Anda di halaman 1dari 31

TUGAS KELOMPOK FARMASETIKA DASAR

VAKSIN DAN IMUNOSERUM

DISUSUN OLEH:

1. RYAN WODY P. 1808010149


2. SUCI KURNIA UTAMY 1808010168
3. RACHMA KUS WIHAPSARI 1808010171
4. ALIFFIA SETYAWIBOWO P. 1808010172
5. MEGA CANTIK MUTIARA C. 1808010173

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2018
A. INJEKSI

1 Definisi Injeksi
Injeksi menurut Farmakope Edisi III adalah sediaan steril berupa larutan,
emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih
dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan
kedalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir.
Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikan dengan cara merobek jaringan kedalam
kulit atau melalui selaput lender. Injeksi dapat berupa larutan , emulsi, suspensi,
atau serbuk steril yang harus dilarutkan atau di suspensikan lebih dahulu sebelum
digunakaN.
( Drs.H.A.Syamsuni,Apt.)
Keuntungan :
1. Obat memiliki onset (mula kerja yang cepat)
2. Efek obat dapat diramalkan dengan pasti
3. Bioavailabilitas sempurna atau hampir sempurna
4. kerusakan obat dalam tractus gastrointestinal dapat dihindarkan
5. Obat dapat diberikan kepada penderita sakit keras atau yang sedang dalam
keadaan koma 
 Kelemahan :
a. Rasa nyeri pada saat disuntik  
b. Memberikan efek psikologis pada penderita yang takut disuntik 
c. Kekeliruan pemberian obat atau dosis hampir tidak mungkin diperbaiki, terutama
sesudah pemberian intravenad.
d.Obat hanya dapat diberikan kepada penderita dirumah sakit atau ditempat praktik
dokter oleh dokter dan perawat yang berkompeten
2 Cara Pemberian
1. Injeksi intramuskuler
Obat diinjeksikan ke dalam lapisan otot. Resorpsi obat akan terjadi
dalam 10-30 menit. Obat yang sering diberikan secara intramuskuler
misalnya : vitamin, vaksin, antibiotik, antipiretik, hormon-hormon kelamin
dan lain-lain.
2. Injeksi subkutan
obat diinjeksikan ke dalam lapisan lemak di bawah kulit. Resorpsi
obat berjalan lambat karena dalam jaringan lemak tidak banyak terdapat
pembuluh darah. Obat yang sering diberikan secara subkutan adalah :
insulin, anestesi lokal
3. Injeksi intradermal/ intrakutan
obat diinjeksikan ke dalam lapisan kulit bagian atas, sehingga akan
timbul indurasi kulit. Tindakan menyuntikkan obat secara intrakutan yang
sering dilakukan yaitu tindakan skin test, tes tuberkulin/ Mantoux test.
4. Injeksi intravena

Obat diinjeksikan langsung ke dalam vena sehingga menghasilkan


efek tercepat, dalam waktu 18 detik (yaitu waktu untuk satu kali peredaran
darah) obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Obat yang disuntikkan secara
intravena misalnya bermacam-macam antibiotika.

3 Cara Pembuatan
 Persiapan pembuatan obat suntik :
1.    Perencanaan
Direncanakan dulu, apakah obat suntik itu akan dibuat secara aseptik atau
dilakukan sterilisasi akhir ( nasteril  ).
Pada pembuatan kecil-kecilan alat yang digunakan antara lain pinset, spatel,
pengaduk kaca, kaca arloji yang disterilkan dengan cara dibakar pada api spiritus.
Ampul, Vial atau flakon beserta tutup karet, gelas piala, erlemeyer, corong yang
dapat disterilkan dalam oven 1500 selama 30 menit ( kecuali tutup karet, didihkan
selama                30 menit dalam air suling atau menurut FI.ed.III )
Kertas saring, kertas G3, gelas ukur disterilkan dalam otoklaf. Untuk pembuatan
besar-besaran di pabrik, faktor tenaga manusia juga harus direncanakan.
2     Perhitungan dan penimbangan
Perhitungan dibuat berlebih dari jumlah yang harus didapat, karena
dilakukan penyaringan, kemudian ditimbang. Larutkan masing-masing dalam Aqua
p.i  yang sudah dijelaskan cara pembuatannya, kemudian dicampurkan.
3     Penyaringan
Lakukan penyaringan hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa
ke dalam filtrat. Pada pembuatan kecil-kecilan dapat disaring dengan kertas saring
biasa sebanyak 2 kali , lalu disaring lagi dengan kertas saring G3.
4     Pengisian ke dalam wadah
Cairan :
Farmakope telah mengatur volume tambahan yang dianjurkan.
Bubuk kering :
       jumlah bubuk diukur dengan jalan penimbangan atau berdasarkan volume, diisi
melalui corong.
Pengisian dengan wadah takaran tunggal dijaga supaya bagian yang akan ditutup
dengan pemijaran, harus bersih, terutama dari zat organik, karena pada penutupan
zat organik  tersebut akan menjadi arang dan menghitamkan wadah sekitar
ujungnya .
Membersihkan bagian leher wadah dapat dilakukan dengan :
a.     memberi pelindung pada jarum yang dipakai untuk mengisi wadah.
b.    menyemprot dengan uap air pada mulut wadah obat suntik yang dibuat dengan
pembawa berair.
5.    Penutupan Wadah
Wadah dosis tunggal  :
ditutup dengan cara melebur ujungnya dengan api hingga tertutup kedap.
Wadah dosis ganda  :
ditutup dengan karet melalui proses pengurangan tekanan hingga karet tertarik ke
dalam. Tutup karet dilapisi dengan tutup alumunium.
6     Penyeterilan ( Sterilisasi )
Sterilisasi menurut Fi.ed.III dan IV.dapat dilakukan sesuai dengan
persyaratan masing-masing monografinya dan sifat dari larutan obat suntiknya.
7     Uji sterilitas pada teknik aseptik
Sediaan steril selalu dilakukan Uji Sterilitas sebelum sediaan itu diedarkan
ke pasaran.
Uji Sterilitas dapat dilakukan sebagai berikut :
ke dalam salah satu wadah dimasukkan medium biakan bakteri sebagai ganti cairan
steril. Tutup wadah dan eramkan pada suhu 320 selama 7 hari. Jika terjadi
pertumbuhan kuman, menunjukkan adanya cemaran yang terjadi pada waktu
pengisian bahan steril ke dalam wadah akhir yang steril.

 Pembuatan larutan injeksi :


Dalam garis besar cara pembuatan larutan injeksi dibedakan :
1. Cara aseptic :
Digunakan kalau bahan obatnya tidak dapat disterilkan, karena akan rusak atau
mengurai.
Caranya : 
Zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat dari gelas untuk pembuatan, dan yang
lainnya yang diperlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat, zat
pembawa, zat pembantu dicampur secara aseptik dalam ruang aseptik hingga
terbentuk larutan injeksi dan dikemas secara aseptik.
Skema pembuatan secara aseptik :
Zat pembawa   Zat
( steril ) pembantu
Bahan obat ( steril )
Alat untuk pembuatan
( gelas )

Dicuci → disterilkan → Dilarutkan     
     ( ruang
steril )
wadah ( ampul, vial ) ↓

Dicuci → disterilkan → Diisi

Ditutup
kedap

Dikarantina

Diberi etiket dan dikemas Diperiksa

2. Cara non-aseptik ( NASTERIL ).


Dilakukan sterilisasi akhir
Caranya :
bahan obat dan zat pembantu dilarutkan ke dalam zat pembawa dan dibuat larutan injeksi.
Saring hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam filtrat larutan.
Masukkan ke dalam wadah dalam keadaan bersih dan sedapat mungkin aseptik, setelah
dikemas, hasilnya disterilkan dengan cara yang cocok.
Skema pembuatan secara non-aseptik :
Zat pembawa   Zat
pembantu
Bahan obat
Alat untuk pembuatan
( gelas )

Dicuci Dilarutkan     
     ( ruang
steril )

wadah ( ampul, vial ) Disaring
↓ ↓
Diisi
Dicuci ↓

Ditutup
kedap

Disterilkan

Dikarantina

Diberi etiket dan dikemas Diperiksa

 
 Pemeriksaan
              Setelah larutan injeksi ditutup kedap dan disterilkan, perlu dilakukan
pemeriksaan kemudian yang terakhir diberi etiket dan dikemas. Pemeriksaan meliputi :
1.    Pemeriksaan kebocoran.
2.    Pemeriksaan sterilitas.
3.    Pemeriksaan pirogenitas
4.    Pemeriksaan kejernihan dan warna..
5.    Pemeriksaan keseragaman bobot.
6.    Pemeriksaan keseragaman volume.
              Pemeriksaan 1 - 4 tersebut di atas disebut Pemeriksaan hasil akhir produksi.
1. Pemeriksaan kebocoran
Untuk mengetahui kebocoran wadah, dilakukan sebagai berikut :
a.    Untuk injeksi yang disterilkan dengan pemanasan.
(i)    Ampul :
disterilkannya dalam posisi terbalik dengan ujung  yang dilebur disebelah bawah.
Wadah yang bocor, isinya akan kosong / habis atau berkurang setelah selesai
sterilisasi            .
(ii)   Vial :
setelah disterilkan , masih dalam keadaan panas, masukkan ke dalam larutan metilen
biru 0,1 % yang dingin. Wadah yang bocor akan berwarna biru, karena larutan metilen
biru akan masuk ke dalam larutan injeksi tersebut.

b.    Untuk injeksi yang disterilkan tanpa pemanasan atau secara aseptik / injeksi berwarna
Diperiksa dengan memasukkan ke dalam eksikator dan divakumkan. Wadah yang
bocor, isinya akan terisap keluar.

2. Pemeriksaan sterilitas
              Digunakan untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, jamur dan ragi yang hidup
dalam sediaan yang diperiksa. Dilakukan dengan teknik aseptik yang cocok. Sebelum
dilakukan uji sterilitas, untuk zat-zat :
a.Pengawet : larutan diencerkan dahulu, sehingga daya pengawetnya sudah tidak
bekerja lagi.
b.Antibiotik : daya bakterisidanya diinaktifkan dulu, misalnya pada Penicillin
ditambah enzym Penicillinase.
Menurut FI. ed.III, pemeriksaan ini dilakukan sebagai berikut :
a.Dibuat perbenihan A untuk memeriksa adanya bakteri yang terdiri dari:
                   i.     Perbenihan thioglikolat untuk bakteri aerob , sebagai pembanding 
digunakan Bacillus subtilise atau Sarcina lutea.
                    ii.     Perbenihan thioglikolat yang dibebaskan dari oksigen terlarut dengan
memanaskan pada suhu 1000 selama waktu yang diperlukan, untuk bakteri anaerob,
sebagai pembanding digunakan Bacteriodes vulgatusatau Clostridium sporogenus.
b.Dibuat perbenihan B untuk memeriksa adanya jamur dan ragi, untuk itu dipakai
perbenihan asam amino, sebagai pembanding digunakanCandida albicans
Penafsiran hasil : zat uji dinyatakan pada suhu 300 – 320 selama tidak kurang dari 7 hari,
tidak terdapat pertumbuhan jasad renik.
3. Pemeriksaan Pirogen
              Pirogen : Berasal dari kata Pyro dan Gen artinya pembentuk demam/panas. 
Pirogen adalah Zat yang terbentuk dari hasil metabolisme mikroorganisme (bangkai
mikroorganisme) berupa zat eksotoksin dari kompleks Polisacharida yang terikat pada
suatu radikal yang mengandung unsur Nitrogen dan Posfor, yang dalam kadar 0,001 – 0,01
gram per kg berat badan, dapat larut dalam air, tahan pemanasan, dapat menimbulkan
demam jika disuntikkan. (reaksi demam setelah 15 menit sampai 8 jam). Pirogen bersifat
termolabil. Larutan injeksi yang pemakaiannya lebih dari 10 ml satu kali pakai, harus bebas
pirogen.

