Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN TUGAS KOMUNIKASI DATA DAN

JARINGAN KOMPUTER

DISUSUN OLEH :

SHINTYA PUSPITA SARI (3411191008)

NINDA MAULINA (3411191017)

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN INFORMATIKA

UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

TAHUN 2020
A. Internet bawah laut bersumber dari jurnal

Sistem komunikasi kabel laut untuk saat ini di Indonesia hanya ada 6 provider
telekomunikasi yang mendukung transmisi jarak jauh antar negara (Indonesia –
Singapura) yaitu Telkom, Indosat, XL, Moratel, Matrix Network dan Pgascom. Sehingga
untuk akses informasi mengenai kabel laut, terutama untuk proses analisa gangguan,
diharapkan informasi ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada seluruh
masyarakat. Pada penelitian ini penulis melakukan proses analisa gangguan melalui NMS
(Network Monitoring System), kemudian berkoordinasi dengan tim Cable Landing
Station Jakarta yang berada di Pluit untuk mengetahui penyebab kerusakan dan
selanjutnya melakukan restorasi trafik ke jalur backup. Pada saat proses perbaikan 2
bulan setelah gangguan, penulis berada di cable landing station Jakarta untuk melakukan
koordinasi dengan team Asean Cable Ship yang berada di kapal Asean Explorer dan tim
cable landing station di Singapura. Dalam proses perbaikan, team Asean Cable Ship
memberikan perintah kepada tim di cable landing station untuk melakukan pengetestan
seperti elektroding tone, short circuit, open circuit.

(Octavian, 2019)

 Arsitektur Jaringan
Base Station yang berada di daratan akan menyediakan koneksi point to
multipoint kearah CPE yang nantinya akan meneruskan jaringan Wi-Fi ke arah mobile
phone menggunakan topologi mesh. Hal ini akan memaksimalkan pemanfaatan jaringan
secara bersamaan dalam rangka mendukung layanan monitoring kapal di wilayah laut
dan kepulauan. Gambar 3 menunjukkan asitektur jaringan yang akan digunakan.

Kapal-kapal yang sudah terdaftar dalam sistem dan berada dalam jangkauan CPE dapat
dipantau dengan mudah posisinya dengan menerapkan sistem ini. Informasi posisi kapal
yang diperoleh CPE terdekat dari kapal selanjutnya diteruskan ke CPE lain atau dapat
langsung ke BS yang berada di daratan.
(Nantan, Zainuddin and Wardi, 2018)

 Sistem Komunikasi Kabel Laut


Sistem submarine atau kabel laut optik merupakan sistem yang memiliki
jangkauan jarak jauh (rentang kilometer hingga ribuan kilometer) karena melalui lautan
(under water). Berdasarkan aplikasinya kabel optik untuk komunikasi kabel laut dibagi
menjadi dua, yaitu repeatered submarine cable (kabel laut dengan repeater) dan
repeaterless submarine cable (kabel laut tanpa repeater) yang ditunjukkan pada Gambar
1. Pada sistem komunikasi kabel laut biasanya menggunakan komponen penguat EDFA
(Erbium Doped Fiber Amplifier), yaitu Optical Amplifier yang bekerja pada panjang
gelombang 1550 nm dan memiliki active medium berupa serat silika sepanjang 10 meter
– 30 meter, diberi sedikit dopping unsur Erbium (Er). EDFA cocok digunakan untuk
sistem komunikasi kabel laut karena memiliki beberapa keuntungan seperti mempunyai
gain besar (~ 50 dB), high output power (> 100 mW), noise figure yang rendah (~ 4 dB),
dan menggunakan power yang rendah untuk pumping source-nya. Struktur EDFA dapat
dilihat pada gambar dibawah.

Umumnya, transmisi yang digunakan dalam perancangan SKKL yaitu Dense Wavelength
Division Multiplexing (DWDM) yang memanfaatkan cahaya dengan panjang gelombang
yang berbeda sebagai kanal informasi, sehingga setelah dilakukan proses multiplexing
seluruh panjang gelombang tersebut dapat ditransmisikan melalui sebuah serat optik[4].
Teknologi ini memanfaatkan sistem SDH (Synchoronous Digital Hierarchy) yang sudah
ada (solusi terintegrasi) dengan memultiplekskan sumber sinyal yang ada.

