya untuk mendapat ilmu yang nantinya dapat
bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.

Tidak hanya mendapatkan ilmu, namun seorang mahasiswa juga harus berusaha untuk dapat
mengembangkan ilmu tersebut. Banyak sekali sudut pandang atau pedoman yang dapat
digunakan dalam mengembangkan ilmu, tetapi sebagai mahasiswa dan warga negara Republik
Indonesia diharapkan mampu mengembangkan ilmu serta memahami, menganalisis, dan
menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan
dan konsisten berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai dasarnya sehingga sesuai dengan cita-cita
dan tujuan bangsa Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah

a. Mengapa Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu ?


b. Apakah definisi Ilmu Pengetahuan ?
c. Apa persyaratan pengetahuan dapat meningkat menjadi ilmu ?
d. Apa pengertian ilmu dalam perspektif historis ?
e. Apa saja aspek penting dalam ilmu pengetahuan ?
f. Apa saja pilar-pilar penyangga bagi eksistensi ilmu pengetahuan ?
g. Bagaimana penerapan nilai ketuhanan sebagai dasar pengembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi IPTEK ?

5
h. Bagaimana penerapan nilai kemanusiaan sebagai dasar pengembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi IPTEK ?
i. Bagaimana penerapan nilai persatuan sebagai dasar pengembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi IPTEK ?
j. Apakah pengaruh dari nilai kerakyatan sebagai dasar pengembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (IPTEK)?
k. Apakah manfaat dari nilai keadilan sebagai dasar pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK)?
l. Apakah pengaruh teknologi terhadap ideologi Pancasila?
m. Apa yang dimaksud Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan ?
n. Apa yang dimaksud Pancasila sebagai Genetivus Objectivus dan Genetivus Subjectivus ?

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Dalam upaya manusia mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat dan


martabatnya maka manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi (Iptek) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia.Unsur
jiwa (rohani) manusia meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak. Akal merupakan potensi rohani
manusia dalam hubungan dengan intelektualitas, rasa dalam bidang estetis, dan kehendak dalam
bidang moral (etika). Atas dasar kreativitas akalnya manusia mengembangkan iptek dalam
rangka untuk mengolah kekayaan alam yang sediakan oleh Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena
itu tujuan essensial dari Iptek adalah demi kesejahteraan umat manusia, sehingga Iptek pada
hakikatnya tidak bebas nilai namun terikat oleh nilai. Dalam masalah ini Pancasila telah
memberikan dasar nilai-nilai bagi pengembangan Iptek demi kesejahteraan hidup manusia.
Pengembangan Iptek sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada moral Ketuhanan dan
kemanusiaan yang adil dan beradab. Pancasila yang sila-silanya merupakan suatu kesatuan yang
sistematis haruslah menjadi sistem etika pengembangan IPTEK.

Pancasila sebagai filsafat ilmu harus mengandung nilai ganda, yaitu:


1. Harus memberikan landasan teoritik (dan normatif) bagi penguasaan dan pengembangan
iptek dan menetapkan tujuannya.
2. Memiliki nilai instrinsik tujuan iptek yang senantiasa dilandasi oleh nilai mental kepribadian
dan moral manusia. Nilai-nilai kualitatif dan normatif secara kategoris harus terkandung
dalam ajaran filsafat. Kualitas dan identitas nilai mental dan kepribadian manusia senantiasa
berhubungan dengan nilai filsafat dan atau agama.

Kedudukan filsafat ilmu harus berasaskan kerokhanian dari sistem keilmuan dan
pengembangannya. Fungsi mental dan moral kepribadian manusia dalam implemantasi iptek
merupakan kriteria yang signifikan suatu keilmuan. Keilmuan harus berorientasi praktis untu
kepentingan bangsa. Selain itu, kebenaran yag dianut epistomologis Pancasila prinsip kebenaran
eksistensial dalam rangka mewujudkan harmoni maksimal yang sesuai taraf-taraf fisiokismis,
biotik, psikis, dan human dalam rangka acuan norma ontologis transedental. Dengan pendekatan
pencerdasan kehidupan bangsa, epsitomologis Pancasila bersifat terbuka terhadap berbagai aliran
filsafat dunia (Dimyati, 2006).Tekhnologi telah merambah berbagai bidang dan memengaruhi
sendi-sendi kehidupan manusia bahkan nyaris menggoyahkan ekstensi kodrat manusia itu
sendiri,contohnya anak-anak yang permainannya serba tekhnologi,mereka tidak sadar dengan hal
tersebut membuat mereka menjadi manusia individualis dan masih banyak lagi persoalan yang
lain.Problematika keilmuan dalam era milenium ketiga ini tidak terlepas dari sejarah

7
perkembangan ilmu pada masa- masa sebelumnya.dari sini problematika keilmuan dapat segera
diantisipasi dengan merumuskan kerangka dasar nilai bagi pengembangan ilmu .Kerangka dasar
nilai ini harus menggambarkan suatu suatu sistem filosofi kehidupan yang dijadikan prinsip
kehidupan masyarakat yang sudah mengakar dan membudaya dalam kehidupan masyarakat
indonesia,yaitu nilai-nilai pancasila.
2.2. Definisi Ilmu Pengetahuan.