Cara menghilangkan pirogen


1.    Untuk alat/zat yang tahan terhadap pemanasan (jarum suntik, alat suntik dll.)
dipanaskan pada suhu 2500 selama 30 menit
2.    Untuk aqua p.i (air untuk injeksi) bebas pirogen:
a.    Dilakukan oksidasi :
 Didihkan dengan larutan H2O2 1 % selama 1 jam 
 1liter air yang dapat diminum, ditambah 10 ml larutan KMnO4  0,1 N dan 5 ml
larutan 1 N, disuling dengan wadah gelas, selanjutnya kerjakan seperti pembuatan Air
untuk injeksi.
b.  Dilakukan dengan cara absorpsi :
Saring dengan penyaring bakteri dari asbes. Lewatkan dalam kolom Al 2O3 Panaskan dalam
Arang Pengabsorpsi 0,1 % ( Carbo adsorbens 0,1% pada suhu 60 0 selama 5 – 10 menit 
( literatur lain  15 menit ) sambil sekali-sekali diaduk, kemudian disaring dengan kertas
saring rangkap 2 atau dengan filter asbes.
Cara mencegah terjadinya pirogen :
1.Air suling segar yang akan digunakan untuk pembuatan air untuk injeksi harus segera
digunakan setelah disuling.
2.Pada waktu disuling jangan ada air yang memercik
3.Alat penampung dan cara menampung air suling harus seaseptis mungkin
Sumber pirogen :
1.Air suling yang telah dibiarkan lama dan telah tercemar bakteri dari udara.
2.Wadah larutan injeksi dan bahan-bahan seperti glukosa, NaCl dan Na-sitrat.
Uji pirogenitas :
dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci percobaan yang disebabkan penyuntikan
i.v sediaan uji pirogenitas. Jumlah kelinci percobaan bisa 3, 6, 9, 12 ( secara detailnya lihat 
FI.ed.II)
4. Pemeriksaan kejernihan dan warna
              Diperiksa dengan melihat wadah pada latar belakang hitam-putih, disinari dari
samping. Kotoran berwarna akan kelihatan pada latar belakang putih, kotoran tidak
berwarna akan kelihatan pada latar belakang hitam.
5. Pemeriksaan keseragaman bobot
              Hilangkan etiket 10 wadah; Cuci bagian luar wadah dengan air; Keringkan pada
suhu 1050; Timbang satu per satu dalam keadaan terbuka ; Keluarkan isi wadah; Cuci
wadah dengan air, kemudian dengan etanol 95 % ; keringkan lagi pada suhu 1050 sampai
bobot tetap; Dinginkan dan kemudian timbang satu per satu
Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera , kecuali satu wadah
yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera.
Syarat keseragam bobot seperti pada tabel berikut ini.
Bobot yang tertera pada Batas penyimpangan (
etiket %)

Tidak lebih dari 120 mg 10,0


Antara 120 mg dan 300 7,5
mg 5,0
300 mg atau lebih

3. Pemeriksaan keseragaman volume


Untuk injeksi dalam bentuk cairan, volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari
volume yang ditetapkan. Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam daftar berikut
ini.
Volume pada Volume tambahan yang
etiket dianjurkan
cairan encer cairan kental
  0,5 ml 0,10 ml ( 20 % 0,12 ml ( 24 % )
  1,0 ml ) 0,15 ml ( 15 % )
  2,1 ml 0,10 ml ( 10 % 0,25 ml ( 12,5 %
  5,0 ml ) )
10,0 ml 0,15 ml ( 7,5 0,50 ml ( 10 % )
20,0 ml %) 0,70 ml ( 7 % )
30,0 ml 0,30 ml ( 6 % ) 0,90 ml ( 4,5
50,0 ml atau lebih 0,50 ml ( 5 % ) %)
0,60 ml ( 3 % ) 1,20 ml ( 4 % )
0,80 ml ( 2,6 3,00 ml ( 6 % )
%)
2,00 ml ( 4 % )
(Baharuddin Togatorop 2013)

B. SALEP MATA

1 Definisi
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakkan
sebagai obat luar.Bahan obatnya harus larut atau terdispersi homogen dalam
dasar salep yang cocok (Anief 2000, hal 110)
Menurut Farmakope Edisi III.20 Salep mata adalah salep steril untuk
pengobatan mata menggunakan dasar salep yang cocok.
Menurut Farmakope Edisi IV
Salep Mata adalah salep yang digunakan pada mata
Menurut Scoville the art of compounding 356
Salep mata adalah salep khusus untuk pemakaian pada mata dimana
membutuhkan perhatian khusus pada pembuatannya

2 Cara Pembuatan
1. Pembuatan bahan obat ditambahkan sebagai larutan steril atau serbuk
steril termikronisasi pada dasar salep steril, hasil akhir dimasukkan
secara aseptic
2. Bahan obat di sterilkan dengan cara yang cocok, bila bahan yang
digunakkan tidak bisa disterilkan dengan cara biasa maka dapat
digunakkan bahan yang memenuhi syarat uji sterilisasi dengan
pembuatan secara aseptik
3. Tube di sterilkan dalam otoklaf selama minimal 30 menit
4. Bahan obat yang ditambahkan kedalam dasar salep berbentuk larutan
atau serbuk halus.
5. Homogenitas tidak boleh mengandung bagian yang kasar yang dapat
teraba
6. Sterilitas harus memenuhi syarat uji sterilitas yang tertera pada uji
kenyamanan hayati
7. Penyimpanan harus dalam tube steril dan ditempat sejuk

