INJEKSI
1 Definisi Injeksi
Injeksi menurut Farmakope Edisi III adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi,
suspensi, atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit atau melalui
kulit atau selaput lendir ( Drs.H.A.Syamsuni,Apt.)
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikan dengan cara merobek jaringan kedalam kulit
atau melalui selaput lender. Injeksi dapat berupa larutan , emulsi, suspensi, atau serbuk
steril yang harus dilarutkan atau di suspensikan lebih dahulu sebelum digunakan
Keuntungan :
1. Obat memiliki onset (mula kerja yang cepat)2. Efek obat dapat diramalkan dengan
pasti3. Bioavailabilitas sempurna atau hampir sempurna4. kerusakan obat dalam tractus
gastrointestinal dapat dihindarkan5. Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras
atau yang sedang dalam keadaan koma
Kelemahan :
a. Rasa nyeri pada saat disuntik b. Memberikan efek psikologis pada penderita yang
takut disuntik c. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki,
terutama sesudah pemberian intravenad. Obat hanya dapat diberikan kepada penderita
dirumah sakit atau ditempat praktik dokter oleh dokter dan perawat yang berkompeten
2 Cara Pemberian
1. Injeksi intramuskuler
Obat diinjeksikan ke dalam lapisan otot. Resorpsi obat akan terjadi dalam
10-30 menit. Obat yang sering diberikan secara intramuskuler misalnya : vitamin,
vaksin, antibiotik, antipiretik, hormon-hormon kelamin dan lain-lain.
2. Injeksi subkutan
obat diinjeksikan ke dalam lapisan lemak di bawah kulit. Resorpsi obat
berjalan lambat karena dalam jaringan lemak tidak banyak terdapat pembuluh
darah. Obat yang sering diberikan secara subkutan adalah : insulin, anestesi lokal
3. Injeksi intradermal/ intrakutan
obat diinjeksikan ke dalam lapisan kulit bagian atas, sehingga akan timbul
indurasi kulit. Tindakan menyuntikkan obat secara intrakutan yang sering
dilakukan yaitu tindakan skin test, tes tuberkulin/ Mantoux test.
4. Injeksi intravena
Obat diinjeksikan langsung ke dalam vena sehingga menghasilkan efek
tercepat, dalam waktu 18 detik (yaitu waktu untuk satu kali peredaran darah) obat
sudah tersebar ke seluruh jaringan. Obat yang disuntikkan secara intravena
misalnya bermacam-macam antibiotika.
3 Cara Pembuatan
3 Penyaringan
Lakukan penyaringan hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrat. Pada
pembuatan kecil-kecilan dapat disaring dengan kertas saring biasa sebanyak 2 kali , lalu disaring
lagi dengan kertas saring G3.
Pengisian dengan wadah takaran tunggal dijaga supaya bagian yang akan ditutup dengan
pemijaran, harus bersih, terutama dari zat organik, karena pada penutupan zat organik tersebut
akan menjadi arang dan menghitamkan wadah sekitar ujungnya .
Membersihkan bagian leher wadah dapat dilakukan dengan :
a. memberi pelindung pada jarum yang dipakai untuk mengisi wadah.
b. menyemprot dengan uap air pada mulut wadah obat suntik yang dibuat dengan pembawa berair.
5. Penutupan Wadah
Wadah dosis tunggal :
ditutup dengan cara melebur ujungnya dengan api hingga tertutup kedap.
Wadah dosis ganda :
ditutup dengan karet melalui proses pengurangan tekanan hingga karet tertarik ke dalam. Tutup
karet dilapisi dengan tutup alumunium.
1. Cara aseptic :
Digunakan kalau bahan obatnya tidak dapat disterilkan, karena akan rusak atau mengurai.
Caranya :
Zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat dari gelas untuk pembuatan, dan yang lainnya yang
diperlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat, zat pembawa, zat pembantu
dicampur secara aseptik dalam ruang aseptik hingga terbentuk larutan injeksi dan dikemas secara
aseptik.
