Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

"PANCASILA SEBAGAI DASAR NILAI

PENGEMBANGAN ILMU"

DOSEN PENGAMPU

Farid Hidayat, M.S.I

DISUSUN OLEH

1. Afrisal
2. Alfy Luthfiyyatul Habiibah
3. Binti Mahnu Niatul Badi'

UIN SUNAN KALIJAGA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PERBANKAN SYARIAH

2019/2020

i
ABSTRAK

Pancasila sebagai paradigma ilmu Pentingnya Pancasila sebagai dasar nilai


pengembangan ilmu bagi mahasiswa adalah untuk memperlihatkan peran
Pancasila sebagai rambu-rambu normatif bagi pengembangan ilmu pengetahuan
di Indonesia. Selain itu, pengembangan ilmu dan teknologi di Indonesia harus
berakar pada budaya bangsa Indonesia itu sendiri dan melibatkan partisipasi
masyarakat luas.

Oleh karena itu. kemajuan dan perkembangan IPTEK sangat diperlukan


dalam upaya mempertahankan segala kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia serta
menjawab segala tantangan zaman. Dengan penguasaan IPTEK kita dapat tetap
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sesuai dengan sila ketiga yang
berbunyi Persatuan Indonesia. Maka dari itu, IPTEK dan Pancasila antara satu
dengan yang lain memiliki hubungan yang kohesif. IPTEK diperlukan dalam
pengamalan Pancasila, sila ketiga dalam menjaga persatuan Indonesia. Di lain
sisi, kita juga harus tetap menggunakan dasar-dasar nilai Pancasila sebagai
pedoman dalam mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi agar kita
dapat tidak terjebak dan tepat sasaran mencapai tujuan bangsa.

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Allah S.W.T., karena


telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktunya. Salawat serta salam juga penulis
sampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW., serta sahabat dan
keluarganya, dan sampai kepada kita semua yang masih konsekuen terhadap
ajaran yang ditinggalkan oleh Beliau.

Ucapan terima kasih juga tersampaikan kepada Dosen mata kuliah


Pancasila, orang tua tercinta, serta teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dalam
rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Pancasila materi "Pancasila Sebagai
Dasar Nilai Pengembangan Ilmu".

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran
yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik
lagi.

Yogyakarta, 05 Oktober 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3. Tujuan Penulisan Makalah ....................................................................... 2

1.4. Manfaat Penulisan Makalah ..................................................................... 3

BAB II ..................................................................................................................... 4

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 4

2.1. Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu .................................... 4

2.2. Definisi Ilmu Pengetahuan. .......................................................................... 5

2.3. Pengertian Ilmu dalam Perspektif Historis .................................................. 7

2.4. Aspek Penting dalam Ilmu Pengetahuan ................................................... 10

2.5. Pilar-Pilar Penyangga bagi Eksistensi Ilmu Pengetahuan .......................... 13

2.6. Penerapan Nilai Ketuhanan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) ............................................................... 15

2.7. Penerapan Nilai Kemanusiaan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) ............................................................... 15

2.8. Penerapan Nilai Persatuan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan


dan Teknologi (IPTEK)..................................................................................... 16

2.9. Pengaruh Nilai Kerakyatan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) ............................................................... 17

2.10. Penerapan Nilai Keadilan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) .............................................................. 18

iv
2.11. Pengaruh Teknologi terhadap Ideologi Pancasila .................................... 19

2.12. Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan Di Indonesia ................ 20

2.13. Pancasila sebagai Genetivus Objectivus dan Genetivus Subjectivus. ..... 21

BAB III ................................................................................................................. 22

PENUTUP ............................................................................................................. 22

3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai bangsa yang merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa


Indonesia tidak terlepas dari dasar Negara yaitu Pancasila. Pancasila adalah dasar
filsafat negara Republik Indonesia yang secara resmi disahkan pada tanggal 18
Agustus 1945 dan tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, diundangkan dalam
Berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersama-sama dengan batang tubuh
UUD 1945. Bangsa Indonesia telah menemukan jati dirinya, yang didalamya
tersimpul cirri khas, sifat, dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain,
yang oleh para pendiri negara kita dirumuskan dalam suatu rumusan yang
sederhana namun mendalam.

Berdasarkan fakta objektif secara historis kehidupan bangsa Indonesia tidak


dapat dipisahkan dengan nilai-nilai Pancasila. Atas dasar inilah maka sangat
penting bagi para generasi penerus bangsa terutama kalangan intelektual kampus
untuk mengkaji, memahami, dan mengembangkan berdasarkan pendekatan
ilmiah, yang pada gilirannya akan memiliki suatu kesadaran serta wawasan
kebangsaan yang kuat berdasarkan nilai-nilai yang dimilikinya sendiri. Intelektual
kampus yaitu mahasiswa yang selalu berupaya untuk mendapat ilmu yang
nantinya dapat bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa Indonesia.

Tidak hanya mendapatkan ilmu, namun seorang mahasiswa juga harus


berusaha untuk dapat mengembangkan ilmu tersebut. Banyak sekali sudut
pandang atau pedoman yang dapat digunakan dalam mengembangkan ilmu, tetapi
sebagai mahasiswa dan warga negara Republik Indonesia diharapkan mampu
mengembangkan ilmu serta memahami, menganalisis, dan menjawab masalah-
masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan
konsisten berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai dasarnya sehingga sesuai
dengan cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.

