Anda di halaman 1dari 2

RESUM 9 NAMA : RISMA WIGATI

FIKIH & MANAJEMEN ZAKAT NIM/KELAS : 101190089/SA.D

Tata Kelola Zakat Menurut Peraturan Perundang-Undangan II


A. Pendayagunaan zakat dalam UU No. 23 Tahun 2011
Pendayagunaan zakat diatur dalam Pasal 27 ayat (1) sampai (3) UU Nomor 23
Tahun 2011. Pasal (1) menyebutkan bahwa zakat dapat didayagunakan untuk usaha
produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat. Pasal
(2) menjelaskan bahwa usaha produktif dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik
telah terpenuhi. Adapun pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
Ketentuan ini termasuk pembaharuan dalam regulasi pengelolaan zakat pada
kegiatan tasaruf/penyaluran harta zakat. Pendayagunaan merupakan istilah khusus yang
merujuk penyaluran harta zakat secara produktif dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas umat (kesejahteraan sosial ekonomi). Program pendayagunaan didasarkan skala
prioritas dalam distribusi zakat, yaitu memerhatikan prinsip pemertaaan, keadilan, dan
kewilayahan.
Dalam Alquran, penyaluran zakat telah ditentukan untuk delapan asnaf dengan
pembagian yang sama rata. Namun, reformasi fikih zakat, telah menggeser tradisi
penyamarataan kadar bagian setiap asnaf. Fakir dan miskin menjadi golongan pertama
dan kedua yang mendapat prioritas. Pemahaman ini sesuai dengan tujuan zakat untuk
mengatasi masalah kemiskinan.
UU No.23 Tahun 2011 telah membuka jalan untuk memfokuskan pendayagunaan
zakat pada prioritas kebutuhan umat, yaitu menanggulangi kemiskinan dan
keterbelakangan, sehingga dalam keadaan tertentu pembagian zakat tidak harus sama rata
untuk kemaslahatan.
B. Ketentuan zakat sebagai pengurang pajak dalam UU No. 23 Tahun 2011
Pasal 22 UU No.23 Tahun 2011 menyebutkan bahwa zakat yang dibayarkan oleh
muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
Kemudian, pasal 23 ayat (1), BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat
kepada setiap muzaki. Ayat (2) bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
Ketentuan zakat sebagai tax deduction, yaitu zakat yang diterima BAZ/LAZ dan
mustahik, tidak termasuk sebagai objek pajak, serta zakat penghasilan yang dibayarkan
Wajib Pajak orang pribadi Muslim dan/atau badan dalam negeri yang dimiliki Muslim ke
BAZ/LAS, menjadi faktor pengurang dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena
Pajak. Hal ini dengan maksud agar wajib pajak muslim tidak terkena beban ganda yaitu
membayar zakat dan pajak. Kesadaran membayar zakat diharapkan juga dapat memacu
kesadaran membayar pajak.
C. Pelaporan dan pengawasan pengelolaan zakat dalam UU No. 23 Tahun 2011
Pasal 7 ayat (3) UU No.23 Tahun 2011, BAZNAS harus melaporkan hasil
pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan kepada DPR
RI paling sedikit 1 kali dalam setahun. Kemudian pada pasal 29 ayat (1) menyatakan
bahwa BAZNAS Kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan
zakat, infak, sedekat, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS Provinsi dan
pemda secara berkala. Ayat (2) menyatakan bahwa BAZNAS Provinsi wajib melaporkan
laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekat, dan dana sosial keagamaan
lainnya kepada BAZNAS dan pemda secara berkala. Kemudian ayat (4) menyatakan
bahwa BAZNAS melaporkan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekat, dan
dana sosial keagamaan lainnya kepada Menteri secara berkala. Pasal 19 UU yang sama
pun menyebutkan LAZ wajib melaorkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala. Pasal 29 ayat
(3) menyebutkan LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat,
infak, sedekat, dan dana sosial keagamaan lainnya. lebih lanjut, pasal (5) menyebutkan
bahwa laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkan melalui media cetak atau
elektronik.
Terkait Pengawasan, Menteri membina dan mengawasi BAZNAS, BAZNAS
Provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ (Pasal 34 ayat (1)). Gubernur dan
bupati/walikota membina dan mengawasi BAZNAS Provinsi, BAZNAS kabupaten/kota,
dan LAZ sesuai kewenanangannya. (Pasal 34 ayat 2). Pengawasan dapat juga
dilaksanakan oleh masyarakat secara aktif dalam bentuk 1) Akses terhadap informasi
tentang Pengelolaan Zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ; dan 2) Penyampaian
informasi apabila terjadi penyimpangan dalam Pengelolaan Zakat yang dilakukan oleh
BAZNAS dan LAZ. Pembinaan yang dimaksud meliputi fasilitasi, sosialisasi, dan
edukasi.
Kriteria-kriteria pengawasan antara lain : Mengawasi kegiatan-kegiatan yang
benar; Pengawasan harus tepat waktu; Pengawasan dengan biaya yang efektif efisien;
Pengawasan dituntut tepat-akurat; Dan pengawasan harus dapat diterima oleh yang
bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai