Anda di halaman 1dari 28

A.

INJEKSI
1 Definisi Injeksi
Injeksi menurut Farmakope Edisi III adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi,
suspensi, atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui
kulit atau selaput lendir ( Drs.H.A.Syamsuni,Apt.)
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit
atau melalui selaput lender. Injeksi dapat berupa larutan , emulsi, suspensi, atau serbuk
steril yang harus dilarutkan atau di suspensikan lebih dahulu sebelum digunakan
Keuntungan :
1. Obat memiliki onset (mula kerja yang cepat)2. Efek obat dapat diramalkan dengan
pasti3. Bioavailabilitas sempurna atau hampir sempurna4. kerusakan obat dalam tractus
gastrointestinal dapat dihindarkan5. Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras
atau yang sedang dalam keadaan koma 
 Kelemahan :
a. Rasa nyeri pada saat disuntik  b. Memberikan efek psikologis pada penderita yang
takut disuntik c. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki,
terutama sesudah pemberian intravenad. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita
dirumah sakit atau ditempat praktik dokter oleh dokter dan perawat yang berkompeten
2 Cara Pemberian
1. Injeksi intramuskuler
Obat diinjeksikan ke dalam lapisan otot. Resorpsi obat akan terjadi dalam
10-30 menit. Obat yang sering diberikan secara intramuskuler misalnya : vitamin,
vaksin, antibiotik, antipiretik, hormon-hormon kelamin dan lain-lain.
2. Injeksi subkutan
obat diinjeksikan ke dalam lapisan lemak di bawah kulit. Resorpsi obat
berjalan lambat karena dalam jaringan lemak tidak banyak terdapat pembuluh
darah. Obat yang sering diberikan secara subkutan adalah : insulin, anestesi lokal
3. Injeksi intradermal/ intrakutan
obat diinjeksikan ke dalam lapisan kulit bagian atas, sehingga akan timbul
indurasi kulit. Tindakan menyuntikkan obat secara intrakutan yang sering
dilakukan yaitu tindakan skin test, tes tuberkulin/ Mantoux test.
4. Injeksi intravena
Obat diinjeksikan langsung ke dalam vena sehingga menghasilkan efek
tercepat, dalam waktu 18 detik (yaitu waktu untuk satu kali peredaran darah) obat
sudah tersebar ke seluruh jaringan. Obat yang disuntikkan secara intravena
misalnya bermacam-macam antibiotika.

3 Cara Pembuatan

Cara Pembuatan Obat Suntik.


Persiapan pembuatan obat suntik :
1.    Perencanaan
Direncanakan dulu, apakah obat suntik itu akan dibuat secara aseptik atau dilakukan sterilisasi
akhir ( nasteril  ).
Pada pembuatan kecil-kecilan alat yang digunakan antara lain pinset, spatel, pengaduk kaca,
kaca arloji yang disterilkan dengan cara dibakar pada api spiritus.
Ampul, Vial atau flakon beserta tutup karet, gelas piala, erlemeyer, corong yang dapat disterilkan
dalam oven 1500 selama 30 menit ( kecuali tutup karet, didihkan selama                30 menit
dalam air suling atau menurut FI.ed.III )
Kertas saring, kertas G3, gelas ukur disterilkan dalam otoklaf. Untuk pembuatan besar-besaran di
pabrik, faktor tenaga manusia juga harus direncanakan.

2     Perhitungan dan penimbangan


Perhitungan dibuat berlebih dari jumlah yang harus didapat, karena dilakukan penyaringan,
kemudian ditimbang. Larutkan masing-masing dalam Aqua p.i  yang sudah dijelaskan cara
pembuatannya, kemudian dicampurkan.

3     Penyaringan
Lakukan penyaringan hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrat. Pada
pembuatan kecil-kecilan dapat disaring dengan kertas saring biasa sebanyak 2 kali , lalu disaring
lagi dengan kertas saring G3.

4     Pengisian ke dalam wadah


Cairan :
Farmakope telah mengatur volume tambahan yang dianjurkan.
Bubuk kering :
       jumlah bubuk diukur dengan jalan penimbangan atau berdasarkan volume, diisi melalui corong.

Pengisian dengan wadah takaran tunggal dijaga supaya bagian yang akan ditutup dengan
pemijaran, harus bersih, terutama dari zat organik, karena pada penutupan zat organik  tersebut
akan menjadi arang dan menghitamkan wadah sekitar ujungnya .
Membersihkan bagian leher wadah dapat dilakukan dengan :
a.     memberi pelindung pada jarum yang dipakai untuk mengisi wadah.
b.    menyemprot dengan uap air pada mulut wadah obat suntik yang dibuat dengan pembawa berair.

5.    Penutupan Wadah
Wadah dosis tunggal  :
ditutup dengan cara melebur ujungnya dengan api hingga tertutup kedap.
Wadah dosis ganda  :
ditutup dengan karet melalui proses pengurangan tekanan hingga karet tertarik ke dalam. Tutup
karet dilapisi dengan tutup alumunium.

6     Penyeterilan ( Sterilisasi )


Sterilisasi menurut Fi.ed.III dan IV.dapat dilakukan sesuai dengan persyaratan masing-masing
monografinya dan sifat dari larutan obat suntiknya.