1
1.2. Rumusan Masalah

a. Mengapa Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu ?


b. Apakah definisi Ilmu Pengetahuan ?
c. Apa persyaratan pengetahuan dapat meningkat menjadi ilmu ?
d. Apa pengertian ilmu dalam perspektif historis ?
e. Apa saja aspek penting dalam ilmu pengetahuan ?
f. Apa saja pilar-pilar penyangga bagi eksistensi ilmu pengetahuan ?
g. Bagaimana penerapan nilai ketuhanan sebagai dasar pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi IPTEK ?
h. Bagaimana penerapan nilai kemanusiaan sebagai dasar pengembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi IPTEK ?
i. Bagaimana penerapan nilai persatuan sebagai dasar pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi IPTEK ?
j. Apakah pengaruh dari nilai kerakyatan sebagai dasar pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)?
k. Apakah manfaat dari nilai keadilan sebagai dasar pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)?
l. Apakah pengaruh teknologi terhadap ideologi Pancasila?
m. Apa yang dimaksud Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan ?
n. Apa yang dimaksud Pancasila sebagai Genetivus Objectivus dan
Genetivus Subjectivus ?

1.3. Tujuan Penulisan Makalah

a. Untuk mengetahui pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu.


b. Untuk mengetahui definisi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
c. Untuk mengetahui persyaratan pengetahuan dala meningkatkan ilmu
pengetahuan.
d. Untuk mengetahui pengertian ilmu dalam perspektif historis.
e. Untuk mengetahui aspek penting dalam ilmu pengetahuan.

2
f. Untuk mengetahui pilar-pilar penyangga bagi eksistensi ilmu
pengetahuan.
g. Untuk mengetahui penerapan nilai ketuhanan sebagai dasar
pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
h. Untuk mengetahui penerapan nilai kemanusiaan sebagai dasar
pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
i. Untuk mengetahui penerapan nilai persatuan sebagai dasar pengembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
j. Untuk mengetahui penerapan nilai kerakyatan sebagai dasar
pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
k. Untuk mengetahui penerapan nilai keadilan sebagai dasar pengembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).
l. Untuk mengetahui pengaruh teknologi terhadap ideology Pancasila.
m. Untuk mengetahui Pancasila sebagai paradigma ilmu pengetahuan.
n. Untuk mengetahui Pancasila sebagai Genetivus objectivus dan Genetivus
Subjectivus.

1.4. Manfaat Penulisan Makalah

a. Bagi Pembaca
Dapat mengetahui Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu
sehingga dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni
dengan penuh rasa tanggung jawab dan bermoral.

b. Bagi Penulis
Dapat mengetahui cara memecahkan berbagai masalah dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan menerapkan dan
mengembangkan ilmu berlandaskan nilai-nilai Pancasila.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Dalam upaya manusia mewujudkan kesejahteraan dan peningkatan harkat


dan martabatnya maka manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) pada hakikatnya merupakan
suatu hasil kreativitas rohani manusia.Unsur jiwa (rohani) manusia meliputi aspek
akal, rasa, dan kehendak. Akal merupakan potensi rohani manusia dalam
hubungan dengan intelektualitas, rasa dalam bidang estetis, dan kehendak dalam
bidang moral (etika). Atas dasar kreativitas akalnya manusia mengembangkan
iptek dalam rangka untuk mengolah kekayaan alam yang sediakan oleh Tuhan
yang Maha Esa. Oleh karena itu tujuan essensial dari Iptek adalah demi
kesejahteraan umat manusia, sehingga Iptek pada hakikatnya tidak bebas nilai
namun terikat oleh nilai. Dalam masalah ini Pancasila telah memberikan dasar
nilai-nilai bagi pengembangan Iptek demi kesejahteraan hidup manusia.
Pengembangan Iptek sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada moral
Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Pancasila yang sila-silanya
merupakan suatu kesatuan yang sistematis haruslah menjadi sistem etika
pengembangan IPTEK.

Pancasila sebagai filsafat ilmu harus mengandung nilai ganda, yaitu:


1. Harus memberikan landasan teoritik (dan normatif) bagi penguasaan dan
pengembangan iptek dan menetapkan tujuannya.
2. Memiliki nilai instrinsik tujuan iptek yang senantiasa dilandasi oleh nilai
mental kepribadian dan moral manusia. Nilai-nilai kualitatif dan normatif
secara kategoris harus terkandung dalam ajaran filsafat. Kualitas dan identitas
nilai mental dan kepribadian manusia senantiasa berhubungan dengan nilai
filsafat dan atau agama.

4
Kedudukan filsafat ilmu harus berasaskan kerokhanian dari sistem keilmuan dan
pengembangannya. Fungsi mental dan moral kepribadian manusia dalam
implemantasi iptek merupakan kriteria yang signifikan suatu keilmuan. Keilmuan
harus berorientasi praktis untu kepentingan bangsa. Selain itu, kebenaran yag
dianut epistomologis Pancasila prinsip kebenaran eksistensial dalam rangka
mewujudkan harmoni maksimal yang sesuai taraf-taraf fisiokismis, biotik, psikis,
dan human dalam rangka acuan norma ontologis transedental. Dengan pendekatan
pencerdasan kehidupan bangsa, epsitomologis Pancasila bersifat terbuka terhadap
berbagai aliran filsafat dunia (Dimyati, 2006).Tekhnologi telah merambah
berbagai bidang dan memengaruhi sendi-sendi kehidupan manusia bahkan nyaris
menggoyahkan ekstensi kodrat manusia itu sendiri,contohnya anak-anak yang
permainannya serba tekhnologi,mereka tidak sadar dengan hal tersebut membuat
mereka menjadi manusia individualis dan masih banyak lagi persoalan yang
lain.Problematika keilmuan dalam era milenium ketiga ini tidak terlepas dari
sejarah perkembangan ilmu pada masa- masa sebelumnya.dari sini problematika
keilmuan dapat segera diantisipasi dengan merumuskan kerangka dasar nilai bagi
pengembangan ilmu .Kerangka dasar nilai ini harus menggambarkan suatu suatu
sistem filosofi kehidupan yang dijadikan prinsip kehidupan masyarakat yang
sudah mengakar dan membudaya dalam kehidupan masyarakat indonesia,yaitu
nilai-nilai pancasila.

