Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka dalam penelitian ini mencakup (a)


evaluasi, (b) peran kepala sekolah, (c) profesionalisme guru, (d)
bentuk kompetensi Guru.

2.1 Evaluasi

A. Pengertian Evaluasi
Evaluasi berasal dari kata evaluation yang artinya suatu
upaya untuk menentukan nilai atau jumlah. Kata-kata yang
terkandung didalam defenisi tersebut pun menunjukkan
bahwa kegiatan evaluasi harus dilakukan secara hati-hati,
bertanggung jawab, menggunakan strategi, dan dapat
dipertanggung jawabkan. Evaluasi dilaksanakan untuk
menyediakan informasi tentang baik atau buruknya proses
dan hasil kegiatan. Evaluasi lebih luas ruang lingkupnya dari
pada penilaian, sedangkan penilaian lebih terfokus pada
aspek tertentu saja yang merupakan bagian dari lingkup
tersebut.

Arikunto dkk (2010 : 1-2) mengatakan evaluasi sebagai


sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa
kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya
tujuan. Defenisi lain dikemukakan oleh Stutflebeam dalam
Arikunto dan Jabar mengatakan bahwa, evaluasi merupakan
proses penggambaran, pencarian dan pemberian informasi

10
yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam
menentukan alternatife keputusan.
Pengertian evaluasi lebih dipertegas lagi oleh Sudjana
(2006 : 191) sebagai proses memberikan atau menentukan
nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria
tertentu. Lebih lanjut Arifin zainal (2010 : 31) mengatakan
evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil
(produk). Hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi adalah
sesuatu kualitas yang menyangkut tentang nilai atau arti,
sedangkan kegiatan untuk sampai pada pemberian nilai dan
arti itu adalah evaluasi. Hal yang senada juga disampaikan
oleh Purwanto (2010 : 42) bahwa kegiatan evaluasi merupakan
proses yang sistematis. Evaluasi merupakan kegiatan yang
terencana dan dilakuakan secara berkesinambungan.

B. Pengertian Peran Kepala Sekolah


Veitzhal Rivai dan Sylvian Murni (2009 : 145)
menjelaskan peran adalah perilaku yang diatur dan
diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu. Berarti
bahwa peran adalah perangkat tingkah laku yang diharapkan
dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat atau
sebuah lembaga. Dalam hal ini, kepala sekolah perlu
menjalankan perannya sesuai dengan hak dan kewajibannya.
Wahjosumidjo (2002 : 88) kata Kepala Sekolah terdiri dari
dua kunci yaitu “Kepala” dan “Sekolah”. Kepala berarti ketua
atau pemimpin dalam sebuah organisasi atau lembaga.
Sedangkan Sekolah adalah sebuah lembaga tempat menerima
dan memberi pelajaran. Dengan demikian dapat diambil
kesimpulan yang sederhana bahwa Kepala Sekolah berarti

11
seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas memimpin
suatu lembaga pendidikan dimana terjadi proses belajar
mengajar.
2.2 Peran Kepala Sekolah

Wahjosumidjo (2001 : 81) mengatakan kedudukan Kepala


Sekolah adalah kedudukan yang sangat sulit. Pada satu pihak
ia adalah orang atasan karena ia diangkat oleh atasan, pada
lain pihak ia adalah wakil guru-guru atau stafnya, ia adalah
suara dan keinginan guru-guru. Peran utama kepala sekolah
sebagai pemimpin pendidikan adalah menciptakan situasi
belajar mengajar sehingga guru-guru dapat mengajar dan
murid-murid dapat belajar dengan baik. Dalam melaksanakan
peran tersebut, kepala sekolah memiliki tanggung jawab
ganda yaitu melaksanakan administrasi sekolah sehingga
tercipta situasi belajar mengajar yang baik, dan melaksanakan
supervisi sehingga guru-guru bertambah dalam menjalankan
tugas-tugas pengajaran dan dalam membimbing pertumbuhan
murid-murid.
Hendiyat Seotopo dan Wasty Soemanto (1988 : 19-20)
mengatakan kepala sekolah harus mampu menciptakan
situasi mengajar yang baik. Ini berarti bahwa ia harus mampu
mengelola “school plant”, pelayanan-pelayanan khusus
sekolah, dan fasilitas-fasilitas pendidikan sehingga guru-guru
dan murid-murid memperoleh kepuasan menikmati kondisi-
kondisi kerja; mengelola personalia pengajar dan murid;
membina kurikulum yang memenuhi kebutuhan anak; dan
mengelola catatan-catatan pendidikan. Kesemuanya ini