7     Uji sterilitas pada teknik aseptik


Sediaan steril selalu dilakukan Uji Sterilitas sebelum sediaan itu diedarkan ke pasaran.
Uji Sterilitas dapat dilakukan sebagai berikut :
ke dalam salah satu wadah dimasukkan medium biakan bakteri sebagai ganti cairan steril. Tutup
wadah dan eramkan pada suhu 320 selama 7 hari. Jika terjadi pertumbuhan kuman, menunjukkan
adanya cemaran yang terjadi pada waktu pengisian bahan steril ke dalam wadah akhir yang
steril.

Pembuatan larutan injeksi :


Dalam garis besar cara pembuatan larutan injeksi dibedakan :
1.    Cara aseptik
2.    Cara non-aseptik ( Nasteril )

1. Cara aseptic :
Digunakan kalau bahan obatnya tidak dapat disterilkan, karena akan rusak atau mengurai.
Caranya : 
Zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat dari gelas untuk pembuatan, dan yang lainnya yang
diperlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat, zat pembawa, zat pembantu
dicampur secara aseptik dalam ruang aseptik hingga terbentuk larutan injeksi dan dikemas secara
aseptik.

Skema pembuatan secara aseptik :


Zat pembawa   ( Zat pembantu
steril ) ( steril )
Bahan obat
Alat untuk pembuatan
( gelas )

Dicuci → disterilkan → Dilarutkan      
    ( ruang
steril )
wadah ( ampul, vial ) ↓

Dicuci → disterilkan → Diisi

Ditutup kedap

Dikarantina

Diberi etiket dan dikemas Diperiksa

2. Cara non-aseptik ( NASTERIL ).


Dilakukan sterilisasi akhir
Caranya :
bahan obat dan zat pembantu dilarutkan ke dalam zat pembawa dan dibuat larutan injeksi. Saring
hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrat larutan. Masukkan ke
dalam wadah dalam keadaan bersih dan sedapat mungkin aseptik, setelah dikemas, hasilnya
disterilkan dengan cara yang cocok.

Skema pembuatan secara non-aseptik :


Zat pembawa   Zat pembantu

Bahan obat
Alat untuk pembuatan
( gelas )

Dicuci Dilarutkan       
   ( ruang steril
)

wadah ( ampul, vial ) Disaring
↓ ↓
Diisi
Dicuci ↓

Ditutup kedap

Disterilkan

Dikarantina

Diberi etiket dan dikemas Diperiksa

 
E. Pemeriksaan
              Setelah larutan injeksi ditutup kedap dan disterilkan, perlu dilakukan pemeriksaan
kemudian yang terakhir diberi etiket dan dikemas. Pemeriksaan meliputi :
1.    Pemeriksaan kebocoran.
2.    Pemeriksaan sterilitas.
3.    Pemeriksaan pirogenitas
4.    Pemeriksaan kejernihan dan warna..
5.    Pemeriksaan keseragaman bobot.
6.    Pemeriksaan keseragaman volume.
              Pemeriksaan 1 - 4 tersebut di atas disebut Pemeriksaan hasil akhir produksi.
1. Pemeriksaan kebocoran
Untuk mengetahui kebocoran wadah, dilakukan sebagai berikut :
a.    Untuk injeksi yang disterilkan dengan pemanasan.
(i)    Ampul :
disterilkannya dalam posisi terbalik dengan ujung  yang dilebur disebelah bawah. Wadah yang
bocor, isinya akan kosong / habis atau berkurang setelah selesai sterilisasi            .
(ii)   Vial :
setelah disterilkan , masih dalam keadaan panas, masukkan ke dalam larutan metilen biru 0,1 %
yang dingin. Wadah yang bocor akan berwarna biru, karena larutan metilen biru akan masuk ke
dalam larutan injeksi tersebut.

b.    Untuk injeksi yang disterilkan tanpa pemanasan atau secara aseptik / injeksi berwarna
Diperiksa dengan memasukkan ke dalam eksikator dan divakumkan. Wadah yang bocor, isinya
akan terisap keluar.

2. Pemeriksaan sterilitas
              Digunakan untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, jamur dan ragi yang hidup dalam
sediaan yang diperiksa. Dilakukan dengan teknik aseptik yang cocok. Sebelum dilakukan uji
sterilitas, untuk zat-zat :
a.         Pengawet : larutan diencerkan dahulu, sehingga daya pengawetnya sudah tidak bekerja lagi.
b.         Antibiotik : daya bakterisidanya diinaktifkan dulu, misalnya pada Penicillin ditambah enzym
Penicillinase.
Menurut FI. ed.III, pemeriksaan ini dilakukan sebagai berikut :
a.         Dibuat perbenihan A untuk memeriksa adanya bakteri yang terdiri dari:
                             i.     Perbenihan thioglikolat untuk bakteri aerob , sebagai pembanding  digunakan Bacillus
subtilise atau Sarcina lutea.
                           ii.     Perbenihan thioglikolat yang dibebaskan dari oksigen terlarut dengan memanaskan
pada suhu 1000 selama waktu yang diperlukan, untuk bakteri anaerob, sebagai pembanding
digunakan Bacteriodes vulgatusatau Clostridium sporogenus.
b.       Dibuat perbenihan B untuk memeriksa adanya jamur dan ragi, untuk itu dipakai perbenihan
asam amino, sebagai pembanding digunakanCandida albicans
Penafsiran hasil : zat uji dinyatakan pada suhu 30 0 – 320 selama tidak kurang dari 7 hari, tidak
terdapat pertumbuhan jasad renik.