2.2. Definisi Ilmu Pengetahuan.

Manusia sebagai makhluk jasmani rohani sebagai makhluk Tuhan yang


Maha Esa sekaligus individu dan makhluk sosial, pada hakikatnya sebagai
makhluk homo sapiens makhluk yang berakal di samping berasa dan
berkehendak. Sebagai makhluk yang berakal, manusia memiliki kemampuan
intelektual yang mampu menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pengetahuan (knowledge) berbeda dengan ilmu (science). Sedangkan


istilah ilmu pengetahuan merupakan terjemahan dari science itu sendiri. Setiap
ilmu adalah pengetahuan, tetapi tidak setiap pengetahuan adalah ilmu.
Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh manusia aau hasil pekerjaan manusia

5
menjadi tahu. Ilmu berada setingkat di atas pengetahuan. Ilmu bukan sekedar
pengetahuan, tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori
yang disepakati dan didapatkan secara sistematik diuji dengan seperangkat
metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu.

Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah unsur-unsur yang pokok dalam


kebudayaan manusia, dalam dunia ilmu pengetahuan terdapat dua pandangan
yang berbeda yaitu (1) pendapat yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan itu
bebas nilai, artinya tidak ada sangkut pautnya dengan moral, dengan etika, dengan
kemanusiaan, dengan ketuhanan. (2) pendapat kedua menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan pada hakikatnya untuk kesejahteraan umat manusia. Oleh karena itu,
ilmu pengetahuan adalah terikat nilai yaitu nilai moral, nilai kemanusiaan, nilai
religious. Bagi Pancasila ilmu pengetahuan itu berketuhanan yang Maha Esa,
berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, dan beradilan.

Maka dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus


dilandasi moral, etika serta nilai-nilai religious. Dengan perkataan lain ilmu
pengetahuan harus dilandasi etika ilmiah dan yang paling penting dalam etika
ilmiah adalah menyangkut hidup mati orang banyak, masa depan, hak-hak
manusia dan lingkungan hidup. Hal-hal yang perlu ditekankan adalah sebagai
berikut:

1. Risiko percobaan dan penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi


2. Kemungkinan penyalahgunaannya
3. Kompatibilitas dengan moral yang berlaku
4. Terganggunya sumber daya dan pemerataannya
5. Hak individu untuk memilih sesuatu sesuai dengan dirinya
Ada beberapa persyaratan pengetahuan dapat meningkat menjadi ilmu.
Sifat Ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigm ilmu-ilmu
alam yang telah ada lebih dahulu. Persyaratan itu adalah sebagai berikut.

6
a. Obyektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri atas satu golongan
masala hang sama sifat hakikatnya, bentuknya tampak dari luar maupun
dari dalam.
b. Metodis adalah supaya upaya-upaa yang dilakukan untuk meminimalkan
kemungkinan terjadinya penyimpangan dala mencari kebenaran.
c. Sistematis. Ilmu harus terumuskan dan terurai dalam hubungan yang
teratur dan logis sehingga membentuk suatu system yang berarti secara
utuh, menyeluruh, terpadu, dan mampu menjelaskan rangkaian sebab
akibat menyangkut objeknya.
d. Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran yang
universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu).

2.3. Pengertian Ilmu dalam Perspektif Historis

Ilmu pengetahuan berkembang melangkah secara bertahap menurut


dekade waktu dan menciptakan jamannya, dimulai dari jaman Yunani Kuno,
Abad Pertengahan, Abad Modern, sampai Abad Kontemporer.

Masa Yunani Kuno (abad ke 6 SM – 6 M) saat ilmu pengetahuan lahir,


kedudukan ilmu pengetahuan identik dengan filsafat memiliki corak mitologis.
Alam dengan berbagai aturannya diterangkan secara theogoni, bahwa ada peranan
para dewa yang merupakan unsur penentu segala sesuatu yang ada.
Bagaimanapun corak mitologis ini telah mendorong upaya manusia terus
menerobos lebih jauh dunia pergejalaan, untuk mengetahui adanya sesuatu yang
esa, tetap, dan abadi, di balik yang bhinneka, berubah dan sementara.

Memasuki Abad Pertengahan (abad ke-5 M), pasca Aristoteles filsafat


Yunani Kuno menjadi ajaran praktis, bahkan mistis, yaitu sebagaimana diajarkan
oleh Stoa, Epicuri, dan Plotinus. Semua hal tersebut bersamaan dengan pudarnya
kekuasaan Romawi yang mengisyaratkan akan datangnya tahapan baru, yaitu
filsafat yang harus mengabdi kepada agama (Ancilla Theologiae).

Selanjutnya Abad Modern (abad ke 18-19 M) dengan dipelopori oleh


gerakan. Renaissance di abad ke 15 dan dimatangkan oleh gerakan Aufklaerung di

7
abad ke-18, melalui langkah-langkah revolusionernya filsafat memasuki tahap
baru atau modern. Kepeloporan revolusioner yang telah dilakukan oleh anak-anak
Renaissance dan Aufklaerung seperti: Copernicus, Galileo Galilei, Kepler,
Descartes dan Immanuel Kant, telah memberikan implikasi yang amat luas dan
mendalam. Di satu pihak otonomi beserta segala kebebasannya telah dimiliki
kembali oleh umat manusia, sedang di lain pihak manusia kemudian mengarahkan
hidupnya ke dunia sekuler, yaitu suatu kehidupan pembebasan dari kedudukannya
yang semula merupakan koloni dan subkoloni agama dan gereja. Agama yang
semula menguasai dan manunggal dengan filsafat segera ditinggalkan oleh
filsafat. Masing-masing berdiri mandiri dan berkembang menurut dasar dan arah
pemikiran sendiri (Koento Wibisono, 1985)

Revolusi ilmu pengetahuan memasuki Abad Kontemporer (abad ke-20-


sekarang) berkat teori relativitas Einstein yang telah merombak filsafat Newton
(semula sudah mapan) di samping teori kuantumnya yang telah mengubah
persepsi dunia ilmu tentang sifat-sifat dasar dan perilaku materi sedemikian
rupa sehingga para pakar dapat melanjutkan penelitian-penelitiannya, dan berhasil
mengembangkan ilmu-ilmu dasar seperti: astronomi, fisika, kimia, biologi
molekuler, hasilnya seperti yang dapat dinikmati oleh manusia sekarang ini
(Sutardjo,1982).

