Anda di halaman 1dari 8

RESUME “KEPUASAN KERJA”

Pengertian Kepuasan Kerja


Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.
Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja. Karyawan yang lebih suka
menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada balas
jasa walaupun balas jasa itu penting.
Tolak ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada karena setiap individu karyawan berbeda
kepuasannya. Kepuasan kerja hanya diukur dengan kedisiplinan, moral kerja dan turnover kecil maka
secara relatif kepuasan kerja karyawan baik.
Pengertian Kepuasan Kerja menurut Tiffin (1958) dalam Moch. As’ad (1995 : 104) kepuasan
kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja,
kerjasama antara pimpinan dengan karyawan. Sedangkan menurut Blum (1956) dalam Moch. As’ad
( 1995 : 104 ) mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil
dari beberapa sikap khusus terhadap faktor – faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan
sosial individu diluar kerja.
Menurut Hasibuan (2007) Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya. Kepuasan kerja (job statisfaction) karyawan harus diciptakan sebaik-
baiknya supaya moral kerja, dedikasi, kecintaan, dan kedisiplinan karyawan meningkat. Sikap ini
dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam
pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Kepuasan kerja dalam pekerjaan
adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja,
penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih
suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya daripada
balas jasa walaupun balas jasa itu penting.
Robbins and Judge (2009) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan positive tentang
pekerjaan sebagai hasil evaluasi karakter-karakter pekerjaan tersebut. Senada dengan itu, Noe, et.
all (2006) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan yang menyenangkan sebagai hasil dari
persepsi bahwa pekerjaannya memenuhi nilai-nilai pekerjaan yang penting. Selanjutnya Kinicki and
Kreitner (2005) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai respon sikap atau emosi terhadap berbagai
segi pekerjaan seseorang. Definisi ini memberi arti bahwa kepuasan kerja bukan suatu konsep
tunggal. Lebih dari itu seseorang dapat secara relative dipuaskan dengan satu aspek pekerjaannya
dan dibuat tidak puas dengan satu atau berbagai aspek. Dalam pandangan yang hampir sama,
Nelson and Quick (2006) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah suatu kondisi emosional yang
positif dan menyenangkan sebagai hasil dari penilaian pekerjan atau pengalaman pekerjaan
seseorang.
Dari batasan - batasan mengenai kepuasan kerja tersebut, dapat disimpulkan secara
sederhana bahwa kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini berarti
bahwa konsepsi kepuasan kerja melihatnya sebagai hasil interaksi manusia terhadap lingkungan
kerjanya. Di samping itu, perasaan seseorang terhadap pekerjaan tentulah sekaligus merupakan
refleksi dari sikapnya terhadap pekerjaan. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang
bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda–beda sesuai
dengan sistem nilai–nilai yang berlaku dalam dirinya. Ini disebabkan karena adanya perbedaan pada
masing–masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan
keinginan individu, maka akan semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan, dan sebaliknya.

Hubungan Kepuasan Kerja Dengan Manajemen SDM


Jika dilihat dari pengertian kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja.
Karyawan yang lebih suka menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan
pekerjaannya daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting. Oleh karena itu hubungan
kepuasan kerja dengan manajemen SDM yaitu dengan adanya sikap kepuasan kerja/ tidak puas
dengan pekerjaannya maka manajemen SDM bisa mengatur karyawan yang memang tidak puas
dengan pekerjaannya, apa yang melatar belakangi karyawan tersebut tidak puas dengan
pekerjaannya. Hal tersebut bisa disebabkan karena jenis pekerjaannya tidak disukai atau lainnya.
Sehingga dengan adanya kepuasan kerja ini manajemen SDM bisa mengatur karyawan sebaik
mungkin yang bertujuan untuk produktivitas yang baik dalam pekerjaannya.

Teori Kepuasan Kerja


Teori tentang kepuasan kerja yang telah cukup terkenal adalah :
1. Teori Ketidaksesuaian
Teori ini pertama sekali dikemukakan oleh porter (1961), yang mendefinisikan bahwa job
satisfaction is the difference between how much of something there should be and how much there
“is now” . Setiap orang menginginkan agar sejumlah pekerjaan yang telah disumbangkan kepada
pemberi kerja akan dihargai sebesar yang diterima secara kenyataan. Seorang yang terpuaskan bila
tidak ada selisih antara situasi yang diinginkan dengan yang sebenarnya diterima. Dengan kata lain,
jumlah yang disumbangkan ke pekerjaannya bila dikurangi dengan apa yang diterima secara
kenyataan hasilnya adalah nol, dapat dikatakan pekerjaan tersebut memberikan kepuasan kerja.
Semakin besar kekurangan atau selisih dari pengurangan tersebut, semakin besar ketidakpuasan.
Keadaan sebaliknya, jika terdapat lebih banyak jumlah faktor pekerjaan yang dapat diterima yang
menimbulkan kelebihan atau menguntungkan, maka orang yang bersangkutan akan sama puasnya
bila terdapat selisih dari jumlah yang diinginkan.