Bahan obat
Alat untuk pembuatan
( gelas )
↓
Dicuci Dilarutkan
( ruang steril
)
↓
wadah ( ampul, vial ) Disaring
↓ ↓
Diisi
Dicuci ↓
Ditutup kedap
↓
Disterilkan
↓
Dikarantina
↓
Diberi etiket dan dikemas Diperiksa
E. Pemeriksaan
Setelah larutan injeksi ditutup kedap dan disterilkan, perlu dilakukan pemeriksaan
kemudian yang terakhir diberi etiket dan dikemas. Pemeriksaan meliputi :
1. Pemeriksaan kebocoran.
2. Pemeriksaan sterilitas.
3. Pemeriksaan pirogenitas
4. Pemeriksaan kejernihan dan warna..
5. Pemeriksaan keseragaman bobot.
6. Pemeriksaan keseragaman volume.
Pemeriksaan 1 - 4 tersebut di atas disebut Pemeriksaan hasil akhir produksi.
1. Pemeriksaan kebocoran
Untuk mengetahui kebocoran wadah, dilakukan sebagai berikut :
a. Untuk injeksi yang disterilkan dengan pemanasan.
(i) Ampul :
disterilkannya dalam posisi terbalik dengan ujung yang dilebur disebelah bawah. Wadah yang
bocor, isinya akan kosong / habis atau berkurang setelah selesai sterilisasi .
(ii) Vial :
setelah disterilkan , masih dalam keadaan panas, masukkan ke dalam larutan metilen biru 0,1 %
yang dingin. Wadah yang bocor akan berwarna biru, karena larutan metilen biru akan masuk ke
dalam larutan injeksi tersebut.
b. Untuk injeksi yang disterilkan tanpa pemanasan atau secara aseptik / injeksi berwarna
Diperiksa dengan memasukkan ke dalam eksikator dan divakumkan. Wadah yang bocor, isinya
akan terisap keluar.
2. Pemeriksaan sterilitas
Digunakan untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, jamur dan ragi yang hidup dalam
sediaan yang diperiksa. Dilakukan dengan teknik aseptik yang cocok. Sebelum dilakukan uji
sterilitas, untuk zat-zat :
a. Pengawet : larutan diencerkan dahulu, sehingga daya pengawetnya sudah tidak bekerja lagi.
b. Antibiotik : daya bakterisidanya diinaktifkan dulu, misalnya pada Penicillin ditambah enzym
Penicillinase.
Menurut FI. ed.III, pemeriksaan ini dilakukan sebagai berikut :
a. Dibuat perbenihan A untuk memeriksa adanya bakteri yang terdiri dari:
i. Perbenihan thioglikolat untuk bakteri aerob , sebagai pembanding digunakan Bacillus
subtilise atau Sarcina lutea.
ii. Perbenihan thioglikolat yang dibebaskan dari oksigen terlarut dengan memanaskan
pada suhu 1000 selama waktu yang diperlukan, untuk bakteri anaerob, sebagai pembanding
digunakan Bacteriodes vulgatusatau Clostridium sporogenus.
b. Dibuat perbenihan B untuk memeriksa adanya jamur dan ragi, untuk itu dipakai perbenihan
asam amino, sebagai pembanding digunakanCandida albicans
Penafsiran hasil : zat uji dinyatakan pada suhu 30 0 – 320 selama tidak kurang dari 7 hari, tidak
terdapat pertumbuhan jasad renik.
3. Pemeriksaan Pirogen
Pirogen : Berasal dari kata Pyro dan Gen artinya pembentuk demam/panas. Pirogen
adalah Zat yang terbentuk dari hasil metabolisme mikroorganisme (bangkai mikroorganisme)
berupa zat eksotoksin dari kompleks Polisacharida yang terikat pada suatu radikal yang
mengandung unsur Nitrogen dan Posfor, yang dalam kadar 0,001 – 0,01 gram per kg berat
badan, dapat larut dalam air, tahan pemanasan, dapat menimbulkan demam jika disuntikkan.
(reaksi demam setelah 15 menit sampai 8 jam). Pirogen bersifat termolabil. Larutan injeksi yang
pemakaiannya lebih dari 10 ml satu kali pakai, harus bebas pirogen.
