Diterbitkan Oleh
CV. R.A.De.Rozarie
Jl. Ikan Lumba-Lumba 40
Surabaya, 60177
Jawa Timur
Negara Kesatuan Republik Indonesia
Surat Elektronik: penerbit_de.rozarie@yahoo.com
Telepon: 081333330187
Laman: www.derozarie.co.id
Dicetak Oleh
Lingkar Graphic
Jl. Nangka 1 Maguwoharjo
Yogyakarta
Surat Elektronik: linkprint11@gmail.com
Laman: www.lingkargraphic.blogspot.com
i
Stairway To Heaven
(Esai Sosio-Musikologi)© Februari 2013
ii
KATA PENGANTAR
Taufiq Rahman
Tangerang, 6 Januari 2013
Founder Jakartabeat.Net
Redaktur Politik Harian berbahasa Inggris, Penulis Kolom
Musik di The Jakarta Post dan Dosen Hubungan Internasional
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi iv
Bab 0
Canang Besar 1
Bab 1
Creativity Killed The Digital 4
Bab 2
Industri Musik Bagi Kemajuan Bangsa 15
Bab 3
Kuatnya Tenung Suatu Lirik 25
Bab 4
Catatan Petualangan Idealis Taufiq Rahman
Mencari Rock n Roll 30
Bab 5
Pain Per Hate: Dialektika Kebencian 40
Bab 6
2+2=5 Adalah Devil‟s Way 47
Bab 7
Lima Album Indonesia Terbaik Tahun 2012 56
Bab 8
Tesis Another Brick In The Wall Secara Amatir 67
Bab 9
OK Computer: Era Labil Menuju Perombakan Rock 81
Bab 10
Homicide, Suara Mahasiswa, Dan Kolom Opini
Tentang Fasis 89
iv
BAB
Canang Besar
0
1
Stairway to Heaven diilhami dari lagu milik band
Inggris “Led Zeppelin” yang sangat saya gemari. Alasan
penggunaan judul ini karena lagu tersebut memiliki
dampak besar bagi masyarakat. Berbagai interpretasi
atas lagu ini beragam muncul di berbagai kalangan
masyarakat. Bisa dikatakan, interpretasi atas lagu ini
merangsang masyarakat untuk menganalisanya secara
kritis. Dan saya menganggap lagu ini salah satu lagu
yang memiliki nilai sosio-musikologi tinggi.
Sosio-musikologi merupakan istilah yang saya
ciptakan terkait adanya hal-hal yang berkorelasi dengan
musik yang dianalisa dengan perspektif sosiologis. Frase
ini juga berarti dampak dari adanya musik tertentu
ataupun hal-hal yang berkaitan dengan musik. Tidak
bisa dipungkiri memang, banyak pengalaman manusia
bisa diceritakan dengan adanya musik. Tidak hanya
alunan nada berupa musik saja yang dapat dianalisa
dengan menggunakan sosio-musikologi. Akan tetapi,
lagu, album, personel band, pencipta lagu, pengalaman
musisi, dan buku yang ditulis berdasarkan musik juga
menjadi kajian utama dalam aplikasi ini.
Buku ini merupakan kumpulan esai-esai saya
yang dibuat pada tahun 2012 dan berisi telaah sebuah
lagu secara sosial, daftar album, resensi album, resensi
2
buku, dan hal-hal yang tiba-tiba terbersit di dalam benak
tatkala ingin menulis. Tidak ada yang sempurna dalam
menganalisa suatu karya seni berupa musik. Saya hanya
menafsirkan atas pengalaman otentiknya ke dalam
sebuah tulisan yang teramu antara konsep, teori, dan
opini pribadi. Buku ini juga menjadi jalan bagi
terciptanya apresiasi musik yang secara sengaja
membeberkan dampak-dampak sosialnya. Apresiasi
diberikan kepada segala sesuatu yang berkaitan dengan
musik yang memiliki dampak besar bagi masyarakat.
Radiohead, Pink Floyd, NOAH, Homicide, Komik,
Mahasiswa dan sebagainya adalah konten pembicaraan
dalam buku tipis ini. Terciptanya buku ini diharapkan
dapat menjadikan sebuah apresiasi kecil sebagai tangga
yang membawa musik sebagai kajian sosial dalam
tingkatan moksha. Bukankah via tutior itu mutlak
diperlukan bukan...
3
BAB 1
Creativity Killed The Digital
4
A. Senjakala Musik Modern
Industri musik memang suatu arena tersendiri
dalam jagat hiburan dunia. Perkembangannya begitu
pesat lantaran bertambahnya peminat hiburan jenis ini.
Memang, suatu karya seni itu tidak dapat dipisahkan
dengan karya seni yang lain. Mereka semua saling
berintegrasi sehingga saling mempengaruhi nilai dalam
satuan seni.
Sejarah perkembangan musik merupakan cerita
yang sudah kuno, dari zaman prasejarah pun telah
tumbuh subur. Musik menjadi suatu kebutuhan ketika
manusia mengalami kekosongan dalam hidupnya. Maka
dari itu untuk menghindari kejenuhan dan kebosanan,
manusia menciptakan seni agar hidupnya selalu terisi.
Musik bukan suatu seni modern, akan tetapi instrumen
serta fungsinya akan semakin kompleks menuju hal yang
mutakhir.
Padahal pada awalnya musik berkembang di
dunia ini dari sebuah perbudakan. Suatu hal lazim pada
waktu itu lantaran para budak mengemban amanat
sebagai penghibur para bangsawan atau orang kaya.
Kehidupan para budak diliputi dengan kesengsaraan,
dan mereka hanya dituntut agar terus menghibur
majikannya melalui seni. Musik yang menjadi makanan
5
sehari-hari seorang budak tersebut. Hanya dengan
musik mereka berbicara, mengekspresikan sesuatu serta
sebagai teman hidup.
Akibat suatu penindasan yang bertubi-tubi, musik
menjadi sebuah karya seni yang bernilai tinggi bagi para
pemainnya. Hal ini diungkapkan sendiri oleh budak
karena, hanya dengan musik mereka hidup. Mereka
memandang sebuah karya telah sereligius tersebut.
Sampai saat itu, musik menjadi sebuah hiburan yang
cara penyajiannya hanya dipentaskan dalam
pertunjukan. Hal ini adalah awal perkembangan musik
modern yang menjadi acuan apresiasi karya seni dalam
bentuk suara.
6
pengarsipan. Suatu metode untuk menyimpan hasil
karya manusia ke dalam media yang dapat disusun.
Pengarsipan musik pertama kali dilakukan di
Amerika pada abad ke-18, yaitu dengan menggunakan
perekam pita hitam. Cara ini hanya biasa dilakukan oleh
orang-orang tertentu saja, dan hanya musik tertentu
juga yang direkam, seperti lagu kebangsaan. Pada
waktu itu, hanya negara yang bisa melakukan rekaman
musik lantaran alat-alat seperti itu sangat langka.
Perkembangan selanjutnya adalah ditemukannya
alat untuk memproduksi piringan hitam atau cakram
hitam secara masal. Komersialisasi ini didorong oleh
perkembangan industri yang memiliki alat-alat lebih
canggih, serta dapat dijual ke banyak orang. Persebaran
informasi ini mengundang minat orang untuk
mengabadikan karyanya agar selalu dapat dinikmati
setiap saat. Maka dari itu, sebagai pionir yang menjadi
musisi adalah orang kaya yang dapat membeli alat
musik serta studio tempat rekaman.
Mereka menggunakan musik bukan sebagai
sarana komersialisasi, melainkan sebagai penghibur diri
dan media untuk mengungkapkan isi hati. Pada saat itu,
musik berubah status menjadi karya seni yang
dimainkan secara universal, oleh siapapun. Suatu
7
perkembangan sosial yang nantinya akan menghapus
perbudakan secara konkret karena adanya kerjasama
antara orang kaya dengan budak.
14
BAB 2
Industri Musik Bagi Kemajuan Bangsa
15
Berbagai alternatif telah dilakukan agar kegiatan
perekonomian dapat berkembang. Mulai dari kegiatan
penyuluhan tentang pentingnya wirausaha agar minat
masyarakat bertambah. Akan tetapi, kita seharusnya
memberikan solusi yang sekiranya masyarakat menyukai
untuk melakukan wirausaha. Dengan demikian, pilihan
usaha akan jatuh pada hobi yang masyarakat sukai dan
saat ini berkembang serta sangat digandrungi.
Alternatif usaha yang dapat ditawarkan adalah
industri musik. Menjamurnya tayangan televisi yang
memuat acara musik menandakan antusiasme
masyarakat terhadap dunia olah nada ini. Sebagai
contoh, pada acara pagi hari terdapat sebuah tayangan
yang menampilkan berbagai macam musik populer saat
ini. Acara DahSyat contohnya, mendapatkan sedotan
pemirsa luar biasa yang saat ini telah bertahan lebih dari
tiga tahun. Jika masyarakat sangat menggandrungi
acara ini, menandakan bahwa permintaan akan industri
musik populer sangatlah besar. Maka dari itu perlu
adanya sumber daya yang akan terus mengembangkan
musik populer ini.
Apabila dalam masyarakat tidak melihat musik
populer sebagai bidang yang menarik untuk digeluti,
masih ada alternatif lain dalam bermusik. Musik indie
16
adalah musik yang menampilkan dari scene non populer
dan lebih terkenal bagi komunitasnya saja. Saat ini,
scene indie memuat berbagai unsur wirausaha yang
baik. Mulai dari usaha mendirikan merchandise center
yang dapat menunjang penjualan musik mereka selain
manggung. Sebagai contoh antusias besar musik indie
yang saat ini secara blak-blakan dipasarkan di stasiun
televisi komersil antara lain RadioShow.
Dengan adanya RadioShow ini menandakan
bahwa tidak hanya musik populer yang dapat
dikonsumsi oleh khalayak umum. Hal ini membuktikan
bahwa masyarakat sangat menghendaki dan berlomba-
lomba untuk mengikuti musik-musik populer dan indie.
Hanya saja yang perlu dikembangkan untuk menunjang
industri musik ini adalah ketersediaan tempat untuk
memproduksi. Seni musik dapat menjadi pondasi
perekonomian para remaja dan pemuda. Kita harus
sadar dan mengerti keinginan para pemuda, bahwa tidak
semua wirausaha adalah berasal dari hal yang itu-itu
saja.
Tidak dapat dipungkiri, salah satu modal besar
dalam industri kreatif di Indonesia adalah industri musik.
Meskipun dengan maraknya fenomena pembajakan,
para musisi harus tahan banting. Selain itu pemerintah
17
melindungi karya di industri musik dengan berbagai
kewenangannya. Terus berkarya merupakan modal
utama untuk kemajuan bangsa Indonesia. Dan musik
merupakan salah satu jalan keluarnya.