3. Pemeriksaan Pirogen
              Pirogen : Berasal dari kata Pyro dan Gen artinya pembentuk demam/panas.  Pirogen
adalah Zat yang terbentuk dari hasil metabolisme mikroorganisme (bangkai mikroorganisme)
berupa zat eksotoksin dari kompleks Polisacharida yang terikat pada suatu radikal yang
mengandung unsur Nitrogen dan Posfor, yang dalam kadar 0,001 – 0,01 gram per kg berat
badan, dapat larut dalam air, tahan pemanasan, dapat menimbulkan demam jika disuntikkan.
(reaksi demam setelah 15 menit sampai 8 jam). Pirogen bersifat termolabil. Larutan injeksi yang
pemakaiannya lebih dari 10 ml satu kali pakai, harus bebas pirogen.

Cara menghilangkan pirogen


1.    Untuk alat/zat yang tahan terhadap pemanasan (jarum suntik, alat suntik dll.) dipanaskan pada
suhu 2500 selama 30 menit

2.    Untuk aqua p.i (air untuk injeksi) bebas pirogen:


a.    Dilakukan oksidasi :
 Didihkan dengan larutan H2O2 1 % selama 1 jam 
 1liter air yang dapat diminum, ditambah 10 ml larutan KMnO4  0,1 N dan 5 ml larutan 1
N, disuling dengan wadah gelas, selanjutnya kerjakan seperti pembuatan Air untuk injeksi.
b.  Dilakukan dengan cara absorpsi :
Saring dengan penyaring bakteri dari asbes. Lewatkan dalam kolom Al2O3 Panaskan dalam
Arang Pengabsorpsi 0,1 % ( Carbo adsorbens 0,1% pada suhu 60 0 selama 5 – 10 menit  ( literatur
lain  15 menit ) sambil sekali-sekali diaduk, kemudian disaring dengan kertas saring rangkap 2
atau dengan filter asbes.

Cara mencegah terjadinya pirogen :


1.         Air suling segar yang akan digunakan untuk pembuatan air untuk injeksi harus segera
digunakan setelah disuling.
2.         Pada waktu disuling jangan ada air yang memercik
3.         Alat penampung dan cara menampung air suling harus seaseptis mungkin
Sumber pirogen :
1.         Air suling yang telah dibiarkan lama dan telah tercemar bakteri dari udara.
2.         Wadah larutan injeksi dan bahan-bahan seperti glukosa, NaCl dan Na-sitrat.

Uji pirogenitas :
dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci percobaan yang disebabkan penyuntikan i.v
sediaan uji pirogenitas. Jumlah kelinci percobaan bisa 3, 6, 9, 12 ( secara detailnya lihat  FI.ed.II 
)

4. Pemeriksaan kejernihan dan warna


              Diperiksa dengan melihat wadah pada latar belakang hitam-putih, disinari dari samping.
Kotoran berwarna akan kelihatan pada latar belakang putih, kotoran tidak berwarna akan
kelihatan pada latar belakang hitam.

5. Pemeriksaan keseragaman bobot


              Hilangkan etiket 10 wadah; Cuci bagian luar wadah dengan air; Keringkan pada suhu
1050; Timbang satu per satu dalam keadaan terbuka ; Keluarkan isi wadah; Cuci wadah dengan
air, kemudian dengan etanol 95 % ; keringkan lagi pada suhu 105 0 sampai bobot tetap;
Dinginkan dan kemudian timbang satu per satu
Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera , kecuali satu wadah yang
boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
Syarat keseragam bobot seperti pada tabel berikut ini.
Bobot yang tertera pada Batas penyimpangan (
etiket %)

Tidak lebih dari 120 mg 10,0


Antara 120 mg dan 300 7,5
mg 5,0
300 mg atau lebih

3. Pemeriksaan keseragaman volume


Untuk injeksi dalam bentuk cairan, volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari
volume yang ditetapkan. Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam daftar berikut ini.
Volume pada Volume tambahan yang
etiket dianjurkan
cairan encer cairan kental
  0,5 ml 0,10 ml ( 20 % 0,12 ml ( 24 % )
  1,0 ml ) 0,15 ml ( 15 % )
  2,1 ml 0,10 ml ( 10 % 0,25 ml ( 12,5 %
  5,0 ml ) )
10,0 ml 0,15 ml ( 7,5 0,50 ml ( 10 % )
20,0 ml %) 0,70 ml ( 7 % )
30,0 ml 0,30 ml ( 6 % ) 0,90 ml ( 4,5
50,0 ml atau lebih 0,50 ml ( 5 % ) %)
0,60 ml ( 3 % ) 1,20 ml ( 4 % )
0,80 ml ( 2,6 3,00 ml ( 6 % )
%)
2,00 ml ( 4 % )
(Baharuddin Togatorop 2013)

B. SALEP MATA
1 Definisi
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakkan sebagai
obat luar.Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep
yang cocok (Anief 2000, hal 110)
Menurut Farmakope Edisi III.20 Salep mata adalah salep steril untuk pengobatan
mata menggunakan dasar salep yang cocok.
Menurut Farmakope Edisi IV
Salep Mata adalah salep yang digunakan pada mata
Menurut Scoville the art of compounding 356
Salep mata adalah salep khusus untuk pemakaian pada mata dimana membutuhkan
perhatian khusus pada pembuatannya

