Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

AKUNTANSI PAJAK ATAS PERSEDIAAN

Dosen : Dr. Tenriwaru, SE., M.Si., Ak., CA

OLEH:

KELOMPOK 4

WILDA 0016.04.33.2022

ISMAYANTI 0004.04.33.2022

M. KHUSNUL MUBARAK 0030.04.33.2022

MUH. ASRULLAH ARIFIN 0033.04.33.2022

MUNIFA 0022.04.33.2022

ANDI BESSE RUNE TOMPO S 0021.04.33.2022

MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini guna memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Perpajakan dengan judul materi
“Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah“.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna baik segi penyusunan, bahasa maupun penulisannya. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca
guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik di masa mendatang.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Penulis,

Kelompok 4
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persediaan merupakan salah satu jenis aset yang cukup penting dalam
perusahaan manufaktur maupun perusahaan dagang. Hal ini karena persediaan
menggambarkan sumberutama pendapatan kedua jenis perusahaan tersebut.
Akuntansi komersial mendefinisikan persediaan sebagai barang-barang yang
disimpan untuk dijual kembali dalam kegiatan bisnisnya, barang-barang, atau bahan-
bahan yang digunakan atau akan digunakan dalam proses pembuatan produk yang
akan dijual.
Dalam perusahaan dagang, jenis persediaannya adalah barang dagang
(merchandise inventory), sedangkan jenis persediaan dalam perusahaan manufaktur
umumnya dibagi menjadi tiga, yaitu bahan baku (raw material), barang setengah jadi
(work in process), dan barang jadi (finished goods). Perlengkapan, yaitu barang-
barang yang digunakan untuk mendukung kegiatan operasional dicatat dalam
kelompok tersendiri dan tidak termasuk dalam golongan persediaan.
Di Indonesia, pengertian persediaan dalam akuntansi komersial secara jelas
ditunjukkan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 14
tentang persediaan. Definisi persediaan dalam akuntansi pemerintahan cukup
dipengaruhi oleh karakteristik organisasi pemerintahan. Karakteristik pemerintahan
yang hampir sama dengan organisasi sektor publik lainnya dan berbeda dengan
perusahaan adalah bahwa sumber daya ekonominya dikelola untuk tujuan mencari
laba (nirlaba). Secara spesifik, tujuan utama entitas pemerintahan adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan. Sumber pendanaan
organisasi sektor publik tidak melalui laba operasi, tetapi melalui cara khusus berupa
sumbangan atau donasi yang bersifat sukarela. Di entitas pemerintahan, cara seperti
ini direalisasikan melalui penerimaan pajak atau retribusi.
Dengan latar belakang tersebut, maka persediaan dalam akuntansi
pemerintahanmempunyai definisi dan cakupan yang agak berbeda. Di Indonesia,
definisi persediaanmeliputi juga perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi.
Hal ini dijelaskan dalamPSAP 5 tentang akuntansi persediaan. Oleh karena itu untuk
lebih memahami tentangpersediaan kami memilih judul “ Akuntansi Pajak atas
Persediaan “.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana penyajian aakuntansi pajak atas persediaan
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui Bagaimana penyajian akuntansi pajak atas persediaan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Persediaan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.14 (Ikatan Akuntan
Indonesia, 2015:14.2) persediaan adalah aset yang tersedia untuk dijual dalam
kegiatan usaha biasa, dalam proses produksi penjualan tersebut atau dalam bentuk
bahan atau dalam bentuk perlengkapan untuk digunakan dalam proses produksi atau
pembelian jasa. Persediaan termasuk dalam aktiva lancer dikarenakan jumlah kas
akan bertambah seiring dengan penjualan barang secara tunai.
Menurut Hongren dkk diterjemahkan oleh Muhamad (2009:216) persediaan
merupakan seluruh barang dagangan yang dimiliki oleh perusahaan dan diharap dapat
dijual dalam jalur normal operasi perusahaan.Ikatan Akuntan Indonesia
(2015:14.2)persediaan meliputi barang yang dibeli dan dimiliki untuk dijual
kembali.Seperti contoh, barang dagang yang dibeli oleh pengecer untuk dijual
kembali, atau pengadaan tanah dan properti lainnya untuk dijual kembali. Persediaan
juga mancakupi barang yang diproduksi, atau barang dalam penyelesaian yang sedang
diproduksi oleh entitas serta termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan
dalam proses produksi.
Dengan demikian intinya persediaan barang dagang adalah untuk dijual dalam
operasi bisnis perusahaan, dan sesuai dengan pendapat warren, reeve dan Fess maka
perusahaan bisa saja menyimpan persediaan sebelum dijual didalam sebuah gudang
yang sering berlaku untuk pedagang-pedagang besar seperti retail yang perputaran
persediaannya cukup tinggi dan beragam untuk mengantisipasi penjualan supaya tidak
terjadi kekurangan persediaan
Dalam upaya memberikan pemahaman yang mendalam terhadap persediaan,
maka perlu diberikan batasan yang dapat dipedomani untuk dapat mengklasifikasikan
suatu aset kedalam kelompok persediaan. PSAP nomor 5 menyatakan bahwa suatu
aset digolongkan kedalam persediaan apabila:
1. Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan
operasional pemerintah;
2. Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi;
3. Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan
kepada masyarakat.
4. Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam
rangka kegiatan pemerintahan;

Secara ringkas, persediaan dapat digambarkan sebagai berikut:


Pengelompokan Persediaan dalam Lingkungan Pabrikan (manufacturing)
Persediaan pabrikan mungkin bukan merupakan persediaan yang siap dijual.
Diklasifikasikan dalam tiga kategori:
a. barang jadi, siap dijual kepada konsumen
b. sedang dalam proses produksi, beberapa tahap produksi (belum selesai)
c. bahan baku atau mentah, komponen atau bahan yang siap untuk digunakan
dalam proses produksi.

Kepemilikan persediaan dalam perjalanan:


a. Persediaan barang dalam perjalanan, meliputi pihak yang berhak menerima
persediaan.
b. FOB (Free on Board), shipping point. Kepemilikan barang menjadi milik pembeli
pada saat diserahkan penjual kepada penyelenggara transportasi atau pihak
perusahaan pengirim barang yang independen.
c. FOB (Free on Board) destination point. Kepemilikan barang masih berada di
penjual sampai barang tersebut diterima oleh pembeli.
B. Jenis-Jenis Persediaan
Terdapat beberapa golongan untuk pembagian jenis persediaan. Keown
(2010:312) menjelaskan beberapa tipe umum persediaan beerdasarkan proses
produksi sebagai berikut:
a. Persediaan Bahan Mentah (Raw Materials)
Terdiri dari bahan dasar yang dibeli dari perusahaan lain untuk digunakan dalam
operasi produksi perusahaan.
b. Persediaan Barang Setengah Jadi (Work-in-Process)
Mencakup barang setengah jadi yang membutuhkan kerja tambahan atau proses
lanjutan sebelum menjadi barang jadi.
c. Persediaan Barang Jadi (Finished Goods)
Mencakup barang yang telah selesai proses produksinya tetapi belum dijual oleh
perusahaan, dan masih berada di dalam gudang.
C. Metode Pencatatan Persediaan
Dalam akuntansi dikenal ada dua macam metode dalam pencatatan persediaan yang
dikenal dengan metode perpetual dan metode periodi
a. Metode Perpetual
Reeve (2009:282) setiap pembelian dan penjualan barang dicatat dalam akun
persediaan dan juga pada akun harga pokok penjualan.Dengan demikian jumlah
barang yang tersedia untuk dijual dan jumlah yang terjual dilaporkan dalam
catatan persediaan secara terus-menerus
b. Metode periodik
Reeve (2012:282) Pencatatan dalam metode fisik atau yang disebut juga dengan
metode periodik, akun harga pokok penjualan dihitung dengan mengurangkan sisa
barang pada akhir periode dari barang tersedia untuk dijual selama periode
tersebut.Sisa barang pada akhir periode dihitung dengan melakukan perhitungan
fisik terhadap sisa persediaan yang ada.Pada metode periodik
catatan persediaan tidak menunjukan jumlah tersedia untuk dijual atau jumlah
terjual salama periode tertentu
D. Metode Penilaian Persediaan
Metode penilaian persediaan ini mengalokasikan total biaya persediaan yang tersisa
dan yang dijual. Metode ini terdiri dari empat metode paling umum yaitu:
a. Identifikasi Khusus
Pontoh (2013:312) metode ini memiliki keunggulan dalam menentukan secara
tepat biaya persediaan per unit yang terjual, dan menentukan secara tepat nilai
persediaan akhir yang tersisa dalam gudang.Hal ini disebabkan karena unit
persediaan yang akan dijual dapat diidentifikasi terpisah secara tepat.Akan tetapi,
metode ini menjadi tidak praktis ketika diterapkan dalam organisasi bisnis yang
bergerak di bidang usaha perdagangan besar dan eceran.
b. Metode biaya rata-rata
Pontoh (2013:317) metode ini mengasumsikan bahwa harga beli sebuah
persediaan yang dibeli terakhir akan menjadi beban pokok penjualam terlebih