Ilmu pengetahuan dalam perkembangannya dewasa ini beserta anak-anak


kandungnya, yaitu teknologi bukan sekedar sarana bagi kehidupan umat manusia.
Iptek kini telah menjadi sesuatu yang substansial, bagian dari harga diri (prestige)
dan mitos, yang akan menjamin survival suatu bangsa, prasyarat
(prerequisite) untuk mencapai kemajuan (progress) dan kedigdayaan (power)
yang dibutuhkan dalam hubungan antar sesama bangsa. Dalam kedudukannya
yang substansif tersebut, Iptek telah menyentuh semua segi dan sendi kehidupan
secara ekstensif, dan pada gilirannya mengubah budaya manusia secara intensif.
Fenomena perubahan tersebut tercermin dalam masyarakat kita yang dewasa ini
sedang mengalami masa transisi simultan, yaitu:

8
1. Masa transisi masyarakat berbudaya agraris-tradisional menuju
masyarakat dengan budaya industri modern. Dalam masa transisi ini
peran mitos mulai diambil alih oleh logos (akal pikir). Bukan lagi
melalui kekuatan kosmis yang secara mitologis dianggap sebagai
penguasa alam sekitar, melainkan sang akal pikir dengan kekuatan
penalarannya yang handal dijadikan kerangka acuan untuk meramalkan
dan mengatur kehidupan. Pandangan mengenai ruang dan waktu, etos
kerja, kaedah-kaedah normatif yang semula menjadi panutan,
bergeser mencari format baru yang dibutuhkan untuk melayani
masyarakat yang berkembang menuju masyarakat industri.
Filsafat“sesama bus kota tidak boleh saling mendahului” tidak berlaku
lagi. Sekarang yang dituntut adalah prestasi, siap pakai, keunggulan
kompetitif, efisiensi dan produktif-inovatif-kreatif.
2. Masa transisi budaya etnis-kedaerahan menuju budaya nasional
kebangsaan. Puncak-puncak kebudayaan daerah mencair secara
konvergen menuju satu kesatuan pranata kebudayaan demi tegak-
kokohnya suatu negara kebangsaan (nation state) yang berwilayah dari
Sabang sampai Merauke.
3. Penataan struktur pemerintahan, sistem pendidikan, penanaman nilai-
nilai etik dan moral secara intensif merupakan upaya serius untuk
membina dan mengembangkan jati diri sebagai satu kesatuan bangsa.
4. Masa transisi budaya nasional - kebangsaan menuju budaya
global - mondial. Visi, orientasi, dan persepsi mengenai nilai-nilai
universal seperti hak asasi, demokrasi, keadilan, kebebasan, masalah
lingkungan dilepaskan dalam ikatan fanatisme primordial kesukuan,
kebangsaan ataupun keagamaan, kini mengendor menuju ke kesadaran
mondial dalam satu kesatuan sintesis yang lebih konkrit dalam tataran
operasional.
5. Batas-batas sempit menjadi terbuka, eklektis, namun tetap mentoleransi
adanya pluriformitas sebagaimana digerakkan oleh paham post-
modernism.

9
Implikasi globalisasi menunjukkan pula berkembangnya suatu standarisasi
yang sama dalam kehidupan di berbagai bidang. Negara atau pemerintahan di
manapun terlepas dari sistem ideologi atau sistem sosial yang dimilikinya.

Nyatalah bahwa implikasi globalisasi menjadi semakin kompleks, karena


masyarakat hidup dengan standar ganda. Di satu pihak sementara orang ingin
mempertahankan nilai-nilai budaya lama yang diimprovisasikan untuk melayani
perkembangan baru yang kemudian disebut sebagai lahirnya budaya sandingan
(sub-culture), sedang di lain pihak muncul tindakan-tindakan yang bersifat
melawan terhadap perubahan-perubahan yang dirasakan sebagai penyebab
kegerahan dan keresahan dari mereka yang merasa dipinggirkan, tergeser dan
tergusur dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu, yang disebut sebagai budaya
tandingan (counter-culture).

2.4. Aspek Penting dalam Ilmu Pengetahuan

Melalui kajian historis tersebut yang pada hakekatnya pemahaman


tentang sejarah kelahiran dan perkembangan ilmu pengetahuan, dapat
dikonstatasikan bahwa ilmu pengetahuan itu mengandung dua aspek, yaitu
aspek fenomenal dan aspek struktural.
Aspek fenomenal menunjukan bahwa ilmu pengetahuan
mewujudkan / memanifestasikan dalam bentuk masyarakat, proses, dan
produk. Sebagai masyarakat, ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai
suatu masyarakat atau kelompok elit yang dalam kehidupan kesehariannya
begitu mematuhi kaedah-kaedah ilmiah yang menurut paradigma Merton
disebut universalisme, komunalisme, dan skepsisme yang teratur dan
terarah. Sebagai proses, ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai
aktivitas atau kegiatan kelompok elit tersebut dalam upayanya untuk
menggali dan mengembangkan ilmu melalui penelitian, eksperimen,
ekspedisi, seminar, kongres. Sedangkan sebagai produk, ilmu pengetahuan
menampakkan diri sebagai hasil kegiatan kelompok elit tadi berupa teori,
ajaran, paradigma, temuan-temuan lain sebagaimana disebarluaskan

10
melalui karya-karya publikasi yang kemudian diwariskan kepada
masyarakat dunia.