2 Cara Pembuatan
Pembuatan bahan obat ditambahkan sebagai larutan steril atau serbuk steril
termikronisasi pada dasar salep steril, hasil akhir dimasukkan secara aseptic
Bahan obat di sterilkan dengan cara yang cocok, bila bahan yang digunakkan tidak
bisa disterilkan dengan cara biasa maka dapat digunakkan bahan yang memenuhi
syarat uji sterilisasi dengan pembuatan secara aseptik
Tube di sterilkan dalam otoklaf selama minimal 30 menit
Bahan obat yang ditambahkan kedalam dasar salep berbentuk larutan atau serbuk
halus. Homogenitas tidak boleh mengandung bagian yang kasar yang dapat teraba
Sterilitas harus memenuhi syarat uji sterilitas yang tertera pada uji kenyamanan
hayati
Penyimpanan harus dalam tube steril dan ditempat sejuk

Salep mata bekerja pada kelopak mata, kelenjar sebasea, konjungtiva, kornea dan
iris. Penggunaan salep mata ini memiliki keuntungan dan kerugian diantaranya
adalah:
>> Keuntungan
1. Dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan larutan dalam air
yang ekuivalen.
2. Onset dan waktu puncak absorbsi yang lebih lama.
3. Waktu kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat yang diabsorbsi lebih tinggi.
>> Kerugian 
1. Dapat menggangu pengelihatan, kecuali jika digunakan saat akan tidur/
2. Dari tempat kerjanya yaitu bekerja pada kelopak mata, kelenjar sebasea,
konjungtiva, kornea dan iris.

C. TETES MATA
1 Definisi
FI III : 10
Tetes mata adalah sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi yang digunakan
dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dari
bola mata.DOM Martin : 880Tetes mata adalah seringkali dimasukkan ke dalam mata
yang terluka atau kecelakaan atau pembedahan dan mereka kemudian secara potensial
lebih berbahaya daripada injeksi intavena.

Scoville’s : 221
Larutan mata merupakan cairan steril atau larutan berminyak dari alkaloid garam-
garam alkaloid, antibotik atau bahan-bahan lain yang ditujukan untuk dimasukkan ke
dalam mata. Ketika cairan, larutan harus isotonik, larutan mata digunakan untuk
antibakterial, anstetik, midriatikum, miotik atau maksud diagnosa. Larutan ini disebut
juga tetes mata dan collyria (singular collyrium).

Parrot : 29.
Larutan mata (colluria)
Obat yang dimasukkan ke dalam mata harus diformulasi dan disiapkan dengan
pertimbangan yang diberikan untuk tonisitas, pH, stabilitas, viskositas dan sterilisasi.
Sterilisasi ini diinginkan karena kornea dan jaringan bening ruang anterior adalah
media yang bagus untuk mikroorganisme dan masuknya larutan mata yang
terkontaminasi ke dalam mata yang trauma karena kecelakaan atau pembedahan dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan.

 Keuntungan Tetes Mata

AMA Drugs : 1624


Secara umum larutan berair lebih stabil daripada salep, meskipun salep dengan obat
yang larut dalam lemak diabsorpsi lebih baik dari larutan/salep yantg obat-obatnya
larut dalam air.
RPS 18 th : 1584
Tidak menganggu penglihatan ketika digunakan
USP XXI menggambarkan 48 larutan mata. Dengan definisi, semua bahan-bahan
adalah lengkap dalam larutan, keseragaman tidak menjadi masalah, hanya sedikit
pengaruh sifat fisika dengan tujuan ini.
Salep mata umumnya menghasilkan bioavailabilitas yang lebih besar daripada larutan
berair

 Kerugian Tetes Mata


RPS 18 th : 1585
Kerugian yang prinsipil dari larutan mata adalah waktu kontak yang relatif singkat
antara obat dan permukaan yang terabsorsi.
DOM King : 142
Bioavailabilitas obat mata diakui buruk jika larutannya digunakan secara topical
untuk kebanyakan obat kurang dari 1-3% dari dosis yang dimasukkan melewati
kornea. Sampai ke ruang anterior. Sejak boavailabilitas obat sangat lambat, pasien
mematuhi aturan dan teknik pemakaian yang tepat.

2 Cara Pembuatan
Pertama melakukan kalibrasi botol sebagai wadah sediian
Kemudian alat-alat praktikum yang akan digunakan disterilkan kedalam oven dengan
suhu 121 derajat celcius selama 15 menit
Dilanjutkan dengan mensterilkan bahan yang dibutuhkan dengan memasukkannya
kedalam oven suhu 45 derajat celcius selama 15 menit
Bahan aktif yang digunakan yaitu dexamethasoni ditimbang sebanyak 50 mg dan di
larutan dalam 50 ml API (Aqua Pro Injectione)untuk pengenceran, lalu diambil 1,2
ml dimasukkan dalam bekker glass
Kemudian ditimbang NaCl 89 mg, Asam Sitrat 200 mg, Natrium Fosfat 490 mg dan
dilarutan masing masing bahan di timbang dengan API qs ad Larut dan dimasukkan
kedalam hasil pelarutan deksamethason
Selanjutnya diambil Metilmerkuri 1 tetes , dikedalam campuran homogen dan
masukkan hasil campuran kedalam botol tetes sambil di saring serta ditambahkan API
ad 10 ml

