Anda di halaman 1dari 43

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 latar belakang

Tanah merupakan bagian yang sangat utama dalam kestabilan konstruksi

bangunan. Kestabilan konstruksi perlu adanya daya dukung tanah yang

memiliki klasifikasi yang baik.

Menurut Bowles, 1991 (dalam Ditha Kurnia,dkk, 2021). Tanah lempung

adalah tanah yang mempunyai partikel-partikel tertentu yang menghasilkan

sifat-sifat plastisitas pada tanah bila di campur dengan air. Tanah lempung

dengan plastisitas tinggi, kohesifitas yang besar berakibat fluktuasi kembang

susut yang relatif besar. Kondisi tanah basah volume tanah akan mengembang

sehingga kuat gesernya akan rendah dan tanah akan lengket, sedangkan pada

kondisi kering akan mengalami retakan-retakan akibat tegangan susut dan

tanah dalam kondisi keras. Selain itu tanah lempung mempunyai volume pori

yang besar sehingga mempunyai berat isi dan sudut gesek yang kecil, hal ini

menyebabkan penambahan suatu beban dan konstruksi bangunan pada tanah

lempung tidak akan stabil.

Tanah yang tidak baik merupakan jenis tanah lempung dimana sering tidak

dipakai dan diganti dengan tanah yang lebih baik. Tanah lempung juga

mempunyai kadar air tinggi memiliki daya dukung yang relatif rendah dan

mempunyai sifat mengembang yang cukup besar bila jenuh air tinggi.

(Hermansyah dan Fynnisa Zebua, 2020)

Sifat – sifat tanah lempung yang perlu diperhatikan dalam suatu proyek

bangunan, yaitu permeabilitas, pemampatan dan kuat geser, sedangkan sifat

1
fisis, yaitu batas konsistensi, kadar air, ukuran butiran. Permasalahan yang

biasanya timbul dari tanah lempung ini yaitu tingkat sensitifitasnya yang

terlalu tinggi terhadap perubahan kadar air, sehingga perlu dilakukan

perbaikan tanah, diantaranya dengan menggunakan Serbuk kayu. Diharapkan

setelah melakukan perbaikan tanah, sensitifitas tanah lempung terhadap kadar

air akan semakin rendah Sehingga tanah lempung dapat digunakan sebagai

penopang pondasi dalam konstruksi jalan raya dan bangunan. (Nahesson

Panjaitan, 2017)

Usaha perbaikan sifat-sifat tanah dasar lempung lunak dilakukan dengan

cara di stabilisasi. Metode stabilisasi dilakukan dengan menggunakan bahan-

bahan (additive) untuk memperbaiki mutu tanah dasar tersebut. Bahan limbah

yang ramah lingkungan juga perlu sebagai bahan perkuatan tanah. Pada

penelitian ini digunakan tanah yang diambil di moncongloe, kabupaten maros,

provinsi Sulawesi selatan. Selanjutnya contoh tanah tersebut akan

ditingkatkan mutu (distabilisasi) menggunakan serbuk kayu. Penelitian ini

diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kelayakan stabilisasi tanah

di daerah distrik/desa dibawah kecamatan mandai dengan menggunakan

serbuk kayu. Limbah serbuk kayu digunakan agar dampak bahan buangan

dapat dimanfaatkan secara tepat. Untuk itu perlu dilakukan suatu kajian

inovasi terhadap pemanfaatan limbah serbuk kayu tersebut menjadi sesuatu

yang dapat digunakan, Sehingga perlu dicoba penggunaan limbah hasil sisa

pembuatan kusen, pintu dan jendela sebagai bahan stabilisasi dan diharapakan

mampu meningkatkan daya dukung tanah tersebut.

2
Untuk mengetahui pengaruh pencampuran (Stabilisasi) serbuk kayu

dengan tanah lempung dilakukan dengan cara membuat variasi pencampuran

bottom ash sebesar 3%, 5%, 7%, 10% dan 12%, sehingga mendapatkan nilai

yang maksimal terhadap peningkatan kuat geser tanah dengan melakukan uji

sifat properties (fisik), Sifat properties itu sendiri yaitu uji batas cair (LL),

batas plastis (PL), dan batas susut. Berdasarkan pada latar belakang yang telah

diuraikan diatas, maka penulis dapat mengidentifikasi masalah yaitu :

” PENGARUH STABILISASI TANAH LEMPUNG MENGGUNAKAN

BAHAN TAMBAH SERBUK KAYU “

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik tanah lempung ?

2. Bagaimana karakteristik tanah lempung yang distabilisasi dengan serbuk

kayu ?

3. Bagaimana kelayakan teknis dan biaya tanah lempung yang distabilisasi

Serbuk kayu?

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dari penelitian ini, yaitu :

1. Penelitian ini merupakan perbaikan tanah (stabilisasi)

2. Metode stabilisasi menggunakan biomassa dengan bahan tambah serbuk

kayu

3
3. Variasi penggunaan bahan tambah serbuk kayu 3%, 5%, 7%, 10% dan

12%.

4. Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Pengujian Tanah Politeknik

Negeri Ujung Pandang.

5. Pengujian yang dilakukan adalah angka pori, porositas, derajat kejenuhan,

berat jenis, berat volume, batas-batas atterberg, analisa saringan,

hidrometer, kuat tekan bebas, kuat geser langsung, pemadatan, CBR

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, yaitu :

1. Memperoleh karakteristik dari tanah lempung

2. Mendapatkan karakteristik tanah lempung yang distabilisasi dengan

serbuk kayu

3. Menghasilkan kelayakan teknis dan biaya stabilisasi tanah menggunakan

serbuk kayu

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu :

1. Sebagai refenrensi untuk penelitian selanjutnya.

2. Diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam perancangan stablisasi

tanah lempung sebagai upaya dalam perbaikan tanah.

3. Studi ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan untuk penelitian

selanjutnya.