20
disimpulkan bahwa pada dasarnya musisi harus dibekali
secara nyata keterampilan wirausaha.
Bahkan sebenarnya era digital juga merupakan
tantangan yang harus didobrak dengan kreativitas
berwirausaha. Yang terpenting adalah kreativitas akan
terus berproduksi dan kombinasi kemampuan wirausaha
musisi. Kombinasi ini akan menghancurkan dan
meluluhlantahkan era digital, layaknya musisi terdahulu
dalam mencari studio musik. Perjuangan akan selalu
ada, dan perlawanan dengan musik tidak akan pernah
berakhir.
23
D. November Rain – Gun n Roses
Disarankan, jangan melihat video klip lagu ini.
Kekuatan mistis lagu ini akan berkurang saat seseorang
sudah terkonstruksi melalui indera penglihatan dengan
menonton Axl di pelaminan dan Slash bersolo gitar yang
pastinya dibuat dengan harga mahal. Seperti biasa,
biarkan imajinasi kita kembali bergerilya menikmati
dentingan suara piano dan lead-lead gitar yang paling
banyak tutorialnya di youtube. Di situ akan terdengar
kesedihan Axl Rose yang kehilangan perempuan yang
dicintainya (menurut video klip). Saya sendiri
menangkapnya intinya akumulasi kesedihan dari
sepasang kekasih. Dampak dari lagu ini juga sangat
besar untuk anak kosan. Di kosan saya, sontak ketika
hujan di bulan November, lagu ini menjadi primadona
ulikan gitar kopong. Selain itu, suara MP3 dinyalakan
saat hujan, yang juga menjadi ritual manusia dalam
memperingati hujan di bulan November ini. Bahkan saat
pergantian bulan dari Oktober ke November, trending
topic bertemakan November Rain. Berapa manusia
menyukai lagu ini.
24
BAB 3
Kuatnya Tenung Suatu Lirik
25
A. Hujan Jangan Marah – Efek Rumah Kaca
Lihatkah? aku pucat pasi, sembilu hisapi jemari;
setiap ku peluk dan menangisi hijau pucatnya
cemara; yang sedih aku letih; dengarkah?
Jantungku menyerah, terbelah di tanah yang
merah; Gelisah dan hanya suka bertanya pada
musim kering; melemah dan melemah; Hujan,
hujan jangan marah...
26
berteduh. Mereka ketika itu secara bersama-sama
meneriakkan Hujan, hujan jangan marah! sampai lagu
selesai bersama Cholil Mahmud. Dan seketika hujan
berhenti seakan mengaminkan teriakan para penonton
agar hujan jangan marah. So epic...
27
berpengaruh berkali-kali lipat membuat relaksasi
dibandingkan CD audio hadiah buku ESQ.
29
BAB 4
Catatan Petualangan Idealis Taufiq Rahman
Mencari Rock n Roll
30
Pertama kali melihat sampul buku hitam yang
ditaburi tulisan kata-kata berwarna putih dan ada yang
berwarna merah ini kesan “berat” langsung saya
lontarkan pada buku Taufiq Rahman ini. Melihat di
sampul buku yang di dalamnya terpampang kata Syd
Barret, Pink Floyd, Lollapalooza dan Kurt Cobain saya
telah menduga bila buku ini bercerita tentang musik-
musik dan gejalanya yang biasa Taufiq Rahman analisa
di jakartabeat.net. Akan tetapi setelah dilihat secara
seksama ada kata Syeh Siti Jenar, Sundel Bolong,
Mahasiswa, dan Danau Michigan yang saya tebak adalah
kisah perjalanan dan pengalamannya dalam penulisan
buku ini.
Kebetulan setelah bergabung dalam anggota
jakartabeat.net pada awal puasa 2012, saya merasa
senang akhirnya bisa bergabung dengan komunitas
kajian mendalam tentang musik, film, dan gagasan-
gagasan ini. Setelah bergabung, saya masih beradaptasi
dengan forum member dan cara penggunaannya yang
masih asing. Saat itu, saya selalu dipandu oleh salah
satu admin JB (bukan Justin Bieber) sapaan untuk
jakartabeat.net dalam penggunaan fitur-fitur website.
Sebelumnya saya sangat terbelalak melihat ulasan musik
dalam JB yang berbeda dengan majalah musik lainnya,
31
yaitu sangat mendalam (banyak gagasan-gagasan baru).
Bagi saya, tulisan semacam inilah yang sangat bagus
untuk meningkatkan wawasan, karena dengan bahasa
ringan dan pembawaannya seperti bercerita yang
membuat tulisan-tulisan tersebut mudah dicerna,
meskipun dengan tema berat.
Sebagai anggota baru tentunya saya telah
mengutak atik arsip-arsip tulisan lama dan baru, dan
melihat berbagai kontributor menulis dengan hal-hal
yang disukainya. Salah satunya Taufiq Rahman yang
saya lihat kerap menuliskan musik pada aspek politis
dan dampak sosialnya. Sedangkan kontributor lainnya
ada yang berfokus kepada masalah pluralisme dan
agama, skema hip-hop, metal, grunge, dan hobi-hobi
yang memiliki gagasan-gagasan baru. Maka dari itu,
tidak heran sebagai penggemar baru para kontributor,
saya meng-kepo lewat jejaring sosial, dan meng-add
facebook para kontributor. Dan ternyata mereka
memiliki kedekatan dan keakraban satu sama lainnya,
meskipun kesemuanya berada pada jarak yang jauh.
Melihat aktivitas para kontributor di linimasa
twitter dan facebook ini yang menjadi rutinitas saya
ketika log in jejaring sosial. Hal ini membuat informasi-
informasi dan pembicaraan mereka bisa saya dapatkan.
32
Pada bulan awal September, saya yang kebetulan telah
meng-add facebook Taufiq Rahman, salah satu founder
jakartabeat.net mengunggah sampul buku yang saya
sebutkan di atas tadi. Buku dengan sampul hitam yang
dibubuhi kata-kata dengan penekanan tebal berwarna
merah yang menekankan judul buku tersebut. Tidak
main-main, judul yang sangat mengena di kepala
tersebut adalah “Lokasi Tidak Ditemukan: Mencari Rock
and Roll Sampai 15.000 Kilometer”.
Sebulan setelah perkenalan sampul buku di
facebook tersebut, di situs jakartabeat.net pada awal
Oktober 2012 melakukan sesi pre order buku tersebut
yang dijual 40 ribu saja sudah termasuk ongkos kirim.
Saya yang kebetulan sudah mengenal kontak dari JB,
yaitu Bung Prys langsung memesan buku Taufiq Rahman
tersebut. Setelah seminggu menunggu, akhirnya buku
tersebut sampai juga di kosan saya di Depok dalam
kondisi aman. Saya menamai buku ini adalah buku yang
penting pada bulan Oktober tahun ini karena
sebelumnya saya telah mengetahui kemampuan analisa
politik dan musik Taufiq Rahman di jakartabeat.net. Saat
ini, buku tersebut telah dijual di berbagai kota di
Indonesia termasuk Depok. Saat ini setiap saya ketika
pulang dari kampus melewati Gang Sawo, Daerah Barel
33
Stasiun Universitas Indonesia, saya melihat buku ini
terpampang ciamik di Kedai Cak Tarno.
Saya membaca buku tersebut perlahan-lahan
satu persatu dan sesekalinya berhenti sejanak untuk
berpikir atau sekadar melamun. Buku ini saya selesaikan
membacanya seminggu, karena saya juga kebetulan
sedang UTS di kampus, jadi lebih memprioritaskan tugas
terlebih dahulu. Setelah seminggu selesai membaca
buku tersebut, saya mengkonstatir bahwa buku ini lebih
menyerupai catatan harian. Buku ini dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu Amarah, Telaah, dan Ziarah. Selain itu
buku ini dibuka oleh kata pengantar Harlan Boer yang
notabene juga adalah seorang kontributor
jakartabeat.net. Harlan Boer menjelaskan mengenai
Segitiga “Selera-Antusiasme-Independesi” Yang Tidak
Melulu Sama Sisi, Namun Ekstra Sip!. Kata pengantar ini
menjelaskan tentang pandangan Harlan Boer terhadap
sosok Taufiq Rahman dalam penulisan buku ini. Hal
yang menjadi poin dalam kata pengantar ini dan
menarik perhatian saya adalah kalimat terakhirnya.
“Saya bukan penulis kata pengantar profesional,
belum pernah pula mewawancarai atau curhat
dengan para senior penulis kata pengantar,
tetapi tetek-bengek ini sebaiknya Anda simpan
(trivia: kata pengantar ini adalah “take ketiga”).
34
Itu karena tulisan-tulisan di halaman nanti adalah
yang dipegang dengan kesungguhannya: menulis
musik berarti menulis manusia.”
35
Berhala Rock n Roll Itu, dan Mahakarya Punk Bukanlah
Nevermind The Bollocks. Ketiga tulisan tersebut yang
secara tegas merubah pandangan-pandangan mengenai
mitos-mitos fenomena musik yang ada di masyarakat.
## Telaah
Jujur saja, saya sebagai pembaca awam masih
belum bisa membedakan tentang bagian Amarah dan
Telaah ini. Saya hingga bolak-balik membacanya agar
bisa menemukan perbedaan kedua bab ini. Hal ini
dikarenakan keduanya memiliki kesamaan yaitu
penyangkalan terhadap mitos-mitos dan analisa
commonsense dalam masyarakat. Terutama mengenai
penyangkalan album terbaik Pink Floyd, yang menurut
Taufiq Rahman adalah Piper At This Gates Of Dawn.
Mungkin pada hanya artikel ini saya tidak bisa
membedakan untuk pada bagian Amarah dan Telaah.
Untuk sebelas tulisan lainnya, saya setuju masuk
dalam bab Telaah. Hal ini dikarenakan banyak gagasan-
gagasan baru yang tidak bermaksud menyangkal seperti
yang dijelaskan pada bagian Amarah tersebut. Tulisan-
tulisan opini ini di dalamnya memuat gagasan-gagasan
mengapa fenomena pembangkangan bisa berhasil,
simak pada artikel Kenapa Lagu Protes Iwan fals, Slank,
dan Rhoma Irama Berhasil?. Selain itu tulisan menarik
36
pada Grunge, Gen X, dan Senja Kala Orde Baru yang
menuturkan masih dalam musik pembangkangan.
Pada tulisan Master of Reality: Album Relijius(?)
ini yang membuat orang penasaran akan mengecek
apakah inikah sisi spiritual dari Black Sabbath yang
konon sebelumnya adalah penyembah setan. Dan tidak
lupa tulisan yang seperti ditekankan pada kata
pengantar oleh Harlan Boer mengenai Menulis Musik
Adalah Menulis tentang Manusia yang membuka mata
bahwa menulis musik tidak hanya menganalisa nada-
nada saja. Dan penelitian secara langsung Taufiq
Rahman terhadap anak Punk Marjinal di Jagakarsa yang
ternyata tidak seperti yang dibayangkan sebelumnya.