D. VAKSIN
1 Definisi
 Vaksin adalah suatu bahan yang di pakai untuk mestimulus atau merangsang
pembentukan antibodi yang bisa dimasukkan ke tubuh manusia lewat mulut
atau suntikan (Muslihatun :2010 )
 Vaksin adalah bahan yang dimasukkan kedalam tubuh lewat suntikan (seperti
vaksin campak, DPT, BCG) dan lewat mulut seperti (vaksin polio) yang
berguna merangsang zat antibodi. (Hidayat 2005)
 Menurut peraturan menteri kesehatan RI No 42 tahun 2013 vaksin adalah
suatu antigen yang berwujud mikroorganisme yang tidak hidup atau sudah
mati atau masih hidup tetapi sudah dilemahkan, yang beberapa bagian masih
utuh dan telah diolah.Bisa juga berupa toksin mikroorganisme yang telah
berubah menjadi toksoit ataupun protein rekombinan yang menimbulkan efek
kekebalan spesifik terhadap suatu penyakit infeksi tertentu .
2 Sifat dari isi
1.   Vaksin yang sensitif terhadap beku (Freeze sensitive=FS) yaitu : golongan vaksin
yang akan rusak bila terpapar/terkena dengan suhu dingin atau suhu pembekuan.
Jenis vaksin yang sensitif terhadap beku tersebut adalah : Hepatitis B, DPT-HB, DPT,
DT dan TT.

2.   Vaksin yang sensitive terhadap panas (Heat sensitive=HS) yaitu : golongan vaksin
yang akan rusak bila terpapar/terkena suhu panas yang berlebihan.
Jenis vaksin yang sensitive terhadap panas tersebut adalah : Polio, BCG dan Campak.

3 Berbagai Contoh dan Cara Pemberian


Vaksin-vaksin yang saat ini dipakai dalam program imunisasi rutin di Indonesia :
1.     Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerine)
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosa.
Kemasan :
         Kemasan dalam ampul, beku kering, 1 box berisi 10 ampul vaksin.
         Setiap ampul vaksin dengan 4 ml pelarut.
Cara Pemberian dan Dosis :
  -       Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu. Melarutkan
dengan
      menggunakan alat suntik steril (ADS 5ml).
         Dosis pemberian 0,05 ml sebanyak 1 kali.
         Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertion musculus
deltoideus), menggunakan ADS 0,05 ml.
         Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam.
Kontraindikasi :
         Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti : eksim, furunkulosis dan
sebagainya.
         Mereka yang sedang menderita tuberculosis.
Efek samping :
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam 1-2
minggu kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikan yang
berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu
pengobatan, akan sembuh dengan secara spontan dan meninggalkan tanda parut.
Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak dan atau leher, terasa
padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak
memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya.
2.     Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus)
Diskripsi :
Vaksin jerap DPT  adalah vaksin yang terdiri dari toxoid difteri dan tetanus yang
dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi.
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap difteri,
pertusis dan tetanus.
Kemasan :
         Kemasan dalam Vial.
         1 box vaksin terdiri dari 10 Vial.
         1 Vial berisi 10 dosis.
         Vaksin berbentuk cairan.
Cara pemberian dan dosis :
        Sebelum dugunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi
menjadi homogen.
         Disuntikkan secara intramuskuler dengan dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3
dosis.
      Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan dengan
interval paling cepat 4 minggu (1 bulan).
      Di unit pelayanan statis, vaksin DPT yang telah dibuka hanya boleh digunakan
selama 4 minggu, dengan ketentuan :
1.      Vaksin belum kadaluwarsa
2.      Vaksin disimpan dalam suhu 2˚C-8˚C.
3.      tidak pernah terendam air.
4.      Sterilitasnya terjaga.
5.      VVM masih dalam kondisi A atau B.
       Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi
untuk hari berikutnya.

Efek samping :
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti : lemas, demam, kemerahan pada
tempat suntikan. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas
dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi.
Kontraindikasi :
Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius
keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak yang mengalami
gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus dihindarkan pada
dosis kedua, dan untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT.
3.     Vaksin TT (Tetanus Toxoid)
Diskripsi :
Vaksin jerap TT  adalah vaksin yang mengandung toxoid tetanus yang telah
dimurnikan dan terabsorpsi kedalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1
mg/ml digunakan sebagai pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi
sedikitnya 40 IU. Dipergunakan untuk mencegah tetanus pada bayi baru lahir
dengan mengimunisasi WUS (Wanita Usia Subur) atau ibu hamil, juga untuk
pencegahan tetanus pada ibu dan bayi.
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tetanus.
Kemasan :
         1 box vaksin terdiri dari 10 Vial.
         1 Vial berisi 10 dosis.
         Vaksin TT adalah vaksin yang berbebtuk cairan.
Cara pemberian dan dosis :
         Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi
menjadi homogen.
    Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 doosis primer yang
disuntikkan secara intramuskuler atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5
ml dengan interval 4 minggu. Dilanjutkan dengan dosis ketiga setelah 6 bulan
berikutnya. Untuk mempertahankan kekebalan terhadap tetanus pada wanita usia
subur, maka dianjurkan diberikan 5 dosis. Dosis ke empat dan ke lima diberikan
dengan interval minimal 1 tahun setelah pemberian dosis ke tiga dan ke empat.
Imunisasi TT dapat diberikan secara aman selama masa kehamilan bahkan pada
periode trimester pertama.
     Di unit pelayanan statis, vaksin TT yang telah dibuka hanya boleh digunakan
selama 4 minggu, dengan ketentuan :
1.      Vaksin belum kadaluwarsa
2.      Vaksin disimpan dalam suhu +2˚C-+8˚C.
3.      Tdak pernah terendam air.
4.      Sterilitasnya terjaga.
5.      VVM masih dalam kondisi A atau B.
       Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi
untuk hari berikutnya.
Efek samping :
Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan. Gejala-gejala seperti lemas dan
kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementarra, dan kadang-kadang gejala
demam.
Kontraindikasi :
Gejala-gejala berat karena dosis pertama.
Jadwal Pemberian Imunisasi TT pada WUS
Pemberia Selang waktu Pemberian Masa Dosis
n Minimal Perlindungan
Imunisasi
T1 0,5 cc
T2 4 minggu setelah T 1 3 tahun 0,5 cc
T3 6 bulan setelah T 2 5 tahun 0,5 cc
T4 1 tahun setelah T 3 10 tahun 0,5 cc
T5 1 tahun setelah T 4 25 tahun 0,5 cc

