Kepuasan
kerja dijelaskan sebagai suatu perasaan yang individu pertahankan tentang pekerjaannya (McNeese-Smith,
1996). Parson (1998) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai tingkat dimana para karyawan menyukai
pekerjaan mereka. Menurut George dan Jones (2002) kepuasan kerja adalah perasaan yang dimiliki oleh
karyawan tentang kondisi tempat kerja mereka saat ini. Desiana dan Soetjipto (2006) menyatakan kepuasan
kerja adalah perasaan karyawan terhadap pekerjaannya baik secara keseluruhan maupun terhadap berbagai
aspek dalam pekerjaannya sebagai hasil pengetahuan dan penilaian karyawan terhadap pekerjaannya, yang
Berdasarkan definisi-definisi ini, seseorang bisa merasa puas dengan satu atau lebih aspek pekerjaannya,
tetapi ketidakpuasan dengan yang lainnya. Posner dan Kouzes (1987) berpendapat bahwa karena pekerjaan
Seseorang yang memiliki kepuasan kerja tinggi akan memperlihatkan sikap yang positif terhadap
pekerjaannya, sedangkan seseorang yang tidak puas akan memperlihatkan sikap yang negatif terhadap
Organisasi jasa saat ini mulai mempertimbangkan peran dari karyawan mereka yang akan beroperasi dalam
mencapai keunggulan bersaing yang berkelanjutan (Asif dan Sargeant, 2000). Jika karyawan merupakan
bagian dari budaya pelayanan yang solid dan menerima dukungan manajemen untuk menyampaikan layanan
pelanggan yang baik, maka pengalaman ini akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan (Saura et al. 2005).
Heskett et al. (1994), berpendapat bahwa pertumbuhan profitabilitas dan pendapatan dihasilkan dari loyalitas
pelanggan yang pada gilirannya diciptakan apabila karyawan memiliki kepuasan yang tinggi dalam
menyampaikan kepuasan pelanggan yang superior. Karyawan, khususnya dengan rentang peran yang terbatas,
memberikan layanan yang baik dan membuat dampak yang positif terhadap pelanggan.
Perspektif afeksi menjelaskan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu perasaan atau respon yang afektif
terhadap bagian-bagian dari situasi kerja, dan pada suatu pendekatan yang sama (Saura et al, 2005). Teori
organisasi,dan karakteristik individu mempengaruhi kepuasan kerja (Crossman dan Abou-Zaki, 2003).
Menurut mereka para individu mengevaluasi karakteristik situasional sebelum memulai pekerjaan sedangkan
Lebih lanjut Crossman dan Abou-Zaki (2003) menyatakan bahwa keseluruhan dari kepuasan kerja merupakan
fungsi dari kombinasi karakteristik situasional dan kejadian situasional. Karakteristik situasional biasanya
diusulkan sebagai faktor utama dalam kepuasan kerja, yaitu pekerjaan itu sendiri, pembayaran, promosi,
supervisi, dan rekan kerja (Smith et al, 1969) walaupun variabel lain seperti keterlibatan karyawan dan
dan perasaan subjektif pribadi karyawan. Oleh karena itu, individu merupakan sebuah faktor yang penting
yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja akan menjadikan karyawan lebih produktif
dan tetap bersama organisasi dalam jangka waktu yang lebih lama, sedangkan ketidakpuasan karyawan akan
Menurut Motowidlo (1984) bahwa perasaan kepuasan di pekerjaan diikuti dengan perilaku kerja seperti
mendengarkan masukan-masukan dari yang lain, menunjukkan kesadaran dan perhatian pada kebutuhan dan
perasaan yang lain, kebijaksanaan, dan pengendalian emosional. Kesemuanya ini penting untuk memberikan
Kepuasan kerja dapat dipandang sebagai konsekuensi dari faktor-faktor yang berhubungan dengannya seperti
lingkungan kerja dan struktur imbalan yang diberikan terhadap pekerjaan, dan juga dengan kewajiban
Sementara itu Saura et al. (2005) memandang kepuasan sebagai suatu sumber informasi yang berharga bagi
mereka terima dari situasi kerja. Kepuasan kerja penting dalam teori dan praktek. Dari titik pandang praktis,
pengetahuan tentang kepuasan kerja dapat membantu para manajer pada masa yang akan datang untuk
Menurut Saura et al. (2005) bahwa kepuasan kerja dapat dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu:
(2) faktor-faktor yang berhubungan dengan aspek-aspek pekerjaan yang spesifik, dan
Beberapa penelitian mengusulkan bahwa keseluruhan kepuasan kerja sama halnya dengan dimensi kepuasan
yang spesifik mungkin tidak selalu merefleksikan secara positif bila dipandang dari segi orientasi pelanggan
(Boshoff dan Tait, 1996; Wilson, 1997) atau kualitas layanan yang diterima oleh pelanggan (Atkins,1996).
Saat ini, hanya beberapa penelitian yang telah menguji bagaimana berbagai dimensi kepuasan kerja dan
Dalam model service profit chain yang dikemukakan oleh Heskett et al. (1997) mengemukakan keterkaitan
yang erat antara kepuasan kerja karyawan dan kepuasan pelanggan. Kepuasan karyawan didapatkan dari
desain pekerjaan dan tempat kerja yang memfasilitasi kualitas jasa internal. Rekruitmen, pelatihan, dan
kompensasi karyawan juga merupakan kontributor utama bagi terciptanya kualitas jasa internal.
Karyawan yang puas berpeluang untuk loyal pada perusahaan dan meningkatkan produktivitas individualnya.
Implikasinya, kepuasan karyawan akan berkaitan erat dengan peningkatan produktivitas keseluruhan
perusahaan dan penurunan biaya rekruitmen dan pelatihan. Peningkatan produktivitas yang dibarengi dengan
ketulusan dalam hal membantu pelanggan akan menghasilkan nilai jasa eksternal (external service value).
Sikap dan keyakinan karyawan tentang organisasi tercermin dalam perilaku mereka. Karena pelanggan
terlibat dalam proses produksi sebagian jasa, perilaku karyawan akan tampak jelas bag para pelanggan dan
pada gilirannya akan mempengaruhi kepuasan pelanggan, yang tercermin pada pembelian ulang dan
komunikasi gethok tular positif (positive word of mouth) kepada pelanggan lain (Heskett et al. 1994).
3.