Anda di halaman 1dari 7

A.

SISTEM PEREDARAN DARAH


1. DEFENISI
Sistem peredaran darah atau biasa disebut sistem kardiovaskular yaitu suatu
sistem organ yang memiliki fungsi memindahkan zat ke sel dan dari sel. Sistem ini
membantu stabilisasi suhu dan pH tubuh (bagian dari homeostasis).
2. ORAGAN YANG BERHUBUNGAN
Pada system ini organ yang berhubungan adalah organ Jantung.
3. PATHOLOGI/PENYAKIT
- Angina Pektoris
- Aritmia
- Aterosklerosis
- Kardiomiopati, dll
4. CONTOH PATOFISIOLOGIS DARI 2 PATHOLOGI
1) Pathofis Angina Pektoris
Patofisiologi penyakit ini berhubungan dengan :
a. Ruptur atau disrupsi palque, palgue ini bisa luntur atau ruptur dapat di
sebabkan oleh:
 faktor ekstrinsik : cap tension, cap plaque compresion, hemodinamik,
dan lan- lain
 faktor intrinsik : konsistensi inti, ketebalan (fibrous cap), inflamasi.
b. Trombosis akut. Trombosis akut ini di sebabkan oleh ;
 faktor kuagulasi
 faktor trombosit
c. Vasokontruksi
d. Kadang bisa karena emboli, abnormalitas kongenital dan penyakit
inflamasi sitemik.

Proses pembentukan plaque biasanya berlangsung bertahun- tahun atau


progresif. Proses- proses ini bisa mencetuskan serangan angina. Plaque
mengandung lipid pada intinya dan fibrous cap yaitu selaput yang menutup
plaque ini sangat tipis jadi tidak stabil, selain itu plague juga mengandung sel-
sel inflamasi, ini dapat di lihat pada pemeriksaan Ultra vascular ultrasound.
Suatu ketika apabila ada cetusan dari faktor intrinsik maupun factor ekstrinsik
ataupun perubahan hemodinamik misalnya hipertensi yang terjadi secara
tiba- tiba, syok, ataupun hipotensi secara tiba- tiba, bisa juga karena stress
emosional, maka akan menyebabkan ruptur plaque. Ruptur plaque ini akan
menyebabkan fissure atau celah pada plaque. Adanya fissure ini akan
mengaktifkan faktor koagulasi ( trombosit/platelet). Trombosit diaktivasi oleh
jalur tromboxan dari arachidonat. Sebenarnya trombosit ini berfungsi sebagai
komponen hemoestatis normal (menutupi luka) pada cedera pembuluh
darah (misalnya ada luka), Namun jika ada Fissure atau celah dari plaque
artesiosclerosis, trombosit ini juga melakukan fungsi repair (menutupi fissure
tersebut). Fungsi repair yang di lakukan oleh trombosit ini terjadi secara tak
terkendali akibatnya ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi :
 Jika faktor fibrinolitik (faktor penghancuran) seimbang dengan faktor
koagulasi (faktor pembekuan yang dilakukan oleh trombosit pada
fissure plague) maka tidak terbentuk trombus atau penyumbatan.
 Jika faktor fibrinolitik sangat kurang di bandingkan faktor koagulasi,
maka akan terbentuk trombus yang dimana trombus tersebut dapat
menutupi semua lumen pembuluh darah. sehingga terjadi obstruksi
total, ini sangat berbahaya.
 Jika walaupun ada trombus tetapi masih dapat di kompensasi oleh
faktor fibrinolitk maka akan terbentuk mural trombus yaitu trombus
tersebut tidak menutupi semua lumen pembuluh darah, hanya sebagian
besar lumen pembuluh darah saja.

Dengan adanya trombus (penyumbatan) yang terbentuk dari proses diatas


pada arteri coronaria (arteri yang memperdarahi jantung), maka otomatis
darah akan sedikit tersalurkan ke dalam otot jantung (Darah membawa
nutrisi dan oksigen untuk otot jantung) . Apabila suplai darah ke otot jantung
berkurang sedangkan kebutuhan otot jantung akan suplay darah itu
meningkat, maka akan terjadi iskemik otot-otot jantung. Selanjutnya
miokardium (otot-otot jantung) dan sel-sel miokardium mulai menggunakan
glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Cara
pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan
terebentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan PH miokardium dan
menimbulkan nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris (inilah proses
terjadinya nyeri). Apabila kebutuhan akan suplay darah sel-sel jantung
berkurang, maka suplay oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke
proses fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak
menghasilkan asam laktat. Dengan dihilangkan penimbunan asam laktat,
maka nyeri angina pectoris mereda. Dengan demikian angina pectoris adalah
suatu keadaan yang berlangsung singkat.

2) Pathofis Aritmia
B. SISTEM PENCERNAAN
1. DEFENISI
Sistem pencernaan merupakan serangkaian jaringan organ yang memiliki fungsi
untuk mencerna makanan. Makanan - makanan tersebut akan diproses secara
mekanik ataupun secara kimia. Pencernaan secara mekanik yaitu pencernaan
yang terjadi di dalam lambung yang melibatkan gerakan fisik dalam tubuh.
Tujuan pencernaan ini adalah untuk mengubah ukuran molekul makanan
menjadi bentuk lebih kecil atau halus. Sedangkan pencernaan secara kimia yaitu
pencernaan yang melibatkan enzim.
2. ORGAN YANG BERHUBUNGAN
- Mulut
- Faring
- Kerongkongan (Esofagus)
- Hati
- Empedu
- Lambung
- Pankreas
- Usus Kecil
- Usus Besar
- Rektum
- Anus
3. PATHOLOGI/PENYAKIT
- Maag
- Konstipasi
- Apendiksitis
- Tukak Lambung, dll
4. CONTOH PATOFISIOLOGI DARI 2 PATHOLOGI
1) Patofisiologi Konstipasi
Pengeluaran feses merupakan akhir proses pencernaan. Sisa-sisa makanan
yang tidak dapat dicerna lagi oleh saluran pencernaan, akan masuk kedalam
usus besar ( kolon ) sebagai massa yang tidak mampat serta basah. Di sini,
kelebihan air dalam sisa-sisa makanan tersebut diserap oleh tubuh.
Kemudian, massa tersebut bergerak ke rektum ( dubur ), yang dalam keadaan
normal mendorong terjadinya gerakan peristaltik usus besar. Pengeluaran
feses secara normal, terjadi sekali atau dua kali setiap 24 jam ( Akmal, dkk,
2010 ).
Kotoran yang keras dan sulit dikeluarkan merupakan efek samping yang tidak
nyaman dari kehamilan. Sembelit terjadi karena hormon-hormon kehamilan
memperlambat transit makanan melalui saluran pencenaan dan rahim yang
membesar menekan poros usus (rektum). Suplemen zat besi prenatal juga
dapat memperburuk sembelit. Berolahraga secara teratur, menyantap
makanan yang kaya serat serta minum banyak air dapat membantu
meredakan masalah tersebut ( Kasdu, 2005 ).
2) Patofisiologi Apendiksitis
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang disebabkan
oleh fses yang terlibat atau fekalit. Sesuai dengan pengamatan epidemiologi
bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan makanan yang rendah serat.
Pada stadium awal apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa.
Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan peritoneal.
Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan
berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan. Dalam
stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen yang
menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks
menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi
nekrosis ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh
omentum, abses local akan terjadi (Burkit, Quick & Reed, 2007)

C. SISTEM PERKEMIHAN
1. DEFENISI
Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses
penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak
dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh
tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dlam air dan
dikeluarkan berupa urin (air kemih).
2. ORGAN YANG BERHUBUNGAN
- Ginjal
- Ureter
- Kandung kemih
- Uretra
3. PATHOLOGI/PENYAKIT
- Gagal ginjal
- Infeksi Saluran Kemih (ISK)
- Benign Prostat Hiperplasia (BPH), dll
4. CONTOH PATOFISIOLOGIS DARI 2 PATHOLOGI
1) Pathofis ISK
Pada individu normal, laki-laki maupun perempuan urin selalu steril karena
dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Uretro distal merupakan
tempat kolonisasi mikroorganisme non-pathogenic fastidious gram-positive
dan gram negatif 2. Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme
asending dari uretra ke dalam saluran kemih yang lebih distal, misalnya
kandung kemih28. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme
dapat mencapai ginjal. Proses ini dipermudah refluks vesikoureter. Proses
invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik,
mungkin akibat lanjut dari bakteriemia. Ginjal diduga merupakan lokasi
infeksi sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat S. aureus.
2) Pathofis BPH
Patofisiologi benign prostatic hyperplasia disebabkan karena beberapa
faktor, yaitu faktor usia dan hormonal. Seiring bertambahnya usia, kelenjar
prostat akan mengalami pembesaran. Pembesaran prostat ini dipengaruhi
oleh hormon androgen, terutama dihidrotestosteron dan testosteron. Kadar
testosteron dalam kelenjar prostat mengalami penurunan seiring dengan
bertambahnya usia, hal ini disebabkan karena adanya isoenzim alfa-5-
reduktase mengubah testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT).
Penurunan kadar testosteron ini kemudian akan mengakibatkan
ketidakseimbangan hormon androgen, sehingga terjadi peningkatan rasio
esterogen/androgen dalam serum serta jaringan prostat, terutama pada
stroma. DHT juga akan berikatan dengan reseptor androgen pada nukleus sel,
sehingga dapat menyebabkan hiperplasia.

D. SISTEM SARAF
1. DEFENISI
Sistem saraf adalah suatu struktur yang terdiri dari komponen-komponen sel
saraf (neuron). Sistem saraf bersama-sama dengan sistem hormon, berfungsi
untuk memelihara fungsi tubuh. Pada umumnya sistem saraf berfungsi untuk
mengatur, misalnya kontraksi otot, perubahan alat-alat tubuh bagian dalam yang
berlangsung dengan cepat, dengan kecepatan sekresi beberapa kelenjar
endokrin.
2. ORGAN YANG BERHUBUNGAN
Sistem Saraf terbagi atas 2 bagian :
1) Sistem saraf pusat, yang terdiri dari :
- Brain (Otak)
- Spinal Cord (Sumsum Tulang Belakang)
2) Sistem saraf tepi, yang terdiri dari :
- Saraf Karnial terdiri dari 12 pasang serabut otak
- Saraf Nerves terdiri dari 31 pasang saraf sumsum tulang belakang
3. PATHOLOGI/PENYAKIT
- Stroke
- Epilepsi
- Amnesia
- Alzheimer
- Meningitis, dll.
4. CONTOH PATOFISIOLOGIS DARI 2 PATHOLOGI
1) Pathofis Alzheimer
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang
dijumpai pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut
(masa kusut neuron yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit
protein beta-amiloid, bagian dari suatu protein besar, protein prukesor
amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut terjadi secara primer pada korteks
serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak. Secara maskroskopik,
perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuron korteks
dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah
intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural)
dan biokimia pada neuron – neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri
khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau
akson dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan
neurofibrilaris yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian
besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP, protein tau sebagian besar
sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan menstabilkan
mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel neuron.
Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia
menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada
mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke
filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing terluka. Dengan
kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang
pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan
neuron yang kusut dan berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan
Alzheimer. Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid
(A-beta) yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan
dalam sel neuronal. A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP)
yang pada keadaan normal melekat pada membrane neuronal yang berperan
dalam pertumbuhan dan pertahanan neuron. APP terbagi menjadi fragmen –
fragmen oleh protease, salah satunya A-beta, fragmen lengket yang
berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan tersebut akhirnya
bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril – fibril plak
yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi
neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal
bebas Sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon
pembuluh darah Sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap
stressor. Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh
pada AD. Secara neurokimia kelainan pada otak.
2) Pathofis Meningitis
Meningitis pada umumnya sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ
atau jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen
sampai ke selaput otak, misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis,
Pneumonia, Bronchopneumonia dan Endokarditis. Penyebaran bakteri/virus
dapat pula secara perkontinuitatum dari peradangan organ atau jaringan
yang ada di dekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media,
Mastoiditis, Trombosis sinus kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman
bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan fraktur terbuka atau komplikasi
bedah otak. Invasi kuman-kuman ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan
reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan Serebrospinal) dan sistem
ventrikulus. Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang
mengalami hiperemi; dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran
sel-sel leukosit polimorfonuklear ke dalam ruang subarakhnoid, kemudian
terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan
histiosit dan dalam minggu kedua selsel plasma. Eksudat yang terbentuk
terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear
dan fibrin sedangkan di lapisaan dalam terdapat makrofag. Proses radang
selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan dapat
menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi
neuronneuron. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang fibrino-
purulen menyebabkan kelainan kraniales. Pada Meningitis yang disebabkan
oleh virus, cairan serebrospinal tampak jernih dibandingkan Meningitis yang
disebabkan oleh bakteri.

Anda mungkin juga menyukai