Salep mata bekerja pada kelopak mata, kelenjar sebasea, konjungtiva, kornea
dan iris. Penggunaan salep mata ini memiliki keuntungan dan kerugian
diantaranya adalah:
>> Keuntungan
1. Dapat memberikan bioavailabilitas lebih besar daripada sediaan larutan
dalam air yang ekuivalen.
2. Onset dan waktu puncak absorbsi yang lebih lama.
3. Waktu kontak yang lebih lama sehingga jumlah obat yang diabsorbsi lebih
tinggi.
>> Kerugian 
1. Dapat menggangu pengelihatan, kecuali jika digunakan saat akan tidur/
2. Dari tempat kerjanya yaitu bekerja pada kelopak mata, kelenjar sebasea,
konjungtiva, kornea dan iris.

C. TETES MATA

1 Definisi
FI III : 10
Tetes mata adalah sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi yang
digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata disekitar
kelopak mata dari bola mata.DOM Martin : 880Tetes mata adalah seringkali
dimasukkan ke dalam mata yang terluka atau kecelakaan atau pembedahan dan
mereka kemudian secara potensial lebih berbahaya daripada injeksi intavena.
Scoville’s : 221
Larutan mata merupakan cairan steril atau larutan berminyak dari alkaloid
garam-garam alkaloid, antibotik atau bahan-bahan lain yang ditujukan untuk
dimasukkan ke dalam mata. Ketika cairan, larutan harus isotonik, larutan mata
digunakan untuk antibakterial, anstetik, midriatikum, miotik atau maksud
diagnosa. Larutan ini disebut juga tetes mata dan collyria (singular collyrium).
Parrot : 29.
Larutan mata (colluria)
Obat yang dimasukkan ke dalam mata harus diformulasi dan disiapkan dengan
pertimbangan yang diberikan untuk tonisitas, pH, stabilitas, viskositas dan
sterilisasi. Sterilisasi ini diinginkan karena kornea dan jaringan bening ruang
anterior adalah media yang bagus untuk mikroorganisme dan masuknya larutan
mata yang terkontaminasi ke dalam mata yang trauma karena kecelakaan atau
pembedahan dapat menyebabkan kehilangan penglihatan.
 Keuntungan Tetes Mata
AMA Drugs : 1624
Secara umum larutan berair lebih stabil daripada salep, meskipun salep
dengan obat yang larut dalam lemak diabsorpsi lebih baik dari larutan/salep
yantg obat-obatnya larut dalam air.
RPS 18 th : 1584
Tidak menganggu penglihatan ketika digunakan
USP XXI menggambarkan 48 larutan mata.
Dengan definisi, semua bahan-bahan adalah lengkap dalam larutan,
keseragaman tidak menjadi masalah, hanya sedikit pengaruh sifat fisika dengan
tujuan ini.
Salep mata umumnya menghasilkan bioavailabilitas yang lebih besar daripada
larutan berair
 Kerugian Tetes Mata
RPS 18 th : 1585
Kerugian yang prinsipil dari larutan mata adalah waktu kontak yang relatif
singkat antara obat dan permukaan yang terabsorsi.
DOM King : 142
Bioavailabilitas obat mata diakui buruk jika larutannya digunakan secara
topical untuk kebanyakan obat kurang dari 1-3% dari dosis yang dimasukkan
melewati kornea. Sampai ke ruang anterior. Sejak boavailabilitas obat sangat
lambat, pasien mematuhi aturan dan teknik pemakaian yang tepat.

2 Cara Pembuatan
1. Pertama melakukan kalibrasi botol sebagai wadah sediian
2. Kemudian alat-alat praktikum yang akan digunakan disterilkan kedalam
oven dengan suhu 121 derajat celcius selama 15 menit
3. Dilanjutkan dengan mensterilkan bahan yang dibutuhkan dengan
memasukkannya kedalam oven suhu 45 derajat celcius selama 15 menit
4. Bahan aktif yang digunakan yaitu dexamethasoni ditimbang sebanyak
50 mg dan di larutan dalam 50 ml API (Aqua Pro Injectione)untuk
pengenceran, lalu diambil 1,2 ml dimasukkan dalam bekker glass
5. Kemudian ditimbang NaCl 89 mg, Asam Sitrat 200 mg, Natrium Fosfat
490 mg dan dilarutan masing masing bahan di timbang dengan API qs
ad Larut dan dimasukkan kedalam hasil pelarutan deksamethason
6. Selanjutnya diambil Metilmerkuri 1 tetes , dikedalam campuran
homogen dan masukkan hasil campuran kedalam botol tetes sambil di
saring serta ditambahkan API ad 10 ml
D. VAKSIN