12
diharapkan, agar ia dapat memajukan program pengajaran di
sekolahnya.
Soekarto Indrafachrudi (1998 : 45) mengatakan dalam
dunia pendidikan, peran kepala sekolah sangat menentukan
dalam memperlancar kegiatan belajar mengajar (KBM).
Perannanya bukan hanya menguasai teori-teori
kepemimpinan, lebih dari itu seorang kepala sekolah harus
bisa mengimplementasikan kemampuannya dalam aplikasi
teori secara nyata. Untuk itu seorang kepala sekolah sudah
sepatutnya memiliki ilmu pendidikan secara menyeluruh.
Mulyasa (2005 : 98-104) menjelaskan bahwa untuk
mendorong visinya dalam meningkatkan kualitas tenaga
kependidikan kepala sekolah harus mempunyai peran sebagai
berikut:

1. Kepala sekolah sebagai leadership, harus mampu


memberikan petunjuk dan pengawasan, meningkatkan
kemauan tenaga kependidikan, membuka komunikasi
dua arah dan mendelegasi tugas. Gaya kepemimpinan
kepala sekolah seperti apakah yang dapat menumbuh-
suburkan kreativitas sekaligus dapat mendorong
terhadap peningkatan kompetensi guru. Dalam teori
kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya
kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang berorientasi
pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada
manusia. Dalam rangka meningkatkan kompetensi
guru, seorang kepala sekolah dapat menerapkan kedua
gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel,
13
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada.
Kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan
kepribadian dan kepribadian kepala sekolah sebagai
pemimpin akan tercermin dalam sifat-sifat sebagai
barikut: (1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4)
berani mengambil resiko dan keputusan; (5) berjiwa
besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan.

2. Kepala sekolah sebagai supervisor harus mampu


melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian
untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan.
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu
melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala
sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang
dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas
untuk mengamati proses pembelajaran secara langsung,
terutama dalam pemilihan dan penggunaan metode,
media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam
proses pembelajaran. Dari hasil supervisi ini, dapat
diketahui kelemahan sekaligus keunggulan guru dalam
melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan
kompetensi guru yang bersangkutan, selanjutnya
diupayakan solusi, pembinaan dan tindak lanjut
tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan
yang ada sekaligus mempertahankan keunggulannya
dalam melaksanakan pembelajaran. Jones dkk.
sebagaimana disampaikan oleh Sudarwan Danim (2002)
mengemukakan bahwa “menghadapi kurikulum yang
14
berisi perubahan-perubahan yang cukup besar dalam
tujuan, isi, metode dan evaluasi pengajarannya, sudah
sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan
bimbingan dari kepala sekolah mereka”. Dari ungkapan
ini, mengandung makna bahwa kepala sekolah harus
betul-betul menguasai tentang kurikulum sekolah.
Mustahil seorang kepala sekolah dapat memberikan
saran dan bimbingan kepada guru, sementara dia
sendiri tidak menguasainya dengan baik.