dahulu, pada saat terjadinya transaksi penjualan. Nilai persediaan yang akan
dilaporkan adalah berdasarkan harga beli persediaan pada awal persediaan.
c. Metode Masuk Pertama, Keluar Pertama (FIFO)
Libby (2008:342) metode ini berasumsi bahwa barang yang pertama kali dibeli
merupakan barang yang pertama kali dijual, dan barang yang terakhir kali dibeli
merupakan barang yang tersisa sebagai persediaan.Menurut metode ini, harga
pokok penjualan dan persediaan akhir dihitung seolah-olah barang tersebut keluar
masuk.Saat metode FIFO digunakan selama periode inflasi atau kenaikan harga-
harga secara umum, biaya unit yang lebih awal akan lebih rendah
dibandingkan dengan biaya unit paling terakhir.Oleh karena itu metode ini akan
menghasilkan laba kotor lebih tinggi.Akan tetapi, persediaan perlu diganti dengan
harga yang lebih tinggi dari pada yang ditunjukan oleh harga pokok penjualan
d. Metode Masuk Terakhir, Keluar Pertama (LIFO)
Reeve (2009:356) metode ini berasumsi bahwa barang yang dibeli paling terakhir
merupakan barang yang pertama kali dijual, unit paling tua tetap berada dalam
persediaan akhir. Ketika metode LIFO ini digunakan selama peiode inflasi atau
kenaikan harga-harga, hasilnya adalah berkebalikan dengan metode-metode yang
lain.Metode LIFO akan menghasilkan jumlah yang lebih tinggi untuk harga pokok
penjualan (HPP), jumlah yang lebih rendah untuk laba kotor dan
jumlah yang lebih rendah untuk persediaan akhir.Alasan pengaruh ini adalah
biaya perolehan unit yang paling akhir akan kurang lebih sama dengan biaya
penggantinya. Dalam periode inflasi, biaya unit yang lebih baru akan lebih tinggi
dibandingkan dengan biaya unit yang lebih awal
E. Penilaian Persediaan Selain Arus Harga Pokok
Dalam pendekatan ini ada tiga metode yang digunakan, yaitu:
a. Lower Of Cost Market
Yaitu metode harga terendah antara harga pokok dan harga pasar. Metode ini
dapat diterapkan dalam kondisi persediaan tidak normal, misalnya cacat, rusak
dan kadaluarsa. Pokok dari metode ini adalah membandingkan nilai yang lebih
rendah antara nilai pasar (replacement value) dan nilai perolehan (cost). Nilai
pasar yang akan dipilih harus dibatasi, yaitu tidak boleh lebih rendah dari batas
bawah (floor limit) dan tidak boleh lebih tinggi dari batas atas (ceiling limit).
b. Gross profit margin
Metode laba kotor ini bersifat estimasi dalam penilaian persediaannya. Biasanya
diterapkan karena keterbatasan dokumen yang terkait dengan persediaan,
misalnya karena terjadi bencana kebakaran dan banjir. Dasar penilaian
persediaannya adalah pada persentase laba kotor perusahaan tahun berjalan atau
rata-rata selama beberapa tahun. Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
1. mengestimasi nilai penjualan tahun berjalan.
2. menghitung nilai harga pokok penjualan berdasarkan pada persentase laba
kotor yang telah diketahui dan
3. menghitung estimasi nilai persediaan akhir dengan mengurangkan harga
pokok penjualan terhadap penjualan
c. Retail method
Metode eceran ini menilai persediaan akhir dengan cara menghitung terlebih
dahulu nilai persediaan akhir berdasarkan eceran. Nilaii persediaan akhir dengan
harga pokok akan diketahui dengan cara menghitung rasio antara nilai persediaan
yang tersedia untuk dijual dengan pendekatan harga pokok dibandingkan dengan
pendekatan ritel. Kemudian rasio yang diperoleh dikalikan dengan persediaan
akhir yang dinilai dengan pendekatan eceran dapat dirumuskan sebagai berikut:

Persediaan Barang sedia dijual Persediaan


akhir menurut = menurut harga X akhir menurut
pokok

F. Penyajian dan Pengungkapan Persediaan


Persediaan disajikan di neraca pada bagian aset lancar. Persediaan yang
disajikan adalah jumlah persediaan hasil opname fisik dikalikan dengan nilai per unit
sesuai dengan metode penilaian yang digunakan. Termasuk dalam persediaan tersebut
adalah barang yang dibeli dengan belanja hibah dan/atau belanja bantuan sosial yang
belum didistribusikan sampai dengan akhir periode pelaporan. Catatan atas Laporan
Keuangan (CaLK) untuk persediaan, mengungkapkan, antara lain kebijakan akuntansi
yang digunakan dalam pengukuran persediaan, penjelasan lebih lanjut atas
persediaan, seperti barang atau perlengkapan yang digunakan untuk pelayanan
masyarakat, barang atau perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang
yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang
masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijuak atau diserahkan kepada
masyarakat. Penjelasan atas selisih antara pencatatan dengan hasil inventarisasi fisik
dan jenis, jumlah, dan nilai persediaan dalam kondisi rusak dan usang juga dituangkan
dalam CaLK.
Persediaan di neraca/ laporan posisi keuangan menggambarkan nilai nilai
persediaan nilai persediaan pada tanggal penyusunan neraca/ laporan posisi
keuangan , sedangkan doi laporan laba rugi persediaan akan muncul dalam
perhitungan harga pokok penjualan . namun pada umumnya nilai persediaan
dinyatakan dalam neraca sebesar harga pokok atau harga perolehannya . harga
perolehan meliputi seluruh biaya yang secara langsung atau tidak langsung terjadi .
sebagai contoh biaya pengangkutan dan premi asuransi . nilai persediaan di neraca
dan di laporan laba rugi terebut saling berhubugan . hal ini dapat ditunjukan yaitu
apabila persediaan di nilai terlalu rendah pada akhir periode , maka laba pada akhir
periode juga akan menjadi lebih rendah , demikian pula sebaliknya
G. Akuntansi Perpajakan Persediaan
Dari sisi praktik akuntansi komersial dan akuntansi pajak, tidak ada perbedaan
prinsip dalam metode pencatatannya, sehingga metode pencatatan yang dapat
digunakan adalah sistem perpetual, baik rata-rata maupun fifo, atau metode
pencatatan fisikal yang ada pada penjelasan pada pasal 10 ayat (6) Undang Undang
Pajak Penghasilan. Namun demikian mengacu pada pasal10 ayat (6) Undang Undang
Pajak penghasilan tersebut bahwa persediaan dan pemakaian persediaan untuk
menghitung harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan :
a. Average
b. Fifo
Untuk kepentingan perhitungan pajak penghasilan, Pasal 10 ayat (6) Undang
Undang Pajak Penghasilan menyatakan bahwa persediaan harus dinilai berdasarkan
harga perolehan. Oleh karena itu bila wajib pajak melakukan penilaian berdasarkan
metode selain harga perolehan maka diperlukan penyesuaian. Penetapan besarnya
nilai persediaan atau nilai pemakaian menjadi sangat penting karena berpengaruh ke
harga pokok produksi.
Contoh:
Pada bulan Desember 2007 PT A telah melakukan pembelian barang dengan
perjanjian dengan harga Rp.300.000.000. barang tersebut diterima pada bulan maret
tahun 2008 dan pada Desember 2007 harga turun menjadi Rp. 100.000.000 . sesuai
praktik akuntansi komersial kerugian sebesar Rp.100.000.000 dibebankan sebagai
kerugian tahun 2007 dengan ayat jurnal :
Kerugian Perubahan Harga 200.000.000
Persediaan 200.000.000
Praktik akuntansi pajak tidak mengakui kerugian sebesar 200.000.000 karena
pajak melihat fakta riil dan tidak menerima antisipasi kerugian. Pajak akan mengakui
sebagai kerugian apabila barang yang dijual tersebut benar-benar mengalami
kerugian.
Kerugian Perubahan Harga 200.000.000 Persediaan 200.000.000 Praktik
akuntansi pajak tidak mengakui kerugian sebesar 200.000.000 karena pajakmelihat
fakta riil dan tidak menerima antisipasi kerugian. Pajak akan mengakui sebagai
kerugian apabila barang yang dijual tersebut benar-benar mengalami kerugian.
Metode Perhitungan Persediaan
Tn. Hendy memiliki transaksi persediaan pada tahun 2014 sebagai berikut :