4
4. Menambah pengetahuan mengenai pengujian tanah di laboratorium.

5
BAB II TINJUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 penelitian terdahulu


Nama Tahun Judul Kesimpulan
Nurul Afni Nur 2022 Kelayakan teknis dan Dalam studi ini, karakteristik
dan Riancipta biaya stabilisasi tanah limbah hasil galian kereta api
Ramadhan J menggunakan dibawah standar tanah
gabungan kapur dan timbunan kurang dari 6 %
serbuk bata merah sehingga kurang baik untuk
pada limbah galian digunakan, dan setelah
jalur kereta api penambahan serbuk bata
merah dan kapur 5 % + 5 %
terjadi peningkatan CBR, dan
berdasarkan kelayakan teknis
hasil galian jalur kereta api
kecamatan labakkang,
kabupaten pangkep
memenuhi persyaratan untuk
digunakan sebagai tanah
timbunan, dan secara
ekonomis sangat kurang
dibandingkan dengan
mendatangkan bahan
timbunan biasa.
Perbedaan :

1. Penelitian yang dilakukan Nurul Afni Nur menggunakan bahan tambah

kapur dan serbuk bata merah sedangkan penelitian ini menggunakan bahan

tambah serbuk kayu.

6
Tabel 2.1 Perbedaa Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

Nama Tahun Judul Kesimpulan

M. Faizal 2019 Efek Penambahan Penambahan bahan stabilisasi


Alridho, Abu Serbuk Kayu semen, kapur, dan abu serbuk
dkk Pada Lempung kayu meningkatkan nilai CBR
Plastisitas Tinggi dan nilai qu. Peningkatan
Yang Distabilisasi terbesar terjadi pada
Dengan Kapur dan penambahan kapur 10%
Semen dengan variasi LS 90% + K
10%(kode E). Sehingga
mampu meningkatkan nilai
CBR dan nilai qu tertinggi,
dengan nilai CBR 164,38%
dan nilai qu sebesar 1674,23
kPa.
Perbedaan :

1. Penelitian yang dilakukan M. Faizal Alridho dkk menggunakan bahan

tambah Serbuk Kayu, Semen dan Kapur sedangkan penelitian ini hanya

menggunakan bahan tambah Serbuk Kayu.

Hendrik 2022 Studi Daya Dukung Berdasarkan hasil pengujian


Pristianto, Stabilisasi Tanah dan pembahasan yang telah
dkk Lempung dilakukan terhadap sampel
Menggunakan tanah lempung yang
Campuran Abu Kayu distabilisasi menggunakan
abu kayu, maka pengaruh
pencampuran abu kayu telah
meningkatkan daya dukung
tanah asli sebesar 7,32%
mengalami kenaikan pada
persentase campuran 3%, 6%,
9%, 12% dan 15% menjadi
8,39%, 9,62%, 10,65%,
12,33%, dan 15,09%.
Penaikan nilai CBR pada
penelitian ini disebabkan
karena pengaruh abu kayu
yang mengandung selulosa
ialah zat senyawa seperti serat
yang menyebabkan struktur-

7
struktur kayu menjadi kuat
dan mampu meningkatkan
nilai specific grafity (GS)
tanah.
Perbedaan :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Hendrik Pristianto, dkk menggunakan bahan

tambah Abu Kayu, sementara penelitian ini menggunakan Serbuk Kayu.

Tabel 2.1 Perbedaan Penelitian Terdahulu (Lanjutan)

Hamzah Yusuf, 2016 Pengujian Karakteristik tanah sedimen


dkk Karakteristik Tanah menggunakan AASTHO,
Sedimen Yang tanah tersebut diklasifikasikan
Distabilisasi Dengan menjadi tanah lempung tipe
Semen dan Fly Ash A7-6 (CL = Caly Low) yang
memiliki plastisitas rendah.
Hasil stabilisasi tanah
sedimen dengan semen dan
fly ash meningkat 23,74%

Perbedaan :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Hamzah Yusuf, dkk menggunakan bahan

tambah Fly Ash dan Semen, sementara penelitain ini hanya menggunakan

bahan tambah bottom ash.

2. Penelitan yang dilakukan oleh Hamzah Yusuf, dkk Menggunakan jenis tanah

sedimen sedangkan penelitian ini menggunakan jenis tanah lempung.

8
2.2 Tanah

2.2.1 Definisi

Tanah merupakan bagian yang sangat utama dalam kestabilan konstruksi

bangunan. Kestabilan konstruksi perlu adanya daya dukung tanah yang memiliki

klasifikasi yang baik.

Menurut Suyono Sosrodarsono (1994) tanah adalah pondasi pendukung suatu

bangunan, atau bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti tanggul atau

bendungan, atau kadang-kadang menjadi sumber penyebab gaya luar pada

bangunan, sepeti dinding/tembok penahan tanah.

Menurut Harry Cristady Hardiyatmo (2002) tanah adalah himpunan mineral,

bahan organik dan endapan-endapan yang relative lepas (loose), yang terletak

diatas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relative lemah dapat

disebabkan oleh karbonat, zat organic atau oksidaoksida yang mengendap diantara

partikel-partikel. Ruang diantara partikel-partikel dapat berisi air, udara maupun

keduanya. Proses pelapukan batuan atau proses geologi lainnya yang terjadi di

dekat permukaan bumi membentuk tanah. Pembentukan tanah dari batuan

induknya, dapat berupa proses fisik maupun kimia. Proses pembentukan tanah

secara fisik yang mengubah batuan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil,

terjadi akibat pengaruh erosi, angin, air, es, manusia, atau hancurnya pertikel

tanah akibat perubahan suhu atau cuaca. Partikelpartikel mungkin berbentuk bulat,

bergerigi maupun bentuk-bentuk diantaranya. Umumnya, pelapukan akibat proses

kimia dapat terjadi oleh pengaruh oksigen., karbondioksida, air (terutama yang

9
mengandung asam atau alkali) dan prosesproses kimia yang lain. Jika hasil

pelapukan masih berada di tempat asalnya.