Manusia sebagai makhluk jasmani rohani sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa
sekaligus individu dan makhluk sosial, pada hakikatnya sebagai makhluk homo sapiens
makhluk yang berakal di samping berasa dan berkehendak. Sebagai makhluk yang berakal,
manusia memiliki kemampuan intelektual yang mampu menghasilkan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Pengetahuan (knowledge) berbeda dengan ilmu (science). Sedangkan istilah ilmu


pengetahuan merupakan terjemahan dari science itu sendiri. Setiap ilmu adalah pengetahuan,
tetapi tidak setiap pengetahuan adalah ilmu. Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh
manusia aau hasil pekerjaan manusia menjadi tahu. Ilmu berada setingkat di atas pengetahuan.
Ilmu bukan sekedar pengetahuan, tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-
teori yang disepakati dan didapatkan secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang
diakui dalam bidang ilmu tertentu.

Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah unsur-unsur yang pokok dalam kebudayaan
manusia, dalam dunia ilmu pengetahuan terdapat dua pandangan yang berbeda yaitu (1)
pendapat yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan itu bebas nilai, artinya tidak ada sangkut
pautnya dengan moral, dengan etika, dengan kemanusiaan, dengan ketuhanan. (2) pendapat
kedua menyatakan bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya untuk kesejahteraan umat manusia.
Oleh karena itu, ilmu pengetahuan adalah terikat nilai yaitu nilai moral, nilai kemanusiaan, nilai
religious. Bagi Pancasila ilmu pengetahuan itu berketuhanan yang Maha Esa, berkemanusiaan,
berpersatuan, berkerakyatan, dan beradilan.

Maka dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dilandasi moral, etika
serta nilai-nilai religious. Dengan perkataan lain ilmu pengetahuan harus dilandasi etika ilmiah
dan yang paling penting dalam etika ilmiah adalah menyangkut hidup mati orang banyak, masa
depan, hak-hak manusia dan lingkungan hidup. Hal-hal yang perlu ditekankan adalah sebagai
berikut:
1. Risiko percobaan dan penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi
2. Kemungkinan penyalahgunaannya
3. Kompatibilitas dengan moral yang berlaku
4. Terganggunya sumber daya dan pemerataannya
5. Hak individu untuk memilih sesuatu sesuai dengan dirinya

8
Ada beberapa persyaratan pengetahuan dapat meningkat menjadi ilmu. Sifat Ilmiah
sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigm ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih
dahulu. Persyaratan itu adalah sebagai berikut.
a. Obyektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri atas satu golongan masala hang
sama sifat hakikatnya, bentuknya tampak dari luar maupun dari dalam.
b. Metodis adalah supaya upaya-upaa yang dilakukan untuk meminimalkan kemungkinan
terjadinya penyimpangan dala mencari kebenaran.
c. Sistematis. Ilmu harus terumuskan dan terurai dalam hubungan yang teratur dan logis
sehingga membentuk suatu system yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, dan
mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya.
d. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran yang universal yang bersifat
umum (tidak bersifat tertentu).

2.3. Pengertian Ilmu dalam Perspektif Historis

Ilmu pengetahuan berkembang melangkah secara bertahap menurut dekade waktu dan
menciptakan jamannya, dimulai dari jaman Yunani Kuno, Abad Pertengahan, Abad Modern,
sampai Abad Kontemporer.
Masa Yunani Kuno (abad ke 6 SM – 6 M) saat ilmu pengetahuan lahir, kedudukan ilmu
pengetahuan identik dengan filsafat memiliki corak mitologis. Alam dengan berbagai aturannya
diterangkan secara theogoni, bahwa ada peranan para dewa yang merupakan unsur penentu
segala sesuatu yang ada. Bagaimanapun corak mitologis ini telah mendorong upaya manusia
terus menerobos lebih jauh dunia pergejalaan, untuk mengetahui adanya sesuatu yang esa, tetap,
dan abadi, di balik yang bhinneka, berubah dan sementara.
Memasuki Abad Pertengahan (abad ke-5 M), pasca Aristoteles filsafat Yunani Kuno
menjadi ajaran praktis, bahkan mistis, yaitu sebagaimana diajarkan oleh Stoa, Epicuri, dan
Plotinus. Semua hal tersebut bersamaan dengan pudarnya kekuasaan Romawi yang
mengisyaratkan akan datangnya tahapan baru, yaitu filsafat yang harus mengabdi kepada agama
(Ancilla Theologiae).
Selanjutnya Abad Modern (abad ke 18-19 M) dengan dipelopori oleh gerakan.
Renaissance di abad ke 15 dan dimatangkan oleh gerakan Aufklaerung di abad ke-18, melalui
langkah-langkah revolusionernya filsafat memasuki tahap baru atau modern. Kepeloporan
revolusioner yang telah dilakukan oleh anak-anak Renaissance dan Aufklaerung seperti:
Copernicus, Galileo Galilei, Kepler, Descartes dan Immanuel Kant, telah memberikan implikasi
yang amat luas dan mendalam. Di satu pihak otonomi beserta segala kebebasannya telah dimiliki
kembali oleh umat manusia, sedang di lain pihak manusia kemudian mengarahkan hidupnya ke
dunia sekuler, yaitu suatu kehidupan pembebasan dari kedudukannya yang semula merupakan
koloni dan subkoloni agama dan gereja. Agama yang semula menguasai dan manunggal dengan