3. Kepala sekolah sebagai motivator, harus memiliki


strategi yang tepat untuk memotivasi para tenaga
kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan
fungsinya. Budaya dan iklim kerja yang kondusif akan
memungkinkan setiap guru lebih termotivasi untuk
menunjukkan kinerjanya secara unggul, yang disertai
usaha untuk meningkatkan kompetensinya. Oleh
karena itu, dalam upaya menciptakan budaya dan iklim
kerja yang kondusif, kepala sekolah hendaknya
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) para
guru akan bekerja lebih giat apabila kegiatan yang
dilakukannya menarik dan menyenangkan, (2) tujuan
kegiatan perlu disusun dengan dengan jelas dan
diinformasikan kepada para guru sehingga mereka
mengetahui tujuan dia bekerja, para guru juga dapat
dilibatkan dalam penyusunan tujuan tersebut, (3) para
guru harus selalu diberitahu tentang dari setiap
pekerjaannya, (4) pemberian hadiah lebih baik dari
15
hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga
diperlukan, (5) usahakan untuk memenuhi kebutuhan
sosio-psiko-fisik guru, sehingga memperoleh kepuasan.
Motivasi ini dapat ditumbuhkan melalui pengaturan
lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja, disiplin,
dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan
berbagai sumber belajar melalui pengembangan Pusat
Sumber Belajar (PSB).

4. Kepala sekolah sebagai inovator, harus memiliki strategi


yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis
dengan lingkungan, mencari gagasan baru,
mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan
kepala seluruh tenaga kependidikan di sekolah dan
mengembangkan model-model pembelajaran yang
inovatif. Dalam menerapkan prinsip-prinsip
kewirausaan dihubungkan dengan peningkatan
kompetensi guru, maka kepala sekolah seyogyanya
dapat menciptakan pembaharuan, keunggulan
komparatif, serta memanfaatkan berbagai peluang.
Kepala sekolah dengan sikap kewirauhasaan yang kuat
akan berani melakukan perubahan-perubahan yang
inovatif di sekolahnya, termasuk perubahan dalam hal-
hal yang berhubungan dengan proses pembelajaran
siswa beserta kompetensi gurunya. Sejauh mana kepala
sekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas, secara
langsung maupun tidak langsung dapat memberikan
kontribusi terhadap peningkatan kompetensi guru, yang
16
pada gilirannya dapat membawa efek terhadap
peningkatan mutu pendidikan di sekolah.

5. Kepala sekolah sebagai Manajer, yang pada hakekatnya


merupakan suatu proses merencanakan,
mengorganisasikan, melaksanakan, memimpin, dan
mengendalikan usaha para anggota organisasi serta
mendayagunakan seluruh sumber daya organisasi
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas
yang harus dilakukan kepala sekolah adalah
melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan
pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala
sekolah seyogyanya dapat memfasiltasi dan memberikan
kesempatan yang luas kepada para guru untuk dapat
melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui
berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan, baik yang
dilaksanakan di sekolah, seperti MGMP/MGP tingkat
sekolah, in house training, diskusi profesional dan
sebagainya, atau melalui kegiatan pendidikan dan
pelatihan di luar sekolah, seperti: kesempatan
melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai
kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain.

6. Kepala sekolah sebagai edukator (pendidik), meliputi


pembinaan mental, pembinaan moral dan pembinaan
fisik bagi tenaga kependidikan. Kegiatan belajar
mengajar merupakan inti dari proses pendidikan dan
17
guru merupakan pelaksana dan pengembang utama
kurikulum di sekolah. Kepala sekolah yang
menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap
pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar
mengajar disekolahnya tentu saja akan sangat
memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki
gurunya, sekaligus juga akan senantiasa berusaha
memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat
secara terus menerus meningkatkan kompetensinya,
sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan
efektif dan efisien.

Wahjosumidjo (2002 : 89-93) mengatakan peran khusus


kepala sekolah ini tidak terlepas dari ilmu pendidikan di
dalam melaksanakan peranan-peranannya sebagaimana
diungkapkan oleh Harry Mintzberg yang secara jelas
mengungkapkan ada tiga peranan seorang pemimpin, yaitu;
interpersonal roles, informational roles dan decisional roles.

a) Peranan hubungan antar perseorangan (interpersonal roles)


Peran ini timbul akibat otoritas formal dari seorang
manajer, meliputi:
- Figurehead (lambang), berarti lambang dengan
pengertian sebagai kepala sekolah sebagai lambang
sekolah.
- Leadership (kepemimpinan), berarti kepala sekolah
adalah pemimpin untuk menggerakkan seluruh
sumber daya yang ada disekolah sehingga dapat
18
melahirkan tenaga kerja dan produktivitas yang
tinggi untuk mencapai tujuan.
- Liasion (penghubung), berarti kepala sekolah
menjadi penghubung antara kepentingan kepala
sekolah dengan kepentingan lingkungan
di luar sekolah. Sedangkan secara internal kepala
sekolah menjadi perantara antara guru, staf dan
siswa.
b) Peranan informasional (informatinal roles)
- Sebagai monitor, berarti kepala sekolah selalu
mengadakan pengamatan terhadap lingkungan
karena kemungkinan adanya informasi-informasi
yang berpengaruh terhadap sekolah.
- Sebagai disseminator, berarti kepala sekolah
bertanggung jawab untuk menyebarluaskan dan
membagi-bagi informasi kepada para guru, staf, dan
orang tua murid.
- Sebagai Spokesman, berarti Kepala sekolah
menyabarkan informasi kepada lingkungan di luar
yang dianggap perlu.
c) Peranan sebagai pengambil keputusan (decisional roles)
Ada empat macam peran sekapala sekolah sebagai
pengambil keputusan, yaitu:
- Enterpreneur, kepala sekolah selalu berusaha
memperbaiki penampilan sekolah melalui berbagai
macam pemikiran program-program yang baru serta

19
melakukan survey untuk mempelajari berbagai
persoalan yang timbul di lingkungan sekolah.
- Orang yang memperhatikan gangguan
(disturbancehandler), kepala sekolah harus mampu
mengantisipasi gangguan yang timbul dengan
memperhatikan situasi dan ketepatan keputusan
yang diambil.
- A negotiator roles, kepala sekolah harus mampu
untuk mengadakan pembicaraan dan musyawarah
dengan pihak luar dalam memenuhi kebutuhan
sekolah.

2.2 Profesionalisme Guru


A. Pengertian Profesionalisme
Syaiful Sagala (2005 : 198) mengemukakan bahwa
profesional berasal dari bahasa latin yaitu “profesia”, yang
mengandung arti pekerjaan, keahlian, jabatan, jabatan guru
besar. Sedangkan Javis (1983) menjelaskan profesional dapat
diartikan bahwa seorang yang melakukan suatu tugas profesi
juga seorang yang melakukan suatu tugas profesi juga sebagai
seorang ahli (expert) apabila dia secara spesifik
memperolehnya dari belajar.
Moh. Uzer Usman (2002 : 11) menyatakan bahwa kata
“profesional” berasal dari kata sifat berarti pencaharian dan
sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai
keahlian seperti guru, dokter dan sebagainya. Dengan kata
lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang

20
hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus
dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan
oleh mereka yang karena tidak dapat memeperoleh pekerjaan
itu.
Moh. Uzer Usman (2002 : 13) mengatakan
profesionalisme diartikan sebagai mutu, kualitas, yang
merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional.
Sedangkan profesionalisme sendiri berasal dari kata
professien. Profesi mengandung arti yang sama dengan kata
occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang
diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus. Dengan
kata lain, profesi dapat diartikan sebagai suatu bidang
keahlian yang khusus untuk menangani lapangan kerja
tertentu yang membutuhkannya.
Moh. Uzer Usman (2002 : 15) mengemukakan syarat
khusus untuk profesi yaitu:
a. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan
konsep dan teori ilmu pengetehuan yang mendalam.
b. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang
tertentu sesuai dengan profesinya.
c. Menuntut adanya tingkat keguruan yang memadai.
d. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan
dari pekerjaan yang dilaksakannya.
e. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan
dinamika kehidupan.
Melihat beberapa definisi di atas maka profesionalisme
dapat diartikan sebagai mutu atau kualitas, yang merupakan

21
ciri dari suatu profesi atau orang yang melakukan suatu tugas
profesi atau jabatan profesional bertindak sebagai pelaku
untuk kepentingan profesinya dan juga sebagai ahli (expert)
apabila ia secara spesifik memperoleh keahlian dari belajar.