Uji pirogenitas :
dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci percobaan yang disebabkan penyuntikan i.v
sediaan uji pirogenitas. Jumlah kelinci percobaan bisa 3, 6, 9, 12 ( secara detailnya lihat FI.ed.II
)
B. SALEP MATA
1 Definisi
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakkan sebagai
obat luar.Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep
yang cocok (Anief 2000, hal 110)
Menurut Farmakope Edisi III.20 Salep mata adalah salep steril untuk pengobatan
mata menggunakan dasar salep yang cocok.
Menurut Farmakope Edisi IV
Salep Mata adalah salep yang digunakan pada mata
Menurut Scoville the art of compounding 356
Salep mata adalah salep khusus untuk pemakaian pada mata dimana membutuhkan
perhatian khusus pada pembuatannya
2 Cara Pembuatan
Pembuatan bahan obat ditambahkan sebagai larutan steril atau serbuk steril
termikronisasi pada dasar salep steril, hasil akhir dimasukkan secara aseptic
Bahan obat di sterilkan dengan cara yang cocok, bila bahan yang digunakkan tidak
bisa disterilkan dengan cara biasa maka dapat digunakkan bahan yang memenuhi
syarat uji sterilisasi dengan pembuatan secara aseptik
Tube di sterilkan dalam otoklaf selama minimal 30 menit
Bahan obat yang ditambahkan kedalam dasar salep berbentuk larutan atau serbuk
halus. Homogenitas tidak boleh mengandung bagian yang kasar yang dapat teraba
Sterilitas harus memenuhi syarat uji sterilitas yang tertera pada uji kenyamanan
hayati
Penyimpanan harus dalam tube steril dan ditempat sejuk
Salep mata bekerja pada kelopak mata, kelenjar sebasea, konjungtiva, kornea dan
iris. Penggunaan salep mata ini memiliki keuntungan dan kerugian diantaranya
adalah:
>> Keuntungan
1. Dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan larutan dalam air
yang ekuivalen.
2. Onset dan waktu puncak absorbsi yang lebih lama.
3. Waktu kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat yang diabsorbsi lebih tinggi.
>> Kerugian
1. Dapat menggangu pengelihatan, kecuali jika digunakan saat akan tidur/
2. Dari tempat kerjanya yaitu bekerja pada kelopak mata, kelenjar sebasea,
konjungtiva, kornea dan iris.
C. TETES MATA
1 Definisi
FI III : 10
Tetes mata adalah sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi yang digunakan
dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dari
bola mata.DOM Martin : 880Tetes mata adalah seringkali dimasukkan ke dalam mata
yang terluka atau kecelakaan atau pembedahan dan mereka kemudian secara potensial
lebih berbahaya daripada injeksi intavena.
Scoville’s : 221
Larutan mata merupakan cairan steril atau larutan berminyak dari alkaloid garam-
garam alkaloid, antibotik atau bahan-bahan lain yang ditujukan untuk dimasukkan ke
dalam mata. Ketika cairan, larutan harus isotonik, larutan mata digunakan untuk
antibakterial, anstetik, midriatikum, miotik atau maksud diagnosa. Larutan ini disebut
juga tetes mata dan collyria (singular collyrium).
Parrot : 29.
Larutan mata (colluria)
Obat yang dimasukkan ke dalam mata harus diformulasi dan disiapkan dengan
pertimbangan yang diberikan untuk tonisitas, pH, stabilitas, viskositas dan sterilisasi.
Sterilisasi ini diinginkan karena kornea dan jaringan bening ruang anterior adalah
media yang bagus untuk mikroorganisme dan masuknya larutan mata yang
terkontaminasi ke dalam mata yang trauma karena kecelakaan atau pembedahan dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan.