1 Definisi
 Vaksin adalah suatu bahan yang di pakai untuk mestimulus atau
merangsang pembentukan antibodi yang bisa dimasukkan ke tubuh
manusia lewat mulut atau suntikan (Muslihatun :2010 )
 Vaksin adalah bahan yang dimasukkan kedalam tubuh lewat suntikan
(seperti vaksin campak, DPT, BCG) dan lewat mulut seperti (vaksin
polio) yang berguna merangsang zat antibodi. (Hidayat 2005)
 Menurut peraturan menteri kesehatan RI No 42 tahun 2013 vaksin
adalah suatu antigen yang berwujud mikroorganisme yang tidak hidup
atau sudah mati atau masih hidup tetapi sudah dilemahkan, yang
beberapa bagian masih utuh dan telah diolah.Bisa juga berupa toksin
mikroorganisme yang telah berubah menjadi toksoit ataupun protein
rekombinan yang menimbulkan efek kekebalan spesifik terhadap suatu
penyakit infeksi tertentu .
2 Sifat dari isi
 Vaksin yang sensitif terhadap beku (Freeze sensitive=FS) yaitu : golongan
vaksin yang akan rusak bila terpapar/terkena dengan suhu dingin atau suhu
pembekuan.
Jenis vaksin yang sensitif terhadap beku tersebut adalah : Hepatitis B, DPT-HB,
DPT, DT dan TT.
 Vaksin yang sensitive terhadap panas (Heat sensitive=HS) yaitu : golongan
vaksin yang akan rusak bila terpapar/terkena suhu panas yang berlebihan.
Jenis vaksin yang sensitive terhadap panas tersebut adalah : Polio, BCG dan
Campak.

3 Berbagai Contoh dan Cara Pemberian


Vaksin-vaksin yang saat ini dipakai dalam program imunisasi rutin di
Indonesia :
1.     Vaksin BCG (Bacillus Calmette Guerine)
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosa.
Kemasan :
Kemasan dalam ampul, beku kering, 1 box berisi 10 ampul vaksin.
Setiap ampul vaksin dengan 4 ml pelarut.
Cara Pemberian dan Dosis :
- Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu.
Melarutkan dengan menggunakan alat suntik steril (ADS 5ml).
Dosis pemberian 0,05 ml sebanyak 1 kali.
Disuntikkan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas (insertion musculus
deltoideus), menggunakan ADS 0,05 ml.
Vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam.
Kontraindikasi :
Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti : eksim, furunkulosis dan
sebagainya.
Mereka yang sedang menderita tuberculosis.
Efek samping :
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti
demam 1-2 minggu kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat
suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka. Luka
tidak perlu pengobatan, akan sembuh dengan secara spontan dan meninggalkan
tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di ketiak dan
atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini
normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya.
2.     Vaksin DPT (Difteri Pertusis Tetanus)
Diskripsi :
Vaksin jerap DPT  adalah vaksin yang terdiri dari toxoid difteri dan tetanus
yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah diinaktivasi.
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap difteri,
pertusis dan tetanus.
Kemasan :
         Kemasan dalam Vial.
         1 box vaksin terdiri dari 10 Vial.
         1 Vial berisi 10 dosis.
         Vaksin berbentuk cairan.
Cara pemberian dan dosis :
        Sebelum dugunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi
menjadi homogen.
         Disuntikkan secara intramuskuler dengan dosis pemberian 0,5 ml
sebanyak 3 dosis.
      Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis selanjutnya diberikan
dengan interval paling cepat 4 minggu (1 bulan).
      Di unit pelayanan statis, vaksin DPT yang telah dibuka hanya boleh
digunakan selama 4 minggu, dengan ketentuan :
1.      Vaksin belum kadaluwarsa
2.      Vaksin disimpan dalam suhu 2˚C-8˚C.
3.      tidak pernah terendam air.
4.      Sterilitasnya terjaga.
5.      VVM masih dalam kondisi A atau B.
       Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan
lagi untuk hari berikutnya.
Efek samping :
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti : lemas, demam, kemerahan
pada tempat suntikan. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi,
iritabilitas dan meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi.
Kontraindikasi :
Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius
keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak yang
mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus
dihindarkan pada dosis kedua, dan untuk meneruskan imunisasinya dapat
diberikan DT.
3.     Vaksin TT (Tetanus Toxoid)
Diskripsi :
Vaksin jerap TT  adalah vaksin yang mengandung toxoid tetanus yang telah
dimurnikan dan terabsorpsi kedalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal
0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung
potensi sedikitnya 40 IU. Dipergunakan untuk mencegah tetanus pada bayi
baru lahir dengan mengimunisasi WUS (Wanita Usia Subur) atau ibu hamil,
juga untuk pencegahan tetanus pada ibu dan bayi.
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tetanus.
Kemasan :
         1 box vaksin terdiri dari 10 Vial.
         1 Vial berisi 10 dosis.
         Vaksin TT adalah vaksin yang berbebtuk cairan.
Cara pemberian dan dosis :
         Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi
menjadi homogen.
    Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 doosis primer yang
disuntikkan secara intramuskuler atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian
0,5 ml dengan interval 4 minggu. Dilanjutkan dengan dosis ketiga setelah 6
bulan berikutnya. Untuk mempertahankan kekebalan terhadap tetanus pada
wanita usia subur, maka dianjurkan diberikan 5 dosis. Dosis ke empat dan ke
lima diberikan dengan interval minimal 1 tahun setelah pemberian dosis ke tiga
dan ke empat. Imunisasi TT dapat diberikan secara aman selama masa
kehamilan bahkan pada periode trimester pertama.
     Di unit pelayanan statis, vaksin TT yang telah dibuka hanya boleh
digunakan selama 4 minggu, dengan ketentuan :
1.      Vaksin belum kadaluwarsa
2.      Vaksin disimpan dalam suhu +2˚C-+8˚C.
3.      Tdak pernah terendam air.
4.      Sterilitasnya terjaga.
5.      VVM masih dalam kondisi A atau B.
       Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh
digunakan lagi untuk hari berikutnya.
Efek samping :
Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan. Gejala-gejala seperti lemas
dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementarra, dan kadang-
kadang gejala demam.
Kontraindikasi :
Gejala-gejala berat karena dosis pertama.
Jadwal Pemberian Imunisasi TT pada WUS
Pemberian Selang waktu Masa Dosis
Imunisasi Pemberian Minimal Perlindungan
T1 0,5 cc
T2 4 minggu setelah T 1 3 tahun 0,5 cc
T3 6 bulan setelah T 2 5 tahun 0,5 cc
T4 1 tahun setelah T 3 10 tahun 0,5 cc
T5 1 tahun setelah T 4 25 tahun 0,5 cc