B. Profesionalisme Guru
Suparlan (2006 : 20-21) mengatakan guru adalah salah
satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Betapa
bagusnya sebuah kurikulum (official), hasilnya sangat
bergantung pada apa yang dilakukan guru di luar maupun di
dalam kelas (actual). Berangkat dari permasalahan tersebut
maka profesionalisme keguruan dalam mengajar sangat
diperlukan. Guru sebagai pendidik profesional mempunyai
citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan
kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau
teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan
melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari,
apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak.
Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan
pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada anak
didiknya, dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara
serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta
anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat
luas.
Seotjipto dan Rafliks Kosasi (2004 : 42) mengatakan
walaupun segala perilaku guru selalu diperhatikan
masyarakat, tetapi yang akan dibicarakan dalam bagian ini

22
adalah khusus perilaku guru yang berhubungan dengan
profesinya. Hal ini berhubungan dengan bagaimana pola
tingkah laku guru memahami, menghayati, serta
mengamalkan sikap profesionalnya. Pola tingkah laku guru
yang berhubungan dengan itu akan dibicarakan sesuai
dengan sasarannya, yakni sikap profesional keguruan
terhadap: (1) peraturan perundang-undangan, (2) Organisasi
profesi, (3) teman sejawat, (4) anak didik, (5) tempat kerja, (6)
pemimpin, dan (7) pekerjaan.
Suparlan (2006 : 26) mengatakan profesi kependidikan,
khususnya profesi keguruan mempunyai tugas utama
melayani masyarakat dalam dunia pendidikan. Sejalan dengan
alasan tersebut, jelas kiranya bahwa profesioanlisasi
keguruan mengandung arti peningkatan segala daya dan
usaha dalam rangka pencapaian secara optimal layanan yang
akan diberikan kepada masyarakat.
Mulyasa (2005 : 187) mengatakan untuk meningkatkan
kompetensi guru, perlu dilakukan suatu sistem pengujian
terhadap kompetensi guru. Sejalan dengan kebijakan otonomi
daerah telah melakukan uji kompetensi guru, mereka
melakukannya terutama untuk mengetahui kemampuan guru
di daerahnya, untuk kenaikan pangkat dan jabatan, serta
untuk mengangkat kepala sekolah dan wakil kepala sekolah.
Uji konpetensi guru dapat dilakukan secara nasional, regional,
maupun lokal.
Secara nasional dapat dilakukan oleh pemerintah pusat
untuk mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru,
dalam kaitannya dengan pembangunan pendidikan secara
23
keseluruhan. Secara regional dapat dilakukan oleh
pemerintah provinsi untuk mengetahui kualitas dan standar
kompetensi guru, dalam kaitannya dengan pembangunan
pendidikan di provinsi masing-masing. Sedangkan secara
lokal dapat dilakukan oleh daerah (kabupaten dan kota) untuk
mengetahui kualitas dan standar kompetensi guru, dalam
kaitannya dengan pembangunan pendidikan di daerah dan
kota masing-masing.
Mulyasa (2005 : 189) Kompetensi keguruan meliputi
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi
profesional. Dalam banyak analisis tentang kompetensi
keguruan, aspek kompetensi kepribadian dan kompetensi
sosial umumnya disatukan. Hal ini wajar karena sosialitas
manusia (termasuk guru) dapat dipandang sebagai baik
pribadinya.
Mulyasa (2005 : 190) Merumuskan tiga kompetensi yang
harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional. Tiga
kompetensi tersebut yaitu:
a) Kompetensi profesional, artinya bahwa guru harus
memiliki pengetahuan yang luas serta dalam tentang
subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan,
serta penguasaan metodologis dalam arti memiliki
pengetahuan konsep teoritik, yang mampu memilih
metode yang tepat, serta mampu menggunakannya
dalam proses belajar-mengajar.
b) Kompetensi personal, artinya bahwa guru harus
memiliki sikap kepribadian yang mantap, sehingga
mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subjek.
24
Arti lebih terperinci adalah bahwa ia memiliki
kepribadian yang patut diteladani seperti yang
dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantoro: “Ing ngarso
sung tulodho, ing madyo mangun kurso, tutwuri
handayani”.
c) Kompetensi sosial, artinya bahwa guru harus
memiliki kemampuan berkomunikasi sosial, baik
dengan murid-muridnya maupun dengan sesama
teman guru, dengan kepala sekolah, dengan
pegawai, dan tidak lupa dengan anggota masyarakat.

Arikunto (1990 : 115) mengatakan salah satu dari tiga


kompetensi yang disebutkan ini akhirnya dirinci lebih kecil
karena dipandang penting dan harus bukan hanya dipahami
tetapi juga diraih oleh guru adalah kompetensi profesional.
Dalam kompetensi profesional, seorang guru dituntut
mempunyai kemampuan dasar keguruan sebagai berikut:
1) Guru dituntut menguasai bahan yang akan
diajarkan,
2) Guru mampu mengelola program belajar-mengajar,
3) Guru mampu mengelola kelas dengan baik,
4) Guru mampu menggunakan media dan sumber
pengajaran,
5) Guru menguasai landasan-landasan kependidikan,
6) Guru mampu mengelola interaksi belajar mengajar,
7) Guru mampu menilai prestasi belajar siswa untuk
kepentingan pengajaran,

25
8) Guru mengenal fungsi serta program pelayanan
bimbingan dan penyuluhan,
9) Guru mengenal dan mampu ikut menyelenggarakan
administrasi sekolah, dan
10) Guru memahami prinsip-prinsip penelitian
pendidikan dan mampu menafsirkan hasil-hasil
penelitian pendidikan untuk kepentingan
pengajaran.
Sedangkan berdasarkan undang-undang pemerintah No.
14 Tahun 2005 tentang kompetensi guru “kompetensi guru
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 meliputi kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesioanl yang diperoleh melalui pendidikan
profesi”.
2.3 Penelitian Sebelumnya

Penelitian yang berhubungan dengan evaluasi peran kepala


sekolah yang dilaksanakan sebelumnya diantaranya oleh:

1. Gatot Kuncoro (2008) hasil penelitian menyimpulkan


bahwa evaluasi peran kepala sekolah dalam
implementasi manajemen berbasis sekolah. Yaitu
menemukan bahwa; 1. Implementasi MBS, Kurang
insentif dan tegas dalam melakukakn sosialisasi
implementasi MBS, sehingga mengakibatkan tidak
semua warga sekolah memahami kebijakan kepala
sekolah yang menerapkan MBS, juga pemerintah dalam
hal ini Depag Kabupaten Bantul kurang maskimal

26
dalam pengembangan otonomi sekolah yang telah
menerapkan MBS. 2. Peran kepala sekolah cukup
dominan dalam manejerial. Kepala sekolah bersama-
sama warga dan komite sekolah menjalankan fungsi-
fungsi manajemen pendidikan. Tetapi ada peran-peran
kepala sekolah yang lain kurang intensif dilakukannya.
sehingga harus melakukan tindakan evaluasi untuk
mengetahui kekurangan atau kelemahan yang ada.