Aspek struktural menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan di


dalamnya terdapat unsur- unsur sebagai berikut:

1. Sasaran yang dijadikan obyek untuk diketahui (Gegenstand);


2. Obyek sasaran ini terus-menerus dipertanyakan dengan suatu cara
(metode) tertentu tanpa mengenal titik henti. Suatu paradoks
bahwa ilmu pengetahuan yang akan terus berkembang justru
muncul permasalahan - permasalahan baru yang mendorong untuk
terus menerus mempertanyakannya.
3. Ada alasan dan motivasi mengapa gegenstand itu terus- menerus
dipertanyakan.
4. Jawaban-jawaban yang diperoleh kemudian disusun dalam suatu
kesatuan sistem (Koento Wibisono, 1985).
Dengan Renaissance dan Aufklaerung ini, mentalitas manusia
Barat mempercayai akan kemampuan rasio yang menjadikan mereka
optimis, bahwa segala sesuatu dapat diketahui, diramalkan, dan dikuasai.
Melalui optimisme ini, mereka selalu berpetualang untuk melakukan
penelitian secara kreatif dan inovatif.
Ciri khas yang terkandung dalam ilmu pengetahuan adalah
rasional, antroposentris dan cenderung sekuler, dengan suatu etos
kebebasan. Konsekuensi yang timbul adalah dampak positif dan negatif.
Positif dalam arti kemajuan ilmu pengetahuan telah mendorong kehidupan
manusia ke suatu kemjuan dengan teknologi yang di kembangkan dan
telah menghasilkan kemudahan-kemudahan yang semakin canggih bagi
uapaya manusia untuk meningkatkan kemakmuran hidupnya secra fisik
maupun material. Negatifdalam arti ilmu pengetahuan telah mendorong
berkembangnya arogansi ilmiah dengan menjauhi nilai-nilai agama, eika,
yang akibatnya dapat menghancurkan kehidupan manusia sendiri.

11
Akhirnya, tidak dpat di pungkiri ilmu pengetahuan dan teknologi telah
mempunyai kedudukan substantif dalam kehidupan manusia saat ini.
Sedangkan di dalam Islam, ada 6 aspek penting dalam pendidikan
yaitu:
1. Aspek pendidikan ketuhanan, menjadi aspek pertama dan aspek dasar
pendidikan dalam Islam. Dengan mengenal Allah Swt. sebagai Tuhan
dan Pencipta, pribadi manusia dapat menyadari bahwa segala yang
dipelajari adalah ciptaan-Nya. Dengan bekal itu pula, dalam proses
mempelajari ilmu pengetahuan dan menguak fenoma alam, bukan
kesombongan yang muncul dalam diri, melainkan kesadaran akan
kebesaran-Nya serta kedekatan kita dengan-Nya.
2. Aspek pendidikan akhlak, termasuk dalam aspek penting pendidikan
dalam Islam. Kasus korupsi ataupun tindak kejahatan sosial yang
terjadi sekarang, Akhlak yang baik akan mencerminkan pribadi akan
selalu melakukan segala sesuatu dengan batas-batas yang sesuai ajaran
Islam dan jauh dari perbuatan yang merugikan orang lain. Hal ini
sesuai dengan tujuan pendidikan yang salah satunya membentuk
hubungan yang harmonis antara sesama. Tanpa akhlak, ilmu
pengetahuan dan potensi diri dapat digunakan untuk melakukan
tindakan yang merugikan masyarakat.
3. Aspek pendidikan akal dan ilmu pengetahuan, menjadi aspek yang
tidak terpisahkan dalam dunia pendidikan. Dalam proses belajar
mengajar, pendidik maupun anak didik berkutat dalam diskusi untuk
memahami ilmu pengetahuan. Aspek ini berhubungan dengan
kesuksesan di dunia profesi. Dengan akal dan ilmu pengetahuan,
potensi diri untuk berkembang dan berprestasi dalam dunia profesi
tertentu dapat dicapai.
4. Aspek pendidikan fisik, berhubungan dengan potensi jasmani. Dengan
fisik yang sehat, potensi diri untuk melakukan berbagai aktivitas dan
kegiatan belajar mengajar dapat berjalan lancar. Adanya mata ajar

12
olahraga, bahkan kompetisi dalam bidang olahraga, menjadi salah satu
media pemenuhan aspek ini.
5. Aspek pendidikan kejiwaan, menjadi salah satu aspek yang harus
dipenuhi dalam pendidikan. Terdapat kata-kata bijak yang sangat
familiar dan menunjukkan pentingnya aspek pendidikan kejiwaan,
yaitu, “Di dalam tubuh yang kuat, terdapat jiwa yang sehat.” Tidak
bisa dipungkiri bahwa pikiran positif dan semangat muncul dari jiwa
sehat yang dapat dipentuk dalam proses belajar mengajar.
6. Aspek pendidikan keindahan, tidak hanya terbatas pada sesuatu
yang enak untuk dilihat, tetapi aspek ini juga menjadi salah satu
aspek dalam pendidikan. Jika sahabat Abi Ummi lihat dalam
Alquran yang merupakan sumber berbagai ilmu bagi umat
manusia, keindahan dalam penyampaiannya dapat kita temukan
dalam rima ayat-ayat dalam berbagai surat, seperti Al-Ikhlas, An-
Nas, dan Al-Falaq. Keindahan dalam berbahasa dan bertutur kata
menjadi aspek yang selalu ditunjukkan dalam penyampaian ilmu
dari zaman Nabi Muhammad saw. hingga saat ini.

