Tata Kelola Zakat Menurut Peraturan Perundang-Undangan II
A. Pendayagunaan zakat dalam UU No. 23 Tahun 2011 Pendayagunaan zakat diatur dalam Pasal 27 ayat (1) sampai (3) UU Nomor 23 Tahun 2011. Pasal (1) menyebutkan bahwa zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat. Pasal (2) menjelaskan bahwa usaha produktif dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi. Adapun pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Ketentuan ini termasuk pembaharuan dalam regulasi pengelolaan zakat pada kegiatan tasaruf/penyaluran harta zakat. Pendayagunaan merupakan istilah khusus yang merujuk penyaluran harta zakat secara produktif dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas umat (kesejahteraan sosial ekonomi). Program pendayagunaan didasarkan skala prioritas dalam distribusi zakat, yaitu memerhatikan prinsip pemertaaan, keadilan, dan kewilayahan. Dalam Alquran, penyaluran zakat telah ditentukan untuk delapan asnaf dengan pembagian yang sama rata. Namun, reformasi fikih zakat, telah menggeser tradisi penyamarataan kadar bagian setiap asnaf. Fakir dan miskin menjadi golongan pertama dan kedua yang mendapat prioritas. Pemahaman ini sesuai dengan tujuan zakat untuk mengatasi masalah kemiskinan. UU No.23 Tahun 2011 telah membuka jalan untuk memfokuskan pendayagunaan zakat pada prioritas kebutuhan umat, yaitu menanggulangi kemiskinan dan keterbelakangan, sehingga dalam keadaan tertentu pembagian zakat tidak harus sama rata untuk kemaslahatan. B. Ketentuan zakat sebagai pengurang pajak dalam UU No. 23 Tahun 2011 Pasal 22 UU No.23 Tahun 2011 menyebutkan bahwa zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak. Kemudian, pasal 23 ayat (1), BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada setiap muzaki. Ayat (2) bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Ketentuan zakat sebagai tax deduction, yaitu zakat yang diterima BAZ/LAZ dan mustahik, tidak termasuk sebagai objek pajak, serta zakat penghasilan yang dibayarkan Wajib Pajak orang pribadi Muslim dan/atau badan dalam negeri yang dimiliki Muslim ke BAZ/LAS, menjadi faktor pengurang dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak. Hal ini dengan maksud agar wajib pajak muslim tidak terkena beban ganda yaitu membayar zakat dan pajak. Kesadaran membayar zakat diharapkan juga dapat memacu kesadaran membayar pajak. C. Pelaporan dan pengawasan pengelolaan zakat dalam UU No. 23 Tahun 2011 Pasal 7 ayat (3) UU No.23 Tahun 2011, BAZNAS harus melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan kepada DPR RI paling sedikit 1 kali dalam setahun. Kemudian pada pasal 29 ayat (1) menyatakan bahwa BAZNAS Kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekat, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS Provinsi dan pemda secara berkala. Ayat (2) menyatakan bahwa BAZNAS Provinsi wajib melaporkan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekat, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemda secara berkala. Kemudian ayat (4) menyatakan bahwa BAZNAS melaporkan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekat, dan dana sosial keagamaan lainnya kepada Menteri secara berkala. Pasal 19 UU yang sama pun menyebutkan LAZ wajib melaorkan pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada BAZNAS secara berkala. Pasal 29 ayat (3) menyebutkan LAZ wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekat, dan dana sosial keagamaan lainnya. lebih lanjut, pasal (5) menyebutkan bahwa laporan neraca tahunan BAZNAS diumumkan melalui media cetak atau elektronik. Terkait Pengawasan, Menteri membina dan mengawasi BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ (Pasal 34 ayat (1)). Gubernur dan bupati/walikota membina dan mengawasi BAZNAS Provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan LAZ sesuai kewenanangannya. (Pasal 34 ayat 2). Pengawasan dapat juga dilaksanakan oleh masyarakat secara aktif dalam bentuk 1) Akses terhadap informasi tentang Pengelolaan Zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ; dan 2) Penyampaian informasi apabila terjadi penyimpangan dalam Pengelolaan Zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ. Pembinaan yang dimaksud meliputi fasilitasi, sosialisasi, dan edukasi. Kriteria-kriteria pengawasan antara lain : Mengawasi kegiatan-kegiatan yang benar; Pengawasan harus tepat waktu; Pengawasan dengan biaya yang efektif efisien; Pengawasan dituntut tepat-akurat; Dan pengawasan harus dapat diterima oleh yang bersangkutan.