Tanggal Pembelian Pembelian (Total Harga)


10 Februari 2014 200 unit @ Rp 800 Rp. 160.000
10 Mei 2014 400 Unit @ Rp 850 Rp. 340.000
10 Agustus 2014 300 Unit @ Rp 950 Rp. 285.000
Total 900 Unit Rp. 785.000

Tn. Hendy menggunakan metode pencatatan sistem periodical. Pada 31


Desember2014 Tn. Hendy memiliki 50 unit persediaan akhir di gudang. Sehingga
persediaan yangterjual sebanyak 850 unit. Berdasarkan contoh di atas, berikut
penjelasan dari masing-masingmetode perhitungan persediaan
Metode rata-rata (Average)
a. Total pembelian
Perhitungan:
1. Harga rata-rata Per unit = Rp 785.000/900 Unit = Rp 872,22
2. Harga Pokok penjualan = Rp 850 unit x Rp 872,22 = Rp 741.388
3. Persediaan Akhir = 50 Unit x Rp 872,22 = Rp 43.612
Berdasarkan metode Average, nilai persediaan yang diperoleh adalah nilai
rata-rata persediaan yang diperoleh. Jadi harga pokok penjualan dan persediaan akhir
per 31 Desember 2014 dengan sistem periodik adalah sebesar Rp 741.388 dan Rp
43.612.
Metode masuk pertama keluar pertama (first in first out)
a. Total Pembelian
Tanggal Pembelian Pembelian (Total Harga)
10 Februari 2014 200 unit @ Rp 800 Rp. 160.000
10 Mei 2014 400 Unit @ Rp 850 Rp. 340.000
10 Agustus 2014 300 Unit @ Rp 950 Rp. 285.000
Total 900 Unit Rp. 785.000

b. Perhitungan Harga Pokok Penjualan


200 Unit terjual @ Rp 800 Rp 160.000
400 Unit terjual @ Rp 850 Rp 340.000
250 Unit terjual @ Rp 950 Rp 237.500
50 Unit terjual
Total Rp 737.5000

c. Persediaan Akhir = 50 unit x Rp 950 = Rp 47.500. Berdasarkan metode FIFO,


persediaan yang terjual adalah persediaan yang diperoleh lebih awal, mulai dari
bulan Februari sampai dengan Agustus secara berturut-turut, namun pada bulan
Agustus yang baru terjual 250 unit maka masih tersisa 50 unit. Jadi harga pokok
penjualan dan persediaan akhir per 31 Desember 2014 dengan sistem periodik
adalah sebesar Rp 737.500 dan Rp 47.500.