2. Teori Keadilan
Teori ini pertama sekali dikemukakan oleh Zaleznik (1958), kemudian dikembangkan oleh
Adams (1963). Teori ini menunjukan kepada seseorang merasa puas atau tidak puas atas situasi
tergantung pada perasaan adil (equity) atau tidak adil (inequity). Perasaan adil dan tidak adil atas
suatu situasi didapat oleh setiap orang dengan cara mebandingkan dirinya dengan orang lain pada
tingkat dan jenis pekerjaan yang sama, pada tempat maupun ditempat yang berbeda.
Wexley dan Yukl (2003) mengatakan bahwa komponen utama dari teori ini adalah input,
outcomes, comparison person dan equity-inequity. Menurut teori ini, seorang menilai adil bila rasio
inputnya dengan hasil dibandingkan dengan rasio input dengan hasil dari seseorang atau sejumlah
orang lain bandingan. Orang bandingan mungkuin saja dari orang-orang sendiri dengan pekerjaan
sebelumnya. Jika rasio hasil : input seorsng pekerja adalah sama atau sebanding dengan rasio orang
bandingannya, maka suatu keadaan adil dianggap para pekerja. Sebaliknya jika para pekerja
menganggap perbandingan tersebut tidak adil, maka keadaan ketidakadilan dianggap ada.

3. Value Theory
Menurut teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil pekerjaan diterima
individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima hasil, akan semakin puas dan
sebaliknya. Kunci menuju kepuasan pada teori ini adalah perbedaan antara aspek pekerjaan yang
dimiliki dengan yang diinginkan seseorang. Semakiin besar perbedaan, semakin rendah kepuasan
orang.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja


Menurut Hasibuan (2007) kepuasan kerja karyawan dipengaruhi oleh faktor-faktor:
1) Balas jasa yang adil dan layak.
2) Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.
3) Berat ringannya pekerjaan.
4) Suasana dan lingkungan pekerjaan.
5) Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan.
6) Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.
7) Sifat pekerjaan monoton atau tidak.
Kepuasan kerja karyawan banyak dipengaruhi oleh sikap pimpinan dalam kepemimpinan.
Kepemimpinan partisipasi memberikan kepuasan kerja bagi karyawan, karena karyawan ikut aktif
dalam memberikan pendapatnya untuk menentukan kebijaksanan perusahaan. Kepemimpinan
otoriter mengakibatkan ketidakpuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja karyawan merupakan kunci
pendorong moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja karyawan dalam mendukung terwujudnya
tujuan perusahaan.
Menurut Robbins dan Judge (2009) ada 21 faktor yang berhubungan dengan kepuasan kerja
yaitu otonomi dan kebebasan, karir benefit, kesempatan untuk maju, kesempatan pengembangan
karir, kompensasi/gaji, komunikasi antara karyawan dan manajemen, kontribusi pekerjaan terhadap
sasaran organisasi, perasaan aman di lingkungan kerja, kefleksibelan untuk menyeimbangkan
kehidupan dan persoalan kerja, keamanan pekerjaan, training spesifik pekerjaan, pengakuan
manajemen terhadap kinerja karyawan, keberartian pekerjaan, jejaring, kesempatan untuk
menggunakan kemampuan atau keahlian, komitmen organisasi untuk pengembangan, budaya
perusahaan secara keseluruhan, hubungan sesama karyawan, hubungan dengan atasan langsung,
pekerjaan itu sendiri, keberagaman pekerjaan.
Luthans (2005) menyatakan bahwa ada sejumlah faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja.
Hal-hal utama dengan mengingat dimensi-dimensi paling penting yaitu gaji, pekerjaan itu sendiri,
promosi, pengawasan, kelompok kerja dan kondisi kerja (9). Selanjutnya Nelson and Quick (2006)
mengungkapkan bahwa kepuasan kerja dipengaruhi 5 dimensi spesifik dari pekerjaan yaitu gaji,
pekerjaan itu sendiri, kesempatan promosi, supervisi dan rekan kerja (10).
Byars and Rue (2005) (11), menyatakan bahwa sistem reward organisasi sering mempunyai
dampak signifikan pada tingkat kepuasan kerja karyawan. Disamping dampak langsung, cara reward
extrinsik diberikan dapat mempengaruhi reward intrinsik (dan kepuasan) dari penerima. Sebagai
contoh jika tiap orang menerima peningkatan gaji 5 persen adalah sulit untuk mendapatkan
penyelesaian reward. Namun demikian jika kenaikan gaji dikaitkan langsung dengan kinerja, seorang
karyawan yang menerima peningkatan gaji yang besar akan lebih mungkin mengalami perasaan
penyelesaian dan kepuasan. Ada lima komponen utama kepuasan kerja yaitu:
1) Sikap terhadap kelompok kerja
2) Kondisi umum pekerjaan
3) Sikap terhadap perusahaan
4) Keuntungan secara ekonomi
5) Sikap terhadap manajemen
Komponen lain mencakup kondisi pikiran karyawan tentang pekerjaan itu sendiri dan kehidupan
secara umum. Sikap seorang karyawan terhadap pekerjaan mungkin positif atau negative.
Kesehatan, usia, tingkat aspirasi, status sosial, kegiatan sosial dan politik dapat mempengaruhi
kepuasan kerja.
Menurut Kreitner dan Kinicki (2005) (12) terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi
timbulnya kepuasan yaitu:
1) Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan). Model ini mengajukan bahwa kepuasan ditentukan
tingkatan karakteristik pekerjaan yang memungkinkan kesempatan pada individu untuk memenuhi
kebutuhannya.
2) Discrepancies (perbedaan). Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil
memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan
dan yang diperoleh individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih besar daripada apa yang diterima,
orang akan tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas apabila mereka menerima
manfaat diatas harapan.
3) Value attainment (pencapaian nilai). Gagasan value attainment adalah bahwa kepuasan meru-
pakan hasil dari persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting.
4) Equity (keadilan). Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari seberapa
adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan merupakan hasil dari persepsi orang bahwa
perbandingan antara hasil kerja dan inputnya relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan
perbandingan antara keluaran dan masukkan pekerjaan lainnya.
5) Dispositional/genetic components (komponen genetik). Beberapa rekan kerja atau teman tampak
puas terhadap variasi lingkungan kerja, sedangkan lainnya kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan
pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik.
Model menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan
kerja seperti halnya karakteristik lingkungan pekerjaan.