9
filsafat segera ditinggalkan oleh filsafat. Masing-masing berdiri mandiri dan berkembang
menurut dasar dan arah pemikiran sendiri (Koento Wibisono, 1985)
Revolusi ilmu pengetahuan memasuki Abad Kontemporer (abad ke-20-sekarang) berkat
teori relativitas Einstein yang telah merombak filsafat Newton (semula sudah mapan) di
samping teori kuantumnya yang telah mengubah persepsi dunia ilmu tentang sifat-sifat dasar
dan perilaku materi sedemikian rupa sehingga para pakar dapat melanjutkan penelitian-
penelitiannya, dan berhasil mengembangkan ilmu-ilmu dasar seperti: astronomi, fisika, kimia,
biologi molekuler, hasilnya seperti yang dapat dinikmati oleh manusia sekarang ini
(Sutardjo,1982).
Ilmu pengetahuan dalam perkembangannya dewasa ini beserta anak-anak kandungnya,
yaitu teknologi bukan sekedar sarana bagi kehidupan umat manusia. Iptek kini telah menjadi
sesuatu yang substansial, bagian dari harga diri (prestige) dan mitos, yang akan menjamin
survival suatu bangsa, prasyarat (prerequisite) untuk mencapai kemajuan (progress) dan
kedigdayaan (power) yang dibutuhkan dalam hubungan antar sesama bangsa. Dalam
kedudukannya yang substansif tersebut, Iptek telah menyentuh semua segi dan sendi kehidupan
secara ekstensif, dan pada gilirannya mengubah budaya manusia secara intensif. Fenomena
perubahan tersebut tercermin dalam masyarakat kita yang dewasa ini sedang mengalami masa
transisi simultan, yaitu:
1. Masa transisi masyarakat berbudaya agraris-tradisional menuju masyarakat dengan
budaya industri modern. Dalam masa transisi ini peran mitos mulai diambil alih oleh
logos (akal pikir). Bukan lagi melalui kekuatan kosmis yang secara mitologis dianggap
sebagai penguasa alam sekitar, melainkan sang akal pikir dengan kekuatan
penalarannya yang handal dijadikan kerangka acuan untuk meramalkan dan mengatur
kehidupan. Pandangan mengenai ruang dan waktu, etos kerja, kaedah-kaedah normatif
yang semula menjadi panutan, bergeser mencari format baru yang dibutuhkan untuk
melayani masyarakat yang berkembang menuju masyarakat industri. Filsafat“sesama
bus kota tidak boleh saling mendahului” tidak berlaku lagi. Sekarang yang dituntut
adalah prestasi, siap pakai, keunggulan kompetitif, efisiensi dan produktif-inovatif-
kreatif.
2. Masa transisi budaya etnis-kedaerahan menuju budaya nasional kebangsaan. Puncak-
puncak kebudayaan daerah mencair secara konvergen menuju satu kesatuan pranata
kebudayaan demi tegak-kokohnya suatu negara kebangsaan (nation state) yang
berwilayah dari Sabang sampai Merauke.

10
3. Penataan struktur pemerintahan, sistem pendidikan, penanaman nilai-nilai etik dan
moral secara intensif merupakan upaya serius untuk membina dan mengembangkan
jati diri sebagai satu kesatuan bangsa.
4. Masa transisi budaya nasional - kebangsaan menuju budaya global - mondial.
Visi, orientasi, dan persepsi mengenai nilai-nilai universal seperti hak asasi,
demokrasi, keadilan, kebebasan, masalah lingkungan dilepaskan dalam ikatan
fanatisme primordial kesukuan, kebangsaan ataupun keagamaan, kini mengendor
menuju ke kesadaran mondial dalam satu kesatuan sintesis yang lebih konkrit dalam
tataran operasional.
5. Batas-batas sempit menjadi terbuka, eklektis, namun tetap mentoleransi adanya
pluriformitas sebagaimana digerakkan oleh paham post-modernism.