4.     Vaksin DT (Difteri dan Tetanus)


  Diskripsi :
Vaksin jerap DT adalah vaksin yang mengandung toxoid difteri dan tetanus yang
telah dimurnikan.
(Vademecum Bio Farma Jan 2002)
Indikasi :
      Untuk pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus.
Kemasan :
         1 box vaksin terdiri dari 10 Vial.
         1 Vial berisi 10 dosis.
         Vaksin DT adalah vaksin yang berbentuk cairan.
Cara pemberian dan dosis :
  Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi menjadi
homogen,
 Disuntikkan secara intramuscular atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian
0,5 ml.
  Dianjurkan untuk anak usia di bawah 8 tahun.
  Untuk usia 8 tahun atau lebih dianjurkan imunisasi dengan vaksin Td.
 Di unit pelayanan statis, vaksin DT yang telah dibuka hanya boleh digunakan
selama 4
  minggu, dengan ketentuan :
1.      Vaksin belum kadaluwarsa
2.      Vaksin disimpan dalam suhu 2˚C-8˚C.
3.      tidak pernah terendam air.
4.      Sterilitasnya terjaga.
5.      VVM masih dalam kondisi A atau B.
Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi
untuk hari
  berikutnya.
Efek Samping :
Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasisuntikan yang bersifat
sementara, dan kadang-kadang gejala demam.
Kontraindikasi :
Gejala-gejala berat karena dosis pertama DT.
                    5.   Vaksin Polio (Oral Polio Vaccine=OPV)
Diskripsi :
Vaksin Oral Polio hidup adalah vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi
virus poliomyelitis tipe 1, 2 dan 3 (strain sabin) yabg sudh dilemahkan, dibuat
dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomyelitis.
Kemasan :
         I box vaksin terdiri dari 10 Vial.
         1 Vial berisi 10 dosis.
         Vaksin polio adalah vaksin yang berisi cairan.
         Setiap Vial vaksin polio disertai 1 buah penetes (dropper) terbuat dari bahan
plastik.
Cara pemberian dan dosis :
 Diberikan secara oral (melalui mulut), 1 dosis adalah 2 tetes sebanyak 4 kali
(dosis)
   pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.
    Setiap membuka Vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru.
  Di unit pelayanan statis, vaksin polio yang telah dibuka hanya boleh digunakan
selama 4 minggu, dengan ketentuan :
1.      Vaksin belum kadaluwarsa
2.      Vaksin disimpan dalam suhu +2˚C-+8˚C.
3.      Tdak pernah terendam air.
4.      Sterilitasnya terjaga.
5.      VVM masih dalam kondisi A atau B.
       Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi
untuk hari berikutnya.
Efek samping :
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralysis yang
disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari 0,17 : 1.000.000; Bull
WHO 66:1988)
Kontraindikasi :
Pada individu yang menderita “immune deficiency”. Tidak ada efek yang berbahaya
yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada
keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan
setelah sembuh.
6.     Vaksin Campak
Diskripsi :
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5
ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70 dan
tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg erythromycin.
(Vadamecum Bio Farma Jan 2002)
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
Kemasan :
         1 box vaksin terdiri dari 10 Vial.
         1 Vial berisi  10 dosis.
         1 box pelarut berisi 10 ampul @ 5 ml.
         Vaksin ini berbentuk beku kering.
Cara pemberian dan dosis :
       Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengan
pelarut steril   yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut.
        Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas,
pada usia 9-11 bulan. Dan ulangan (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD)
setelah catch-up campaigncampak pada anak Sekolah Dasar 1-6.
Efek samping :
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari
yang dapt terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.
Kontraindikasi :
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang diduga
menderita gangguan respon imun karena leukemia, lymphoma.
7.     Vaksin Hepatitis B
Diskripsi :
Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus recombinian yang telah diinaktivasikan dan
bersufat non-infectious, berasal dari HBsAg yg dihasilkan dalam sel
ragi (Hansenula polymorpha)menggunakan tekhnologi DNA rekombinan.
(Vadamecum Bio Farma Jan 2002)
Indikasi :
Untuk memberi kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus
hepatitis B.
Kemasan :
         Vaksin hepatitis B adalah vaksin yang berbentuk cairan.
         Vaksin hepatitis B terdiri dari 2 kemasan.
         Kemasan dalam Prefill Injection Device (PID).
         Kemasan dalam Vial.
         1 box berisi hepatitis B PID terdiri dari 100 HB PID.
         1 box vaksin hepatitis B Vial terdiri dari 10 Vial @ 5 dosis.
Cara pemberian dan dosis :
         Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi
menjadi homogen.
        Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID, pemberian
suntikan secara intra muscular, sebaiknya pada anterolateral paha.
         Pemberian sebanyak 3 dosis.
      Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval
minimum 4 minggu (1 bulan).
Untuk Hepatitis B Vial :
         Di unit pelayanan statis, vaksin yang telah dibuka hanya boleh digunakan
selama 4 minggu, dengan ketentuan :
1.      Vaksin belum kadaluwarsa
2.      Vaksin disimpan dalam suhu 2˚C-8˚C.
3.      tidak pernah terendam air.
4.      Sterilitasnya terjaga.
5.      VVM masih dalam kondisi A atau B.
         Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan
lagi untuk hari  berikutnya.
Efek Samping :
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat
penyuntikan. Reaksi ini yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2
hari.
Kontraindikasi :
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain,
vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang.
8. Vaksin DPT-HB
Diskripsi :
Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan
dan pertusis yang inaktivasi serta vaksin Hepatitis B yang merupakan sub unit
vaksin virus yang mengandung HBsAg dan bersifat non infectious.
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis dan
hepatitis B.
Kemasan :
         1 box vaksin DPT-Hepatitis B Vial terdiri dari 10 Vial @ 5 ml.
         Warna vaksin putih keruh deperti vaksin DPT.
Cara pemberian dan dosis :
         Pemberian dengan cara intra muscular, 0,5 ml sebanyak 3 dosis.
       Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4
minggu 
     (1 bulan).
         Di unit pelayanan statis, vaksin yang telah dibuka hanya boleh digunakan
selama 4 minggu, dengan ketentuan :
a.       Vaksin belum kadaluwarsa
b.      Vaksin disimpan dalam suhu +2˚C-+8˚C.
c.       Tdak pernah terendam air.
d.      Sterilitasnya terjaga.
e.       VVM masih dalam kondisi A atau B.
       Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi
untuk hari berikutnya.