Pada artikel Punk, Karang Taruna, dan Soekarno ini yang
menjelaskan bahwa anak punk memiliki masa depan
suram. Sifat optimis dan bekerja keras dari dalam sendiri
inilah yang menjadi pijakan utama anak punk marjinal.
### Ziarah
Pada bagian inilah semua petualangan Taufiq
Rahman yang konsisten dan antusias terhadap selera
musiknya menjadi bahan bakar penulisan buku ini. Saya
juga merasakan perjuangan cerita kalimat demi kalimat
yang diceritakan seperti cerpen petualangan ini. Seperti
cerita yang tidak terduga tentang orang Indonesia yang
37
musiknya diakui dunia internasional, simak tulisan
Suarasama: Musik Melayu Mampir Ke Chicago. Bahkan
Neil Strauss mengomentari Suarasama.
“Tidak diragukan lagi bahwa kelompok ini telah
mencapai sesuatu yang lebih besar dari diri
mereka sendiri, mencari-cari sesuatu di luar
batas-batas dan ke semua arah, mencari
dimensi-dimensi kesejatian spiritual melalui
melodi”
38
Saya yakin, setalah Taufiq Rahman berkeliling
dan melakukan perjalanan jauh sampai 15.000 kilometer
ini, tidaklah membuat dirinya sudah puas dengan
semuanya. Maka dari itu, dia tidak menemukan lokasi
tempat sejatinya rock n roll tersebut. Pada dasarnya
rock n roll bukanlah sebuah tempat yang statis dan
berdiam diri, akan tetapi hasrat pencarian tanpa henti
adalah makna dari rock n roll itu sendiri.
39
BAB 5
Pain Per Hate: Dialektika Kebencian
40
Sudah terlalu telat mungkin untuk mengulas
album ini. Di CD EyeFeelSix sudah terpampang tahun
pembuatannya yaitu 2011. Dan sekarang telah
memasuki tahun 2013, dan sebagian besar orang
pastilah sudah membaca berbagai ulasannya. Tidak ada
kata basi untuk kebencian. Kemarahan dan rasa sakit
adalah kemutlakan yang tidak pernah habis terkikis
ruang dan waktu. Maka dari itu, album ini pastinya juga
tidak akan basi diulas berkali-kali selama distribusi
kebencian terus ada pada manusia.
Salah satu lagu yang menyebar bagai virus, dan
sangat mengena dan tidak terlupakan adalah luapan
kemarahan pada sistem industri musik hip-hop. Pertama
kali saya mendengarkannya di lewat laman youtube,
yang dipampangkan juga liriknya. Saat itu saya baru
tahu akan lagu Obituari yang jika diterjemahkan berarti
daftar kematian atau berita kematian. Simak potongan
rima ini:
“Kolektif deodoran, kotoran kuping sepadan
Kalian dan hip-hop adalah Newmont dan air pancuran”
Bagi yang merindukan Homicide, pastinya akan
terus mencari rima mutakhir dari pelantun potongan
rima diatas.
41
Kolektif Soul Killa, Beat Hustlers, dan Mind Freeza
dalam album Pain Per Hate menampilkan sepuluh lagu
apik bagaimana cara marah dengan elegan. Pada
sampul artwork, sekilas mirip dengan sampul album
band punk Kelelawar Malam. Hanya saja, pada Pain Per
Hate menampilkan siluet tengkorak membusuk yang
memakai mahkota. Menambah kondisi nihilis pada album
ini yang tercermin tidak ada yang bisa dipercayai,
bahkan diri sendiri.
A. Intro
Musik pengiring kematian yang dijadikan intro
pada labum ini yang menampilkan ilusi dan depresi.
Hanya disajikan dalam waktu 2:35 menit saja lagu ini
cocok menjadi mukadimah penuh amarah dan sergah.
Lagu ini juga salah satu pembukaan album yang megah.
C. Rajah
Lagu ini dibumbui dengan musik tradisional yang
cocok jadi soundtrack film Suzana ini berdurasi 4:12
menit. Selain itu dibumbui suara-suara karinding
merinding membuat suasana menjadi lebih mistis pada
album ini. Bercerita tentang penguasa atau raja yang
telah menciptakan hegemoni bagi masyarakat. Raja
yang diibaratkan sebagai arsitek dan pembuat konsepsi
dalam tatanan masyarakat. Intinya tidak ada raja, dan
hanyalah kita sendiri yang menentukan segala sesuatu
tanpa hegemoni.
D. Hampa
“Jiwa-jiwa melayang napas seperti baka,
mencari-cari senyawa molekul surga” merupakan
semacam mantra kondisi kritis. Tidak hanya
diinterpretasikan terhadap tubuh biologis saja, namun
tubuh sosial juga relevan dengan lagu ini. Tidak ada
yang bisa dicari pada dasarnya, dan semuanya adalah
tiada. Surga yang menjadi tujuan budaya masyarakat
diibaratkan dengan kehampaan karena telah membuat
43
jiwa-jiwa melayang dan kritis sosial. Kehampaan menjadi
hal yang dicari-cari yang ditujukan pada surga yang
nyatanya adalah kehampaan.
E. Obituari
“Sudah mati, semuanya sudah mati,
mikrophonmu sudah mati, tak bernyali-tak bernyali,
takkan mati-takkan mati” penggalan rima inilah yang
dinyanyikan oleh ketiga personel EyeFeelSix featuring
Morgue Vanguard. Mungkin ini adalah lagu yang paling
banyak didengarkan dalam album ini karena kehadiran
Ucok yang setiap rilisan rima barunya selalu dikejar-kejar
umatnya.
Lagu ini mengkritisi sistem industri musik hip-hop
dan komersialisasi otak dangkal para MC. Hanya dengan
mencari pengakuan, mereka rela melakukan oral dan
anal untuk predikat, sensasional. Tidak hanya itu, lagu
ini memproklamirkan bahwa EyeFeelSix berupaya
menjadi dewa-dewa para MC. Cukup berlebihan?
Nikmati sajalah. Hal ini memang cara bertarung di
antara para MC.
44
F. Negeri Kutukan
Berkolaborasi dengan Lord Butche of The Cruel,
kemarahan terhadap negara ini semakin meledak-ledak.
Negara yang sudah terkomersialisasi pada era globalisasi
yang membuat para korporasi semakin leluasa
melakukan penindasan. Sudah tidak ada mimpi pada
negeri ini. Sistem kejahatan yang sudah mengakar pada
masyarakat negeri ini mulai dari trafficking oleh para
penjual jasa tenaga kerja, sampai kejahatan terorganisir
antara korporasi dan negara. Hal inilah yang membuat
kesengsaraan akan tetap ada di negeri ini.
G. Lelah
Musik yang suaranya sudah agak obsolet khas
radio lawas ini yang menjadi latar lagu ini. Dendam yang
sudah mengakar, dan kebencian yang tidak pernah
hilang tidak akan membuat lelah para punggawa
kebencian. Meskipun Boombox sudah rusak, teriakan
mereka akan terus digaungkan tanpa lelah. Mereka
meneriakkan dengan nada pelan dan lelah bahwa
mereka tidak akan pernah kalah melawan tirani yang
telah mengakar.
*****
45
Dibalik semua nihilis yang ada pada album ini
terdapat beberapa hal yang bisa disimpulkan. Kemuakan
dan kritikan yang hanya dalam tataran wacana ataupun
praktis, adalah bukti social protest. Mungkin sudah
banyak album yang memfokuskan pada kondisi protes
sosial, namun album ini berprotes secara berdialektika.
Awalnya mereka mengutuk ketidaknyamanan,
dan pada saat itu pula kegelapan akan menyelimuti.
Keadaan yang cukup gelap akan menyebabkan mata
terbiasa dengan kegelapan, dan secara alamiah akan
menemukan cahaya sedikitpun. Terlalu bijak? Saya
hanya mengutip sampul belakang sampul album ini saja.
Dan tetap sepakat bahwa kutipan tersebut adalah
dialektika kebencian.
“When it is dark enough, you can see the stars”
Charles Austin beard
46
BAB 6
2+2=5 Adalah Devil’s Way
47
Hobi membaca komik merupakan kebiasaan saya
ketika waktu lenggang dan tidak ada kerjaan di kosan.
Teman saya banyak merekomendasikan berbagai komik
bersambung, dan sebagian besar berkisah pada dunia
fantasi saja. Memang, komik fantasi seru untuk diikuti,
akan tetapi jalan cerita yang sebagian besar sangat
panjang membuat bosan menunggu edisi baru pada
bentuk cetak ataupun onlinenya.
Pada suatu hari teman saya merekomendasikan
komik dengan latar belakang cerita yang cukup nyata
pada kehidupan masyarakat. Meskipun komik tersebut
secara gamblang menyebutkan pada halaman depan
setelah sampul “cerita ini hanya fiktif belaka, apabila ada
kesamaan nama, tempat, dan alur cerita, ini hanya
kebetulan saja”. Akan tetapi saya menganggapnya
komik tersebut yang cukup real dan tidak terlalu fantasi.
Komik tersebut adalah Beck karya Harold Sakushi yang
menceritakan seorang remaja yang kehidupannya saat
monoton dan pengangguran karena berhenti sekolah.
Koyuki adalah nama tokoh utama dalam cerita
tersebut yang akhirnya bertemu seorang yang baru
pulang dari Amerika. Pemuda berdarah Jepang yang
kenyang hidup di Amerika tersebut adalah Ryusuke,
yang berkenalan dengan Koyuki ketika menyelamatkan
48
anjingnya. Ryusuke adalah gitaris yang memiliki kenalan
langsung dengan orang Amerika yang bernama Eddie
Lee (pentolan grup band terkenal Dying Breed). Ryusuke
yang terpengaruh dengan gaya bermain Jimmy Page
dan Eric Clapton tersebut merupakan bimbigan dari
sahabatya di Amerika, Eddie Lee yang sukses terkenal di
seluruh dunia bersama bandnya Dying Breed.
Eddie Lee dalam cerita tersebut diceritakan
sebagai sosok icon rock n roll dan menjadi panutan
musisi di dunia. Bahkan, Ryusuke yang notabene adalah
teman yang pernah diajarinya terketuk hatinya untuk
membuat band bernama Beck. Ryusuke merekrut Koyuki
sebagai vokalis kedua dan pemain rhythm guitar. Koyuki
memiliki kemampuan vokal yang terpengaruh dan
sekarismatik John Lennon selalu mendapatkan pujian
ketika pita suaranya bergetar untuk para penonton
konser. Kemampuan Koyuki inilah yang akhirnya
diketahui oleh masyarakat luas melalui debut pertama
Beck di album perdananya berjudul Tabasco.
Album tersebut mendapatkan banyak pujian di
skena Indie Jepang, maka dari itu Beck menjadi semakin
terkenal di bar-bar atau konser-konser kecil di Jepang.
Ryusuke pun mengirimkan album perdananya tersebut
pada sahabatnya di Amerika, gitaris Dying Breed alias
49
Eddie Lee. Mendengar kemampuan vokal Koyuki pada
album tersebut membuat Eddie Lee ingin membuatkan
lagu untuk Koyuki. Eddie Lee yang semakin terkenal
pada waktu itu adalah peraih berbagai penghargaan
Grammy, penulis lagu terbaik, dan gitaris terbaik pula.
Saat menelpon ke Jepang, Eddie Lee
menyanyikan lagu ciptaannya khusus untuk Koyuki. Lagu
tersebut berjudul Devil‟s Way. Namun, setelah umur
Eddie Lee tidaklah panjang karena saat perjalanan ke
suatu tempat akhirnya dia terbunuh di tembak di jalanan
sepi. Sontak, dunia semakin banyak dipenuhi berita
tentang kematian legenda rock, Eddie Lee. Bahkan
konser-konser dunia pun menciptakan konser Mourning
For Eddie yang berisikan pembawaan lagu ciptaan Eddie
Lee yang terkenal tersebut sebagai upaya mengenang
kepergiannya.
Dengan kata lain, lagu yang didengarkan Koyuki
di telepon ketika Eddie Lee menelepon ke Jepang adalah
lagu terakhir ciptaan Eddie. Pada komik tersebut,
digambarkan bahwa ketika Koyuki menyanyikan lagu
tersebut kepada teman-temannya, langsung membuat
temannya takjub. “ini adalah lagu yang terbaik yang
pernah ada”, kata personel Beck yang lain. Lagu Devil‟s
Way tersebut hanya memiliki aransemen musik tanpa
50
lirik. Selain itu, Eddie Lee menginginkan lagu tersebut
dinamai Devil‟s Way. Terlepas dari sebuah komik yang
menceritakan musik, maka komik ini hanya bisa
dibayangkan saja musiknya. Hal yang lucu ketika
membaca komik musik, kita tidak tahu bagaimana
komposisi lagu yang dimainkannya. Maka dari itu, kita
hanya membayangkan kemeriahan konser dan seberapa
keren lagu ciptaan Eddie Lee tersebut.
Bahkan lagu terakhir ciptaan Eddie Lee ini
menjadi incaran para mafia, karena begitu terkenalnya ia
hingga karya terakhirnya menjadi rebutan. Singkatnya,
akhirnya karena desakan para personel Beck, lagu
Devil‟s Way diselesaikan oleh Koyuki sebagai lagu
miliknya yang diserahkan langsung kepada Koyuki
melalui percakapan telepon waktu lalu. Pada saat itu,
dunia pun tahu bahwa lagu terakhir milik Eddie Lee
diberikan kepada remaja Jepang dengan kemampuan
vokal yang karismatik. Selanjutnya, konser terbesar di
Inggris meminta Beck untuk menyanyikan lagu Devil‟s
Way yang sudah disempurnakan oleh Koyuki. Pada saat
itu, dunia mengenal Beck dan Koyuki sebagai penerima
lagu terakhir dari legenda rock.
Kita tidak akan pernah tahu lagu seperti apa
yang dimainkan oleh Koyuki, karena pada dasarnya saya
51
sendiri hanya membaca versi cetak atau online
komiknya. Seperti apa lagunya? Dan bercerita tentang
apa lagu Devil‟s Way tersebut menjadi pertanyaan
misterius bagi saya. Maka dari itu, saya mencari
download gratis mp3 lagu tersebut dan tidak
menemukannya. Mungkin itu hanya ilusi saja pada komik
Beck tersebut. Saat mencari informasi tentang Devil‟s
Way, ternyata Harold Sakushi adalah penggemar
Radiohead, Rage Against The Machine dan Red Hot Chilli
Peppers. Maka dari itu tidak heran jika format band yang
dibawakan ke dalam komik Beck mirip dengan format
RATM dan RHCP. Lalu, bagaimana dengan
Radioheadnya?.
Saya melakukan riset terhadap Radiohead
mengenai influence yang diberikan terhadap komik Beck
ini. Secara format, band Beck sangat berbeda dengan
Radiohead, bahkan jenis musik yang dimainkannya
sangatlah berbeda. Mereka memainkan musik campuran
antara RATM, RHCP, Led Zeppelin, dan The Beatles.
Saya yakin jika, influence membuat komik ini adalah
dikarenakan Radiohead, pasti ada yang tersembunyi
pada salah satu jalan ceritanya. Maka dari itu, riset saya
masih berlangsung ke dalam album-album dan lirik-lirik
Radiohead.
52
Jika menilik pada e-chords.com yang mana saya
tidak cukup yakin dengan lirik Devil‟s Way yang
direquest oleh pembaca. Alasan saya tidak yakin adalah
tidak ada komentar sama sekali pada request lirik
tersebut. Selain itu, berbagai versi lirik juga banyak, dan
hal ini yang membuat saya tidak yakin. Dan saya lebih
mencari di google dengan kata kunci “devil‟s way lyric”.
Dan kebetulan yang tidak disangka-sangka kata itu
muncul pada lagu Radiohead yang berjudul 2+2=5 yang
berada pada album Hail to The Thief.
Menurut arti lagu ini di berbagai internet,
sebagian besar sepakat bahwa lagu ini menceritakan
tentang keadaan yang sangat politis. Menurut George
Orwell, seorang sastrawan Inggris dengan karya
Nineteen Eighty-Four dan Animal Farm menyatakan
bahwa ungkapan "dua ditambah dua sama dengan lima"
adalah slogan yang digunakan sebagai lawan dari “dua
ditambah dua sama dengan empat”. Menurut novel
karya George Orwell, dalam pemerintahan tidak ada
logika berpikir dan tindakan yang menyatakan “2+2=4”.
Semuanya terasa palsu pada kursi pemerintahan dan
mengganti paham kaku tersebut menjadi “2+2=5” yang
menyatakan bentuk ketidakpercayaan terhadap
pemerintah.
53
Semuanya tidak ada yang linier dan kaku,
terutama tidak perlu ada otoritas dari pemerintahan.
Paham “2+2=5” lebih banyak dibahas pada bahan
bacaan filsafat postmodernis yang membahas
permasalahan teori kekacauan. Apapun bisa terjadi dan
tidak ada yang bisa menentukan segala sesuatu terjadi
secara tepat. Bila melihat cuplikan lirik 2+2=5 dari
Radiohead:
Are you such a dreamer?
To put the world to rights?
I stay home forever
Where two and two always makes a five
Because
You have not been
Paying attention
Terasa kental nuansa politisnya, dan lirik ini
sangat sarat dengan bentuk protes. Lalu, bagaimana
kaitannya dengan Beck?
54
Tentu saja, dengan konsep teori kekacauan yang
diaplikasikan pada cerika komik Beck, dapat disimpulkan
bahwa segalanya bisa terjadi. Bahkan seorang anak
remaja yang tidak bersekolah pun bisa beruntung
mendapatkan teman dengan segudang jaringan. Tidak
hanya disitu, seorang remaja pengangguran ini yang
secara konsep memiliki masa depan suram bisa menjadi
superstar. Suatu hal yang sulit dibayangkan, dan terlalu
muluk-muluk. Namun, hal ini yang mungkin dijadikan
konsep pengaruh Radiohead pada komik Beck ini.
Dengan menggunakan lagu Devil‟s Way, seorang anak
remaja pengangguran tersebut bisa menjadi seorang
musisi dan penyanyi yang hebat. Hal ini juga merupakan
sebuah protes bahwa nasib seorang pengangguran tidak
selamanya suram sesuai dengan logika linier. Akan
tetapi bahwa semuanya bisa terjadi tanpa adanya
konsep yang pasti,dan inilah Devil‟s Way.
55
BAB 7
Lima Album Indonesia Terbaik Tahun 2012
56
A. Noah – Seperti Seharusnya
Album yang berisikan 10 lagu ini merupakan
album paling terkonsep yang akhir-akhir ini banyak
dipromosikan di restoran cepat saji, di iklan, dan dengan
konser yang mendapatkan penghargaan dari MURI.
Album pertama NOAH yang berjudul Seperti Seharusnya
memang membuat daya tarik tersendiri bagi penggemar
Ariel. Setelah mendengan hit single “Separuh Aku” yang
sering diputar di radio dan televisi, saya juga masih bisa
mendengar karya tersebut memang masih terasa
Peterpan. Bahkan antara Peterpan dan NOAH memiliki
ciri khas nada dan gaya lirik yang hampir sama, bahkan
malah tidak ada perubahan antara Peterpan dan NOAH.
Maka dari itu saya menyimpulkan bahwa
perubahan dan ciri khas mereka tidak berubah. Bahkan
saya sangat menginginkan hal ini terjadi. Untungnya
saja mereka hanya berganti nama dan bertambah
personel baru. Penambahan personel baru yakni David
juga sangat membuat musik NOAH semakin megah dan
saya mendengarkannya mirip dengan Coldplay. Suara
piano yang merupakan ciri khas Coldplay ini membuat
lagu mereka semakin megah. Simak saja lagu “Raja
Negeriku” yang dibawakan secara menggema dengan
tema nasionalisme melalui pertandingan olah raga.
57
Pada lagu yang diciptakan oleh Ariel dan Ryan
D‟masiv yang berjudul “Hidup Untukmu, Mati Tanpamu”
juga sangat identik dengan musik-musik khas band yang
dilabeli oleh Musica. Bahkan lagu NOAH pada track ini
sangat kental nuansa D‟masiv. Jadi saya pikir bahwa
label Musica merekrut band-bandnya dengan musik-
musik dan nada vokal yang cukup identik. Selain itu,
lagu terdengar seperti Nidji ketika membawakan “Jika
Engkau” dan “Ini Cinta”. Terbersit di kepala saya jika
Musica mengkiblatkan musiknya pada Coldplay.
Sembari mendengrakan NOAH, saya juga
bergantian mendengarkan track Coldplay pada album
Viva La Vida. Bahkan lagu Raja Negeriku sempatnya
saya berpikir dapat disandingkan dengan lagu-lagu
Speed of Sound pada album Coldplay yang lama.
Penelitian terbatas saya ini terkesan sangatlah subjektif
sehingga artikel ini akan lebih mirip pada review album
ketimbang analisa kritis. Selanjutnya, penelusuran saya
berlanjut pada musik-musik anthemic Coldplay seperti
“Yellow” dan “Paradise”. Kemudian menemukan kalau
NOAH ini menurut saya benar-benar mengkiblatkan
kepada Coldplay.Setelah itu, saya dengarkan hingga
selesai album NOAH ini, dengan di HP saya memutar
seluruh album Viva La Vida. Dan saya melihat
58
keidentikan album ini dan pencapaian yang telah dibuat
Ariel ini sangatlah mirip. Menurut saya, eskplorasi musik
dan berkembangnya sound yang mereka pilih bisa
diibaratkan kalau album “Seperti Seharusnya” ini adalah
Viva La Vida-nya Ariel CS.
B. Seringai – Taring
Album yang paling ditunggu-tunggu bagi para
serigala militia dengan berisikan 12 lagu campuran yang
tetap brutal. Dibuka dengan mukadimah yang sangat
mengena dikepala berupa “Canis Dirus”. Selanjutnya
penekanan secara nyata dengan lagu berjudul “Taring”
dengan lirik yang ditekankan oleh Arian13 “menghajar
dunia, dari suasana duka”. “Taringku buktikan, tahun-
tahun berlalu, aku sempurnakan”‟ menunjukkan jika
dalam membuat album ini sangatlah sulit dan butuh
waktu yang lama. Lagu bertema Scifi yang berasal dari
film Star Wars juga secara sukses dibawakan. Hal ini
menandakan bahwa tema sains fiksi bisa dibawakan
dengan balutan musik metal melodic. Lagu “fett, sang
pemburu” yang paling unik dan terbaru dari tema
Seringai sebelumnya.
Tidak hanya itu, tema lama yang menunjukkan
ketiadaan kutukan bagi umat manusia tercermin dalam
59
nomor “tragedi”. Lagu dengan bassline yang sangat khas
dari Sammy Bramantyo ini menjadi anthem bagi album
ini. Tidak hanya bersenang-senang dengan tema anti
moralitas khas anak muda, lagu ini juga memiliki nomor
semangat brutal dalam konser. Simak saja lagu
“Program Party Seringai” yang mengajak mossing
seluruh pendengar.
Bisa dikatakan album ini menjadi album wajib
yang harus dimiliki, dan sangat anthemic serta isotonik
bagi dahaga album yang beredar tahun 2012. Bahkan
dengan meng-cover lagu tradisional Batak pun bisa
sebegitu menyenangkan untuk di dengar. “Lissoi” telah
mengajak acara mabuk sampai pagi. Diakhiri dengan
lagu “Gaza” dengan melodi gitar yang meraung
bersautan-sautan dengan terompet Ucok The Autentics
membuat lagu tanpa lirik ini memiliki makna tersendiri
bagi pendengarnya.
62
Ketika itu Senin tanggal (17/9) sedang panas-
panasnya di Depok. Setelah konser 2 Benua 5 Negara
tersebut, sontak membuat saya ingin membeli
albumnya. Di iklan disebutkan albumnya tersedia di
restoran cepat saji, maka dari itu dengan segenap uang
yang pas-pasan, saya datang ke restoran cepat saji itu
dengan alasan membeli CD dan sekalian mendinginkan
badan. Kira-kira seharga Rp 40.000 album ini yang
sangat menguras kantong mahasiswa perantauan.
Setelah di rumah, saya mencoba dengarkan apa
yang telah mereka persiapkan selama dua tahun ini.
Setelah mendengan hit single “Separuh Aku” yang sering
diputar di radio dan televisi, saya juga masih bisa
mendengar karya tersebut memang Peterpan banget.
Bisa dibilang saya sangat sotoy dalam menilai musik,
karena memang seperti ini yang saya dengarkan.
Mungkin karena keterbatasan referensi musik yang saya
dengarkan jadi harap dimaklumi. Bahkan antara
Peterpan dan NOAH memiliki ciri khas nada dan gaya
lirik yang hampir sama, bahkan malah tidak ada
perubahan antara Peterpan dan NOAH.
Maka dari itu saya menyimpulkan bahwa
perubahan dan ciri khas mereka tidak berubah. Bahkan
saya sangat menginginkan hal ini terjadi. Untungnya
63
saja mereka hanya berganti nama dan bertambah
perosonil baru. Penambahan personel baru David juga
sangat membuat musik NOAH semakin megah dan saya
mendengarkannya mirip dengan Coldplay. Suara piano
yang merupakan ciri khas Coldplay ini membuat lagu
mereka semakin megah. Simak saja lagu “Raja
Negeriku” yang dibawakan secara menggema dengan
tema nasionalisme melalui pertandingan olah raga.
Pada lagu yang diciptakan oleh Ariel dan Ryan
D‟masiv yang berjudul “Hidup Untukmu, Mati Tanpamu”
juga sangat identik dengan musik-musik khas band yang
dilabeli oleh Musica. Bahkan lagu NOAH pada track ini
sangat kental nuansa D‟masiv. Jadi saya pikir bahwa
label Musica merekrut band-bandnya dengan musik-
musik dan nada vokal yang cukup identik. Selain itu,
lagu terdengar seperti Nidji ketika membawakan “Jika
Engkau” dan “Ini Cinta”. Terbersit di kepala saya jika
Musica mengkiblatkan musiknya pada Coldplay.
Sembari mendengrakan NOAH, saya juga
bergantian mendengarkan track Coldplay pada album
Viva La Vida. Bahkan lagu Raja Negeriku sempatnya
saya berpikir dapat disandingkan dengan lagu-lagu
Speed of Sound pada album Coldplay yang lama.
Penelitian terbatas saya ini terkesan sangatlah subjektif
64
sehingga artikel ini akan lebih mirip pada review album
ketimbang analisa kritis. Selanjutnya, penelusuran saya
berlanjut pada musik-musik anthemic Coldplay seperti
“Yellow” dan “Paradise”. Kemudian menemukan kalau
NOAH ini menurut saya benar-benar mengkiblatkan
kepada Coldplay.
Tulisan ini hanyalah pandangan pertama saya
saat mendengar album NOAH ini. Jadi, metode penulisan
artikel ini sebenarnya, saat cakram padat ini saya putar,
saya sembari menulis dan mendengarkan musik Coldplay
yang waktu itu terbersit di kepala saya. Setelah itu, saya
dengarkan sampai selesai album NOAH ini, dengan di HP
saya memutar full album Viva La Vida. Dan saya melihat
keidentikan album ini dan pencapaian yang telah dibuat
Ariel CS ini sangatlah mirip. Menurut saya, eskplorasi
musik dan berkembangnya sound yang mereka pilih bisa
diibaratkan kalu album “Seperti Seharusnya” ini adalah
Viva La Vida-nya Ariel CS.
Terlepas dari cara penjualan album mereka yang
melalui restoran cepat saji, saya melihat bahwa untuk
saat ini, mereka bisa diibaratkan sebagai upaya
penyegaran musik Indonesia. Meskipun berbagai
pandangan optimis dan pesimis banyak ditujukan pada
band ini, tapi setidaknya mereka masih bisa bertahan
65
dengan nama baru. Dan kira-kira sampai kapan karir dan
ketenaran mareka?. Daripada memikirkan hal tersebut,
lebih baik saya mendengarkan CD yang sudah terlanjur
saya beli ini.
66
BAB 8
Tesis Another Brick In The Wall Secara Amatir
67
Awalnya saya mengetahui dan mulai mendengar
band dari Inggris yang bernama Pink Floyd adalah saat
teman saya memasang DP BBM tentang band itu pada
awal tahun 2012. Memang sangat telat sekali bagi saya
untuk tahu band yang terkenal ini, bahkan saat kuliah
tingkat dua pun saya baru mendengarkan salah satu
lagu secara utuh milik mereka. Waktu itu teman saya
memajang DP BBM dengan gambar segitiga yang
membiaskan sinar dan membentuk pelangi. Dengan
background yang berwarna hitam, sehingga
memperlihatkan bentuk sampul yang sederhana tapi
tegas. Setelah itu, saya lantas melihat teman sekampus
saya ada yang memakai kaos dengan logo seperti
segitiga itu dan banyak dari teman jurusan saya
menggunakan logo itu untuk wallpaper laptop mereka.
Karena penasaran, saya mencari gambar
tersebut. dan hasilnya saya menemukan bahwa gambar
tersebut merupakan salah satu album yang dimiliki Pink
Floyd. Dark Side Of The Moon, terlihat seperti
mahakarya bagi mereka yang menyukai musik mereka.
Terlepas dari lagu di album itu yang sama sekali waktu
itu belum saya dengar, saya malah berpikir jauh tentang
sampul itu. Saya jadi teringat sewaktu di buku
ensiklopedia fisika, terdapat gambar Sir Issac Newton
68
sedang memperagakan terbiasnya sinar yang berasal
dari cahaya putih. Cahaya putih apabila terbiaskan maka
akan tercipta berbagai warna.
Saya pikir dan berandai bahwa lagu-lagu dalam
album Dark Side Of The Moon tersebut mencerminkan
kondisi seperti itu. Musik-musik mereka seperti
menunjukkan kejeniusan Sir Issac Newton sebagai
bapak matematika. Yah, mau pikiran ngelantur saya
tersebut tidak berbuah apa-apa jika saya tidak
mendengarkan lagunya secara langsung. Dan alasan
mereka memilih judul Dark Side Of The Moon juga
membuat saya tidak mengerti apa maksudnya. Maka
dari itu, saya minta lagu mereka dari teman jurusan,
karena penasaran kenapa orang-orang begitu mengelu-
elukan band bernama Pink Floyd ini.
Setelah tiga hari berselang setelah teman saya
memajang DP BBM Dark Side Of The Moon, teman saya
mengganti PM mereka menjadi “Dengerin 1 album
Darkside, langsung Giting”. Pikiran saya langsung
menyeruak tentang kedasyatan album ini. Maka dari itu,
saya mulai memindahkan album yang masih dalam
flashdisk itu ke laptop dan mulai menganalisanya. Ada
dua album yang diberikan teman saya, yaitu Dark Side
Of The Moon dan The Wall yang berisikan 26 lagu.
69
Banyak sekali, ternyata dalam 1 album The Wall
terdapat 2 CD. Saya mendapatkan lagu tersebut bukan
membeli kasetnya atau mengunduh secara legal.
Melainkan, saling transfer via bluetooth atau copas ke
flashdisk.
Saya dengarkan seluruh album Dark Side Of The
Moon secara menyeluruh pada malam hari sambil
mengerjakan tugas kuliah. Dominasi suara gitarnya mirip
blues yang dibuat dalam format yang berbeda. Mereka
memainkan musiknya dengan detail dan sangat bersih.
Sembari saya mendengarkan, saya juga googling
tentang kapan dibuatnya album tersebut. ternyata
mereka hampir seluruh albumnya dikerjakan dalam
waktu yang berdekatan. Menurut saya mereka juga
cukup produktif di masa mudanya, karena gambar yang
saya temukan di google saat mereka sudah beruban dan
cukup tua.
Karena banyaknya lagu yang termasuk dalam
album The Wall, jadi saya mengengarkannya sambil
tidur. Mungkin karena kuping saya belum bisa menikmati
musik kualitas internasional, jadi mendengar mereka
bernyanyi jadi mengantuk. Pada lima lagu awal saya
masih mengikuti lagu mereka, dan sisanya sampai
selesai si David Gilmour membawa saya ke alam mimpi.
70
Keesokan harinya saya kuliah pagi, dan tersadar
ternyata headset masih menempel di kuping saya. Saat
saya bangun ternyata Pink Floyd yang teracak-acak di
playlistnya itu masih menyala. Setelah selesai kuliah,
saya makan siang di fakultas sebelah bersama kawan
saya. Karena dosen saya selanjutnya tidak bisa
mengajar, maka saya bersama teman menghabiskan
waktu dengan berdiskusi tentang banyak hal di kantin
sampai tengah siang. Setelah lelah berdiskusi dan
ketawa tidak jelas, kami pulang dari kantin menuju asal
fakultas saya, di FISIP UI.
Saat perjalanan pulang, kami melihat teater dari
FIB UI dan mencoba menontonnya. Meskipun
ketinggalan cerita, saya cukup antusias menontonnya.
Bahkan karena terlambat menonton, saya tidak tahu
ceritanya mengenai apa. Yang pasti ada salah satu
backsound musik yang tiba-tiba teringat di kepala. Tiba-
tiba saya teringat akan album Pink Floyd yang saya
dengarkan semalam itu. Intro lagu Another Brick In The
Wall menjadi latar suara teater tersebut. Dan secara
serempak, peserta teater tersebut melakukan tarian dan
gerakan seperti tentara. Belum selesai menonton, teman
saya ada yang pulang ke kosan karena ada urusan.
71
Teman saya yang pulang terlebih dahulu,
membuat saya juga kembali ke FISIP karena sedang
urusan yang harus dikerjakan. Seperjalanannya saya
kembali ke FISIP, saya masih terngiang-ngiang dengan
lagu intro Pink Floyd tersebut. kalau tidak salah, itu lagu
yang pertama kali saya dengar di album The Wall saat
saya masih ada tenaga untuk menikmatinya. Sambil
mengerjakan tugas, saya juga mencari tahu lirik lagu
tersebut, dan mengunduh kembali lagu Another Brick In
The Wall.
Saya menemukan lirik yang termuat antara lain
seperti ini.
We don't need no education
We don't need no thought control
No dark sarcasm in the classroom
Teachers leave them kids alone
Hey teacher leave them kids alone
All in all it's just another brick in the wall
All in all you're just another brick in the wall
72
Sumber yang saya baca ini karena penelusuran di
internet selama dua jam di kampus dengan
memanfaatkan fasilitas WiFi yang ada.
Pernyataan yang berarti “semua dalam semua itu
hanyalah batu bata di dinding” yang masih belum saya
mengerti. Karena pemahaman saya mengenai
perpolitikan di dunia amatlah sempit, maka saya cari
sendiri arti dari pernyataan tersebut. Saya juga
menghubungkan antara lirik ini dengan gaya tentara
saat teater yang saya lihat tadi, apakah terdapat korelasi
atau tidak.
Karena penemuan jawaban tidak terealisasi,
maka saya melakukan penelusuran ke berbagai artikel
yang menjelaskan bahwa kita bagaikan batu bata dalam
sistem sosial yang ada. Kita adalah batu bata, dan
sistem sosial adalah sebuah tembok. Maka dari itu,
seharusnya sistem dihancurkan apabila ditemukan
ketiadaan signifikansi. Hal ini adalah temuan yang saya
rangkum menjadi kesimpulan yang sangat sok tahu
mengenai pencarian dari arti sebuah lirik Another Brick
In The Wall.
Tidak puas dengan definisi lirik dari wikipedia dan
berbagai blog yang memaparkan hal tersebut, saya
beralih mengunduh official video Another Brick In The
73
Wall di youtube. Dan inilah yang saya cari selama ini,
pemaparan dengan menggunakan film lebih
menjelaskan makna dari lirik yang ada. Seperti yang
saya duga, di video klip itu terdapat anak-anak yang
diajarkan disekolah secara kasar, diperlakukan seperti
robot, dan dominasi oleh guru yang mengejek muridnya.
Anak-anak yang berjalan dengan berbaris-baris tersebut
mengingatkan saya pada teater yang pernah saya
tonton di FIB UI tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa sistem pendidikan
yang ada hanyalah sebuah industri dan mencetak anak-
anak menjadi bubur sosis. Terlihat dalam video klip
tersebut anak-anak digiring ke dalam mesin penggiling
daging. Fenomena ini menunjukkan adanya sebuah
industrialisasi anak di dalam pendidikan. Sehingga
maksid dari lirik Another Brik In The Wall adalah bahwa
sistem pendidikan adalah dinding, dengan murid-murid
sebagai batu batanya. Penjelasan sederhana ini yang
saya tafsirkan setelah melihat lirik, artian lirik, dan video
klip yang ada.
Di akhir video klip lagu Another Brick In The
Wall, terlihat upaya menghancurkan dinding yang
dianggap sebagai sistem pendidikan. Guru yang
mengajar akhirnya dikeroyok oleh murid-murid yang
74
juga membakar sekolah. Sekali lagi, bahwa sekolah yang
terdapat tindak kekerasan memang ditentang oleh lagu
ini. Ini lagu bagi saya yang menentang terhadap sistem
pendidikan yang mencetak murid-murid bagaikan bubur
sosis atau produk belaka. Selain, lagu “Sarjana Muda”
oleh Iwan Fals yang secara terang-terangan
menunjukkan bahwa pendidikan tidak menjamin
pekerjaan.
Setelah mengikuti kuliah teori sosiologi, saya
menjadi tahu mengenai sosiologi pendidikan. Pendidikan
yang dipandang dari perspektif materialisme akan
mencetak murid bagaikan komoditi. Selain itu
komersialisasi akan marak juga akibat kapitalisme. Jadi,
menurut saya konsep yang diatur dalam lirik lagu
Another Brick In The Wall dengan video klip yang ada
adalah konsep industrialisasi pendidikan. Untuk konteks
Inggris, mungkin yang dijadikan sasaran adalah
pengajaran anak-anak yang terlalu konservatif. Konsep
industrialisasi pendidikan untuk konteks Indonesia
menurut saya saat ini adalah upaya komersialisasi
pendidikan. Keduanya memiliki konsep yang sama
karena dipandang dari sudut pandang materialisme. Dan
seperti yang kita ketahui bahwa tujuan akhir dari
75
semuanya adalah untuk mendapatkan keuntungan
ekonomi.
Perkembangan kompleksitas perekonomian pada
abad ini menjadi hal yang dikejar-kejar manusia. Hasrat
untuk mendapatkan kecukupan dan bahkan kelebihan
ekonomi merupakan tolak ukur kesuksesan manusia.
Selain karena kebutuhan manusia semakin meningkat
dengan perkembangan teknologi, terdapat juga budaya
populer prestis agar tidak terlihat miskin ataupun
sederhana. Layaknya rantai makanan dalam kelompok
manusia, kita berlomba-lomba dalam mencapai
kemapanan ekonomi dalam arena kapitalisasi.
Apalagi untuk jenjang pendidikan perguruan
tinggi yang sangat terlihat sekali upaya
komersialisasinya. Menurut saya, kapitalisme dalam
pendidikan sudah terhegemoni sampai dalam keluarga.
Pola pengajaran dan pemberian saran ke anak akan
cenderung mengarahkan ke perbaikan pendidikan untuk
anak. Yang terpenting anak bisa sekolah sampai
perguruan tinggi, lulus, dapat ijazah dan bisa dapat
pekerjaan bagus. Dengan kata lain, pendidikan adalah
upaya mendapatkan ijazah saja, tanpa mengetahui
esensi utama dari pendidikan yang sesuai dengan tri
dharma.
76
Sejak kecil kita telah diarahkan prospek
kedepannya sesuai dengan cita-cita masing-masing,
meskipun banyak yang tidak memiliki juga. Hal ini
merupakan langkah awal penuntutan kita agar dapat
bersaing kedepannya di masa depan dalam usaha
mencapai kecukupan ekonomi. Pendidikan yang sesuai
dengan bakat kita dinilai dapat mensukseskan kita di
masa depan dalam arena persaingan ekonomi. Untuk
itu, di ranah pendidikan formal lah sebagian besar
harapan peluang sukses dalam perekonomian
diletakkan. Pada kenyataannya memang benar, budaya
peradaban kita saat ini menuntut akan hal tersebut.
Sebuah rasionalisasi yang tidak mudah dirubah hanya
dengan revolusi.
Dunia pendidikan kita saat ini terutama di
Indonesia sejak awal dibentuknya memang digunakan
sebagai sarana pencerdasan anak bangsa. Anak bangsa
yang memiliki kesempatan memperoleh pendidikan
cenderung akan memiliki posisi penting di dalam
masyarakat, karena zaman awal tersebut masihlah
sedikit yang menekuni dunia pendidikan. Hal ini
mengakibatkan, kesempatan untuk memperoleh
pendidikan ini digunakan sesuai dengan keadaan waktu
itu, yaitu mencari cendekiawan dan ahli dari negeri
77
sendiri untuk mengalihkan imperialisasi dari ahli luar
negeri. Meskipun, asal-usul adanya cendekiawan dalam
negeri masih di bawah kekuasaan orang asing.
Saat ini setelah milenium 2000, dunia pendidikan
di Indonesia berkembang dengan banyaknya wadah-
wadah infrastruktur pendidikan. Menjamur, dan
berkembang sesuai dengan upaya pembangunan
bangsa. Program-program pemerintah untuk
menggalakkan pendidikan merupakan angin segar dalam
era kita saat ini. Namun, setelah mengetahui harapan
terbesar mencukupi ekonomi adalah dengan pendidikan,
masyarakat dengan segala upaya agar masuk ranah
pendidikan untuk mengejar status pendidikannya.
Nantinya, status pendidikan inilah yang akan digunakan
sebagai alat untuk menciptakan uang. Dengan
bermodalkan catatan legal hitam di atas putih dari
instansi, siapapun berhak mendapatkan kesempatan
posisi dalam jabatan. Selanjutnya, muara yang sama
juga akan mengalir pada ekonomi.
Kembali lagi pada masalah kecenderungan
persaingan. Menjamurnya instansi pendidikan yang
dapat mengeluarkan catatan legal hitam di atas putih,
akan memunculkan kembali bentuk upaya segala cara
agar dapat memilikinya. Dalam hal ini, masalah-masalah
78
di dalam dunia pendidikan dalam era industrialisasi
muncul. Masyarakat memiliki kecenderungan agar dapat
memiliki gelar pendidikan untuk bekerja mencari uang.
Tidak peduli bagaimana pola persaingan secara
pendidikan, yang terpenting adalah mendapatkan
catatan hitam di atas putih instansi pendidikan yang
nantinya akan berguna untuk proses mendapatkan
pekerjaan. Layaknya robot-robot yang diprogram untuk
mengikuti keinginan situasi, gejala kolektif tidak akan
berbeda dengan pola kehidupan sebelumnya secara
nilai.
Dengan mengatasnamakan pendidikan,
industrialisasi dapat muncul dimanapun selama manusia
membutuhkan uang untuk hidup. Bahkan jika melihat
kondisi ini, sebuah perubahan pencerdasan pun tidak
begitu dipahami nilainya, karena uanglah yang membuat
kita bersaing, bukan dalam pendidikan. Industri
pendidikan ini hanyalah contoh nyata bahwa dalam
dunia pendidikan ini juga bukanlah tempat sebenarnya
mencari ilmu. Hal ini dikarenakan peradaban kita saat ini
menuntut agar perkembangannya di dasarkan kepada
industri pendidikan, masih dengan uang sebagai bahan
bakarnya. Pada dasarnya, ilmu tercipta dalam usaha
manusia mencari kebutuhan hidup, seperti modal dan
79
uang. inilah hasil analisa secara sederhana yang
terinspirasi dari lirik lagu Another Brick In The Wall.
80
BAB 9
OK Computer: Era Labil Menuju Perombakan Rock
81
Berbagai media mungkin sudah beribu kali
mengulas tentang kebaikan Radiohead dan tak jarang
beberapa kelompok menganggap mereka tak pernah
salah dalam dunia musik. Pada majalah Rolling Stone
edisi ke dua di Indonesia yang berjudul The Immortals:
100 artis sepanjang massa tersebut memasukkan nama
Radiohead. Saya mendapatkan majalah bekas itu pada
tukang jual koran alun-alun kota Kendal. Awalnya saya
mau mencari kumpulan lagu-lagu baru yang ada kunci
gitarnya agar saya bisa latihan dirumah.
Majalah yang waktu itu bekas seharga Rp 5.000
itu saya baca, dan bahkan dari 100 artis tersebut yang
saya ketahui dan tahu persis lagunya hanyalah Gun n
Roses dan Bob Marley. Ke 98 artis yang lainnya saya
hanya baca sekilas. Sewaktu itu saya entah kenapa
menjadi membaca kolom Radiohead. Pada kolom yang
menceritakan tentang Radiohead tersebut, dikatakan
bahwa awalnya Radiohead agak disinggung mengenai
album alternatif yang menurut wartawan musik sangat
aneh.
Keadaan berubah ketika album alternatif tersebut
laris akan pujian, dan sebagian besar (mungkin) ada
yang latah menganggap mereka progresif. Karena
penasaran, saya pun meminta lagu Radiohead ke kawan
82
saya, dan kebetulan tidak ada yang punya. Keadaan ini
membuat saya tertarik untuk mendengarkan Radiohead
dan mencari informasi tentang mereka. Saya saat itu
masih duduk di SMA kelas 2 ketika mendengarkan
Radiohead, karena informasi tentang musik di tempat
saya sangatlah terbatas. Sebagai penikmat musik yang
sangat awam saya mengakui keterbatasan referensi
musik yang saya dengarkan.
Setelah mendapatkan album Radiohead di toko
kaset daerah Kendal, saya ingat waktu itu seharga Rp
15.000 sepulang sekolah. Di toko kaset tersebut tersedia
dua album kaset Radiohead yaitu OK Computer dan The
Bends. Saya memilih OK Computer karena sampulnya
terlihat lebih bagus dibandingkan The Bends. Jadi,
album yang saya dengarkan adalah OK Computer dan
setelah saya dengarkan, agak aneh dikuping karena
sewaktu SMA saya mendengarkannya musik pop
Indonesia dan musik melayu saat itu sedang booming.
Maka dari itu, saya merasa ada penolakan dalam diri
saya terhadap musik kualitas internasional tersebut.
Karena sudah terbeli, saya setel di radio setiap pagi hari
sebelum sekolah, dan lama-lama kuping saya mulai
terbiasa.
83
Saya dengarkan secara terus menerus setiap hari
dalam waktu enam bulan, dan akhirnya cukup kena di
kepala saya. Tanggapan saya tentang album ini mungkin
sangatlah mainstream dan terlalu awam buat warga
masyarakat biasa. Akan tetapi, saya akan coba
memberikan gambaran apa yang saya ketahui dan
rasakan terhadap album OK Computer ini. Setelah
khatam OK Computer, saya mencoba mencari album
lama Radiohead yang berjudul Pablo Honey dan The
Bends di warung internet. Karena, untuk sekadar
mengunduh ilegal, itu yang saya lakukan sewaktu SMA
dulu karena keterbatasan uang.
Pablo Honey dan The Bends terdengar sangat
kental nuansa grunge, mungkin karena terpengaruh
kepada era seattle sound yang waktu itu sangat
mendominasi. Pada tahun 1993 lebih tepatnya Pablo
Honey sangat kental nuansa british rock dengan distorsi
yang kencang. Yang menjadi primadona saya sewaktu
itu adalah Creep, Anyone Can Play Guitar dan Stop
Whispering. Album Pablo Honey sangatlah berbeda
sekali dengan OK Computer. Saya semakin tertarik,
kenapa band ini bisa berubah sedrastis ini. Maka dari itu,
saya mencari album tepat sebelum OK Computer, yaitu
The Bends.
84
Hasilnya, setelah saya dengarkan hasilnya sama
saja. masih terdapat nuansa grunge dan masih dengan
sound gitar berat dan saya dengar lebih bersih. Akan
tetapi, yang membedakan album The Bends dengan
Pablo Honey adalah adanya sedikit eksplorasi musik
mengawang pada album The Bends di lagu Planet Telex
dan Street Spirit. Inilah yang saya nyatakan sebagai lagu
cikal bakal album OK Computer. Musik mengawang,
dengan pola lagu yang tidak mengikuti standar intro-
bridge-reff, dan cukup bebas.
Eksplorasi saya berlanjut secara mendalam
terhadap album setelah OK Computer. Dan masih saya
teliti ternyata perbedaannya sangatlah besar, namun
masih terdapat nuansa rock pada nomor Airbag,
Electioneering dan Lucky. Mereka adalah sisa dari
evolusi The Bends yang masih cukup tersisa di album OK
Computer. Observasi yang sekarang dipertajam adalah,
apakah itu setelah OK Computer?.
KID A, dengan sound yang tidak menggunakan
peralatan band standar terdengar jelas. Musik elektronik
dan sesekali terdengan seperti di dalam klub malam.
Everything In Its Right Place dan sembilan lagu
peranakan di album ini sangatlah berbeda jauh dengan
The Bends. Mungkin Radiohead bosan dengan musik
85
lamanya, ataukah mereka gemar bereksplorasi, entahlah
itu. Saya hanya mengamati dengan sudut pandang
penikmat amatir saja.
Musik yang mengawang seperti serpihan pesan
dari galaksi lain, seperti itulah KID A sangat progresif
dan dimanakah letak rock-nya?. Sebagai penikmat
amatir saya langsung mendefinisikan sendiri
berdasarkan satu buah majalah bekas yang saya beli
seharga Rp 5.000 tersebut. Peringkat pertama hingga
peringkat sepuluh dari artis terbesar sepanjang sejarah
adalah mereka yang menjadi pionir dari eranya. Mereka
dianggap sebagai dedengkot rock karena yang
meletakkan dasar musik bagi pengikut-pengikutnya.
Melihat fenomena album KID A yang sangat
eksploratif ini, saya dapat mendefinisikan rock
berdasarkan konsep pionir tadi. Awalnya saya
menganggap bahwa KID A sangat bukan rock, ternyata
rock adalah sebuah kemampuan rombakan secara
menyeluruh. Jika menggunakan konsep dalam teori
sosial, konsep rock mungkin sama dengan
“dekonstruksi”. Selama dapat mendekonstruksi suatu
struktur yang ada, maka anugerah rock dapat diberikan
kepada orang yang berhasil mendekonstruksi.
86
Kesimpulan yang saya dapatkan dari KID A,
adalah materi yang sangat dekonstruktif dan inilah
Radiohead yang sebenarnya. Selain itu, album Pablo
Honey dan The Bends adalah juga sangat Radiohead
Radiohead, karena mereka konsisten mengikuti
konstruksi musik yang saat itu sedang berkembang, dan
mereka berhasil. Meskipun Pablo Honey dan The Bends
bukan musik asli yang dimankian Radiohead secara
eksploratif, mereka dapat menjalankan musik populer
dengan baik dan cukup progressif.
Sedangkan album OK Computer itu sendiri adalah
album yang sangat bukan Radiohead secara sempurna.
Saya melihat dalam kacamata pengamat amatir
menjelaskan album ini terdengar labil dan masih dalam
pencarian ke dalam titik yang diharapkan. Pada konteks
album radiohead dari Pablo Honey sampai dengan The
King of Limbs, dapat dikatakan era transisi dari
konstruktif menjadi dekonstruktif menurut teori sosial
yang diterapkan dalam musik. Meskipun banyak dari
media populer menjelaskan OK Computer album
terbaiknya Radiohead, saya tetap percaya itu. Akan
tetapi menurut saya, OK Computer adalah sebuah
proses untuk menuju KID A alias rock pionir ciptaan
87
mereka sendiri dan dia melebur ke dalam antara The
Bends dan KID A.
88
BAB 10
Homicide, Suara Mahasiswa, Dan Kolom Opini
Tentang Fasis
89
Bagi penggemar musik hip-hop lokal, siapa yang
tidak kenal Homicide? Hampir setiap mahasiswa yang
gemar dengan wacana kritis tentunya tahu mengenai
album fenomenal Tha Nekrophone Dayz. Saya sendiri
baru tahu akan Homicide saat awal masuk kuliah
pertama. Waktu itu pada tahun akhir 2010 saya baru
mendengarkan rima-rima cerdas, kritis dan full wacana
milik Homicide. Orasi-orasi mereka pada lagu “Tantang
Tirani” pun menjadi penggugah semangat bagi saya
yang waktu itu masih berstatus sebagai mahasiswa
baru. Bahkan semua lirik yang tidak bisa saya cerna pun
menjadi hal yang keren bagi saya yang baru mengenal
wacana-wacana internasional dengan balutan rima.
Awalnya, saya memang bukanlah penggemar
hip-hop. Mendengarkan musiknya saja jarang, maka dari
itu saat teman saya gempar akan Homicide yang
statusnya sama dengan saya sebagai mahasiswa baru,
rima Homicide tidak menarik perhatian saya. Seringkali
teman saya menyuruh saya mendengarkan lagu-lagu
mereka dikarenakan penyampaiannya sangat jenius,
saat kami selesai berdiskusi tentang topik yang sangat
sok tahu. Teman saya juga sempat berkata jika
seandainya ada konser mereka, maka dia akan
merelakan diri menonton meskipun keluar provinsi. Kami
90
yang anak perantauan dari Jawa Tengah memang
memiliki keterbatasan biaya untuk menonton konser
musik, apalagi konser musik yang kami anggap biasa
saja. Akan tetapi teman saya ini tetap bersikeras dan
berjanji akan nonton. Hal ini menandakan bahwa
Homicide ini cukup spesial, karena saya tahu bahwa
teman saya tidak akan mengeluarkan uangnya jika
bukan untuk hal yang penting.
Saya juga saat mendengarkan lagu yang sekilas
disetel dengan loud speaker lewat HP teman saya
merasakan bahwa ini bukan hip-hop. Saya awalnya
mengira adalah band metal dengan sedikit rap
ditengahnya. Lagu yang pertama saya dengarkan adalah
“Tantang Tirani” yang suara gitarnya khas nuansa metal.
Melihat sikap teman saya yang sebegitu sering
mendengarkan rima-rima Homicide itu, sampai akhirnya
saya juga penasaran juga dengan grup rap kolektif
tersebut. Meskipun mereka sudah bubar sejak tahun
2007 tersebut, tidak membuat rasa penasaran saya
hilang.
Penelusuran di internet akhirnya saya dapatkan
dan mendapati album mereka yang berjudul Tha
Nekrophone Dayz termasuk salah satu album terbaik
Indonesia versi majalah Rolling Stone Indonesia. Saya
91
juga mendapati bahwa salah satu pentolan mereka
bernama Ucok alias Morgue Vanguard alias Herry
Sutresna. Mereka mengeluarkan album pertama, kedua
dan langsung bubar, dan berbagai artikel memuat
gambar album mereka yang terlihat ada seorang
penggali kubur dengan boombox di depannya dengan
ekspresi menangis dengan membawa cangkul. Saya
merasa album ini terkesan mistis dan musiknya akan
terdengar horor.
Selanjutnya saya menjelajahi laman kaskus dan
menemukan obrolan menarik seputar Homicide ini.
Berbagai fans yang ikut dalam diskusi membuat saya
senang membaca pembicaraan mereka dalam forum.
Mereka juga menyebutkan lagu-lagu mereka serta
mendeskripsikan arti lagu tersebut sesuai dengan
pengetahuan mereka. Tidak lupa, dalam forum tersebut
dishare lirik lagu mereka yang saya menganggapnya
cukup panjang dan gila. Saya membaca lirik “Tantang
Tirani” pun menjadi bergidik saat berbagai upaya
melawan hegemoni pemerintahan yang disebutkan satu
persatu dalam berbagai daerah di dunia. Maka dari itu,
saya langsung mencari lagu tersebut dan mengunduh
secara ilegal lagu “Tantang Tirani”.
92
Setiap malam saya putar lagu tersebut, terutama
pada pukul dua dini hari membuat suasana mistis
menjadi harmonis terhadap rima-rima Homicide. Saya
pelajari kata per kata, kalimat per kalimat, dan akhirnya
saya mulai suka dengan musik dan lagu mereka. Benar-
benar gila ini musik hip-hop, saya terkagum-kagum dan
benar-benar norak sekali saya baru suka hip-hop dan
wacana-wacana internasional ini. Bahkan saya sedikit
mencoba menghafalnya agar terlihat keren jika bisa nge-
rap dengan bahasa berat. Dan, usaha tersebut tidak
berhasil dan malah membuat intonasi dan pengucapan
saya terdengar seperti suara cucian yang sedang dibilas.
Penjelajahan masih berlanjut, dan akhirnya saya
menemukan lagu mereka yang paling fenomenal
menurut diskusi di laman kaskus. Judul lagu mereka
adalah “Puritan” yang bercerita tentang militansi agama
yang dekat dengan kefasisan. Menurut saya artinya
kurang lebih seperti itu, dan hal tersebut membuat
album ini juga dilarang beredar ke Malaysia. Informasi
yang saya dapatkan di laman kaskus tersebut juga
menjelaskan bahwa lagu “Puritan” Homicide juga
dilawan oleh salah satu rapper yang bernama Thufail Al
Ghifari yang melawan dengan lagu dengan musik yang
cukup sama akan tetapi dengan lirik yang berbeda. Maka
93
dari itu saya mengunduh secara ilegal kembali lagu
Homicide – Puritan (Godbless Facist) dan Thufail Al
Ghifari – Puritan (Homicide Is Dead).
Jika dalam lagu Puritan (Godbless Facist)
Homicide menyatakan perlawanan terhadap kaidah-
kaidah agama dengan berbagai wacana, maka Thufail Al
Ghifari melawan dengan tetap mempertahankan kaidah
agama. Pertarungan lagu dengan tema yang sangat
kontras ini membuat saya penasaran dengan apa makna
dari sebuah fasis tersebut. terlepas perdebatan mereka
mengenai isi lagu masing-masing, saya yang saat itu
masih belajar Pengantar Sosiologi masih belum dapat
apa-apa mengenai teori fasis. Berbagai cerita dari teman
kampus saya menjelaskan bahwa Adolf Hitler adalah
simbol kefasisan dan fasis tersebut dapat
menghegemoni masyarakat.
Pencarian mengenai definisi fasis pun saya
tanyakan ke teman saya yang berkuliah di filsafat,
sastra, politik, hukum, dan kriminologi. Saya tidak
mencari definisi dalam textbook karena saya pasti
mengantuk jika membaca buku. Maka dari itu saya
memilih berdiskusi dengan rekan-rekan kampus untuk
mengetahui makna dari sebuah fasis yang membuat
lagu yang sedang saya gandrungi tersebut
94
diperdebatkan habis-habisan. Sebagai mahasiswa yang
dalam kondisi labil pemikiran, saya bahkan tidak bisa
membedakan manakah wacana yang benar diantara
perdebatan lagu Puritan tersebut. Hal pertama yang
harus saya lakukan adalah apa maksud yang dimaksud
dalam lagu “Puritan” tersebut. Meskipun berbagai media
telah banyak yang menyatakan bahwa lagu itu tentang
Front Pembela Islam (FPI).
Berberapa teman diskusi saya di kampus pun
sepakat bahwa segerombolan militan agama tersebut
memang fasis setelah mendengarkan lagu “Puritan”
yang saya berikan. Diskusi saya dengan teman-teman
sekitar masalah fasis ini berlangsung lama dan tidak
menentu.
Saat semester empat, pada bulan Februari 2012,
saya berdiskusi mengenai fasis dan militansi agama di
Jakarta yang menjadi tema, dan saya mencatat hal-hal
penting di laptop saya. Saya menemukan berbagai
alasan dan awal munculnya fasisme dari seorang dosen
sosiologi.
Di sela-sela saya mengikuti diskusi tersebut,
iseng-iseng saya mendengarkan lagu “Puritan” kembali
dengan menggunakan headset, sambil membuat lima
paragraf tulisan mengenai isi diskusi ini. Saat itu tema
95
diskusi mengenai “Indonesia Tanpa FPI” dan saya cukup
antusias mendengarkan diskusi dan presentasi dari
berbagai narasumber yang sampai saya lupa namanya.
Karena ruangan diskusinya penuh, saya di tengah
diskusi keluar dan kembali ke kelas saya yang memang
ada kuliah.
Selang enam bulan berlalu, saat itu saya sedang
iseng membaca koran online Seputar Indonesia dan
membaca kolom opini dari pakar. Tepat pada kolom
opini tersebut, tersedia kolom untuk mahasiswa agar
mengirimkan artikel sebanyak 350 kata. Cukup singkat
untuk sebuah opini, namun kita harus merangkainya
secara efisien dan agar pembaca juga cepat mengerti.
Selain itu mungkin keterbatasan kolom membuat opini
harus dirangkai sesederhana mungkin. Karena waktu itu
saya membaca koran pada pukul sepuluh malam dan
saya sudah mengantuk, maka saya secara iseng-iseng
mengirim aritikel yang menjadi catatan saya pada waktu
diskusi tentang “Indonesia Tanpa FPI” tersebut.
Kebetulan, tema suara mahasiswa edisi 1-9
September 2012 adalah Intoleransi Beragama dan
Ketegasan Pemerintah. Tepat sekali dengan catatan
saya yang waktu itu saya buat, maka dari itu keesokan
96
harinya pada hari senin 10 November 2012 tulisan saya
dimuat di harian Seputar Indonesia.
Ini adalah cuplikan beritanya:
Kekerasan dan Fasisme Pemerintah
Monday, 10 September 2012
98
mengirimnya ke redaksi, sehingga tulisannya benar-
benar seperti apa yang saya kirimkan. Bahkan lirik lagu
„”Puritan” pun masuk kedalam artikel tersebut. Seperti
“tanpa label agama pun fasis tetaplah fasis” belum
sempat saya edit. Hal ini yang membuat saya merasa
kurang nyaman, karena saya tidak mencantumkan siapa
penulisnya dan dari mana asalnya. Bahkan pasti
penggemar Homicide pun akan menganggap saya
plagiat dan menyalahi kode etik penulisan. Saya sadar
akan hal ini, karena ini murni dari kelalaian saya.
Hal ini dikarenakan saat saya menulis artikel ini
sembari mendengarkan lagu “Puritan” dan sedang dalam
diskusi “Indonesia Tanpa FPI” jadi memang awalnya
saya menulis tulisan ini bukan untuk artikel, melainkan
hanya untuk catatan saja. Hal yang lebih ekstrim lagi di
akhir artikel saya yang menjelaskan “Jadi,dengan
demikian kita setuju bahwa fasis yang baik adalah fasis
yang mati”.
Istilah fasis yang baik adalah fasis yang mati
adalah slogan khas Homicide yang belum juga saya edit.
Hal ini juga membuat kaget teman saya yang
mengenalkan saya pada lagu Homicide pada awal kuliah
tersebut menyadari saya menulis artikel dengan lirik lagu
“Puritan” Homocide.
99
Terlepas dari kelalaian saya tersebut dalam
mengedit tulisan, saya akan menyimpulkan terkait
fasisme yang saya dapatkan dalam waktu 1,5 tahun.
Kesimpulannya sangat sederhana dan saya tidak
menyangka tulisan ini juga cukup diapresiasi oleh dosen
sosiologi karena aplikasi teorinya. Fasis merupakan
kecenderungan ideologi pemerintah dengan kemampuan
hegemoni yang begitu kuat. Terlepas dari definisi saya
ini tepat atau salah, yang terpenting bagi saya adalah
petualangan dalam mencari definisi tidaklah pernah
berakhir dan akan terus berlanjut. Saya juga menyadari
bahwa di dalam sebuah lirik pun akan membuat saya
yang awalnya tidak menggubris menjadi terbawa oleh
petualangan wacana-wacana yang diangkat dalam lirik
lagu sekalipun.
100
Harap Diperhatikan
*Judul diambil dari lagu milik Led Zeppelin
101
Catatan:
102