Selain itu, berikut juga faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja:

1. Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh
pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.
2. Keamanan kerja. Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi
karyawan pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan
karyawan selama kerja.
3. Gaji, Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan
kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.
4. Perusahaan dan manajemen, Perusahaan dan manajemen yang baik adalah yang mampu
memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan
kerja karyawan.
5. Supervisi, bagi karyawan supervisor dianggap sebagai figur ayah dan sekaligus atasannya.
Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over (menyerah).
6. Faktor intrinsik dari pekerjaan, Atribut yang ada pada pekerjaan mensyaratkan ketrampilan
tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan akan tugas akan meningkatkan atau
mengurangi kepuasan.
7. Kondisi kerja, Termasuk di sini adalah kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin dan
tempat parkir.
8. Aspek sosial dalam pekerjaan, Merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi
dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak puas dalam kerja.
9. Komunikasi, Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak
dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan
untuk mau mendengar, memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya
sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
10. Fasilitas
Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan
dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.
Berdasarkan indikator yang menimbulkan kepuasan kerja tersebut di atas akan dapat
dipahami sikap individu terhadap pekerjaan yang dilakukan. Karena setiap individu akan memiliki
tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Ini
disebabkan adanya perbedaan persepsi pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek dalam
pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut maka semakin tinggi tingkat kepuasan
yang dirasakannya. Oleh karenanya sumber kepuasan seorang karyawan secara subyektif
menentukan bagaimana pekerjaan yang dilakukan memuaskan. Meskipun untuk batasan kepuasan
kerja ini belum ada keseragaman tetapi yang jelas dapat dikatakan bahwa tidak ada prinsip-prinsip
ketetapan kepuasan kerja yang mengikat dari padanya.

Pengaruh Kepuasan Kerja


1) Terhadap Produktivitas
Orang berpendapat bahwa produktivitas dapat dinaikkan dengan meningkatkan kepuasan kerja.
Kepuasan kerja mungkin merupakan akibat dari produktivitas atau sebaliknya. Produktivitas yang
tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan
bahwa apa yang telah dicapai perusahaan sesuai dengan apa yang mereka terima (gaji/upah) yaitu
adil dan wajar serta diasosiasikan dengan performa kerja yang unggul. Dengan kata lain bahwa
performansi kerja menunjukkan tingkat kepuasan kerja seorang pekerja, karena perusahaan dapat
mengetahui aspek-aspek pekerjaan dari tingkat keberhasilan yang diharapkan.
2) Ketidakhadiran (Absenteisme)
Menurut Porter dan Steers, ketidakhadiran sifatnya lebih spontan dan kurang
mencerminkan ketidakpuasan kerja. Tidak adanya hubungan antara kepuasan kerja dengan
ketidakhadiran. Karena ada dua faktor dalam perilaku hadir yaitu motivasi untuk hadir dan
kemampuan untuk hadir.
Sementara itu menurut Wibowo (2007:312) “antara kepuasan dan
ketidakhadiran/kemangkiran menunjukkan korelasi negatif”. Sebagai contoh perusahaan
memberikan cuti sakit atau cuti kerja dengan bebas tanpa sanksi atau denda termasuk kepada
pekerja yang sangat puas.
3) Keluarnya Pekerja (Turnover)
Sedangkan berhenti atau keluar dari pekerjaan mempunyai akibat ekonomis yang besar,
maka besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuasan kerja. Menurut Robbins (1998),
ketidakpuasan kerja pada pekerja dapat diungkapkan dalam berbagai cara misalnya selain dengan
meninggalkan pekerjaan, mengeluh, membangkang, mencuri barang milik perusahaan/organisasi,
menghindari sebagian tanggung jawab pekerjaan mereka dan lainnya.
4) Respon terhadap Ketidakpuasan Kerja
Menurut Robbins (2003) ada empat cara tenaga kerja mengungkapkan ketidak puasan yaitu:
a) Keluar (Exit) yaitu meninggalkan pekerjaan termasuk mencari pekerjaan lain.
b) Menyuarakan (Voice) yaitu memberikan saran perbaikan dan mendiskusikan masalah dengan
atasan untuk memperbaiki kondisi.
c) Mengabaikan (Neglect) yaitu sikap dengan membiarkan keadaan menjadi lebih buruk seperti sering
absen atau semakin sering membuat kesalahan.
d) Kesetiaan (loyality) yaitu menunggu secara pasif samapi kondisi menjadi lebih baik termasuk
membela perusahaan terhadap kritik dari luar.

Korelasi/Hubungan Kepuasan Kerja


Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif atau negatif.
Kekuatan hubungan mempunyai rentang dari lemah dampai kuat. Menurut Kreitner dan Kinicki
(2001;226) Hubungan yang kuat menunjukkan bahwa atasan dapat mempengaruhi dengan signifikan
variabel lainnya dengan meningkatkan kepuasan kerja. Beberapa korelasi kepuasan kerja sebagai
berikut :
1) Motivasi
Antara motivasi dan kepuasan kerja terdapat hubungan yang positif dan signifikan. Karena
kepuasan dengan pengawasan/supervisi juga mempunyai korelasi signifikan dengan motivasi,
atasan/manajer disarankan mempertimbangkan bagaimana perilaku mereka mempengaruhi
kepuasan pekerja sehingga mereka secara potensial dapat meningkatkan motivasi pekerja melalui
berbagai usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja.
2) Pelibatan Kerja
Hal ini menunjukkan kenyataan dimana individu secara pribadi dilibatkan dengan peran
kerjanya. Karena pelibatan kerja mempunyai hubungan dengan kepuasan kerja, dan peran
atasan/manajer perlu didorong memperkuat lingkungan kerja yang memuaskan untuk meningkatkan
keterlibatan kerja pekerja.
3) Organizational commitment
Mencerminkan tingkatan dimana individu mengidentifikasi dengan perusahaan dan
mempunyai komitmen terhadap tujuannya. Antara komitmen organisasi dengan kepuasan terdapat
hubungan yang siknifikan dan kuat, karena meningkatnya kepuasan kerja akan menimbulkan tingkat
komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya komitmen yang lebih tinggi dapat meningkatkan
produktivitas kerja.
4) Ketidakhadiran (Absenteisme)
Antara ketidakhadiran dan kepuasan terdapat korelasi negatif yang kuat. Dengan kata lain
apabila kepuasan meningkat, ketidakhadiran akan turun.
5) Perasaan stres
Antara perasaan stres dengan kepuasan kerja menunjukkan hubungan negatif dimana
dengan meningkatnya kepuasan kerja akan mengurangi dampak negatif stres.
6) Prestasi kerja/kinerja
Terdapat hubungan positif rendah antara kepuasan dan prestasi kerja. Dikatakan kepuasan
kerja menyebabkan peningkatan kinerja sehingga pekerja yang puas akan lebih produktif. Di sisi lain
terjadi kepuasan kerja disebabkan oleh adanya kinerja atau prestasi kerja sehingga pekerja yang
lebih produktif akan mendapatkan kepuasan.

Anda mungkin juga menyukai