Pada perancangan SKKL ini rute yang dibuat menghubungkan antara Sulawesi dan
Kalimantan. SKKL Sangatta-Towale dirancang membentuk topologi ring, sehingga pada
end point Towale harus dihubungkan dengan end point link Point to Point T21 Sulawesi
yang berada di daerah Parigi. Pada Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukan posisi BMH di
Sangatta dan Towale yang dibuat. Titik koordinat untuk BMH Sangatta yaitu 117° 36’
24.30’’ BT0° 29’ 21.47’’ LU dan untuk BMH Towale 119° 41’ 0.18’’ BT 0° 43’ 0.26’’
LU. Jarak STO dengan BMH di Sangatta sejauh 10.2 km dan untuk jarak BMH Towale
dengan STO Palu sejauh 54.26 km.
Untuk penentuan jenis kabelnya sendiri berdasarkan kedalaman laut yang akan dilewati
kabel optik. Sehingga dihasilkan:

Keterangan kabel yang digunakan yaitu DA (Double Armored), SA (Single Armored),


LWP (Lightweighted Protected Cable). Berdasarkan Peta Laut, link Sangatta-Towale
melewati jalur nusantara. Daerah tepi pantai di BMH Sangatta mempunyai terumbu
karang tepi serta daratan di Kota Sangatta merupakan daerah kerja kontraktor di bidang
perminyakan. Untuk seabed sendiri di tepi pantai titik Sangatta merupakan selut silikan
(endapan yang mengeras). Sedangkan laut yang dilewati link ini mengandung lempung
sehingga mudah digali.

(Maulida et al., 2018)

Operator telekomunikasi di Indonesia pada era 1990-an sudah menggunakan kabel laut
untuk menghubungkan pulau-pulau di Nusantara. Penggunaan kabel laut serat optik
memiliki banyak keuntungan dibandingkan menggunakan Digital Micro wave (Radio
Terrestrial) yang memiliki keterbatasan pada bandwidth, sehingga trend kedepan penggu-
naan kabel serat optik akan semakin banyak baik di darat maupun di laut. Penggelaran
kabel laut dilakukan oleh kapal kabel (Cableship) yang dirancang khusus untuk
menggelar kabel laut. Cableship memiliki keistimewaan, karena tidak dapat menggelar
pada lokasi air dangkal, maka untuk area air dangkal (Shore End) biasanya menggunakan
Barge Cable, yang mampu sampai pada kedalaman air 1 meter.
Gambar dibawah menunjukkan proses pemasangan kabel fiber optik di dasar laut. Pada
saat kapal mulai berlayar maka kapal membuka pintu keluar kabel dari kapal dan kabel
fiber optic langsung dijatuhkan ke dasar laut beriringan dengan berjalannya kapal. Di
dasar laut juga terdapat kapal Hydro Jet Cable Burial Machine yang berfungsi untuk
meratakan dasar laut agar tidak terjadi gulungan pada kabel atau goresan pada fiber optik
sampai ke pos pemantau selanjutnya.

Pada gambar menunjukkan proses pemasangan kabel fiber optik di dasar laut. Pada saat
kapal mulai berlayar maka kapal membuka pintu keluar kabel dari kapal dan kabel fiber
optik langsung dijatuhkan ke dasar laut beriringan dengan berjalannya kapal. Di dasar
laut juga terdapat kapal Hydro Jet Cable Burial Machine yang berfungsi untuk meratakan
dasar laut agar tidak terjadi gulungan pada kabel atau goresan pada fiber optik sampai ke
pos pemantau selanjutnya.
(Niswati, 2007)
 Model Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) 

Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) Perancangan sistem pada Tugas Akhir ini
bedasarkan analisis serta data lapangan yang sudah diolah oleh Telkom Indonesia. Secara
uum blok diagram dari SKKL pada Tugas Akhir ini terdiri dari empat blok penyusun
utama, pertama blok transmitter dan receiver terdiri dari 40 dan 80 kanal yang akan
disalurkan kebeberapa LS. Pada blok transmisi menggunakan dua pair kabel fiber optic
yang berarti dalam satu kabel terdapat dua core, satu core untuk komunikasi upstream dan
satu core lagi untuk komunikasi downstream. Blok branching unit berfungsi untuk
membagi atau menambahkan panjang gelombang sesuai dengan jalur transmisinya.
(A karel, 2018)

 Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL)


Merupakan sistem komunikasi yang menggunakan media transmisi berupa kabel
laut yang penempatannya dapat ditanam atau digelar di dasar laut untuk menghubungkan
komunikasi antar pulau yang berada di dalam satu kawasan negara maupun antar negara.
Media transmisi yang dipergunakan mempunyai persyaratan- persyaratan tertentu,
terutama mengenai perlindungan terhadap tegangan Tarik dan gangguan luar. Perangkat
Terminal SKKL antara lain :

Selain perangkat terminal SKKL terdapat pula perangkat

bawah laut yang terdiri atas :