Kebanyakan jenis tanah terdiri dari banyak campuran, atau lebih dari satu

macam ukuran partikel. Tanah lempung belum tentu terdiri dari partikel lempung

saja, akan tetapi dapat bercampur dengan butir-butiran ukuran lanau maupun

pasir, dan mungkin terdapat campuran bahan organik. Ukuran partikel tanah dapat

bervariasi dari lebih besar 100 mm sampai dengan lebih kecil dari 0,001 mm.

Pelapukan mekanis mengakibatkan pecahnya butiran batuan sehingga terbentuk

ukuran yang lebih kecil seperti menjadi kerikil, pasir dan lanau. Sedangkan

pelapukan kimia, menghasilkan kelompok partikel koloida berbutir halus dengan

ukuran butirnya lebih kecil dari 0,002 mm. Ada berbagai macam jenis-jenis tanah

untuk klasifikasi tanah dilapangan antara lain :

1. Pasir dan kerikil

Pasir dan kerikil yaitu agregat tak berkohesi yang tersusun dari regmin-

regmin sub anguler atau angular. Partikel berukuran sampai 1/8 inchi

dinamakan pasir sedangkan partikel yang berukuran 1/8 inchi sampai 6/8 inchi

disebut kerikil. Fragmen bergaris tengah lebih besar dari 8 inchi disebut

boulders (bongkah).

2. Hardpan

Hardpan merupakan tanah yang tahanan terhadap penetrasi alat pemboran

besar sekali. Cirinya sebagian besar dijumpai dalam keadaan bergradasi baik,

luar biasa padat, dan merupakan agregat partikel mineral yang kohesif

10
3. Lanau anorganik (inorganic silt)

Lanau anorganik merupakan tanah berbutir halus dengan plastisitas kecil

atau sama sekali tidak ada. Jenis yang plastisitasnya paling kecil biasanya

mengandung butiran kuarsa sedimensi, yang kadang-kadang disebut tepung

batuan (rockflour), sedangkan yang sangat plastis mengandung partikel

berwujud serpihan dan dikenal sebagailanau plastis.

4. Lanau organik (Organic silt)

Lanau organik merupakan tanah agak plastis, berbutir halus dengan

campuran partikel-partikel bahan organik terpisah secara halus. Warna tanah

bervariasi dari abu-abu terang ke abu-abu sangat gelap, di samping itu

mungkin mengandung H2S, CO2, serta berbagai gas lain hasil peluruhan

tumbuhan yang akan memberikan bau khas kepada tanah. Permeabilitas lanau

organik sangat rendah sedangkan kompresibilitasnya sangat tinggi.

5. Lempung Organik

Tanah lempung organik merupakan lempung yang sebagian sifatsifat fisis

pentingnya dipengaruhi adanya bahan organik yang terpisah dalam keadaan

jenuh lempung organik cenderung bersifat sangat kopresibel tapi pada keadaan

kering kekuatannya sangat tinggi. Warnanya abu-abu tua atau hitam, dan

berbau.

6. Gambut (peat)

Tanah gambut merupakan agregat agak berserat yang berasal dari

serpihan makroskopik dan mikroskopik tumbuh-tumbuhan. Warnanya coklat

11
terang dan hitam bersifat kompresibel, sehingga tidak mungkin menopang

pondasi.

7. Lempung

Tanah lempung merupakan agregat partikel-partikel Berukuran

mikroskopik dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi

unsur-unsur penyusun batuan, dan bersifat plastis dalam selang kadar air

sedang sampai luas. Dalam keadaan kering sangat keras, dan tak mudah

terkelupas hanya dengan jari tangan Permebilitas lempung sangat rendah.

2.2.2 Klasifikasi Tanah

Klasifikasi merupakan pemilihan tanah-tanah ke dalam kelompok ataupun

sub kelompok yang menunjukkan sifat atau kelakuan yang sama. Umumnya,

penentuan sifat-sifat tanah banyak dijumpai dalam masalah teknis yang

berhubungan dengan tanah. Hasil dari penyelidikan sifat-sifat ini kemudian dapat

digunakan untuk mengevaluasi masalah-masalah tertentu seperti: penentuan

penurunan bangunan, penentuan kecepatan air yang mengalir lewat benda uji guna

menghitung koefisien permeabilitas dan untuk mengevaluasi stabilitas tanah yang

miring. Terdapat dua sistem klasifikasi yang sering digunakan. yaitu Unified Soil

Classification System dan AASHTO (American Association Of State Highway

And Transportation Officials). Umumnya, klasifikasi tanah didasarkan atas

ukuran partikel yang diperoleh dari analisis saringan dan plastisitas. (Hardiyatmo,

2002).

12
Sistem Klasifikasi Tanah Unified Soil Classification System (USCS) Pada

Sistem USCS ini tanah diklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar, yaitu :

a. Tanah berbutir kasar (coarse-grained-soil), kurang dari 50% lolos saringan

No. 200. yaitu tanah berkerikil dan berpasir. Simbol kelompok ini dimulai dari

huruf awal G untuk kerikil (gravel) atau tanah berkerikil dan S untuk pasir

(Sand) atau tanah berpasir.

b. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil), lebih dari 50 % lolos saringan

No.200, yaitu tanah berlanau dan berlempung. Simbol dari kelompok ini

dimulai dengan huruf awal M untuk lanau anorganik, C untuk lempung

anorganik, dan O untuk lanau organik dan lempung organik. Simbol Pt

digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi.

c. Tanah organik (Gambut/Humus), secara laboratorium dapat ditentukan jika

perbedaan batas cair tanah contoh yang belum di oven dengan yang telah

dioven sebesar > 25%.

13
Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi Tanah USCS

(Sumber: Das, 1995)

Dalam sistem klasifikasi USCS, huruf pertama pada pemberian nama

kelompoknya merupakan singkatan dari jenis-jenis tanah berikut:

a. Simbol komponen:

- Kerikil : G (Gravel)

- Pasir : S (Sand)

- Lanau : M (Mo)

- Lempung : C (Clay)

14
- Organic : O (Organic)

- Humus : Pt (Peat)

b. Simbol Gradasi:

- Bergradasi baik : W (Well graded)

- Bergradasi buruk: P (Poorly graded)

c. Simbol Batas cair

- Tinggi : H (High)

- Rendah : L (Low)

2.3 Stabilisasi tanah

2.3.1 Definisi

Stabilisasi tanah merupakan suatu upaya untuk memperkuat atau

menambahkan kapasitas dukung tanah agar tanah tersebut sesuai dengan

persyaratan dan memiliki mutu yang baik.Tanah lempung merupakan salah satu

jenis tanah yang sering dilakukan proses stabilisasi. Hal ini disebabkan sifat lunak

plastis dan kohesif pada tanah lempung disaat basah.Sehingga menyebabkan

perubahan volume yang besar. Sifat inilah yang menjadi alasan perlunya

dilakukan proses stabilisasi agar sifat tersebut diperbaiki sehingga dapat

meningkatkan daya dukung tanah tersebut.(Nahesson Panjaitan, 2017)

Menurut Ingels dan Metcalf, 1992 (dalam Nahesson Panjaitan 2017),

Stabilisasi kapur dapat mengubah tanah menjadi gumpalan – gumpalan

partikel.Banyaknya kapur yang digunakan berkisar antara 5 - 10%, yang

15
menghasilkan konsentrasi ion kalsium lebih besar dari yang diperlukan

sebenarnya.

2.4 Tanah Lempung

2.4.1 Definisi

Tanah lempung merupakan agregat partikel – partikel berukuran mikroskopik

dan submikroskopik yang berasal dari pembusukan kimiawi unsur – unsur

penyusun batuan, dan bersifat plastis dalam selang kadar air sedang sampai luas

(Terzaghi, 1987). Permeabilitas lempung sangat rendah, bersifat plastis pada

kadar air sedang. Pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat

lengket (kohesif) dan sangat lunak. (Terzaghi, 1987)

gambar 2.1 tanah lempung

Lempung lunak merupakan kumpulan butiran partikel mineral yang

berukuran kurang dari 0,002 mm atau lolos saringan No. 200, sebagian besar

proses pembentukannya adalah melalui proses pembentukan alami yaitu dari

pelapukan bebatuan. Secara laboratorium, tanah lempung lunak dapat diketahui

dengan uji batas-batas Atterberg, dimana suatu tanah bisa dikatakan lempung

lunak bila memiliki index plastisitas lebih dari 17. Batasan mengenai indeks

plastis, sifat, macam tanah dan kohesinya diberikan oleh Atterberg terdapat dalam

16
PI Sifat Macam Tanah Kohesi

0 Non Plastis Pasir Nonkohesif

<7 Plastisitas Rendah Lanau Kohesif Sebagian

7-17 Plastisitas Rendah Lempung Berlanau Kohesif

>17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif

Tabel 2.3 Klasifikasi Berdasarkan Plastisitas

Sumber : Hardiyatmo (2002)

1.4.2 Sifat Tanah Lempung

Menurut Hardiyatmo (2002) sifat – sifat yang dimiliki tanah lempung adalah

sebagai berikut :

1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm

2. Permeabilitas rendah

3. Kenaikan air kapiler tinggi

4. Bersifat sangat kohesif

5. Kadar kembang susut yang tinggi

6. Proses konsolidasi lambat.

17
Menurut Terzaghi (1967:39), tanah lempung kohesif diklasifikasikan sebagai

tanah lempung lunak apabila mempunyai daya dukung ultimit lebih kecil dari

0,5 kg/cm2 dan nilai standard penetrasi tes lebih kecil dari 4 (N-value < 4).

Berdasarkan uji lapangan, lempung lunak secara fisik dapat diremas dengan

mudah oleh jari-jari tangan. Toha (1989) menguraikan sifat umum lempung

lunak seperti dalam Tabel 2.4.

Tabel .2.4 Sifat-sifat umum lempung lunak

No. Parameter Nilai


1. Kadar air 80 – 100%
2. Batas cair 80 – 110%
3. Batas plastis 30 – 45 %
4. Lolos saringan no. 200 > 90%
5. Kuat geser 20 – 40 kN/m2
Sumber : Toha, 1989

2.5 Sebuk Kayu

2.5.1 Definisi

Serbuk kayu merupakan salah satu limbah industri pengolahan kayu seperti

serbuk gergajian, sebetan, sisa kupasan. Di Indonesia ada tiga macam industri

kayu yang secara dominan mengkonsumsi kayu dalam jumlah relatif besar, yaitu

penggergajian, vinir atau kayu lapis, dan pulp atau kertas. Masalah yang

ditimbulkan dari industri pengolahan itu adalah limbah penggergajian yang

kenyataannya di lapangan masih ada yang ditumpuk dan sebagian lagi dibuang ke

aliran sungai sehingga emisi karbon di atmosfir bertambah. (Nodali Ndraha,

18
2010). Pada umumnya, serbuk kayu memiliki nilai kalor antara 4018,25 kal/g

hingga 5975,58 kal/g dan memiliki komposisi kimia yang bervariasi, bergantung

pada varietas, jenis dan media tumbuh. Namun secara umum, serbuk kayu

memiliki komposisi kimia seperti yang terlihat pada Tabel berikut.