2.5. Pilar-Pilar Penyangga bagi Eksistensi Ilmu Pengetahuan

Kekuatan bangunan ilmu terletak pada sejumlah pilar-


pilarnya, yaitu pilar ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ketiga pilar
tersebut dinamakan pilar-pilar filosofis keilmuan. Berfungsi sebagai
penyangga, penguat, dan bersifat integratif serta prerequisite / saling
mempersyaratkan. Pengembangan ilmu selalu dihadapkan pada persoalan
ontologi, epistemologi dan aksiologi.
1. Pilar ontologi (ontology)
Selalu menyangkut problematika tentang keberadaan (eksistensi).
Ontologi merupakan ilmu pengetahuan dan ajaran tentang keberadaan.
a. Aspek kuantitas : Apakah yang ada itu tunggal, dual atau
plural (monisme, dualisme, pluralisme)

13
b. Aspek kualitas (mutu, sifat) : bagaimana batasan, sifat, mutu dari
sesuatu (mekanisme, teleologisme, vitalisme dan organisme).

Pengalaman ontologis dapat memberikan landasan bagi


penyusunan asumsi, dasar-dasar teoritis, dan membantu terciptanya
komunikasi interdisipliner dan multidisipliner. Membantu pemetaan
masalah, kenyataan, batas-batas ilmu dan kemungkinan kombinasi antar
ilmu. Misalnya masalah krisis moneter, tidak dapat hanya ditangani oleh
ilmu ekonomi saja.Ontologi menyadarkan bahwa ada kenyataan lainyang
tidak mampu dijangkau oleh ilmu ekonomi, makaperlu bantuan ilmu lain
seperti politik, sosiologi.

2. Pilar epistemologi (epistemology)


Selalu menyangkut problematika tentang sumber pengetahuan,
sumber kebenaran, cara memperoleh kebenaran, kriteria kebenaran,
proses, sarana, dasar-dasar kebenaran, sistem, prosedur, danstrategi.
Pengalaman epistemologis dapat memberikan sumbangan bagi
kita:
a. sarana legitimasi bagi ilmu / menentukan keabsahan disiplin ilmu
tertentu;
b. memberi kerangka acuan metodologis pengembangan ilmu;
c. mengembangkan ketrampilan proses;
d. mengembangkan daya kreatif dan inovatif.

3. Pilar aksiologi (axiology)

Selalu berkaitan dengan problematika pertimbangan nilai (etis,


moral, religius) dalam setiap penemuan, penerapan atau pengembangan
ilmu. Pengalaman aksiologis dapat memberikan dasar dan arah
pengembangan ilmu, mengembangkan etos keilmuan seorang profesional
dan ilmuwan.Landasan pengembangan ilmu secara imperatif mengacu
ketiga pilar filosofis keilmuan tersebut yang bersifat integratif dan
prerequisite.

14
2.6. Penerapan Nilai Ketuhanan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Mengembangkan ilmu pengetahuan harus tetap menjaga


perimbangan antara rasional dan irasional, perimbangan antara akal, rasa, dan
kehendak. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya
memikirkan apa yang ditemukan, dibuktikan, dan diciptakan, tetapi juga
harus mempertimbangkan maksud dan akibatnya apakah merugikan manusia
dan sekitarnya. Sila pertama ini menempatkan manusia di alam semesta
bukan sebagai sentral, melainkan sebagai bagian yang sistemik dari alam yang
diolahnya. Ketuhanan dalam kerangka Pancasila mencerminkan komitmen
etis bangsa Indonesia untuk menyelenggarakan kehidupan publik-politik yang
berlandaskan nilai-nilai moralitas dan budi pekerti yang lihur. Ilmu
pengetahuan dan teknologi dimanfaatkan untuk mengamalkan komitmen etis
ketuhanan ini. Pancasila harus didudukkan secara proporsional, bahwa ia
bukanlah agama yang berpretensi mengatur sistemkeyakinan, sistem peribadatan,
sistem norma dan identitas keagamaan dalam ranah privat dan ranah komunitas
agama masing-masing.

2.7. Penerapan Nilai Kemanusiaan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Nilai kemanusiaan memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia


dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi haruslah beradab demi
kesejahteraan umat manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi harus diabdikan
untuk peningkatan harkat dan martabat manusia, bukan menjadikan
manusia sebagai makhluk yang angkuh dan sombong akibat memiliki ilmu
pengetahuan dan teknologi dan juga ilmu harus dikembalikan pada fungsinya
semula,yaitu untuk kemanusiaan,tidak hanya untuk kelompk atau lapisan tertentu.

Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkeadilan


harus disertai sikap empati, solidaritas, dan kepedulian yang merupakan nilai-

15
nilai manusiawi. Visi kemanusiaan yang adil dan beradab bisa menjadi
panduan bagi proses peradaban yang meliputi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, serta bernegara, dan dalam pergaulan antara bangsa.

2.8. Penerapan Nilai Persatuan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Sila persatuan Indonesia, mengkomplementasikan universalia dan


internasionalisme (kemanusiaan) dalam sila-sila lain,sehingga suprasistem tidak
mengabaikan sistem dan subsistem.Soladiritas dalam subsistem sangat penting
untuk kelangsungan keseluruhan individualitas,tetapi tidak menggangu intekritas.

Pengembangan Iptek diarahkan demi kesejahteraan umat manusia termasuk


di dalamnya kesejahteraan bangsa Indonesia. Pengembangan Iptek hendaknya
dapat mengembangkan rasa nasionalisme. Kebesaran bangsa serta keluhuran
bangsa sebagai bagian dari umat manusia di dunia.