4.     Vaksin DT (Difteri dan Tetanus)


  Diskripsi :
Vaksin jerap DT adalah vaksin yang mengandung toxoid difteri dan tetanus
yang telah dimurnikan.
(Vademecum Bio Farma Jan 2002)
Indikasi :
      Untuk pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus.
Kemasan :
         1 box vaksin terdiri dari 10 Vial.
         1 Vial berisi 10 dosis.
         Vaksin DT adalah vaksin yang berbentuk cairan.
Cara pemberian dan dosis :
  Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi
menjadi homogen,
 Disuntikkan secara intramuscular atau subkutan dalam, dengan dosis
pemberian 0,5 ml.
  Dianjurkan untuk anak usia di bawah 8 tahun.
  Untuk usia 8 tahun atau lebih dianjurkan imunisasi dengan vaksin Td.
 Di unit pelayanan statis, vaksin DT yang telah dibuka hanya boleh
digunakan selama 4
  minggu, dengan ketentuan :
1.      Vaksin belum kadaluwarsa
2.      Vaksin disimpan dalam suhu 2˚C-8˚C.
3.      tidak pernah terendam air.
4.      Sterilitasnya terjaga.
5.      VVM masih dalam kondisi A atau B.
Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan
lagi untuk hari
  berikutnya.
Efek Samping :
Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasisuntikan yang bersifat
sementara, dan kadang-kadang gejala demam.
Kontraindikasi :
Gejala-gejala berat karena dosis pertama DT.
                    5.   Vaksin Polio (Oral Polio Vaccine=OPV)
Diskripsi :
Vaksin Oral Polio hidup adalah vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari
suspensi virus poliomyelitis tipe 1, 2 dan 3 (strain sabin) yabg sudh
dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan
sukrosa.
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomyelitis.
Kemasan :
         I box vaksin terdiri dari 10 Vial.
         1 Vial berisi 10 dosis.
         Vaksin polio adalah vaksin yang berisi cairan.
         Setiap Vial vaksin polio disertai 1 buah penetes (dropper) terbuat dari
bahan plastik.
Cara pemberian dan dosis :
 Diberikan secara oral (melalui mulut), 1 dosis adalah 2 tetes sebanyak 4 kali
(dosis)
   pemberian, dengan interval setiap dosis minimal 4 minggu.
    Setiap membuka Vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang
baru.
  Di unit pelayanan statis, vaksin polio yang telah dibuka hanya boleh
digunakan selama 4 minggu, dengan ketentuan :
1.      Vaksin belum kadaluwarsa
2.      Vaksin disimpan dalam suhu +2˚C-+8˚C.
3.      Tdak pernah terendam air.
4.      Sterilitasnya terjaga.
5.      VVM masih dalam kondisi A atau B.
       Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh
digunakan lagi untuk hari berikutnya.
Efek samping :
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralysis
yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari 0,17 :
1.000.000; Bull WHO 66:1988)
Kontraindikasi :
Pada individu yang menderita “immune deficiency”. Tidak ada efek yang
berbahaya yang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang sakit.
Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis
ulangan dapat diberikan setelah sembuh.
6.     Vaksin Campak
Diskripsi :
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis
(0,5 ml) mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM
70 dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg erythromycin.
(Vadamecum Bio Farma Jan 2002)
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
Kemasan :
         1 box vaksin terdiri dari 10 Vial.
         1 Vial berisi  10 dosis.
         1 box pelarut berisi 10 ampul @ 5 ml.
         Vaksin ini berbentuk beku kering.
Cara pemberian dan dosis :
       Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu harus dilarutkan
dengan pelarut steril   yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut.
        Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri
atas, pada usia 9-11 bulan. Dan ulangan (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1
SD) setelah catch-up campaigncampak pada anak Sekolah Dasar 1-6.
Efek samping :
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3
hari yang dapt terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.
Kontraindikasi :
Individu yang mengidap penyakit immune deficiency atau individu yang
diduga menderita gangguan respon imun karena leukemia, lymphoma.
7.     Vaksin Hepatitis B
Diskripsi :
Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus recombinian yang telah diinaktivasikan
dan bersufat non-infectious, berasal dari HBsAg yg dihasilkan dalam sel
ragi (Hansenula polymorpha)menggunakan tekhnologi DNA rekombinan.
(Vadamecum Bio Farma Jan 2002)
Indikasi :
Untuk memberi kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus
hepatitis B.
Kemasan :
         Vaksin hepatitis B adalah vaksin yang berbentuk cairan.
         Vaksin hepatitis B terdiri dari 2 kemasan.
         Kemasan dalam Prefill Injection Device (PID).
         Kemasan dalam Vial.
         1 box berisi hepatitis B PID terdiri dari 100 HB PID.
         1 box vaksin hepatitis B Vial terdiri dari 10 Vial @ 5 dosis.
Cara pemberian dan dosis :
         Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi
menjadi homogen.
        Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID,
pemberian suntikan secara intra muscular, sebaiknya pada anterolateral paha.
         Pemberian sebanyak 3 dosis.
      Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan
interval minimum 4 minggu (1 bulan).
Untuk Hepatitis B Vial :
         Di unit pelayanan statis, vaksin yang telah dibuka hanya boleh
digunakan selama 4 minggu, dengan ketentuan :
1.      Vaksin belum kadaluwarsa
2.      Vaksin disimpan dalam suhu 2˚C-8˚C.
3.      tidak pernah terendam air.
4.      Sterilitasnya terjaga.
5.      VVM masih dalam kondisi A atau B.
         Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh
digunakan lagi untuk hari  berikutnya.
Efek Samping :
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar
tempat penyuntikan. Reaksi ini yang terjadi bersifat ringan dan biasanya
hilang setelah 2 hari.
Kontraindikasi :
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin
lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang
disertai kejang.
8. Vaksin DPT-HB
Diskripsi :
Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang
dimurnikan dan pertusis yang inaktivasi serta vaksin Hepatitis B yang
merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HBsAg dan bersifat non
infectious.
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis
dan hepatitis B.
Kemasan :
         1 box vaksin DPT-Hepatitis B Vial terdiri dari 10 Vial @ 5 ml.
         Warna vaksin putih keruh deperti vaksin DPT.
Cara pemberian dan dosis :
         Pemberian dengan cara intra muscular, 0,5 ml sebanyak 3 dosis.
       Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval
minimal 4 minggu 
     (1 bulan).
         Di unit pelayanan statis, vaksin yang telah dibuka hanya boleh
digunakan selama 4 minggu, dengan ketentuan :
a.       Vaksin belum kadaluwarsa
b.      Vaksin disimpan dalam suhu +2˚C-+8˚C.
c.       Tdak pernah terendam air.
d.      Sterilitasnya terjaga.
e.       VVM masih dalam kondisi A atau B.
       Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh
digunakan lagi untuk hari berikutnya.