Tabel 2.5 Komposisi Kimia Serbuk Kayu

No. Parameter Kandungan %


1. Holosellulosa 70,52
2. Sellulosa 40,99
3. Ligunin 27,88
4. Pentosan 16,89
5. Abu 1,38
6 Air 5,64
Sumber : (Atria, dkk, 2002)

Gambar 2.2 Serbuk Kayu

2.6 Karakteristik Tanah

Menurut Rahman dan Nur Irmadayanti Idris (2020), karakteristik tanah

terbagi atas dua pengujian, yaitu :

2.6.1 Pengujian Sifat Fisis Tanah

19
a. Porositas

Porositas, n, adalah rasio (dalam %) dari rongga dalam massa tanah yang

tidak ditempati oleh partikel padat (volume void) terhadap total volume.

dimana:

n = porositas dinyatakan dalam persentase

e = volume void volume partikel padat

Vt = volume total

Vv = volume void

(Sumber : Braja M. Das, 1995)

b. Angka pori

Angka pori (void ratio),e, adalah rasio antara ruang yang tidak

ditempati oleh partikel padat (volume void) dengan volume partikel

padat dalam suatu massa tanah.

Dimana :

e = volume void volume partikel padat

n = porositas dinyatakan dalam persentase

Vv = volume void

Vs = volume partikel padat

20
(Sumber : Braja M. Das, 1995)

c. Derajat kejenuhan

Umumnya derajat kejenuhan dinyatakan dalam persen. Derajat

kejenuhan didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air dengan

volume pori, atau :

Dimana :

Sr = Derajat kejenuhan (%)

Vw = Volume air

Vv = Volume pori

(Sumber : Muhlis Wambes, 2015)

d. Berat volume

Berat isi tanah merupakan perbandingan antara berat tanah dengan

volumenya dalam keadaan asli lapangan. Berat isi dapat digunakan

untuk mencari berat isi kering pada percobaan pemadatan tanah.

Semakin besar berat isi kering tanah maka tingkat kepadatannya pun

tinggi , berat isi juga dapat menentukan parameter-parameter tanah

lainnya.

Berat isi mempunyai rumus yaitu:

W 2−W 1
Wt
γt = = 1 2
Vt πd t
4

21
Keterangan :

γt = berat isi tanah (gr/cm3)

Wt = berat isi tanah (gr)

W1 = berat cincin uji (gr)

W2 = berat cincin uji + tanah (gr)

Vt = volume asli tanah (cm3)

d2 = diameter (cm)

t = tinggi (cm)

Sumber rumus : (mata kuliah laboratorium tanah)

e. Pengujian Berat Jenis

Berat jenis adalah angka perbandingan antara berat isi butir tanah

dan dengan berat air suling dengan isi yang sama dengan satuan

tertentu. Dibandingkan dengan volumenya. Faktor yang mempengaruhi

berat jenis tanah adalah tekstur tanah dan bahan organik tanah. Berat

jenus mempunyai rumus yaitu :

M 2−M 1
Berat Jenis (GS) =
( M 4−M 1 )−( M 3−M 2 )

Keterangan :

Gs = Berat jenis Tanah

M1 = Berat piknometer kosong (gr)

M2 = Berat piknometer + tanah (gr)

M3 = Berat piknometer + tanah + air (gr)

M4 = Berat piknometer + air (gr)

K = Faktor koreksi

22
Sumber rumus : (mata kuliah laboratorium tanah)

f. Pengujian Analisa Saringan dan Hidrometer

Metode yang sering dilakukan untuk mengklasifikasikan ukuran

butir tanah yaitu analisa saringan. Analisa saringan digunakan untuk

menentukan ukuran butir tanah yang lebih besar dari 0.075 mm (saringan

No. 200), sedangkan analisa saringan hidrometer digunakan untuk

menentukan ukuran butir tanah yang lebih kecil dari atau lolos dari

saringan No 200. Metode pelaksanaan pengujian dapat dilihat pada SNI

03-1968- 1990.

g. Pengujian Batas Atterberg

Suatu hal yang penting pada tanah berbutir halus adalah sifat

plastisnya. Plastis disebabkan adanya partikel mineral lempung dalam

tanah. Istilah plastis menggambarkan kemampuan tanah dalam

menyesuaikan perubahan bentuk pada volume yang konstan tanpa retak

– retak atau remuk.

Gambar 2.3 Batas-batas atterberg

Sumber : Hardiyatmo, 2002

23
1. Batas Cair (Liquid Limit)

Batas Cair (liquid limit) adalah kadar air tanah ketika tanah berada

di antara keadaan cair di tentukan dari pengujian Cassagrande

(1948), yakni dengan meletakkan tanah ke cawan dan di bentuk

sedemikian rupa, kemudian tanah tersebut di belah oleh Grooving

tool dan di lakukan pemukulan dengan cara engkol di naikan dan

smapai mangkuk menyentuh dasar, di lakukan juga perhitungan

ketukan sampai tanah yang di belah tadi berhimpit. Untuk lebih

jelasnya alat uji batas cair berupa cawan Cassagrande dan

Grooving tool. Rumus untuk mencari batas cair (LL) adalah :

Berat air ( Ww )
W= ×100 %
Berat tanah kering ( Ws )

(W 2−W 3)
= (W 3−WI ) × 100 %

Keterangan

Ww : Berat air (gram)

Ws : Berat tanah kering (gram)

W1: Berat cawan (gram)

W2: Berat cawan + tanah basah (gram)

W3: Berat cawan + tanah kering ( gram)

24
Sumber rumus : (mata kuliah laboratorium tanah)

2. Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks plastisitas merupakan interval kadar air dimana tanah masih

bersifat plastis. Indeks plastisitas dapat menunjukkan sifat

keplastisitasan tanah tersebut. Jika interval kadar air daerah plastis

yang kecil, maka tanah tersebut disebut tanah kurus, sedangkan

apabila suatu tanah memiliki interval kadar air daerah plastis yang

besar disebut tanah gemuk.

𝐼𝑃 = 𝐿𝐿 − 𝑃𝐿

Dimana :

IP = Indeks Plastisitas (%)

LL = Batas Cair (%)

PL = Batas Plastis (%)

(Sumber : Hardiyatmo, 2002)

3. Batas plastis (Plastic Limits)

Batas Plastis (PL), didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan

antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air

dimana tanah dengan diameter silinder 3,2 mm mulai retak-retak

ketika digulung.

Berat air
Wc= x 100 %
Berat tanah kering

25
W 2−W 3
Wc= x 100 %
W 3−W 1

Dimana : Wc = Kadar air

W1 = Berat cawan kosong ( gr )

W2 = Berat cawan + tanah basah ( gr )

W3 = Berat cawan + tanah kering ( gr )

Sumber rumus : (mata kuliah laboratorium tanah)

2.6.2 Pengujian mekanis

1. Pengujian pemadatan

Pemadatan tanah di laboratorium terdiri atas dua cara yaitu :

- Pemadatan Proctor (Standar Compaction Test), yakni pemadatan

untuk konstruksi jalan sederhana atau disebut juga pemadatan

ringan. Pada percobaan pemadatan tanah selalu dibagi dalam tiga

lapisan dengan jumlah tumbukan 25 kali pada setiap lapisan.

- Pemadatan Modifikasi (Modified Compaction Test), pada pemadatan

modified dilakukan dalam lima lapisan dan jumlah tumbukan

sebanyak 56 kali perlapis. Tes pemadatan dilakukan minimal 5 kali

dengan kondisi 2 benda uji dibawah kadar air minimum dan 2 benda

uji diatas kadar air optimum.

Sumber : (mata kuliah laboratorium tanah)

2. Uji Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test)

26
Uji kuat tekan bebas atau UCT (Unconfined Compression Test)

merupakan cara yang dilakukan di laboratorium untuk mengukur

seberapa besar kuat dukung tanah menerima kuat tekan yang diberikan

sampai tanah tersebut terpisah dari butiran-butirannya dan juga regangan

tanah akibat tekanan tersebut. Pada saat pengujian, benda uji diberi

tegangan vertikal, sedangkan tegangan selnya sama dengan nol. Rumus-

rumus yang digunakan untuk pengujian kuat tekan bebas adalah sebagai

berikut :

∆L
 Regangan Axial () = L
0

dimana: ∆L = Perubahan panjang

L0 = Panjang contoh awal

P
 Tegangan σ =
A

dimana: P = Beban

A = Luas

 Beban (P)

P = pembacaan arloji x faktor kalibrasi

 Beban (Kg)

Beban (Kg) = pembacaan arloji x angka kalibrasi

 Luas Terkoreksi ( A ) = Ao x Angka Terkoreksi

1 2
Dimana Ao = πd
4

27
 Kuat Tekan ( Cu ) = ½ x qu

Sumber rumus : (mata kuliah laboratorium tanah)

3. Kuat Geser Langsung

Kekuatan geser tanah merupakan perlawanan internal suatu jenis tanah

persatuan luas. Kuat geser tanah dapat dipengaruhi oleh factor berikut :

1. Tekanan efektif atau tekanan antar butir

2. Kemampuan atau kerapatan partikel-partikel tanah

3. Keterkuncian partikel semenlasi

4. Kohesi atau gaya yang berkaitan dengan kuat geser

N
Q=
A

P
T=
A

Keterangan :

Q = Tegangan Normal (kg/cm²)

A = Luas Penampang (cm²)

T = Tegangan Geser (kg/cm²)

N = Beban Normal (kg)

P = Beban Maksimum (kg)

Sumber rumus : (mata kuliah laboratorium tanah)

4. CBR (California Bearing Ratio)

28
Harga CBR adalah perbandingan antara kekuatan yang

bersangkutan dengan kekuatan beban yang dianggap standar. Harga CBR

dinyatakan dalam persen (%) dan cara yang digunakan untuk menilai

kekuatan tanah adalah suatu percobaan penetrasi yang disebut percobaan

CBR. Dimana hasil percobaan tersebut dapat digambarkan pada suatu

grafik untuk mendapatkan tebal perkerasan dari suatu nilai CBR tertentu.

Selain itu, California Bearing Ratio ( CBR ) adalah sebuah metode

untuk menentukan besaran nilai daya dukung tanah dalam menahan beban

yang bekerja di atasnya. Pengujian CBR laboratorium dilakukan terhadap

beberapa benda uji, umumnya tergantung pada kadar air pemadatan yang

ingin dicapai.

Secara umum, pengujian CBR laboratorium ini (sesuai tahapannya)

mencakup penyiapan peralatan, contoh material dan contoh uji,

pemadatan, penentuan massa basa, kadar air benda uji, perendaman, uji

penetrasi, penggambaran kurva hubungan antara beban dan penetrasi serta

penentuan nilai CBR.

Pengujian CBR biasanya menggunakan contoh tanah dalam

keadaan kadar air optimum.

Adapun rumus untuk mencari harga CBR di laboratorium, yaitu :

 Harga CBR (0,1”) = Beban pada 0,1} over {3 x 1000 ¿x


100%

29
 Harga CBR (0,2”) = Beban pada 0,2} over {3 x 1500 ¿x
100%

Sumber rumus : (mata kuliah laboratorium tanah)

30
2.7 Analisis Kelayakan

Tujuan Kelayakan adalah untuk mengetahui apakah tanah lempung yang

distabilisasi menggunakan bottom ash bisa menjadi alternatif timbunan tanah

bagi pekerjaan konstruksi dan untuk menilai perbandingan harga antara tanah

lempung yang telah distabilisasi dengan bottom ash dengan tanah asli.

2.7.1 Analisis Kelayakan Teknis

Analisa kelayakan teknis dilakukan dengan menganalisis kelayakan

stabilisasi sebagai Subgrade yang didasarkan pada hasil pengujian karakteristik

Laboratorium. Adapun beberapa persyaratan bahan untuk berbagai jenis timbunan

yaitu:

1) Timbunan biasa

Timbunan biasa tidak boleh dari bahan galian yang mempunyai sifat-sifat

sebagai berikut:

a) Tanah yang mengandung organik seperti jenis tanah OL, OH dan PT

dalam Sistem USCS serta tanah yang mengandung daun-daunan, rumput-

rumputan, akar dan sampah.

b) Tanah dengan kadar air alamiah sangat tinggi yang tidak mungkin

dikeringkan untuk memenuhi toleransi kadar air pemadatan (OMC+1%)

c) Bahan yang dipilih sebaiknya tidak termasuk tanah yang berplastisitas

tinggi, yang diklasifikasikan sebagai A-7-6 menurut SNI-0306769.

2002(AASHTO MI45-91(2012)) atau sebagai CH Menurut "United atau

Casagrande Soil Classification System"'. Bila penggunaan tanah yang

31
berplastisitas tinggi tidak dapat dihindarkan, bahan tersebut harus

digunakan hanya pada bagian dasar timbunan atau pada penimbunan

kembali yang tidak memerlukan daya dukung atau kekuatan geser yang

tinggi. Tanah plastis seperti hu sama sekali tidak boleh digunakan pada

30cm lapisan langsung di bawah bagian dasar perkerasan atau bahu jalan

atau tanah dasar bahu jalan. Sebagai tambahan, timbunan untuk lapisan ini

bila di uji dengan SNI 1744:2012, harus memiliki nilai CBR tidak kurang

dari 6% (CBR setelah perendaman 4 hari bila dipadatkan 100% kepadatan

kering maksimum)

d) Tanah sangat ekspansif yang memiliki nilai aktif lebih besar dari 1.25 atau

derajat pengembangan yang diklasifikasikan oleh AASHTO T258-

81(2013) sebagai "very high"' atau "extra high"' tidak boleh digunakan

sebagai bahan timbunan. Nilai aktif adalah perbandingan antara Indeks

Plastis (IP) dan persentase kadar lempung (SNI 3423:2008).

2) Timbunan Pilihan

a) Timbunan yang diklasifikasikan sebagai bahan timbunan pilihan harus

terdiri dari bahan tanah. tanah berbatu atau batu berpasir yang memenuhi

semua ketentuan timbunan biasa dan sebagai tambahan harus memiliki

sifat tertentu yang tergantung dari maksud penggunacanya, bila diuji

dengan CBR laboratorium sesuai dengan SNI 03-1744-1989 memiliki nilai

CBR paling sedikit 10% setelah 4 hari perendaman bila dipadatkan sampai

100% kepadatan kering maksimum sesuai SNI 03- 1742-1989 atau 95%

kepadatan kering maksimum.

32
b) Bahan timbunan yang akan digunakan bilamana pemadatan dalam keadaan

jenuh atau banjir yang tidak dapat dihindari, haruslah pasir atau Kerikil

atau bahan berbutir bersih lainnya dengan indeks Plastisitas maksimum

6%.

c) Bahan timbunan yang akan digunakan pada timbunan lereng atau

pekerjaan stabilisasi timbunan atau pada situasi lainnya yang memerlukan

kuat geser yang cukup. bilamana dilaksanakan dengan pemadatan kering

normal. maka bahan timbunan dapat berupa timbunan 18 batu atau kerikil

lempungan bergradasi baik atau lempung pasiran atau lempung

berplastisitas rendah.

2.7.2 Analisis Kelayakan Biaya

Analisis Biaya merupakan salah satu teknik penilaian yang membantu

penggunanya untuk memilih atau memutuskan opsi perlakuan mana yang perlu

diambil. Teknik ini akan menimbang sisi manfaat dan sisi biaya dari setiap

perlakuan yang ada. Dalam prosesnya, analisis biaya akan mempertimbangkan

tingkat efisiensi biaya dan tingkat manfaat yang dapat diperoleh dari setiap

perlakuan yang tersedia. Semakin efisien biaya yang dikeluarkan dan semakin

tinggi manfaat yang diperoleh dari sebuah perlakuan risiko, maka semakin besar

kecenderungan perlakuan tersebut dipilih (Nurul Afni Nur dan Riancipta

Ramadhan J, 2022). Analisa biaya hanya dilakukan pada variasi penambahan

bahan tambah yang memiliki nilai daya dukung tertinggi dari hasil pengujian

Laboratorium.

33
34
2.8 Kerangka Berfikir

Gambar 2.4 Kerangka Berfikir

35
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3.3.1 Tempat Penelitian

Lokasi untuk penelitian ini di Laboratorium Pengujian Tanah Jurusan Teknik

Sipil Politeknik Negeri Ujung Pandang, Sulawesi Selatan.

Politeknik Negeri Ujung Pandang

Gambar 3.1 Peta Lokasi Penelitian

36
3.3.2 Waktu Penelitian

Pelaksanaann tugas akhir ini berlangsung dari bulan Mei 2023 sampai dengan

bulan Agustus 2023. Dimulai dari penyuratan pengambilan sampel dan bahan

tambah serbuk kayu, pengujian Laboratorium, pengolahan hingga penyususnan

BAB IV dan BAB V.

3.2 Peralatan dan Bahan

3.2.1 Peralatan Laboratorium

Alat-alat laboratorium yang digunakan adalah alat pengujian berat jenis, batas-

batas atterberg, analisis saringan, pemadatan, kuat tekan bebas, dan CBR.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah pembuatan

kusen, jendela, pintu yang menjadi serbuk kayu yang berada dilokasi Jalan Goa

Ria sudiang, kecamatan biringkanaya, kelurahan sudiang, kota makassar.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

3.3.1 Data Primer

1. Pengujian Karakteristik Fisis Tanah

Berat Jenis, Batas-batas atterberg, Derajat Kejenuhan, Berat Volume, Angka

Pori, Porositas.