E. IMUNOSERUM
1 Definisi
Imunoserum adalah sediaan yang mengandung imunoglobulin khas yang diperoleh
dari serum hewan dengan pemurnian.
Imunoserum mempunyai kekuatan khas. mengikat venin/toksin dan dibentuk oleh
bakteri. 
Imunoserum adalah sediaan cair atau sediaan kering beku, mengandung
imunoglobulin khas yang diperoleh secara pemurnian serum hewan yang telah
dikebalkan. Imunoserum mempunyai khasiat khas menetralkan toksin kuman atau
bisa ular atau mengikat kuman atau virus atau antigen lain yang sama dengan yang
digunakan pada pembuatannya.
 Imunoserum diperoleh dari hewan sehat yang telah dikebalkan dengan penyuntikan
toksin atau toksoida, bisa ular atau suspensi jasad renik atau diberi penisilina (Syarief
Amd.Far 2013)
Menurut FI V Imunoserum/imunosera adalah sediaan mengandung immunoglobulin
khas yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian.

2 Berbagai Contoh
 IMMUNOSERUM BOTULINICUM (FI) = Imunoserum Botulinum = Antitoksin
Botulinum
Imunoserum Anti Botulinum adalah sediaan yang mengandung globulin antitoksik
khas yang mempunyai kekuatan dapat menetralkan toksin yang dihasilkan oleh
Clostridium botulinum tipe A.B. dan E.
Persyaratan kadar             :  Potensi tidak kurang dari 500 unit per ml masing-masing
                                            Untuk tipe A dan B, dan tidak kurang dari 50 unit per ml
                                            Untuk tipe E
Pemeriaan                       : Memenuhi syarat seperti yang tertera pada Imunosera
Identifikasi                     : Menetralkan secara sepesifik dan mengurangin bahaya
toksin
Yang dihasilkan oleh satu tipe atau beberapa tipe
Clostridium Botulinum yang tertera pada etiket.
 IMMUNOSERUM DIPHTERICUM = Imunoserum Difteri = Antitoksin Difteri
Imunoserum Difetri adalah sediaan yang mengandung globulin antitoksik khas yang
mempunyai kekuatan dapat menetralkan toksin Corynebacterium diphteriae.

      Persyaratan kadar        : Potensi tidak kurang dari 1000 unit per ml, untuk
                                            Imunoserum dari serum kuda, tidak kurang dari
                                            500 unit per ml untuk imunoserum dari jenis lain.
      Pemeriaan                    : Memenuhi sarat seperti yang tertera pada Imunosera
      Identifikasi                  : Menetralkan secara khas toksin Corynebacterium
                                            Diphteriae, sehingga mengurangin bahaya terhadap
                                            Hewan peka.
 IMMUNOSERUM TETANICUM = Imunoserum Tetanus = Antitoksin Tetanus
Imunoserum Tetanus adalah sediaan yang mengandung globulin antitoksik khas yang
mempunyai kekuatan dapat menetralkan toksin Clostridium tetani.

      Persyaratan kadar        : Tidak kurang dari 1000 unit per ml untuk dosis
pencegahan
                                             Dan tidak kurang dari 3000 unit per ml untuk dosis
                                              Pengobatan.  
      Pemeriaan                    : Memenuhi sarat seperti yang tertera pada Imunosera.
      Identifikasi                  : Dapat menetralkan secara khas toksin Clostridium tetani,
                                             Sehingga mengurangi bahaya terhadap hewan uji yang
peka.

 IMMUNOGLOBULINUM NORMAL = Imunoglobulin Normal


Imunoglobulin Normal adalah sediaan cair atau beku kering, mengandung
imunoglobulin terutama imunoglobulin G (IgG), dapat mengandung protein lain.
Sediaan ini digunakan untuk injeksi muskulair.
Diperoleh dari plasma atau serum atau plasenta normal dan segara dibekukan.
      Persyaratan kadar        : Mengandung 90% hingga 110% protein dari jumlah yang
                                            Tertara pada etiket, dalam hal tertentu mengandungprotein
                                          Tidak kurang dari 10% dan tidak lebih dari 18%.
      Pemeriaan                    : Sediaan cair jernih dan berwana kuning pucat sampai
coklat
                                            Muda, selama penyimpanan dapat terbentuk kekeruhan.
                                            Sediaan beku kering berbentuk serbuk atau masa rapuh
                                            Berwana putih sampai agak kuning.
      Wadah dan penyimpanan :
Ø  Sediaan cair, disimpan dalam wadah kaca tidak berwarna, tertutup kedap,
terlindung cahaya pada suhu 20 sampai 80.
Ø  Sediaan beku kering, disimpan dalam hampa udara atau gas inert, terlindung dari
cahaya pada suhu 20 sampai 80.
Deng an kondisi penyimpanan diatas, potensi dapat dipertahankan hingga 3 tahun
untuk sediaan cair dan 5 tahun untuk sediaan beku kering.
 IMMUNOGLOBULINUM HEPATITIS B = Immunoglobulin hepatitis B
Imunoglobulin Hepatitis B adalah sediaan cair atau beku kering, mengandung
imunoglobulin manusia terutama imunoglobulin G (IgG). Diperoleh dari plasma atau
serum yang mangandung antibodi spesifik terhadap antigen permukaan hepatitis
B.Imunoglobulin Hepatitis B dibuat seperti yang tertera pada imunoglobulin normal.
      Persyaratan kadar        : Mengandung tidak kurang dari 100 unit per ml.
      Pemeriaan                    : Memenuhi syarat seperti yang tertera pada Imunoglobulin
                                            Normal.
Wadah dan penyimpanan :
Ø    Sediaan cair, disimpan dalam wadah kaca tidak berwarna, tertutup kedap,
terlindung cahaya pada suhu 20 sampai 80.
Ø    Sediaan beku kering, disimpan dalam hampa udara atau gas invert, terlindung
dari cahaya pada suhu 20 sampai 80.
      Dengan kondisi penyimpanan diatas, potensi dapat dipertahankan hingga 3 tahun
untuk sediaan cair dan 5 tahun untuk sediaan beku kering.
 IMMUNOGLOBULINUM RABIECUM = Imunoglobulin Rabies
Adalah sediaan cair atau beku kering mengandung imunoglobulin
manusia terutama imunoglobulin G (IgG). Diperoleh dari plasma atau serum yang
mengandung antibodi spesifik terhadap virus rabies. Dapat ditambahkan
Imunoglobulin Normal.Imunoglobulin rabies dibuat seperti yang tertera pada
pembuatan Imunoglobulin Normal.
     Persyaratan kadar        : Mengandung tidak kurang dari 150 unit per ml.
      Pemeriaan                    : Memenuhi syarat seperti yang tertera pada Imunoglobulin
                                            Normal.
Wadah dan penyimpanan :
Ø Sediaan cair, di simpan dalam wadah kaca tidak berwarna, tertutup
Ø Kedap, terlindung cahaya pada suhu 20 sampai 88
Ø Sediaan beku kering, di simpan dalam hampa udara atau gas intert, terlindung dari
cahaya pada suhu 20 sampai 80

Dengan kondisi penyimpanan diatas, potensi dapat di pertahankan hingga 3 tahun


untuk sediian cair dan 5 tahun untuk sediaan beku kering.

 IMMUNOGLOBULINUM HUMANUM MORBILLICUM = Imunoglobulin


Campak
Adalah sediaan cair atau beku kering menganduna imunoglobulin manusia terutama
imunoglobulin G ( IgG). Di peroleh dari plasma atau serum yang mengandung anti
bodi spesifik terhadap virus campak, dapat di tambahkan Imunoglobulin Normal
Imunoglobulin campak di buat seperti yang tertera pada pembuatan Imunoglobulin
Nor,mal.

   Persyaratan Kadar : Mengandung tidak kurang dari 50 unit per ml


Wadah dan penyimpanan :
Ø   Sediaan cair, di simpan dalam wadah kaca tidak tembus cahaya, tertutp kedap,
tidakberwarna, pad suhu 20sampai 80
Ø   Sediaan beku kering, di simpan dalam wadah tidak tembus cahaya, hampa udara
atau gas inert, pada suhu 20 sampai 80
Dengan kondisi penyimpanan di atas, potensi dapat di pertahankan hingga 3 tahun
untuk sediian cair dan 5 tahun untuk sediaan beku kering.
 IMMUNOGLOBULINUM  HIMANUM TETANICUM = Imunoglobulin
Tetanus
Adalah sediaan cair atau beku kering mengandung imunoglobulin manusia, terutama
Imunoglobulin G (IgG), di peroleh dari plasma atau serum yang mengandung
antibodi spesifik terhadap Clostridium tetani. Dapat di tambahkan Imunoglobulin
Normal.
Persyaratan Kadar: Mengandung tidak kurang dari 50 Unit per mil.
Pemerian: Memenuhi syarat yang tertera pada imunoglobulin normal.
Wadah dan penyimpanan:
Ø Sediaan cair, di simpan dalam wadah kaca tidak berwarna, tertutup kedap,
terlindung cahaya, pada suhu 20 sampai 80
Ø sediaan beku kering , di simpan dalam wadah, hampa udara atau gas invert,
terlindung cahaya, pada suhu 20 sampai 80
Dengan kondisi penyimpanan di atas,potensi dapat di petrahankan hingga 3 tahun
untuk sediaan cair dan 5 tahun untuk sediaan bku kering.

3 Sifat dari isi


4 Cara Pemberian

Anda mungkin juga menyukai