E. IMUNOSERUM

1 Definisi
Imunoserum adalah sediaan yang mengandung imunoglobulin khas yang
diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian.
Imunoserum mempunyai kekuatan khas. mengikat venin/toksin dan dibentuk
oleh bakteri. 
Imunoserum adalah sediaan cair atau sediaan kering beku, mengandung
imunoglobulin khas yang diperoleh secara pemurnian serum hewan yang telah
dikebalkan. Imunoserum mempunyai khasiat khas menetralkan toksin kuman
atau bisa ular atau mengikat kuman atau virus atau antigen lain yang sama
dengan yang digunakan pada pembuatannya.
 Imunoserum diperoleh dari hewan sehat yang telah dikebalkan dengan
penyuntikan toksin atau toksoida, bisa ular atau suspensi jasad renik atau diberi
penisilina (Syarief Amd.Far 2013)
Menurut FI V Imunoserum/imunosera adalah sediaan mengandung
immunoglobulin khas yang diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian.

2 Berbagai Contoh
 IMMUNOSERUM BOTULINICUM (FI) = Imunoserum Botulinum =
Antitoksin Botulinum
Imunoserum Anti Botulinum adalah sediaan yang mengandung globulin
antitoksik khas yang mempunyai kekuatan dapat menetralkan toksin yang
dihasilkan oleh
Clostridium botulinum tipe A.B. dan E.
Persyaratan kadar             :  Potensi tidak kurang dari 500 unit per ml masing-
masing
                                            Untuk tipe A dan B, dan tidak kurang dari 50 unit
per ml
                                            Untuk tipe E
Pemeriaan                       : Memenuhi syarat seperti yang tertera pada Imunosera
Identifikasi                     : Menetralkan secara sepesifik dan mengurangin
bahaya
toksin
Yang dihasilkan oleh satu tipe atau beberapa tipe
Clostridium Botulinum yang tertera pada
etiket.

 IMMUNOSERUM DIPHTERICUM = Imunoserum Difteri = Antitoksin Difteri


Imunoserum Difetri adalah sediaan yang mengandung globulin antitoksik khas
yang mempunyai kekuatan dapat menetralkan toksin Corynebacterium
diphteriae.

      Persyaratan kadar        : Potensi tidak kurang dari 1000 unit per ml, untuk
                                            Imunoserum dari serum kuda, tidak kurang dari
                                            500 unit per ml untuk imunoserum dari jenis lain.
      Pemeriaan                    : Memenuhi sarat seperti yang tertera pada
Imunosera
      Identifikasi                  : Menetralkan secara khas toksin Corynebacterium
                                            Diphteriae, sehingga mengurangin bahaya terhadap
                                            Hewan peka.
 IMMUNOSERUM TETANICUM = Imunoserum Tetanus = Antitoksin
Tetanus
Imunoserum Tetanus adalah sediaan yang mengandung globulin antitoksik khas
yang mempunyai kekuatan dapat menetralkan toksin Clostridium tetani.
 Persyaratan kadar        : Tidak kurang dari 1000 unit per ml untuk dosis
pencegahan
                                             Dan tidak kurang dari 3000 unit per ml untuk dosis
                                              Pengobatan.  
 Pemeriaan                  : Memenuhi sarat seperti yang tertera pada Imunosera.
 Identifikasi                 : Dapat menetralkan secara khas toksin Clostridium
tetani,
                                             Sehingga mengurangi bahaya terhadap hewan uji
yang peka.

 IMMUNOGLOBULINUM NORMAL = Imunoglobulin Normal


Imunoglobulin Normal adalah sediaan cair atau beku kering, mengandung
imunoglobulin terutama imunoglobulin G (IgG), dapat mengandung protein
lain.
Sediaan ini digunakan untuk injeksi muskulair.
Diperoleh dari plasma atau serum atau plasenta normal dan segara dibekukan.