37
2. Pengujian Mekanis Tanah

Pemdatan Tanah, Pengujian Kuat Tekan Bebas, Pengujian Kuat Tekan Geser,

CBR.

3.3.2 Data Sekunder

Studi Literatur, Peneliti akan melakukan studi kepustakaan baik sebelum maupun

selama peneliti melakukan penelitian. Studi kepustakaan memuat sistematis

tentang kajian literatur dan hasil penelitian sebelumnya yang ada hubungannya

dengan penelitian yang akan dilakukan dan diusahakan menunjukkan kondisi

mutakhir dari bidang ilmu , studi kepustakaan yang dilakukan sebelum melakukan

penelitian yang bertujuan untuk.

1. Menemukan sebuah masalah guna diteliti.

2. Mencari informasi yang relevan dengan masalah yang bakal diteliti.

3. Mengkaji sejumlah teori dasar yang relevan dengan masalah yang bakal diteliti.

4. Mencari landasan teori yang adalahpedoman untuk pendekatan solusi masalah

dan pemikiran guna perumusan hipotesis yang bakal diuji dalam penelitian.

5. Memperdalam pengetahuan peneliti mengenai masalah dan bidang yang bakal

diteliti.Mengkaji hasil-hasil riset terdahulu yang terdapat kaitannya dengan riset

yang bakal dilakukan.

38
3.4 Analisis Data

Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan hasil

pengujian di Laboratorium untuk mengetahui karakteristik tanah lempung yang

distabilisasi dengan menggunakan serbuk kayu .

39
3.5 Bagan Alir Penelitian

Gambar 3.2 Bagan alir penelitian

40
Penjelasan bagan alir penelitian, yaitu sebagai berikut :

1) Penelitian ini diawali dengan studi pustaka yang bertujuan untuk

memperoleh informasi yang berkaitan dengan teori-teori yang relevan dengan

penelitian yang akan dilakukan dengan cara mengumpulkan beberapa literatur

berupa, jurnal penelitian, buku dan internet.

2) Selanjutnya dilakukan dengan pengambilan benda uji tanah lempung yang

lokasinya di moncongloe, kabupaten maros, provinsi Sulawesi selatan.

Sedangkan bahan tambah diambil dari buangan pembuatan kusen, jendela

dan pintu yang telah menjadi serbuk kayu lokasinya berada Jln Goa Ria

Sudiang, Kecamatan biringkanaya, kelurahan sudiang, kota makassar.

3) Selanjutnya melakukan pengujian karakteristik/sifat fisis tanah galian dan

bahan tambah. Untuk pengujian karakteristik tanah galian, yaitu : angka

pori, porositas, derajat kejenuhan, berat jenis, berat volume, batas-batas

atterberg, analisa saringan, hidrometer. Sedangkan untuk pengujian

karakteristik/sifat fisis bahan tambah, yaitu : berat jenis, lolos saringan

4) Setelah pengujian karakteristik/sifat fisis, dilanjutkan dengan pengujian

mekanis, yaitu :

a) Pencampuran dan pembuatan benda uji untuk pengujian pemadatan proctor

pada setiap variasi campuran. Pengujian pemadatan proctor dilakukan

dengan tujuan untuk mencari Wcpt yang merupakan dasar kadar air untuk

pembuatan benda uji CBR dan kuat tekan

Adapun variasi campuran, sebagai berikut :

41
- Tanah lempung (tanpa bahan tambah)

- Tanah lempung + Serbuk kayu 3 %

- Tanah lempung + Serbuk kayu 5 %

- Tanah lempung + Serbuk kayu 7 %

- Tanah lempung + Serbuk kayu 10 %

- Tanah lempung + Serbuk kayu 12%

b) Setelah mendapat nilai Wcpt dari pengujian Pemadatan Proctor dilanjutkan

dengan pembuatan benda uji untuk pengujian CBR dan kuat Tekan Bebas.

Unutk benda uji CBR dilakukan pemadatan benda uji selama 4 hari.

Sedangkan untuk benda uji kuat tekan bebas dilakukan pemeraman benda

uji dengan variasi hari pemeraman yaitu, 0, 7, 14, 21, dan 28 hari.

c) Benda uji CBR dan Kuat Tekan yang telah di rendam dan peram selanjutnya

dilakukan pengujian mekanis CBR dan Kuat Tekan.

5) Setelah pengujian mekanis dilanjutkan dengan menganalisis data hasil

pengujian.

6) Dari analisis data, diperoleh kesimpulan dan saran manakah penggunaan

bahan tambah yang lebih efisien didasarkan pada biaya dan hasil stabilisasi

yang diharapkan.

42
3.6 Standar Pengujian

Pengujian laboratorium ini dilakukan dengan menggunakan standar

pengujian SNI.

Tabel 3.1 Standar yang digunakan dalam pengujian

No Pengujian No. Standar

1 Kuat geser SNI 03 – 2813 – 1992


langsung
a) Batas Plastis
SNI 03 – 1966 – 2008
(PL)
2
b) Batas cair
SNI 03 – 1967 – 1990
(LL)
Berat Jenis
3 SNI 03 – 1964 – 1990

4 Berat Isi / Volume SNI 03 – 3637 – 1994

5 Analisa Saringan SNI 03 – 1968 – 1990

6 Hidrometer SNI 03 – 3424 – 1994

7 Kuat Tekan Bebas SNI 03 – 3638 – 2012

8 Pemadatan SNI 03 – 1743 – 2008


CBR
9 SNI 03 – 1744 – 1989
Laboratorium
Angka pori
10 SNI 03 – 3637 – 1994
Derajat kejenuhan
12 SNI 03 – 3637 – 1994
porositas
13 SNI 03 – 3637 – 1994

43

Anda mungkin juga menyukai