Implikasi globalisasi menunjukkan pula berkembangnya suatu standarisasi yang sama


dalam kehidupan di berbagai bidang. Negara atau pemerintahan di manapun terlepas dari sistem
ideologi atau sistem sosial yang dimilikinya.
Nyatalah bahwa implikasi globalisasi menjadi semakin kompleks, karena masyarakat
hidup dengan standar ganda. Di satu pihak sementara orang ingin mempertahankan nilai-nilai
budaya lama yang diimprovisasikan untuk melayani perkembangan baru yang kemudian disebut
sebagai lahirnya budaya sandingan (sub-culture), sedang di lain pihak muncul tindakan-
tindakan yang bersifat melawan terhadap perubahan-perubahan yang dirasakan sebagai
penyebab kegerahan dan keresahan dari mereka yang merasa dipinggirkan, tergeser dan tergusur
dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu, yang disebut sebagai budaya tandingan (counter-
culture).

2.4. Aspek Penting dalam Ilmu Pengetahuan

Melalui kajian historis tersebut yang pada hakekatnya pemahaman tentang sejarah
kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan, dapat dikonstatasikan bahwa ilmu
pengetahuan itu mengandung dua aspek, yaitu aspek fenomenal dan aspek struktural.
Aspek fenomenal menunjukan bahwa ilmu pengetahuan mewujudkan /
memanifestasikan dalam bentuk masyarakat, proses, dan produk. Sebagai masyarakat,
ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai suatu masyarakat atau kelompok elit yang
dalam kehidupan kesehariannya begitu mematuhi kaedah-kaedah ilmiah yang menurut
paradigma Merton disebut universalisme, komunalisme, dan skepsisme yang teratur
dan terarah. Sebagai proses, ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai aktivitas atau
kegiatan kelompok elit tersebut dalam upayanya untuk menggali dan mengembangkan
ilmu melalui penelitian, eksperimen, ekspedisi, seminar, kongres. Sedangkan sebagai
produk, ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai hasil kegiatan kelompok elit tadi

11
berupa teori, ajaran, paradigma, temuan-temuan lain sebagaimana disebarluaskan melalui
karya-karya publikasi yang kemudian diwariskan kepada masyarakat dunia.
Aspek struktural menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan di dalamnya terdapat
unsur- unsur sebagai berikut:
1. Sasaran yang dijadikan obyek untuk diketahui (Gegenstand);
2. Obyek sasaran ini terus-menerus dipertanyakan dengan suatu cara (metode)
tertentu tanpa mengenal titik henti. Suatu paradoks bahwa ilmu pengetahuan
yang akan terus berkembang justru muncul permasalahan - permasalahan baru
yang mendorong untuk terus menerus mempertanyakannya.
3. Ada alasan dan motivasi mengapa gegenstand itu terus- menerus dipertanyakan.
4. Jawaban-jawaban yang diperoleh kemudian disusun dalam suatu kesatuan
sistem (Koento Wibisono, 1985).
Dengan Renaissance dan Aufklaerung ini, mentalitas manusia Barat mempercayai
akan kemampuan rasio yang menjadikan mereka optimis, bahwa segala sesuatu dapat
diketahui, diramalkan, dan dikuasai. Melalui optimisme ini, mereka selalu berpetualang
untuk melakukan penelitian secara kreatif dan inovatif.
Ciri khas yang terkandung dalam ilmu pengetahuan adalah rasional,
antroposentris dan cenderung sekuler, dengan suatu etos kebebasan. Konsekuensi yang
timbul adalah dampak positif dan negatif. Positif dalam arti kemajuan ilmu pengetahuan
telah mendorong kehidupan manusia ke suatu kemjuan dengan teknologi yang di
kembangkan dan telah menghasilkan kemudahan-kemudahan yang semakin canggih bagi
uapaya manusia untuk meningkatkan kemakmuran hidupnya secra fisik maupun material.
Negatifdalam arti ilmu pengetahuan telah mendorong berkembangnya arogansi ilmiah
dengan menjauhi nilai-nilai agama, eika, yang akibatnya dapat menghancurkan
kehidupan manusia sendiri. Akhirnya, tidak dpat di pungkiri ilmu pengetahuan dan
teknologi telah mempunyai kedudukan substantif dalam kehidupan manusia saat ini.
Sedangkan di dalam Islam, ada 6 aspek penting dalam pendidikan yaitu:
1. Aspek pendidikan ketuhanan, menjadi aspek pertama dan aspek dasar pendidikan
dalam Islam. Dengan mengenal Allah Swt. sebagai Tuhan dan Pencipta, pribadi
manusia dapat menyadari bahwa segala yang dipelajari adalah ciptaan-Nya. Dengan
bekal itu pula, dalam proses mempelajari ilmu pengetahuan dan menguak fenoma
alam, bukan kesombongan yang muncul dalam diri, melainkan kesadaran akan
kebesaran-Nya serta kedekatan kita dengan-Nya.
2. Aspek pendidikan akhlak, termasuk dalam aspek penting pendidikan dalam Islam.
Kasus korupsi ataupun tindak kejahatan sosial yang terjadi sekarang, Akhlak yang
baik akan mencerminkan pribadi akan selalu melakukan segala sesuatu dengan batas-

12
batas yang sesuai ajaran Islam dan jauh dari perbuatan yang merugikan orang lain.
Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yang salah satunya membentuk hubungan
yang harmonis antara sesama. Tanpa akhlak, ilmu pengetahuan dan potensi diri dapat
digunakan untuk melakukan tindakan yang merugikan masyarakat.
3. Aspek pendidikan akal dan ilmu pengetahuan, menjadi aspek yang tidak terpisahkan
dalam dunia pendidikan. Dalam proses belajar mengajar, pendidik maupun anak
didik berkutat dalam diskusi untuk memahami ilmu pengetahuan. Aspek ini
berhubungan dengan kesuksesan di dunia profesi. Dengan akal dan ilmu
pengetahuan, potensi diri untuk berkembang dan berprestasi dalam dunia profesi
tertentu dapat dicapai.
4. Aspek pendidikan fisik, berhubungan dengan potensi jasmani. Dengan fisik yang
sehat, potensi diri untuk melakukan berbagai aktivitas dan kegiatan belajar mengajar
dapat berjalan lancar. Adanya mata ajar olahraga, bahkan kompetisi dalam bidang
olahraga, menjadi salah satu media pemenuhan aspek ini.
5. Aspek pendidikan kejiwaan, menjadi salah satu aspek yang harus dipenuhi dalam
pendidikan. Terdapat kata-kata bijak yang sangat familiar dan menunjukkan
pentingnya aspek pendidikan kejiwaan, yaitu, “Di dalam tubuh yang kuat, terdapat
jiwa yang sehat.” Tidak bisa dipungkiri bahwa pikiran positif dan semangat muncul
dari jiwa sehat yang dapat dipentuk dalam proses belajar mengajar.
6. Aspek pendidikan keindahan, tidak hanya terbatas pada sesuatu yang enak untuk
dilihat, tetapi aspek ini juga menjadi salah satu aspek dalam pendidikan. Jika
sahabat Abi Ummi lihat dalam Alquran yang merupakan sumber berbagai ilmu
bagi umat manusia, keindahan dalam penyampaiannya dapat kita temukan dalam
rima ayat-ayat dalam berbagai surat, seperti Al-Ikhlas, An-Nas, dan Al-Falaq.
Keindahan dalam berbahasa dan bertutur kata menjadi aspek yang selalu
ditunjukkan dalam penyampaian ilmu dari zaman Nabi Muhammad saw. hingga
saat ini.

13
2.5. Pilar-Pilar Penyangga bagi Eksistensi Ilmu Pengetahuan

Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlah pilar-pilarnya, yaitu pilar


ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar-pilar filosofis
keilmuan. Berfungsi sebagai penyangga, penguat, dan bersifat integratif serta prerequisite
/ saling mempersyaratkan. Pengembangan ilmu selalu dihadapkan pada persoalan
ontologi, epistemologi dan aksiologi.
1. Pilar ontologi (ontology)
Selalu menyangkut problematika tentang keberadaan (eksistensi). Ontologi
merupakan ilmu pengetahuan dan ajaran tentang keberadaan.
a. Aspek kuantitas : Apakah yang ada itu tunggal, dual atau plural (monisme,
dualisme, pluralisme)
b. Aspek kualitas (mutu, sifat) : bagaimana batasan, sifat, mutu dari sesuatu
(mekanisme, teleologisme, vitalisme dan organisme).
Pengalaman ontologis dapat memberikan landasan bagi penyusunan asumsi,
dasar-dasar teoritis, dan membantu terciptanya komunikasi interdisipliner dan
multidisipliner. Membantu pemetaan masalah, kenyataan, batas-batas ilmu dan
kemungkinan kombinasi antar ilmu. Misalnya masalah krisis moneter, tidak dapat hanya
ditangani oleh ilmu ekonomi saja.Ontologi menyadarkan bahwa ada kenyataan lainyang
tidak mampu dijangkau oleh ilmu ekonomi, makaperlu bantuan ilmu lain seperti politik,
sosiologi.
2. Pilar epistemologi (epistemology)
Selalu menyangkut problematika tentang sumber pengetahuan, sumber kebenaran,
cara memperoleh kebenaran, kriteria kebenaran, proses, sarana, dasar-dasar kebenaran,
sistem, prosedur, danstrategi.
Pengalaman epistemologis dapat memberikan sumbangan bagi kita:
a. sarana legitimasi bagi ilmu / menentukan keabsahan disiplin ilmu tertentu;
b. memberi kerangka acuan metodologis pengembangan ilmu;
c. mengembangkan ketrampilan proses;
d. mengembangkan daya kreatif dan inovatif.

3. Pilar aksiologi (axiology)


Selalu berkaitan dengan problematika pertimbangan nilai (etis, moral, religius)
dalam setiap penemuan, penerapan atau pengembangan ilmu. Pengalaman aksiologis
dapat memberikan dasar dan arah pengembangan ilmu, mengembangkan etos keilmuan
seorang profesional dan ilmuwan.Landasan pengembangan ilmu secara imperatif
mengacu ketiga pilar filosofis keilmuan tersebut yang bersifat integratif dan prerequisite.

14
2.6. Penerapan Nilai Ketuhanan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK)

Mengembangkan ilmu pengetahuan harus tetap menjaga perimbangan antara


rasional dan irasional, perimbangan antara akal, rasa, dan kehendak. Pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan,
dan diciptakan, tetapi juga harus mempertimbangkan maksud dan akibatnya apakah
merugikan manusia dan sekitarnya. Sila pertama ini menempatkan manusia di alam
semesta bukan sebagai sentral, melainkan sebagai bagian yang sistemik dari alam yang
diolahnya. Ketuhanan dalam kerangka Pancasila mencerminkan komitmen etis bangsa
Indonesia untuk menyelenggarakan kehidupan publik-politik yang berlandaskan nilai-nilai
moralitas dan budi pekerti yang lihur. Ilmu pengetahuan dan teknologi dimanfaatkan
untuk mengamalkan komitmen etis ketuhanan ini. Pancasila harus didudukkan secara
proporsional, bahwa ia bukanlah agama yang berpretensi mengatur sistemkeyakinan, sistem
peribadatan, sistem norma dan identitas keagamaan dalam ranah privat dan ranah komunitas
agama masing-masing.

2.7. Penerapan Nilai Kemanusiaan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK)

Nilai kemanusiaan memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam


mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi haruslah beradab demi kesejahteraan umat
manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus diabdikan untuk peningkatan harkat dan
martabat manusia, bukan menjadikan manusia sebagai makhluk yang angkuh dan sombong
akibat memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi dan juga ilmu harus dikembalikan pada
fungsinya semula,yaitu untuk kemanusiaan,tidak hanya untuk kelompk atau lapisan tertentu.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkeadilan harus disertai sikap
empati, solidaritas, dan kepedulian yang merupakan nilai-nilai manusiawi. Visi
kemanusiaan yang adil dan beradab bisa menjadi panduan bagi proses peradaban yang
meliputi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, serta bernegara, dan dalam pergaulan antara
bangsa.

2.8. Penerapan Nilai Persatuan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK)

Sila persatuan Indonesia, mengkomplementasikan universalia dan internasionalisme


(kemanusiaan) dalam sila-sila lain,sehingga suprasistem tidak mengabaikan sistem dan
subsistem.Soladiritas dalam subsistem sangat penting untuk kelangsungan keseluruhan
individualitas,tetapi tidak menggangu intekritas.

15
Pengembangan Iptek diarahkan demi kesejahteraan umat manusia termasuk di dalamnya
kesejahteraan bangsa Indonesia. Pengembangan Iptek hendaknya dapat mengembangkan rasa
nasionalisme. Kebesaran bangsa serta keluhuran bangsa sebagai bagian dari umat manusia di
dunia.

Sila persatuan Indonesia mengingatkan kita untuk mengembangkan IPTEK untuk seluruh
tanah air dan bangsa secara merata. Selain itu memberikan kesadaran bahwa rasa nasionalisme
bangsa Indonesia akibat adanya kemajuan IPTEK, dengan IPTEK persatuan dan kesatuan bangsa
dapat berwujud, persaudaraan dan persahabatan antar daerah dapat terjalin. (T. Jacob, 2000;155)

Contoh persoalan atau kebijakan dari nilai persatuan sebagai dasar pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yaitu adanya media sosial seperti facebook atau twitter
yang dapat menyatukan masyarakat Indonesia untuk membantu warga negara Indonesia yang
membutuhkan bantuan seperti adanya Laskar Sedekah yang menyalurkan sedekah masyarakat
kepada yang berhak untuk menerima. Selain itu, orang-orang yang sudah bersedekah dapat
mengetahui bentuk kegiatan Laskar Sedekah melalui akun media sosial yang mengunggah foto-
foto penerima sedekah. Manfaat lainnya dari penerapan nilai persatuan sebagai dasar
pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yakni dapat membuat masyarakat
Indonesia lebih tanggap, contohnya jika terjadi bencana alam di suatu daerah seperti kabut asap
maka informasi-informasi lebih cepat meluas dan menyebar. Sehingga fungsi dari nilai persatuan
sebagai dasar pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) adalah memperrmudah
mempersatukan masyarakat Indonesia dalam segala urusan.

2.9. Pengaruh Nilai Kerakyatan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK)

Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan mendasari pengembangan Iptek secara demokratis. Artinya setiap
ilmuwan haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan Iptek. Selain itu, dalam
pengembangan Iptek setiap ilmuwan juga harus menghormati dan menghargai kebebasan oang
lain dan harus memiliki sikap yang terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan
dengan penemuan teori lainnya.
Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyarawatan
perwakilan, meminta kita membuka kesempatan yang sama bagi semua warga untuk dapat
mengembangkan IPTEK dan mengenyam hasilnya sesuai kemampuan dan keperluan masing-
masing, sehingga tidak adanya monopoli IPTEK. (T. Jacob, 2000;155)
Pengaruh nilai Kerakyatan sebagai dasar pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (Iptek) adalah meningkatkan kreatifitas masyarakat Indonesia untuk menghasilkan
suatu karya cipta dalam bidang apapun untuk kesejahteraan warga negara Indonesia. Seorang
penemu muda Ricky Elson contohnya. Beliau dan rekan-rekannya berhasil menciptakan mobil

16
listrik Indonesia pertama yaitu Tuxuci kemudian dikaji ulang hingga pada tahun 2013 telah
muncul mobil bertenaga listrik Selo. Pada saat ini Ricky Elson pemuda Indonesia berusia 33
tahun tengah mengembangkan becak listrik dan pembangkit listrik tenaga angin di daerah sumba
yang menjadi pembangkit listrik tenaga angin terbaik di dunia.
Dengan selalu berupaya demi kebangkitan Indonesia dan nilai Kerakyatan sebagai dasar
pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek), tangan-tangan ahli anak Indonesia
menciptakan ide-ide kreatif yang menghasilkan intelektual properti. Sila kerakyatan juga
mengimbangi oto dinamika IPTEK berevolusi sendiri dengan leluasa.Eksperimentasi penerapan
dan penyebaran ilmu pengetahuan harus demokratis dapat di musyawarakan secara perwakilan
sejak dari kebijakan ,penelitian sampai penerapan,

2.10. Penerapan Nilai Keadilan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK)

Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengkomplementasikan pengembangan


Iptek haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri,
manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat bangsa
dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya (T. Jacob, 1986)

Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, IPTEK didasarkan pada keseimbangan
keadilan dalam kehidupan kemanusiaan. (T. Jacob, 2000;156).

Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menekankan ketiga keadilan
aristoteles;keadilan distributif,konstributif,dan komutatif.

Contoh dari sila kelima ini adalah ditemukannya varietas bibit unggul padi Cilosari dari
teknik radiasi. Penemuan ini adalah hasil buah karya anak bangsa. Diharapkan dalam
perkembangan swasembada pangan ini nantinya akan mensejahterakan rakyat Indonesia dan
memberikan rasa keadilan setelah ditingkatkannya jumlah produksi sehingga pada perjalanannya
rakyat dari berbagai golongan dapat menikmati beras berkualitas dengan harga yang terjangkau.

2.11. Pengaruh Teknologi terhadap Ideologi Pancasila

Di zaman sekarang ini, nilai – nilai pancasila dapat dikatakan menurun, karena
kebanyakan masyarakat terutama para remaja yang banyak menggunakan budaya kebarat baratan
dari pada nilai-nilai pancasila. Misal dari cara berpakaian, banyak remaja- remaja kita yang
berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian
yang minim bahan yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Pada hal
cara berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak ketinggalan gaya
rambut mereka dicat beraneka warna. Sehingga banyak remaja yang berkarakter seperti orang

17
barat, misalnya yang sering terjadi sekarang ini, melalaikan kewajiban untuk beribadah setiap
waktunya, kurang menghargai orang tua, keluarga dan orang lain, juga membiasakan diri dengan
hal-hal yang terlarang semacam narkoba, zat adiktif, seks bebas. Sebenarnya semua itu tidak ada
untungnya melainkan hanya merugikan dirinya sendiri.

Media-media sosial sekarang ini yang seharusnya menjadi hal positif malah membuat
para remaja menggunakannya untuk hal yang negatif. Contohnya : Facebook, Twitter, Istagram,
BBM, dan lain sebagainya. Yang dimanfaatkan bukan berdampak positif tetapi berdampak
negatif dan menyimpang dari ketentuan nilai-nilai dan norma didalam pancasila. Contoh,
Penipuan yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk kepentingan mereka sendiri. Dari contoh
tersebut sudah jelas bahwa hal itu menyimpang dari norma Agama, karena melakukan penipuan
yang dapat merugikan orang lain dan yang melakukannya akan berdosa.

Di era globalisasi ini peran pancasila tentulah sangat penting untuk tetap menjaga
eksistensi kepribadian bangsa Indonesia. Karena dengan adanya globalisasi, batasan batasan
diantara negara seakan tak terlihat, sehingga berbagai kebudayaan asing dapat masuk dengan
mudah ke dalam masyarakat.

Hal ini dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi bangsa Indonesia. Jika kita
dapat memfilter dengan baik berbagai hal yang timbul dari dampak globalisasi tentunya
globalisasi itu akan menjadi hal yang positif karena dapat menambah wawasan dan mempererat
hubungan antar bangsa dan negara di dunia.Tapi jika kita tidak dapat memfilter dengan baik
maka hal-hal negatif dari dampak globalisasi dapat merusak moral bangsa dan eksistensi
kebudayaan Indonesia.