Sila persatuan Indonesia mengingatkan kita untuk mengembangkan IPTEK


untuk seluruh tanah air dan bangsa secara merata. Selain itu memberikan
kesadaran bahwa rasa nasionalisme bangsa Indonesia akibat adanya kemajuan
IPTEK, dengan IPTEK persatuan dan kesatuan bangsa dapat berwujud,
persaudaraan dan persahabatan antar daerah dapat terjalin. (T. Jacob, 2000;155)

Contoh persoalan atau kebijakan dari nilai persatuan sebagai dasar


pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yaitu adanya media
sosial seperti facebook atau twitter yang dapat menyatukan masyarakat Indonesia
untuk membantu warga negara Indonesia yang membutuhkan bantuan seperti
adanya Laskar Sedekah yang menyalurkan sedekah masyarakat kepada yang
berhak untuk menerima. Selain itu, orang-orang yang sudah bersedekah dapat
mengetahui bentuk kegiatan Laskar Sedekah melalui akun media sosial yang
mengunggah foto-foto penerima sedekah. Manfaat lainnya dari penerapan nilai
persatuan sebagai dasar pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

16
yakni dapat membuat masyarakat Indonesia lebih tanggap, contohnya jika terjadi
bencana alam di suatu daerah seperti kabut asap maka informasi-informasi lebih
cepat meluas dan menyebar. Sehingga fungsi dari nilai persatuan sebagai dasar
pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) adalah memperrmudah
mempersatukan masyarakat Indonesia dalam segala urusan.

2.9. Pengaruh Nilai Kerakyatan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan mendasari pengembangan Iptek secara demokratis.
Artinya setiap ilmuwan haruslah memiliki kebebasan untuk mengembangkan
Iptek. Selain itu, dalam pengembangan Iptek setiap ilmuwan juga harus
menghormati dan menghargai kebebasan oang lain dan harus memiliki sikap yang
terbuka untuk dikritik, dikaji ulang maupun dibandingkan dengan penemuan teori
lainnya.

Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyarawatan perwakilan, meminta kita membuka kesempatan yang sama
bagi semua warga untuk dapat mengembangkan IPTEK dan mengenyam hasilnya
sesuai kemampuan dan keperluan masing-masing, sehingga tidak adanya
monopoli IPTEK. (T. Jacob, 2000;155)

Pengaruh nilai Kerakyatan sebagai dasar pengembangan Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) adalah meningkatkan kreatifitas masyarakat
Indonesia untuk menghasilkan suatu karya cipta dalam bidang apapun untuk
kesejahteraan warga negara Indonesia. Seorang penemu muda Ricky Elson
contohnya. Beliau dan rekan-rekannya berhasil menciptakan mobil listrik
Indonesia pertama yaitu Tuxuci kemudian dikaji ulang hingga pada tahun 2013
telah muncul mobil bertenaga listrik Selo. Pada saat ini Ricky Elson pemuda
Indonesia berusia 33 tahun tengah mengembangkan becak listrik dan pembangkit

17
listrik tenaga angin di daerah sumba yang menjadi pembangkit listrik tenaga angin
terbaik di dunia.

Dengan selalu berupaya demi kebangkitan Indonesia dan nilai Kerakyatan


sebagai dasar pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek), tangan-
tangan ahli anak Indonesia menciptakan ide-ide kreatif yang menghasilkan
intelektual properti. Sila kerakyatan juga mengimbangi oto dinamika IPTEK
berevolusi sendiri dengan leluasa.Eksperimentasi penerapan dan penyebaran ilmu
pengetahuan harus demokratis dapat di musyawarakan secara perwakilan sejak
dari kebijakan ,penelitian sampai penerapan,

2.10. Penerapan Nilai Keadilan sebagai Dasar Pengembangan Ilmu


Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengkomplementasikan


pengembangan Iptek haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam
hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan
manusia lain, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara serta manusia
dengan alam lingkungannya (T. Jacob, 1986)

Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, IPTEK didasarkan pada
keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan. (T. Jacob, 2000;156).

Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menekankan ketiga keadilan
aristoteles;keadilan distributif,konstributif,dan komutatif.

Contoh dari sila kelima ini adalah ditemukannya varietas bibit unggul padi
Cilosari dari teknik radiasi. Penemuan ini adalah hasil buah karya anak bangsa.
Diharapkan dalam perkembangan swasembada pangan ini nantinya akan
mensejahterakan rakyat Indonesia dan memberikan rasa keadilan setelah
ditingkatkannya jumlah produksi sehingga pada perjalanannya rakyat dari

18
berbagai golongan dapat menikmati beras berkualitas dengan harga yang
terjangkau.

2.11. Pengaruh Teknologi terhadap Ideologi Pancasila

Di zaman sekarang ini, nilai – nilai pancasila dapat dikatakan menurun,


karena kebanyakan masyarakat terutama para remaja yang banyak menggunakan
budaya kebarat baratan dari pada nilai-nilai pancasila. Misal dari cara berpakaian,
banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke
budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang
memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Pada hal cara
berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita. Tak
ketinggalan gaya rambut mereka dicat beraneka warna. Sehingga banyak remaja
yang berkarakter seperti orang barat, misalnya yang sering terjadi sekarang ini,
melalaikan kewajiban untuk beribadah setiap waktunya, kurang menghargai orang
tua, keluarga dan orang lain, juga membiasakan diri dengan hal-hal yang terlarang
semacam narkoba, zat adiktif, seks bebas. Sebenarnya semua itu tidak ada
untungnya melainkan hanya merugikan dirinya sendiri.

Media-media sosial sekarang ini yang seharusnya menjadi hal positif


malah membuat para remaja menggunakannya untuk hal yang negatif. Contohnya
: Facebook, Twitter, Istagram, BBM, dan lain sebagainya. Yang dimanfaatkan
bukan berdampak positif tetapi berdampak negatif dan menyimpang dari
ketentuan nilai-nilai dan norma didalam pancasila. Contoh, Penipuan yang
dilakukan oleh sekelompok orang untuk kepentingan mereka sendiri. Dari contoh
tersebut sudah jelas bahwa hal itu menyimpang dari norma Agama, karena
melakukan penipuan yang dapat merugikan orang lain dan yang melakukannya
akan berdosa.

Di era globalisasi ini peran pancasila tentulah sangat penting untuk tetap
menjaga eksistensi kepribadian bangsa Indonesia. Karena dengan adanya

19
globalisasi, batasan batasan diantara negara seakan tak terlihat, sehingga berbagai
kebudayaan asing dapat masuk dengan mudah ke dalam masyarakat.

Hal ini dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi bangsa
Indonesia. Jika kita dapat memfilter dengan baik berbagai hal yang timbul dari
dampak globalisasi tentunya globalisasi itu akan menjadi hal yang positif karena
dapat menambah wawasan dan mempererat hubungan antar bangsa dan negara di
dunia.Tapi jika kita tidak dapat memfilter dengan baik maka hal-hal negatif dari
dampak globalisasi dapat merusak moral bangsa dan eksistensi kebudayaan
Indonesia.

Perkembangan teknologi yang saat ini berkembang sangat pesat dalam


masyarakat adalah teknologi informasi. Hampir semua orang sependapat bahwa
teknologi informasi telah, sedang dan akan merubah kehidupan umat manusia
dengan menjanjikan cara kerja dan cara hidup yang lebih efektif, lebih
bermanfaat, dan lebih kreatif. Sebagaimana dua sisi, baik dan buruk, teknologi
informasi juga memiliki hal yang demikian. Sebagai teknologi, kedua sisi tersebut
keberadaanya sangat tergantung pada pemakainya.

Melihat kenyataan dalam masyarakat, sebenarnya bukan pancasila yang


terpengaruh oleh perkembangan teknologi informasi melainkan masyarakat itu
sendiri. Memberi pengaruh baik atau buruk terhadap pancasila tergantung
bagaimana masyarakat sebagai penganut ideologi pancasila menyikapi
perkembangan teknologi informasi tersebut.

2.12. Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan Di Indonesia

Pancasila sebagai paradigma ilmu pengetahuan adalah aktualisasi


Pancasila di bidang keilmuan selain sebagai panduan etik pengembangan ilmu.
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang
menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Paradigma sebagai alat
bantu para ilmuwan dalan merumuskan apa yang harus dipelajari, apa ang haus

20
dijawab, bagaimana seharusnya dalam menjawab, dan aturan-aturan bagaimana
yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut.

Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dalam kerangka acuan


tertentu, seorang ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah
dalam ilmu pengetahuan. Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa
Pancasila sebagai system acuan, kerangka acuan berpikir, pola acuan berpikir atau
sebagai system nilai yang dijadikan landasan, kerangka cara, dan sekaligus
kerangka arah/tujuan bagi yang menyandangnya ( pengembangan ilmu
pengetahuan, pengembangan hukum, supremasi hkum dalam pengembangan
HAM, pengembangan sosial politik, pengembangan ekonomi, pengembangan
kebudayaan bangsa dan pembangunan pertahanan).

2.13. Pancasila sebagai Genetivus Objectivus dan Genetivus Subjectivus.

Menempatkan Pancasila sebagai subjek yang memberi penilaian terhadap


segala sesuatu yang menyangkut kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Sebagai genetivus subjectivus berarti mengonsepsi Pancasila sebagai
suatu system filsafat dalam arti praktis dipandang sebagai produk dan pandangan
hidup, dalam arti praktis. Sebagai genetivus objectivus berarti Pancasila
berkedudukan sebagai objek yang dapat dikaji secara ilmiah dengan
menggunakan kerangka berpikir teoritis barat.

Sebagai genetivus objectivus, nilai-nilai Pancasila dijadikan objek material


dalam telaah filsafat. Nilai-nilai Pancasila bida dikaji secara teoritis akademik
menurut sudut pandang aliran-aliran filsafat tertentu. Sebagai genetivus
subjectivus, Pancasila dijadikan subjek yang mengkaji dan menguji berbagai
aliran filsafat yang lain. Pancasia dijadikan pisau analisis, pokok pangkal, dan
sudut pandang untuk mencari jawaban atas masalah-masalah fundamental, seperti
masalah hubungan manusia dengan Tuhan, dengan alam, dengan diri sendiri.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia yang terumuskan


dari proses akulturasi budaya nusantara yang berlangsung berabad-abad. Sebagai
dasar negara, Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia dalam
berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya
adalah suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila menjadi
pedoman atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam
semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang makna hidup serta
sebagai dasar bagi manusia Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Filsafat Pancasila merupakan landasar
dalam proses berfikir dan berpengetahuan.

Pancasila sebagai dasar negara terdiri dari lima sila yang berasal dari
pemikiran hasil akulturasi budaya nusantara. Sila-sila dalam Pancasila memliki
keterkaitan atau berhubungan dan saling melandasi. Sila pertama, Ketuhanan
Yang Maha Esa merupakan landasan utama dari kempat sila lainnya. Hal ini
menjadikan Pancasila sebagai sistem yang saling terkait tak terpisahkan.

Perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia tak bisa terlepas dari dunia


luar. Ilmu pengetahuan di Indonesia pada dasarnya telah berlangsung sebelum era
bangsa eropa masuk ke nusantara hingga pada masa pasca kemerdekaan.
Perkembangan iptek adalah lewat kelembagaan pendidikan, hal ini didasarkan
pada semangat ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’ yang tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945. Para ilmuwan dan cendikiawan harus memiliki semangat
mengembangkan dan menciptakan iptek yang ditujukan bagi kesejahteraan dan
kemaslahatan umat manusia.

22
DAFTAR PUSTAKA

Syarbaini, Syahrial. 2012. Pendidikan Pancasila (Implementasi Nilai – Nilai


Karakter Bangsa) Di Perguruan Tinggi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Amran, Ali. 2017. Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi. Depok: PT.


RajaGrafindo.

Winarno, 2016. Paradigma Baru Pendidikan Pancasila. Jakarta: Bumi Aksara.

http://ejournal.stainupacitan.ac.id/index.php/Transformasi/article/view/48

https://www.academia.edu/38484631/PANCASILA_SEBAGAI_DASAR_NILAI
_PENGEMBANGAN_ILM1.docx.docx

23

Anda mungkin juga menyukai