2. Irsan Abubakar (2010) hasil penelitian evaluasi peran


kepala sekolah sebagai motivator dalam peningkatan
profesinalisme guru, menemukan bahwa kualifikasi
guru. Untuk kualifikasi guru sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan bahwa guru telah mengajar
sesuai dengan bidang-bidangnya, namun demikan
masih terdapat beberapa orang guru yang honorer yang
mangajar tidak sesuai bidangnya. Kemudian kompetensi
guru, dalam penelitian penulis menemukan sebagian
kecil guru MTs. N belum menjalankan tugas sesuai
dengan empat kompentsi sebagaimana yang tertuang
dalam UU Guru dan dosen, terutama dalam hal
administrasi yang sala satu peran guru sebagai
administrator. Untuk kompetensi kepala sekolah
sebagai jaminan mutu pendidikan, kepala sekolah
memiliki standar kompentensi yang diatur dalam
Peraturan Mentri Pendidikn No.13 Tahun 2017. Maka
dari it empat kompetensi setidaknya harus dimiliki oleh
seorang kepala sekolah. Dari hasil penelitian ini penulis
27
menemukan bahwa kepala sekolah MTs kurang
memerankan peran dalam kompentsi manajerial.
Selanjutnya peran kepala sekolahs sebagai motivator.
Menemukan bahwa motivasi yang dilakukan oleh
kepala sekolah dalam upaya peningktan profesionalisme
guru yaitu mememnuhi kebutuhan dasar setiap guru
antara lain; memenuhi kebutuhan fisilogikal,
pengharapan, pengaturan lingkungan fisik, suasana
kerja, kerja sama, dan nilai spritual. Hal ini telah
dilakukan oleh kepala sekolah MTs. N dalam
peningkatan profesionalisme guru.

3. Dewi n soegara (2010) hasil penelitan evaluasi peran


kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas guru pada
kegiatan belajar. Dari hasil penelitian penulis
menemukan kualitas guru mampu menjadikan pendidik
dan pengajar yang baik, untuk menghasilkan anak didik
yang berkualitas. Sehingga ada peran yang penting oleh
seorang kepala sekolah dalam memberdayakan guru
antara lain; pelimpahan wewenang berdasarkan
kemampuan guru, mempermudah aturan,
menyelesaikan konflik dan hambatan lainnya untuk
mendukung tugas guru, memberikan arahan,
menghargai kontribusi setiap guru, memotivasi,
memfasilitasi guru dalam membuat perencanaan dan
pengambilan keputusan, tidak mengambil keputusan
yang menjadi kewenangan guru, memiliki inisiatif dan
siap menghadapi resiko menciptakan rasa aman dan
28
kepuasan bagi guru. Inilah tugas sebagai seorang
pemimpin , ia telah mampu membimbing, mengarahkan
serta meningkatkan kualitas guru-guru yang ada
disekolah yang dipimpinya.
4. Wahyudin (2011) hasil penelitian menyimpulkan bahwa
menurut persepsi guru bahwa evaluasi peran kepala
sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan
melaksanakan kompetensi manajerialnya terbukti
cukup mampu. Hal ini terbukti dalam perencanaan,
pelaksanaan perngoraganisasi, penyusunan tugas dan
wewenang dalam tanggung jawab, pengarahan pendidik,
penyusunan kurikulum, perbaikan sarana prasarana
dan meningkatkan prestasi belajar siswa, menunjukkan
bahwa kepala sekolah cukup optimal dalam
melaksanakannya. Akan tetapi ada beberapa hal kepala
sekolah harus melakukan evaluasi secara berkala,
sehingga ada peningkatan kemampuan individu yang
perlu ditingkatkan.

5. Masluyah Suib, ahmadi M. Syukri (2012) hasil


penelitian menyimpulkan bahwa evaluasi peran kepala
sekolah sebagai pendidik dalam meningkatkan kinerja
mengajar guru. Yaitu menemukan bahwa; 1. peran
kepala sekolah sebagai pendidik dalam membimbing
guru menyusun perencanaan pembelajaran di SD Negeri
Kecamatan Delta Pawan, terutama dalam penyusunan
alokasi waktu, penyusunan program tahunan da
semester serta penyusunan silabus RPP berjalan semua
29
dengan optimal. 2. Peran kepala sekolah sebagai
pendidik dalam membimbing guru melaksanakan
pembelajaran berlangsung efekstif dalam meningkatkan
kinerja guru. 3. Peran kepala sekolah sebagai pendidik
dalam membimbing guru melaksanakan evaluasi
pembelajaran yang lebih khusus hasil evaluasi bagi
pembelajaran melalui kegiatan analisis hasil belajar
siswa.

30

Anda mungkin juga menyukai