Perkembangan teknologi yang saat ini berkembang sangat pesat dalam masyarakat adalah
teknologi informasi. Hampir semua orang sependapat bahwa teknologi informasi telah, sedang
dan akan merubah kehidupan umat manusia dengan menjanjikan cara kerja dan cara hidup yang
lebih efektif, lebih bermanfaat, dan lebih kreatif. Sebagaimana dua sisi, baik dan buruk,
teknologi informasi juga memiliki hal yang demikian. Sebagai teknologi, kedua sisi tersebut
keberadaanya sangat tergantung pada pemakainya.

Melihat kenyataan dalam masyarakat, sebenarnya bukan pancasila yang terpengaruh oleh
perkembangan teknologi informasi melainkan masyarakat itu sendiri. Memberi pengaruh baik
atau buruk terhadap pancasila tergantung bagaimana masyarakat sebagai penganut ideologi
pancasila menyikapi perkembangan teknologi informasi tersebut.

2.12. Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan Di Indonesia

Pancasila sebagai paradigma ilmu pengetahuan adalah aktualisasi Pancasila di bidang


keilmuan selain sebagai panduan etik pengembangan ilmu. Paradigma adalah pandangan
mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu
pengetahuan. Paradigma sebagai alat bantu para ilmuwan dalan merumuskan apa yang harus

18
dipelajari, apa ang haus dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab, dan aturan-aturan
bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut.

Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dalam kerangka acuan tertentu, seorang
ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu pengetahuan.
Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai system acuan, kerangka
acuan berpikir, pola acuan berpikir atau sebagai system nilai yang dijadikan landasan, kerangka
cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi yang menyandangnya ( pengembangan ilmu
pengetahuan, pengembangan hukum, supremasi hkum dalam pengembangan HAM,
pengembangan sosial politik, pengembangan ekonomi, pengembangan kebudayaan bangsa dan
pembangunan pertahanan).

2.13. Pancasila sebagai Genetivus Objectivus dan Genetivus Subjectivus.

Menempatkan Pancasila sebagai subjek yang memberi penilaian terhadap segala sesuatu
yang menyangkut kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai genetivus
subjectivus berarti mengonsepsi Pancasila sebagai suatu system filsafat dalam arti praktis
dipandang sebagai produk dan pandangan hidup, dalam arti praktis. Sebagai genetivus objectivus
berarti Pancasila berkedudukan sebagai objek yang dapat dikaji secara ilmiah dengan
menggunakan kerangka berpikir teoritis barat.
Sebagai genetivus objectivus, nilai-nilai Pancasila dijadikan objek material dalam telaah
filsafat. Nilai-nilai Pancasila bida dikaji secara teoritis akademik menurut sudut pandang aliran-
aliran filsafat tertentu. Sebagai genetivus subjectivus, Pancasila dijadikan subjek yang mengkaji
dan menguji berbagai aliran filsafat yang lain. Pancasia dijadikan pisau analisis, pokok pangkal,
dan sudut pandang untuk mencari jawaban atas masalah-masalah fundamental, seperti masalah
hubungan manusia dengan Tuhan, dengan alam, dengan diri sendiri.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia yang terumuskan dari proses
akulturasi budaya nusantara yang berlangsung berabad-abad. Sebagai dasar negara, Pancasila
merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara. Pancasila
sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya adalah suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan
sehari-hari Pancasila menjadi pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang
realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang makna hidup serta
sebagai dasar bagi manusia Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup
dan kehidupan. Filsafat Pancasila merupakan landasar dalam proses berfikir dan berpengetahuan.

Pancasila sebagai dasar negara terdiri dari lima sila yang berasal dari pemikiran hasil
akulturasi budaya nusantara. Sila-sila dalam Pancasila memliki keterkaitan atau berhubungan
dan saling melandasi. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan landasan utama dari
kempat sila lainnya. Hal ini menjadikan Pancasila sebagai sistem yang saling terkait tak
terpisahkan.

Perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia tak bisa terlepas dari dunia luar. Ilmu
pengetahuan di Indonesia pada dasarnya telah berlangsung sebelum era bangsa eropa masuk ke
nusantara hingga pada masa pasca kemerdekaan. Perkembangan iptek adalah lewat kelembagaan
pendidikan, hal ini didasarkan pada semangat ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’ yang tertuang
dalam Pembukaan UUD 1945. Para ilmuwan dan cendikiawan harus memiliki semangat
mengembangkan dan menciptakan iptek yang ditujukan bagi kesejahteraan dan kemaslahatan
umat manusia.

20
DAFTAR PUSTAKA

Syarbaini, Syahrial. 2012. Pendidikan Pancasila (Implementasi Nilai – Nilai Karakter Bangsa)
Di Perguruan Tinggi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Amran, Ali. 2017. Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi. Depok: PT. RajaGrafindo.

Winarno, 2016. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila. Jakarta: Bumi Aksara.

http://ejournal.stainupacitan.ac.id/index.php/Transformasi/article/view/48

https://www.academia.edu/38484631/
PANCASILA_SEBAGAI_DASAR_NILAI_PENGEMBANGAN_ILM1.docx.docx

21

Anda mungkin juga menyukai