2 Cara Pembuatan
Pertama melakukan kalibrasi botol sebagai wadah sediian
Kemudian alat-alat praktikum yang akan digunakan disterilkan kedalam oven dengan
suhu 121 derajat celcius selama 15 menit
Dilanjutkan dengan mensterilkan bahan yang dibutuhkan dengan memasukkannya
kedalam oven suhu 45 derajat celcius selama 15 menit
Bahan aktif yang digunakan yaitu dexamethasoni ditimbang sebanyak 50 mg dan di
larutan dalam 50 ml API (Aqua Pro Injectione)untuk pengenceran, lalu diambil 1,2
ml dimasukkan dalam bekker glass
Kemudian ditimbang NaCl 89 mg, Asam Sitrat 200 mg, Natrium Fosfat 490 mg dan
dilarutan masing masing bahan di timbang dengan API qs ad Larut dan dimasukkan
kedalam hasil pelarutan deksamethason
Selanjutnya diambil Metilmerkuri 1 tetes , dikedalam campuran homogen dan
masukkan hasil campuran kedalam botol tetes sambil di saring serta ditambahkan API
ad 10 ml
D. VAKSIN
1 Definisi
Vaksin adalah suatu bahan yang di pakai untuk mestimulus atau merangsang
pembentukan antibodi yang bisa dimasukkan ke tubuh manusia lewat mulut
atau suntikan (Muslihatun :2010 )
Vaksin adalah bahan yang dimasukkan kedalam tubuh lewat suntikan (seperti
vaksin campak, DPT, BCG) dan lewat mulut seperti (vaksin polio) yang
berguna merangsang zat antibodi. (Hidayat 2005)
Menurut peraturan menteri kesehatan RI No 42 tahun 2013 vaksin adalah
suatu antigen yang berwujud mikroorganisme yang tidak hidup atau sudah
mati atau masih hidup tetapi sudah dilemahkan, yang beberapa bagian masih
utuh dan telah diolah.Bisa juga berupa toksin mikroorganisme yang telah
berubah menjadi toksoit ataupun protein rekombinan yang menimbulkan efek
kekebalan spesifik terhadap suatu penyakit infeksi tertentu .
2 Sifat dari isi
1. Vaksin yang sensitif terhadap beku (Freeze sensitive=FS) yaitu : golongan vaksin
yang akan rusak bila terpapar/terkena dengan suhu dingin atau suhu pembekuan.
Jenis vaksin yang sensitif terhadap beku tersebut adalah : Hepatitis B, DPT-HB, DPT,
DT dan TT.
2. Vaksin yang sensitive terhadap panas (Heat sensitive=HS) yaitu : golongan vaksin
yang akan rusak bila terpapar/terkena suhu panas yang berlebihan.
Jenis vaksin yang sensitive terhadap panas tersebut adalah : Polio, BCG dan Campak.
Efek samping :
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti : lemas, demam, kemerahan pada
tempat suntikan. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas
dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi.
Kontraindikasi :
Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius
keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak yang mengalami
gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus dihindarkan pada
dosis kedua, dan untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT.
3. Vaksin TT (Tetanus Toxoid)
Diskripsi :
Vaksin jerap TT adalah vaksin yang mengandung toxoid tetanus yang telah
dimurnikan dan terabsorpsi kedalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1
mg/ml digunakan sebagai pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi
sedikitnya 40 IU. Dipergunakan untuk mencegah tetanus pada bayi baru lahir
dengan mengimunisasi WUS (Wanita Usia Subur) atau ibu hamil, juga untuk
pencegahan tetanus pada ibu dan bayi.
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tetanus.
Kemasan :
1 box vaksin terdiri dari 10 Vial.
1 Vial berisi 10 dosis.
Vaksin TT adalah vaksin yang berbebtuk cairan.
Cara pemberian dan dosis :
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi
menjadi homogen.
Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 doosis primer yang
disuntikkan secara intramuskuler atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5
ml dengan interval 4 minggu. Dilanjutkan dengan dosis ketiga setelah 6 bulan
berikutnya. Untuk mempertahankan kekebalan terhadap tetanus pada wanita usia
subur, maka dianjurkan diberikan 5 dosis. Dosis ke empat dan ke lima diberikan
dengan interval minimal 1 tahun setelah pemberian dosis ke tiga dan ke empat.
Imunisasi TT dapat diberikan secara aman selama masa kehamilan bahkan pada
periode trimester pertama.
Di unit pelayanan statis, vaksin TT yang telah dibuka hanya boleh digunakan
selama 4 minggu, dengan ketentuan :
1. Vaksin belum kadaluwarsa
2. Vaksin disimpan dalam suhu +2˚C-+8˚C.
3. Tdak pernah terendam air.
4. Sterilitasnya terjaga.
5. VVM masih dalam kondisi A atau B.
Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi
untuk hari berikutnya.