1.  Kabel: Dua fungsi utamanya yaitu serat optik sebagai media transmisi dan kawat
tembaga sebagai penghantar catu daya dari PFE ke repeater dan BU. Kabel
merupakan bagian terpenting pada SKKL. Pemilihan kabel laut harus diperhatikan
guna memberikan sistem proteksi fisik yang tepat berdasarkan kedalaman laut yang
akan dilewati. Terdapat beberapa jenis kabel laut yang digunakan sesuai dengan
fungsi perlindungannya yaitu light weight cable (kabel tanpa pelindung), light weight
armored cable, single armored cable (kabel pelindung tunggal), double armored
(kabel pelindung ganda), dan double rock armored (kabel laut pelindung ganda
terhadap batuan).
2. Repeater: Repeater berfungsi untuk memperkuat sinyal. Pada SKKL, tidak semua
rancangan membutuhkan repeater. Beberapa jaringan membutuhkan repeater
sehingga disebut jaringan repeatered dan terdapat pula jaringan yang tidak
membutuhkan repeater atau disebut jaringan repeaterless.
3. Branching Unit (BU): BU digunakan pada SKKL yang memiliki lebih dari dua
landing station, sebagai tempat membelokkan jalur optik, tempat membelokkan
wavelength/lambda, dan merekonfigurasi sistem daya.
(Nurdiana, 2015)

 Percepatan Pelaksanaan Proyek Nasional

Telah terbit Peraturan Presiden (Perpres) No. 3 Tahun 2016 tentang


PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK NASIONAL. Selain itu, telah tersedia pula
Perjanjian Kerjasama antara Menteri Komunikasi dan Informatika Indonesia dengan PT
Palapa Ring Barat Nomor: 284.M. KOMINFO/ HK.03.02/02/2016 – NOMOR:
002/PRB/PD-DIR/II/2016, tanggal 29 Februari 2016 tentang. Dengan demikian proses
Pembangunan dan Pengelolaan Jaringan Tulang Punggung Serat Optik Palapa Ring Paket
Barat segera dapat diwujudkan. Pemerintah Indonesia mencanangkan suatu mega proyek
yang disebut dengan jaringan “Palapa Ring”. Jaringan Palapa Ring merupakan jaringan
kabel serat optik berkapasitas tinggi (broadband) yang di bentangkan di bawah laut dan
berfungsi sebagai penghubung (media) pengiriman data dan informasi di antara pulau-
pulau di indonesia. Penetrasi Internet Glogal yang membutuhkan akses yang cepat dan
handal Khususnya Wilayah Barat adanya pemerataan akses informasi dan kesenjangan
pada Pulau Sumatera, Kalimantan Barat dengan Gugusan Pulau – Pulau Sekitarnya.

Jaringan Cincin Palapa (Palapa Ring) merupakan proyek pembangunan


infrastruktur tulang punggung (backbone) bagi sistem telekomunikasi nasional Indonesia.
Jaringan ini berupa kabel serat optik yang menghubungkan seluruh kepulauan di
nusantara yang berbentuk cincin terintegrasi (integrated ring shape). Jaringan Cincin
Palapa ini juga kadang disebut sebagai Jaringan Cincin Serat Optik Nasional (CSON).

Sebagaimana terlihat pada Gambar, jaringan ini berupa tujuh cincin kecil yaitu
yang mengelilingi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Papua, dan
Maluku serta satu backhaul yang menghubungkan ketujuh cincin tersebut. Panjang
jaringan ini diperkirakan mencapai 35.280 km untuk kabel bawah laut (undersea) dan
21.807 km untuk kabel di darat (inland), menghubungkan 33 propinsi dan 460 kabupaten
di Indonesia .

(Fachrurrozi, 2019)
 Transmitter Laser Diode ( LD ) 

          Laser Diode dapat digunakan untuk sistem komunikasi optik yang sangat jauh
seperti Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) dan Sistem Komunikasi Serat Optik
(SKSO), karena laser LD mempunyai karakteristik yang handal yaitu dapat memancarkan
daya dengan intensitas yang tinggi, stabil, hampir monokromatis, terfokus, dan merambat
dengan kecepatan sangat tinggi, sehingga dapat menempuh jarak sangat jauh.
Pembuatannya sangat sukar karena memerlukan spesifikasi tertentu sehingga
harganyapun mahal. Jadi LD tidak ekonomis dan tidak efisien jika digunakan untuk
sistem komunikasi jarak dekat dan pada trafik kurang padat

(Ramadhanti and Jakarta, 2020)

Kabel bawah laut (Submarine Cable) adalah salah satu jenis kabel yang digunakan
untuk penyaluran tenaga listrik. Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga sangat
cocok jika menggunakan kabel bawah laut. Kabel bawah laut didesain untuk melindungi
bagian dalam dari air, tekanan tinggi, arus bawah laut, gelombang, dan kekuatan alam
lainnya yang bisa mempengaruhi keadaan kondisi dasar laut dan air yang ada diatasnya.
Alasan yang paling umum pada kegagalan kabel bawah laut adalah kerusakan eksternal.
Statistik kegagalan kabel bawah laut menunjukkan resiko 3 sampai 5 kali lebih tinggi
dibandingkan resiko kegagalan internalnya. Metode yang akan digunakan untuk menguji
kekuatan dari kabel power bawah laut ini adalah uji tarik (tensile strenght).
Pengujian uji tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap
gaya statis yang diberikan secara lambat. Sifat mekanis logam yang dapat diketahui
setelah proses pengujian ini seperti kekuatan tarik, keuletan dan ketangguhan.
Perhitungan penggelaran kabel bawah laut menggunakan slack positif dari kabel power
dapat memberikan manfaat terutama untuk mengetahui kekuatan armor dari kabel
tersebut. Dan hasilnya pun dapat tergambarkan setelah dianalisa bahwa pada kedalaman
laut 150m-3000m merupakan jarak yang aman untuk proses penggelaran kabel power
bawah laut karena armor kabel power mampu menahannya dan menunjukan performa
terbaiknya selama proses tersebut.
Selama bertahun-tahun penggelaran kabel itu hanya diletakkan di dasar laut dan
aspek geoteknik dari proses instalasi itu dianggap tidak terlalu penting. Dengan demikian
aspek geoteknik dari pemilihan rute kabel itu, sebagian besar hanya terbatas pada
identifikasi potensi bahaya, seperti longsor di bawah laut yang bisa mematahkan kabel,
gunung berapi bawah laut, dan area batuan di mana gerakan atau getaran karena arus
(strumming) bisa mengenai armour kabel dan mengakibatkan kerusakan [2].
Selain itu, untuk setiap operasi penggelaran kabel, bertujuan agar aman saat
memindahkan kabel dari kapal (vessel) ke dasar laut dan menempatkannya dengan
akurat. Tidak hanya kabel yang harus diletakkan pada jalur khusus, tapi kabel juga harus
diletakkan dalam kondisi khusus baik itu slack atau tension-nya.
(Mulia and Hidayat, 2014)
DAFTAR PUSTAKA

‘2 , 3 1,2’ (2018), 5(1), pp. 744–751.

Dwdm, L. M. M. (2015) ‘Perancangan dan Analisis Sistem Komunikasi Serat Optik’, Jnteti,
4(3).

Fachrurrozi, N. R. (2019) ‘Analisa Kelayakan Capital Budgeting Jaringan Backbone Kabel Serat
Optik Palapa Ring Studi Kasus : Palapa Ring Barat’, Jurnal Telekomunikasi dan Komputer, 9(2),
p. 87. doi: 10.22441/incomtech.v9i2.6472.

Law, I. (2008) ‘S Oftness in I Nternational L Aw ’:, 1075(March), pp. 1–29.

Maulida, A. et al. (2018) ‘Perancangan Sistem Komunikasi Kabel Laut Sangatta-Towale’,


Seminar Nasional Inovasi dan Aplikasi Teknologi di Industri, (February), pp. 290–295.

Mulia, S. B. and Hidayat, S. (2014) ‘Analisis Kekuatan Mekanis Dari Kabel Power Bawah Laut’,
Electrans, 13(2), pp. 181–194.

Nantan, Y., Zainuddin, Z. and Wardi, W. (2018) ‘Akses Internet di Wilayah Laut dan Kepulauan
Menggunakan WiFi Long Range’, Jurnal Penelitian Enjiniring, 21(2), pp. 52–57. doi:
10.25042/jpe.112017.08.

Niswati, L. N. (2007) ‘Perancangan Kabel Komunikasi Bawah Laut’, pp. 1–9.

Octavian, Y. P. (2019) ‘Analisis Gangguan Transmisi Pada Sistem Komunikasi Kabel Laut
Matrix Cable System’, STRING (Satuan Tulisan Riset dan Inovasi Teknologi), 3(3), p. 306. doi:
10.30998/string.v3i3.3502.

Ramadhanti, T. A. and Jakarta, P. N. (2020) ‘Pembangunan Jalur kabel Serat Optik untuk
Layanan Stroomnet Menggunakan Teknologi CWDM oleh PT . Gerbang Sinergi Prima Jakarta’,
(April).

Sobaruddin, D. P., Armawi, A. and Martono, E. (2017) ‘Model Traffic Separation Scheme (TSS)
Di Alur Laut Kepulauan Indonesia (AlKI) I Di Selat Sunda Dalam Mewujudkan Ketahanan
Wilayah’, Jurnal Ketahanan Nasional, 23(1), p. 104. doi: 10.22146/jkn.22070.
Peran masing-masing anggota

Shintya Puspita : mengerjakan referensi 5 jurnal 50%

Ninda Maulina : mengerjakan referensi 5 jurnal 50%

Total 100%

Anda mungkin juga menyukai