Metode masuk terakhir keluar (Last in first out)


a. Total Pembelian
Tanggal Pembelian Pembelian (Total Harga)
10 Februari 2014 200 unit @ Rp 800 Rp. 160.000
10 Mei 2014 400 Unit @ Rp 850 Rp. 340.000
10 Agustus 2014 300 Unit @ Rp 950 Rp. 285.000
Total 900 Unit Rp. 785.000

b. Perhitungan Harga Pokok Penjualan

50 Unit tidak terjual


150 Unit terjual @ Rp 800 Rp 120.000
400 Unit terjual @ Rp 850 Rp 340.000
300 Unit terjual @ Rp 950 Rp 285.000
Total Rp 745.000
c. Persediaan Akhir = 50 unit x Rp 800 = Rp 40.000. Berdasarkan metode LIFO,
persediaan yang terjual adalah persediaan yang diperoleh paling akhir, mulai dari
bulan Agustus sampai dengan Februari secara berturut-turut mundur ke belakang,
namun pada bulan Februari yang baru terjual 150 unit maka masih tersisa 50 unit.
Jadi harga pokok penjualan dan persediaan akhir per 31 Desember 2014 dengan
sistem periodik adalah sebesar Rp 745.000 dan Rp 40.000.
Perbandingan Ketiga Metode Perhitungan Persediaan Berdasarkan
perhitungan diatas, berikut adalah hasil perbandingan perhitungan metode Average,
FIFO, dan LIFO.Pendapatan dan Tarif Pajak Penghasilan diasumsikan sebesar Rp
1.000.000,00 dan 25%
Metode Average FIFO LIFO
Pendapatan 1.000.000 1.000.000 1.000.000
Harga Pokok 741.000 737.000 745.000
Penjualan
Laba Sebelum Pajak 258.612 262.000 255.000
Pajak (25%) 64.653 65.625 63.750
Laba Setelah Pajak 193.959 196.875 191.250

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa jika perusahaan menggunakan


metode perhitunganpersediaan LIFO, maka perusahaan dapat memperkecil laba
sebelum pajak atau laba kotor,sehingga pembayaran pajak penghasilan menjadi lebih
sedikit Dari uraian diatas sudah dapat terjawab mengapa pajak tidak mengakui
metodeLIFO? Karena dengan menggunakan metode LIFO perusahaan dapat
meminimalkan labasehingga memperkecil biaya pajak penghasilan. Seiring dengan
berjalannya waktu hargapembelian persediaan terus mengalami peningkatan yang
dapat disebabkan oleh inflasi, maka jika perusahaan menggunakan metode LIFO
akan mengakibatkan kerugian bagi negara kar ena setoran ke kas negara semakin
sedikit. Oleh karena itu, metode yang boleh digunakanberdasarkan ketentuan
perpajakan di Indonesia hanya metode Average atau FIFO.
Ketentuan yang menyangkut akuntansi persediaan untuk kepentingan
akuntansi komersial berlaku untuk kepentingan fiscal . undang-undang pajakl
penghasilan tidak mewajibkan menggunakan metode fisik sebagai dasar perhitungan ,
tetapi menyarankan untuk menggunakan metode perpectual .
Sebagian telah di jelaskan ebelumnya bahwa standart akuntansi keuangan
(SAK) memberlakukan alternative dasar penilaian persedian yaitu metode, harga
perolehan dan metode harga yang terendah antara harga perolehan dan harga pasar .
undang-undang pajak penghasilan memberlakukan satu metode yaitu nilai perolehan .
dasar ini menimbulkan perbedaan waktu yang memunculkan pajak tangguhan pada
neraca / laporan posisi keuangan komersial.
Dalam perusahaan industry alokasi biaya dapat digunakan metode harga
pokok penuh ( full coating) atau menggunakan variable coasting . penggunaan metode
harga pokok penuh dapat di gunakan biaya standart setiap terjadinya penyimpangan
akan teralokasi ke harga pokok penjuala namun undang-undang pajak penghasilan
tidak memperkenankan biaya produksi tidak langsung sebagai beban periode.
Demikian halya menghapuskan nilii persediaan tidak diperkenankan , kecuali apabila
nilai persediaan tersebut nyata-nyata secara fisik tidak dapat dijual atau digunkan
dalam kegiatan perusahaan yang biasa di kategorikan rusak, cacat atau usang.

Contoh Kasus 1
Tgl 3 Maret 2012 PT. B membeli 100 unit brg dagangan dng harga Rp 5.000.000
(harga belum termasuk PPN ) secara tunai. PT. B telah dikukuhkan sebagai PKP sejak
31Januari 2005. Pembukuan atas persedian dilakukan secara perpetual.
Jurnal untk transaksi tsb
03/03/12 Persedian barang dagangan 5.000.000
Pajak Masukan 500.000
Kas/Bank 5. 500.000

Catatan: Pajak Masukan : 11% X Rp 5.000.000 = Rp 550.000


Harga 1 unit barang dagangan adalah Rp 5.000.000 : 100 unit = Rp500.000
Pd tgl 31 Maret 2012, PT. B menjual 30 unit brg dagangansecara tunai dng harga jual
per
masing-masing unitsebesar Rp 70.000 (belum termasuk PPN) .
Jurnal transaksi tsb:
31/03/12 Kas/bank 2.310.000
Pajak Keluaran 210.000
Penjualan 2.100.000
Harga Pokok Penjualan 1.500.000
Persedian Barangdagangan 1.500.000
(30 unit X Rp 50.000)
Catatan:
Pajak Keluaran : 11 % X Rp 2.100.000 = Rp 231.000 Persedian brg dagangan yg
tersisa dan
tercatat dlm pembukuan PT. Bper tanggal 31 Maret 2012 adalah : 70 unit X Rp
50.000 = Rp
3.500.000

Jika PT. B belum dikukuhkan sebagai PKP maka jurnal pada saat pembelian brg
dagangan sbb:
03/03/12 Persedian barangdagangan 5.500.000
Kas/ Bank 5.500.000
PT. B tdk dpt mengkreditkan Pajak Masukannyasehingga Pajak Masukan dimasukkan
sebagaiharga perolehan brg dagangan. Jadi I unit barangdagangan adalah Rp
5.500.000 : 100 unit = Rp55.000.

Jurnal transaksi penjualan:


31/03/12 Kas/ Bank 2.100.000
Penjualan 2.100.000
Harga Pokok Penjulan 1.650.000
Persedian brg dagangan 1.650.000
(30 unit X Rp 55.000)
Karena bukan PKP maka PT. B tidak memungut Pajak keluaran

Studi Kasus 2
Analisis Kasus Akuntansi Perpajakan Persediaan pada PT.Gudang
GaramPersediaan PT. Gudang Garam dinilai menurut harga yang lebih rendah antara
biayaperolehan atau nilai bersih yang dapat direalisasi (net realizable value). Biaya
perolehanbarang jadi rokok dihitung berdasarkan biaya produksi rata-rata sebenarnya,
ditambah biayapembungkusan dan pita cukai ( termasuk PPN dan pajak rokok) untuk
rokok yang telah dibungkus dan di beri pita cukai. Biaya perolehan barang dagang
dihitung dengan metode FIFO( First in First out), sedangkan biaya perolehan bahan
baku/ pembantu, suku cadang dankeperluan pabrik dihitung dengan metode rata-
rata.Jika disesuiakan dengan peraturan perpajakan, metode yang telah di terapkan
PT.Gudang Garam dalam penilaian persediaan sudah sesuai dengan UU PPh Nomor
36 Tahun2008 Pasal 10 ayat 6, yaitu metode rata-rata (average) atau metode
mendahulukan persediaanyang didapat pertama (FIFO). Selain itu penilaian yang
diterapkan oleh PT. Gudang Garamdinilai menurut harga yang lebih rendah antara
biaya perolehan atau nilai bersih yang dapatdirealisasi (net realizable value). Sesuia
dengan prisip perpajakan, dimana persediaan dinilaitidak berdasarkan penaksiran atau
perkiraan.Akuntansi Perpajakan persediaan PT.Gudang Garam telah melekatkan PPN
terkaittransaksi jual beli persediaan. Seperti perolehan pita cukai (termasuk PPN dan
Pajak Rokok)di perhitungkan berdasarkan indentifikasi khusus terhadap harga beli
aktualnya ( SistemPerpetual ).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persediaan (inventory), adalah meliputi semua barang yang dimiliki
perusahaan pada saat tertentu, dengan tujuan untuk dijual atau dikonsumsi dalam
siklus operasi normal perusahaan. Aktiva lain yang dimiliki perusahaan, tetapi tidak
untuk dijual atau dikonsumsi tidak termasuk dalam klasifikasi persediaan. Persediaan
merupakan aktiva perusahaan yang menempati posisi yang cukup penting dalam suatu
perusahaan. Dengan gambaran tersebut maka persediaan untuk perusahaan-
perusahaan manufaktur pada umumnya mempunyai tiga jenis persediaan yaitu: 1.
Bahan baku (direct material) 2. Barang dalam proses (work in proses) 3. Barang jadi
(finished goods). Metode yang dapat digunakan dalam hubungannya dengan
pencatatan persediaan ada dua, yaitu: 1. Metode Stock Opname atau Metode Periodik
(Fisik) 2. Metode Perpetual. Masalah kepemilikan barang dalam perjalanan (Goods in
transit) sangat tergantung dari perjanjian yang disepakati oleh penjual dan pembeli. 2
syarat tersebut adalah (1) Fob Shipping Point dan (2) Fob Destination. Tidak semua
barang yang berada di gudang/toko bisa diakui menjadi milik perusahaan, misalnya
barang titipan (barang konsinyasi) dari pihak lain dengan tujuan akan dijual untuk dan
atas nama pihak lain tersebut dengan mendapatkan sejumlah komisi (consignment in)
tidak dapat diakui sebagai milik perusahaan. Sebaliknya untuk barang yang sifatnya
consigment out, yang sampai dengan tanggal neraca belum terjual harus dicantumkan
di Neraca.
Sistem pencatatan (administrasi) persediaan ada dua, yang pertama sistem
fisik/periodik (periodic inventory system), berdasarkan sistem ini persediaan
ditentukan dengan melakukan menghitung fisik terhadap persediaan. Penghitungan
fisik persediaan dilakukan secara periodik. Dalam sistem ini pencatatan terhadap
mutasi persediaan tidak selalu diikuti. Oleh karena itu prosedur penghitungan fisik
persediaan pada akhir periode harus dilakukan (mandatory procedure) untuk dapat
menentukan fisik persediaan yang akan dilaporkan dalam laporan keuangan. Hasil
perhitungan fisik ini dipakai sebagai dasar penentuan nilai persediaan. Yang kedua,
sistem perpetual (perpetual inventory system), Pencatatan terhadap mutasi persediaan
selalu diikuti secara konsisten, dengan mencatat semua transaksi yang menyebabkan
berkurang atau bertambahnya persediaan.
Penilaian dengan pendekatan arus harga pokok (cost basic flow approach)
terdapat dua sistem pencatatan persediaan yaitu sistem periodik dan sistem perpetual
yang masing-masing ada tiga cara penilaian persediaan, yaitu: 1. FIFO (First in First
Out), masuk pertama keluar pertama (MPKP), metode ini menyatakan bahwa
persediaan dengan nilai perolehan awal (pertama) masuk akan dijual (digunakan)
terlebih dahulu, sehingga persediaan akhir dinilai dengan nilai perolehan persediaan
yang terakhir masuk (dibeli). 2. LIFO (Last In First Out), masuk terakhir keluar
pertama (MTKP), metode ini menyatakan bahwa persediaan dengan nilai perolehan
terakhir masuk akan dijual (digunakan) terlebih dahulu, sehingga persediaan akhir
dinilai dan dilaporkan berdasarkan nilai perolehan persediaan yang awal (pertama)
masuk atau dibeli
B. Saran
Meskipun penulis mengingunkan kesempurnaan dalam penulisan
makalah ini, akan tetapi penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini dikarenakan masih
minimnya pengetahuan penulis
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Akuntan Indonesia. 2015. Standar Akuntansi Keuangan. Cetakan kedua. Dewan
Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia, Jakarta.
Keown, Arthur J., Martin, John D., Petty J William dan Scoot Jr, David F., 2010. Manajemen
Keuangan: Prinsip dan Penerapan.Jilid 2. Edisi Kesepuluh. PT. Indeks, Jakarta
Reeve, James R., Warren, dkk.2009. Pengantar Akuntansi – Adaptasi IndonesiaBuku 1.
Salemba Empat, Jakarta Selatan
Waluyo.2017.Akuntansi Pajak Edisi 6.Jakarta: Penerbit Salemba Empat
https://www.academia.edu/24720519/Akuntansi_Perpajakan_Persediaan

Anda mungkin juga menyukai