Efek samping :
Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan. Gejala-gejala seperti lemas dan
kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementarra, dan kadang-kadang gejala
demam.
Kontraindikasi :
Gejala-gejala berat karena dosis pertama.
Jadwal Pemberian Imunisasi TT pada WUS
Pemberia Selang waktu Pemberian Masa Dosis
n Minimal Perlindungan
Imunisasi
T1 0,5 cc
T2 4 minggu setelah T 1 3 tahun 0,5 cc
T3 6 bulan setelah T 2 5 tahun 0,5 cc
T4 1 tahun setelah T 3 10 tahun 0,5 cc
T5 1 tahun setelah T 4 25 tahun 0,5 cc
E. IMUNOSERUM
1 Definisi
Imunoserum adalah sediaan yang mengandung imunoglobulin khas yang diperoleh
dari serum hewan dengan pemurnian.
Imunoserum mempunyai kekuatan khas. mengikat venin/toksin dan dibentuk oleh
bakteri.
Imunoserum adalah sediaan cair atau sediaan kering beku, mengandung
imunoglobulin khas yang diperoleh secara pemurnian serum hewan yang telah
dikebalkan. Imunoserum mempunyai khasiat khas menetralkan toksin kuman atau
bisa ular atau mengikat kuman atau virus atau antigen lain yang sama dengan yang
digunakan pada pembuatannya.
Imunoserum diperoleh dari hewan sehat yang telah dikebalkan dengan penyuntikan
toksin atau toksoida, bisa ular atau suspensi jasad renik atau diberi penisilina (Syarief
Amd.Far 2013)
Menurut FI V Imunoserum/imunosera adalah sediaan mengandung immunoglobulin
khas yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian.
2 Berbagai Contoh
IMMUNOSERUM BOTULINICUM (FI) = Imunoserum Botulinum = Antitoksin
Botulinum
Imunoserum Anti Botulinum adalah sediaan yang mengandung globulin antitoksik
khas yang mempunyai kekuatan dapat menetralkan toksin yang dihasilkan oleh
Clostridium botulinum tipe A.B. dan E.
Persyaratan kadar : Potensi tidak kurang dari 500 unit per ml masing-masing
Untuk tipe A dan B, dan tidak kurang dari 50 unit per ml
Untuk tipe E
Pemeriaan : Memenuhi syarat seperti yang tertera pada Imunosera
Identifikasi : Menetralkan secara sepesifik dan mengurangin bahaya
toksin
Yang dihasilkan oleh satu tipe atau beberapa tipe
Clostridium Botulinum yang tertera pada etiket.
IMMUNOSERUM DIPHTERICUM = Imunoserum Difteri = Antitoksin Difteri
Imunoserum Difetri adalah sediaan yang mengandung globulin antitoksik khas yang
mempunyai kekuatan dapat menetralkan toksin Corynebacterium diphteriae.
Persyaratan kadar : Potensi tidak kurang dari 1000 unit per ml, untuk
Imunoserum dari serum kuda, tidak kurang dari
500 unit per ml untuk imunoserum dari jenis lain.
Pemeriaan : Memenuhi sarat seperti yang tertera pada Imunosera
Identifikasi : Menetralkan secara khas toksin Corynebacterium
Diphteriae, sehingga mengurangin bahaya terhadap
Hewan peka.
IMMUNOSERUM TETANICUM = Imunoserum Tetanus = Antitoksin Tetanus
Imunoserum Tetanus adalah sediaan yang mengandung globulin antitoksik khas yang
mempunyai kekuatan dapat menetralkan toksin Clostridium tetani.
Persyaratan kadar : Tidak kurang dari 1000 unit per ml untuk dosis
pencegahan
Dan tidak kurang dari 3000 unit per ml untuk dosis
Pengobatan.
Pemeriaan : Memenuhi sarat seperti yang tertera pada Imunosera.
Identifikasi : Dapat menetralkan secara khas toksin Clostridium tetani,
Sehingga mengurangi bahaya terhadap hewan uji yang
peka.