Persyaratan kadar : Mengandung 90% hingga 110% protein dari jumlah yang
                            Tertara pada etiket, dalam hal tertentu mengandungprotein
                            Tidak kurang dari 10% dan tidak lebih dari 18%.
Pemeriaan            : Sediaan cair jernih dan berwana kuning pucat sampai
coklat Muda, selama penyimpanan dapat terbentuk kekeruhan
Sediaan beku kering berbentuk serbuk atau masa rapuh Berwana putih sampai
agak kuning.
      Wadah dan penyimpanan :
Ø  Sediaan cair, disimpan dalam wadah kaca tidak berwarna, tertutup kedap,
terlindung cahaya pada suhu 20 sampai 80.
Ø  Sediaan beku kering, disimpan dalam hampa udara atau gas inert, terlindung
dari cahaya pada suhu 20 sampai 80.
Deng an kondisi penyimpanan diatas, potensi dapat dipertahankan hingga 3
tahun untuk sediaan cair dan 5 tahun untuk sediaan beku kering.
 IMMUNOGLOBULINUM HEPATITIS B = Immunoglobulin hepatitis B
Imunoglobulin Hepatitis B adalah sediaan cair atau beku kering,
mengandung imunoglobulin manusia terutama imunoglobulin G (IgG).
Diperoleh dari plasma atau serum yang mangandung antibodi spesifik terhadap
antigen permukaan hepatitis B.Imunoglobulin Hepatitis B dibuat seperti yang
tertera pada imunoglobulin normal.
      Persyaratan kadar        : Mengandung tidak kurang dari 100 unit per ml.
      Pemeriaan                    : Memenuhi syarat seperti yang tertera pada
Imunoglobulin
                                            Normal.
Wadah dan penyimpanan :
Ø    Sediaan cair, disimpan dalam wadah kaca tidak berwarna, tertutup kedap,
terlindung cahaya pada suhu 20 sampai 80.
Ø    Sediaan beku kering, disimpan dalam hampa udara atau gas invert,
terlindung dari cahaya pada suhu 20 sampai 80.
      Dengan kondisi penyimpanan diatas, potensi dapat dipertahankan hingga 3
tahun untuk sediaan cair dan 5 tahun untuk sediaan beku kering.

 IMMUNOGLOBULINUM RABIECUM = Imunoglobulin Rabies


Adalah sediaan cair atau beku kering mengandung imunoglobulin manusia
terutama imunoglobulin G (IgG). Diperoleh dari plasma atau serum yang
mengandung antibodi spesifik terhadap virus rabies. Dapat ditambahkan
Imunoglobulin Normal.Imunoglobulin rabies dibuat seperti yang tertera pada
pembuatan Imunoglobulin Normal.
     Persyaratan kadar        : Mengandung tidak kurang dari 150 unit per ml.
      Pemeriaan                    : Memenuhi syarat seperti yang tertera pada
Imunoglobulin
                                            Normal.
Wadah dan penyimpanan :
Ø Sediaan cair, di simpan dalam wadah kaca tidak berwarna, tertutup
Ø Kedap, terlindung cahaya pada suhu 20 sampai 88
Ø Sediaan beku kering, di simpan dalam hampa udara atau gas intert, terlindung
dari cahaya pada suhu 20 sampai 80

Dengan kondisi penyimpanan diatas, potensi dapat di pertahankan hingga 3


tahun untuk sediian cair dan 5 tahun untuk sediaan beku kering.

 IMMUNOGLOBULINUM HUMANUM MORBILLICUM = Imunoglobulin


Campak
Adalah sediaan cair atau beku kering menganduna imunoglobulin manusia
terutama imunoglobulin G ( IgG). Di peroleh dari plasma atau serum yang
mengandung anti bodi spesifik terhadap virus campak, dapat di tambahkan
Imunoglobulin Normal Imunoglobulin campak di buat seperti yang tertera pada
pembuatan Imunoglobulin Nor,mal.
   Persyaratan Kadar : Mengandung tidak kurang dari 50 unit per ml
Wadah dan penyimpanan :
Ø   Sediaan cair, di simpan dalam wadah kaca tidak tembus cahaya, tertutp
kedap,  tidakberwarna, pad suhu 20sampai 80
Ø   Sediaan beku kering, di simpan dalam wadah tidak tembus cahaya, hampa
udara atau gas inert, pada suhu 20 sampai 80
Dengan kondisi penyimpanan di atas, potensi dapat di pertahankan hingga 3
tahun untuk sediian cair dan 5 tahun untuk sediaan beku kering.
 IMMUNOGLOBULINUM  HIMANUM TETANICUM = Imunoglobulin Tetanus
Adalah sediaan cair atau beku kering mengandung imunoglobulin manusia,
terutama Imunoglobulin G (IgG), di peroleh dari plasma atau serum yang
mengandung antibodi spesifik terhadap Clostridium tetani. Dapat di tambahkan
Imunoglobulin Normal.
Persyaratan Kadar: Mengandung tidak kurang dari 50 Unit per mil.
Pemerian: Memenuhi syarat yang tertera pada imunoglobulin normal.
Wadah dan penyimpanan:
Ø Sediaan cair, di simpan dalam wadah kaca tidak berwarna, tertutup kedap,
terlindung cahaya, pada suhu 20 sampai 80
Ø sediaan beku kering , di simpan dalam wadah, hampa udara atau gas invert,
terlindung cahaya, pada suhu 20 sampai 80
Dengan kondisi penyimpanan di atas,potensi dapat di petrahankan hingga 3
tahun untuk sediaan cair dan 5 tahun untuk sediaan bku kering.
3 Sifat dari isi
Imunoserum mempunyai kekuatan khas.Mengikat venin/toksin dan dibentuk
oleh bakteri
4 Cara Pemberian
DAFTAR PUSTAKA

 Syamsuni,H.A.2006.Ilmu Resep.Jakarta : EGC


 Anief.Moh. 2015. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta. UGM
 Ditjen POM.1975.Farmakope Indonesia Edisi III DEPKES:RI
 Ditjen POM.1995.Farmakope Indonesia Edisi IV .DEPKES:RI
 Abdullah.2014.Kebutuhan dasar manusia .jakarta:EGC
 Katzung.2001.farmakologi Dasar dan Klinik.salemba medica:Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai