Anda di halaman 1dari 16

PEMBAHASAN

A. Pengertian Harga Transfer


Menurut Horngren (2015) berpendapat bahwa yang dimaksud transfer price
(harga transfer) adalah harga subunit (departemen atau divisi) atas sebuah produk
barang atau jasa yang dialihkan ke subunit lainnya dalam satu organisasi.
Darussalam dan Septriadi dalam Achmadiyah, 2009. “Transfer pricing
merupakan bagian dari suatu kegiatan usaha dan perpajakan yang bertujuan untuk
memastikan apakah harga yang diterapkan dalam transaksi antara perusahaan yang
mempunyai hubungan istimewa telah didasarkan atas prinsip harga pasar wajar
(arm’s length price principle)”
Sasaran Penentuan Harga Transfer
Jika dua pusat laba atau lebih bertanggungjawab bersama atas pengembangan,
pembuatan, dan pemasaran suatu produk, maka masing-masing harus berbagi
pendapat yang dihasilkan ketika produk tersebut dijual. Harga transfer merupakan
mekanisme untuk mendistribusikan pendapatan ini. Harga transfer harus dirancang
sedemikian rupa supaya dapat mencapai beberapa sasaran sebagai berikut :
 Memberikan informasi yang relevan kepada masing-masing unit usaha untuk
menentukan penyesuaian yang optimum antara biaya dan pendapatan
perusahaan.
 Menghasilkan keputusan yang bertujuan sama, maksudnya sistem harus
dirancang agar keputusan yang meningkatkan laba unit usaha juga akan
meningkatkan laba perusahaan.
 Membantu pengukuran kinerja ekonomi dari tiap unit usaha.
 Sistem harus mudah dimengerti dan dikelola.

B. Tujuan Harga Transfer


Apabila terdapat kondisi dimana dua atau lebih pusat laba secara bersamaan
bertanggungjawab terhadap kegiatan pengembangan produk, pembuatan, dan
pemasaran produk, maka pada dasarnya setiap pusat laba tersebut berhak mendapat
bagian pendapatan yang nantinya dihasilkan oleh kegiatan tersebut. Harga transfer
merupakan mekasnisme penting untuk mendistribusikan pendapatan kepada dua

1
atau lebih pusat laba yang melakukan transaksi. Dengan demikian harga transfer
harus didesain sedemikian rupa sehingga memenuhi tujuan-tujuan berikut :
 Menyajikan informasi yang relevan untuk keputusan trade-off antara
pendapatan dan biaya.
 Memotivasi manajer untuk mencapai goal congruence.
 Membantu menilai kinerja ekonomi pusat laba yang terkait.
 Sistemnya sederhana untuk dipahami dan mudah diadministrasikan.

Adapun tujuan penetapan harga transfer itu sendiri adalah untuk :


 Evaluasi prestasi divisi secara akurat, artinya tidak satupun manajer divisi yang
memperoleh keuntungan dengan mengorbankan kepentingan divisi lain.
 Keselarasan tujuan, berarti bahwa para manajer mengambil keputusan yang
memaksimalkan laba perusahaan dengan memaksimalkan laba divisinya.
 Tetap terjaganya otonomi divisi, artinya tidak ada campur tangan manajemen
puncak terhadap kebebasan manajemen divisi dalam mengambil keuntungan.

C. Hambatan-hambatan Dalam Perolehan Sumber Daya (Sourcing)


Idealnya seorang manajer pembelian bebas mengambil keputusan sourcing.
Demikian halnya dengan manajer penjualan, ia harus bebas untuk menjual
produknya ke pasar yang paling menguntungkan.

Akibat-akibat yang terjadi jika para manajer pusat laba tidak memiliki
kebebasan dalam mengambil keputusan sourcing :
1. Pasar yang terbatas.
Dalam berbagai perusahaan, pasar bagi pusat laba penjual atau pembeli dapat
saja sangat terbatas. Ada beberapa alasan akan hal ini :
Pertama, keberadaan kapasitas internal dapat membatasi pengembangan
penjualan eksternal.
Kedua, jika perusahaan merupakan produsen tunggal dari produk yang
terdeferensiasi, tidak ada sumber daya dari luar.

2
Ketiga, jika suatu perusahaan telah melakukan investasi yang besar, maka ia
cenderung tidak akan menggunakan sumber daya dari luar kecuali harga jual di
luar mendekati biaya variable perusahaan, dimana hal ini jarang sekali terjadi.

Bagaimana suatu perusahaan dapat mengetahui tingkat harga kompetitif jika ia


tidak membeli atau menjual produknya ke pasar bebas ?
1) Jika terdapat terbitan harga pasar, maka itu dapat digunakan untuk
menentukan harga transfer. Meskipun demikian, terbitan tersebut harus
merupakan harga yang benar-benar dibayarkan di pasar bebas, dan kondisi yang
ada di pasar bebas harus konsisten dengan yang ada dalam perusahaan.
2) Harga pasar mungkin ditentukan berdasarkan penawaran (bid). Hal ini
biasanya dilakukan hanya jika penawar terendah masih memiliki peluang untuk
terjun ke pasar.
3) Jika pusat laba produksi menjual produk yang mirip di pasar bebas, maka
ia mungkin akan menggandakan harga kompetitif berdasarkan harga luar.
4) Jika pusat laba pembelian membeli produk yang sejenis dari pasar bebas,
maka ia dapat menggandakan harga kompetitif untu produk ekslusifnya.

2. Kelebihan atau Kekurangan Kapasitas Industri.


Seandainya pusat laba penjualan tidak dapat menjual seluruh produk ke pasar
bebas – dengan kata lain, ia memiliki kapasitas yang berlebih. Perusahaan
mungkin tidak akan mengoptimalkan labanya jika pusat laba pembelian
membeli produk dari pemasok luar sementara kapasitas produksi di dalam masih
memadai. Sebaliknya, andaikan pusat laba pembelian tidak dapat memperoleh
produk yang diperlukan dari luar sementara pusat laba penjualan menjual
produknya kepada pihak luar. Situasi tersebut terjadi ketika terdapat kekurangan
kapasitas produksi di dalam industri. Dalam kasus ini, output dari pusat laba
pembelian terhalang dan perusahaan tidak dapat optimal.

D. Metode Penentuan Harga Transfer


Metode Transfer Pricing

3
Beberapa metode transfer pricing yang sering digunakan oleh perusahaan-
perusahaan konglomerasi dan divisionalisasi/departementasi yaitu :
1. Harga Transfer Dasar Biaya (Cost-Based Transfer Pricing)
Perusahaan yang menggunakan metode transfer atas dasar biaya menetapkan
harga transfer atas biaya variabel dan tetap yang bisa dalam 3 pemelihan bentuk
yaitu : biaya penuh (full cost), biaya penuh ditambah mark-up (full cost plus
mark- up) dan gabungan antara biaya variabel dan tetap (variable cost plus fixed
fee).
2. Harga Transfer atas Dasar Harga Pasar (Market Basis Transfer Pricing)
Apabila ada suatu pasar yang sempurna, metode transfer pricing atas dasar harga
pasar inilah merupakan ukuran yang paling memadai karena sifatnya yang
independen. Namun keterbatasan informasi pasar yang terkadang menjadi
kendala dalam mengunakan transfer pricing yang berdasarkan harga pasar.
3. Harga Transfer Negosiasi (Negotiated Transfer Prices)
Dalam ketiadaan harga, beberapa perusahaan memperkenankan divisi-divisi
dalam perusahaan yang berkepentingan dengan transfer pricing untuk
menegosiasikan harga transfer yang diinginkan. Harga transfer negosiasian
mencerminkan prespektif kontrolabilitas yang inheren dalam pusat-pusat
pertanggungjawaban karena setiap divisi yang berkepentingan tersebut pada
akhirnya yang akan bertanggung jawab atas harga transfer yang dinegosiasikan.
1. Penentuan Harga Transfer berdasarkan Biaya (Cost Basis Transfer
Pricing).
Digunakan pada transfer antar perusahaan yang menggunakan konsep pusat
pertanggung jawaban biaya. Kinerja manajer diukur melalui pertanggung
jawabannya mengenai pengendalian biaya. Konsep ini sederhana dan
menghemat sumber daya karena tersedianya informasi di setiap tingkat aktivitas
perusahaan.
Transfer pricing yang mendasarkan pada biaya dapat bervariasi antara:
1. Biaya Variabel sebenarnya (actual variabel cost)
2. Biaya tetap sebenarnya (actual fixed cost)
3. Biaya variabel standar (standard variable cost)
4. Biaya total standar (standard full cost)

4
5. Biaya rata-rata (average cost), dan
6. Biaya total ditambah kenaikan (full cost plus mark – up).
Untuk pengendalian manajemen, harga transfer nomor 1 sampai dengan 5
tersebut dapat ditentukan dengan tanpa memperhitungkan laba atau bahkan di
bawah biaya total dan dengan demikian mendatangkan kerugian (parsial) pada
perusahaan pentransfer. Namun, jumlah tersebut tentu tetap menguntungkan
grup perusahaan hulu sebagai akibat kebijakan harga transfer tersebut
merupakan penggeseran potensi laba kepada anggota perusahaan hilir yang akan
menjual barang dengan harga pasar yang sebenarnya kepada konsumen.
Dalam Cost-based transfer pricing harus mengguna konsep biaya penuh
/obsoption costing dan harga transfer dapat dihitung dengan tiga pendekatan :
Contoh 1 : Pendekatan Full costing (A)

Rumus:
---------------------------------------------------------------------------------------------------------.
Harga Transfer = Biaya Obsorpsi/penuh + Laba

Harga Transfer =( Biaya Produksi + Biaya Non Produksi) + Laba


----------------------------- ------------------------------- ----------
-
Bahan Baku Biaya Administrasi Persen tertentu
Tenaga kerja Biaya umum ( % ) dari Total
FOH Pabrik Biaya Pemasaran Aktiva

Masalah yang muncul ketika biaya penuh ditambah mark-up bila digunakan sebagai
harga transfer adalah bila biaya penuh ditambah mark-up mungkin mengarah pada
keputusan sub-optimal karena hal tersebut menyebabkan divisi yang membeli akan
memandang biaya tetap dan mark-up dari divisi yang menjual sebagai biaya
variabel.Karena Divisi yang membeli mungkin akan membeli produk dari luar/pemasok
dengan harga yang lebih murah,sehingga ada penghematan.
Contoh 1 : Pendekatan Full costing (B)
PT Indo Global Mandiri memiliki Divisi Work Shop sebagai profit center dan divisi

5
Teknik produksi sebagai pembeli intern.Divisi Work Shop memproduksi spare part A
yang dijual keluar dan untuk pemakaian (divisi Teknik).Kedua Divisi sedang
memperimbangkan penentuan harga transfer Spare part –A tahun anggaran 2011.Dasar
perhitungan Anggaran bahwa tingkat produksi beroperasi pada kapasitas normal
sebanyak 12.000 unit . Estimate perhitungan harga pokok produksi dan Non
produksiuntukanggaran 2011 adalah :
Biaya Produksi Rp 2.400.000.000
Biaya Adm dan umum Rp 600.000.000
Biaya Penjualan Rp 240.000.000
------------------------
Total Biaya Rp3.240.000.000
=============
Total Aktiva pada awal tahun anggaran 2011 diproyeksikan sebesar Rp 10 Milyar.
Laba yang diharapkan ditetapkan dengan ROI 20 %.
Diminta : Harga trnsfer Spare part –A yang dihitung dengan Cost
Pendekatan Full costing.
Jawab :
Perhitungan Mark-Up:
Biaya Adm dan umum Rp 600.000.000
Biaya Penjualan Rp 240.000.000
Laba yang diharapkan 20% x Rp 10 Milyar Rp 2.000.000.000
----------------------------
Jumlah Rp 2.840.000.000
Biaya Produksi Rp2.400.000.000
-------------------------
Mark-Up 118,3 %
Perhitungan Harga Transfer
Biaya Produksi Rp 2.400.000.000
Mark-Up 118 %x Rp 2.400.000.000 Rp 2.840.000.000
--------------------------
Harga Jual Divisi Work shop Rp 5.240.000.000
Volume Spare part yang ditransfer 12.000 unit

6
Harga Transfer per-unit Rp 436,667 (Pembulatan )
=========
Contoh 2 : Pendekatan Direct Costing /Variable Costing (A)
Rumus:
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Harga Transfer = Biaya Obsorpsi/penuh + Laba

Harga Transfer = ( Biaya Varibel + Biaya tetap ) + Laba


----------------------------- ------------------------------- -----------
Bahan Baku Biaya FOH tetap Persen tertentu
Tenaga kerja Biaya umum tetap ( % ) dari Total Aktiva
(Aktiva tetap dan Lancar )
FOH Pabrik Vaiabel Biaya Adm tetap
Adm. variabel Penjualan tetap
Umum Variabel -
Penjualan variabel -

Contoh 2 : Pendekatan Direct Costing /Variable Costing (B)


PT Indo Global Mandiri memiliki Divisi Work Shop sebagai profit center dan divisi
Teknik produksi sebagai pembeli intern.Divisi Work Shop memproduksi spare part A
yang dijual keluar dan untuk pemakaian (divisi Teknik).Kedua Divisi sedang
memperimbangkan penentuan harga transfer Spare part –A tahun anggaran 2011.Dasar
perhitungan Anggaran bahwa tingkat produksi beroperasi pada kapasitas normal
sebanyak 12.000 unit . Estimate perhitungan Biaya pendekatan variable costing sebesar
Rp.3.240.000.000 sebagai berikut :

Biaya Variabel:
Biaya Produksi Variabel Rp. 1.800.000.000
Biaya Adm dan umum Variabel Rp. 120.000.000
Biaya Penjualan Variabel Rp. 60.000.000
Total Biaya Variabel --------------------------- Rp 1.980.000.000

7
Biaya Tetap :
Biaya Produksi Tetap Rp 600.000.000
Biaya Adm dan umum tetap Rp 480.000.000
Biaya Penjualan Tetap Rp 180.000.000
Total Biaya Teta --------------------------- Rp 1.260.000.000
------------------------
Total Biaya penuh Rp 3.240.000.000
==============
Total Aktiva pada awal tahun anggaran 2011 diproyeksikan sebesar Rp 10. Milyar.
Laba yang diharapkan ditetapkan dengan ROI 20 %.
Diminta :
Harga trnsfer Spare part –A yang dihitung dengan Cost-Based Transfer Pricing
dengan pendekatan variabel Costing

Jawab :
Perhitungan Mark-Up:
Biaya Tetap Rp 1.260.000.000
Laba yang diharapkan 20% x Rp 10 milyar Rp 2.000.000.000
------------------------ (+)-
Jumlah Rp 3.260.000.000
Biaya Variabel Rp 1.980.000.000
Mark-Up 165 %
Perhitungan Harga Jual :
Biaya Variabel Rp 1.980.000.000
Mark-Up 165 % x Rp 1.980.000.000 Rp 3.267.000.000
------------------------ ( + )
Rp 5.247.000.000
Volume Produk 12.000 unit

Harga Jual Per-unit Rp. 437,250


===========

8
Contoh 2 : Pendekatan Activity Based Costing (C)

Jika activity based costing dipakai sebagai pendekatan perekayasaan biaya yang
digunakan sebagai dasar penentuan harga transfer, unsure-unsur yang diperhitungkan
dalam penentuan harga transfer menjadi :

Harga Transfer = Biaya penuh + Laba

Berdasarkan :
Unit Level Activity Cost  jumlah yang diproduksi
Batch Level Activity Cost  jumlah batch produksi
Product Level Activity Cost  taksiran jumlah unit produksi
Facility Sustaining Activity Cost  taksiran unit produksi pd kap.normal

Yunita Corp. memiliki dua divisi (A dan B) yang di bentuk sebagai pusat laba. Divisi A
menghasilkan suku cadang Q dan R yang dijual di pasar luar sebanyak 10% dan sisanya
ditransfer ke divisi B. Manajer divisi A dan B sedang mempertimbangkan penentuan
harga transfer suku cadang A untuk tahun anggaran yad. Perusahaan menggunakan
pendekatan activity based costing dalam penentuan biaya penuh. Menurut anggaran,
divisi A direncanakan akan beroperasi pada kapasitas normal sebanyak 1.000.000 unit
suku cadang Q dan 2.000.000 unit suku cadang R.

Suku Cadang Q Suku Cadang R


Unit Level Activity Cost
Biaya standar perunit Rp. 1.500 Rp. 2.000
Batch Related Activity Cost
Biaya standar per batch Rp. 200.000 Rp. 150.000
Product Sustaining Activity Cost
Biaya perunit Rp. 500 Rp. 300
Facility Sustaining Activity Cost
Biaya setahun Rp. 200.000.000 Rp. 400.000.000
Tabel 1 : Data Activity Costs suku cadang Q dan R

9
Misalkan divisi A mentransfer 1000 unit suku cadang Q ke Divisi B dalam bulan
Januari 20X1. Jumlah tersebut diproduksi dalam dua productin run (batch)
Total aktiva Divisi A yang diperkirakan pada awal tahun anggaran Rp. 1.000.000.000
dan laba yang diharapkan divisi A yang dinyatakan dalam ROI sebesar 22%.
Markup untuk suku cadang Q dan R didasarkan pada unit level activity cost.
Diminta : Hitung harga transfer suku cadang Q !

Laba yang diharapkan 22% x Rp. 1Milyar Rp. 220.000.000


Unit Level Activity Cost :
Suku cadang Q : 1.000.000 x Rp. 1.500 Rp. 1.500.000.000
Suku cadang R : 2.000.000 x Rp. 2.000 Rp. 4.000.000.000
Markup 40%

Harga transfer 100.000 unit suku cadang Q bulan Januari 200X1 yang dibebankan oleh
divisi A kepada divisi B :

Biaya Penuh:
Unit Level Activity Cost
100.000 unit x Rp. 1.500 Rp. 150.000.000
Batch Level Activity Cost
2 batch x Rp. 200.00 Rp. 400.000
Product Level Activity Cost
100.000 unit x Rp. 500 Rp. 50.000.000
Facility Level Activity Cost
100.000 unit x Rp. 200  Rp. 200.000.000 : 1.000.000 unit Rp. 20.000.000
Biaya Penuh suku cadang Q Rp. 220.400.000
Markup 40% x Rp. 150.000.000 (unit Level Activity Cost) Rp. 60.000.000
Harga Transfer suku cadang Q (100.000 unit) Rp. 280.400.000

10
2. Penentuan Harga Transfer berdasarkan harga pasar (Market Basis
Transfer Pricing).
Berbeda dengan harga transfer berdasarkan biaya, transfer pricing yang
mendasarkan pada harga pasar, lebih wajar karena didasarkan pada kekuatan
interaksi antara perusahaan dengan pihak luar tanpa dipengaruhi oleh
kekurangan-efisienan operasional dari salah satu anggota perusahaan.
Kesuraman kinerja salah satu anggota perusahaan dalam satu grup dapat
memberikan dampak negatif pada anggota lainnya apabila jumlah harga transfer
dihitung berdasarkan biaya nyata dari tiap perusahaan.
Karena harga transfer yang dihitung berdasarkan biaya mempunyai kelemahan,
yaitu tidak dapat memotivasi dan mengevaluasi kinerja divisi. Harga transfer
berdasarkan pada harga pasar dianggap sebagai tolak ukur untuk menilai kinerja
manajer divisi karena kemampuannya menghasilkan laba dan merangsang divisi
untuk bekerja secara bersaing.
Contoh:
Perusahaan memiliki dua departemen dalam kegiatan produksinya. Data untuk ke dua
departemen nya dapat dijelaskan pada tabel berikut:
Keterangan Departemen 1 Departemen 2
Produksi satu tahun 100.000 Produk 80.000 Produk
Harga Jual Per Unit Rp 3.000,00 Rp 6.000,00
Biaya Tetap Rp 170.000.000,00 Rp 150.000.000,00
Biaya Variabel :
a. Biaya Produksi Rp 60.000.000,00 Rp 50.000.000,00
b. Biaya Pemasaran Rp 40.000.000,00 Rp 30.000.000,00

Kondisinya jika departemen 1 memiliki opsi untuk melakukan penjualan kepada


departemen 2 atau ke pasar reguler (di luar perusahaan). Jika departemen 1 memilih
opsi menjual seluruh produksinya, maka departemen 1 tidak perlu lagi mengeluarkan
biaya pemasaran. Maka harga transfer yang digunakan dapat dijelaskan sebagai berikut:

Langkah 1: Menentukan Harga Transfer Minimum

11
Harga Tranfer Minimum = Total Penjualan - Biaya Pemasaran
= (Rp 3.000,00 x 100.000 Produk) - Rp
40.000.000,00
= Rp 300.000.000,00 - Rp 40.000.000,00
= Rp 260.000.000,00
Harga Transfer Minimum Per = Rp 260.000.000,00 : 100.000 Unit
Unit
= Rp 2.600,00

Langkah 2: Menentukan Harga Transfer Maksimum


Harga transfer maksimum adalah sebesar harga jual produk ke luar perusahaan. Jadi
harga transfer maksimum departemen 1 sebesar Rp 3.000,00. (Rp 300.000.000,00 :
100.000 produk)

Langkah 3: Menentukan Harga Transfer


(Harga Transfer Maksimum + Harga Transfer
Harga Transfer Per Unit = Minimum)
2
(Rp 4.000,00 + Rp 2.600,00)
=
2
Rp 6.600,00
=
2

Harga Transfer Per Unit = Rp 3.300,00

Maka analisis laba


Departemen 1
Keterangan Penjualan Ke Penjualan Ke Departemen 2
Pasar Reguler Departemen 2
Penjualan Rp 300.000.000,00 Rp 330.000.000,00 Rp 480.000.000,00
Pembelian (Rp

12
330.000.000,00)
Biaya Tetap (Rp 170.000.000,00) (Rp (Rp
170.000.000,00) 60.000.000,00)
Biaya Variabel :
a. Biaya Produksi (Rp 60.000.000,00) (Rp (Rp
60.000.000,00) 50.000.000,00)
b. Biaya (Rp 40.000.000,00) (Rp
Pemasaran 30.000.000,00)
LABA Rp 30.000.000,00 Rp 100.000.000,00 Rp 10.000.000,00

3. Penentuan Harga Transfer Berdasarkan Negoisasi (The Negotiated


Price).
Baik harga transfer berbasis harga pasar maupun harga transfer berbasis biaya
berpotensi untuk tidak tercapainya persetujuan harga antar pihak-pihak, maka
tidak jarang harga transfer tersebut dinegosiasikan antara pembeli dan penjual di
luar harga yang direferensikan atau berdasarkan penerapan formula biaya yang
telah ditetapkan sebelumnya. Juga karena adanya keinginan dari pihak penjual
untuk menerapkan kebijakan harga transfer perusahaan yang normal.
Sebagai contoh, pusat pertanggungjawaban penjualan mungkin saja akan
menjual di bawah harga pasar modal daripada perusahaannya merugi sama
sekali, sepanjang pusat pertanggungjawaban pembelian unggul dalam
melakukan pembelian-pembelian dengan harga rendah pada saat-saat tertentu.
Dalam keadaan semacam itu, para pihak-pihak akan bernegosiasi.
Kualitas negoisasi tersebut tentunya sangat tergantung pada posisi tawar-
menawar kedua belah pihak. Semakin seimbang posisi keduanya, sangat besar
kemungkinannya untuk mendapatkan harga transfer yang memuaskan kedua
belah pihak dan memenuhi kewajaran masyarakat.
Tetapi, harga transfer berdasar negoisasi mempunyai kelemahan yaitu memakan
banyak waktu, mengulang pemeriksaan dan revisi harga transfer.
Contoh : Divisi A memproduksi komponen yang dapat dipergunakan oleh Divisi
B dalam proses produksi untuk membuat barang jadi. Biaya produksi komponen
yang dihasilkan oleh divisi A adalah sebagai berikut :

13
Bahan Baku Langsung (Direct Material) 6,000
Tenaga kerja Langsung (Direct Labor) 4,000
Overhead Variabel 3,000
Fixed Cost 1,000
Total 14000
Divisi A mempunyai kapasitas produksi sebanyak 60.000 unit dan saat ini
beroperasi pada kapasitas penuh. Divisi A menjual komponen hasil produksinya seharga
Rp 25,000/unit yang merupakan ongkos transport yang dapat dihindari jika dijual
internal. Divis B membeli komponen serupa dari pihak luar sebanyak 10.000 unit
dengan harga Rp 23,000/unit.
Dalam kasus ini maka :
 Harga transfer maksimum adalah Rp 23.000/unit
 Harga transfer minimum adalah Rp 20,000 (Rp 25,000 – ongkos transport Rp
5,000)
 Selisih Rp 3,000 (Rp 23,000 – Rp 20,000) adalah rentang harga yang dapat
dinegosiasikan untuk menetapkan harga transfer internal.
Jika harga transfer hasil negosiasi adalah Rp 22,000 maka :
 Divisi A akan mendapatkan keuntungan tambahan sebesar Rp 2,000/unit (Rp
22,000-Rp 20,000) atau toatal keuntungan : Rp 20,000,000 (Rp 2,000/unit x
10,000 unit)
 Divisi B akan memperoleh penghematan sebesar Rp 1,000 (Rp 23,000 – Rp
22,000) , total penghematan = Rp 10,000,000 (Rp 1,000/unit x 10,000 unit)
 Keuntungan bersama (joint benefit) : Rp 3,000/unit x 10,000unit = Rp
30,000,000

MASALAH DALAM PENENTUAN HARGA TRANSFER

Setiap harga transfer akan menjadi biaya variable bagi divisi pembeli, meskipun dari
sudut pandang perusahaan secara keseluruhan, harga transfer tersebut mengandung
unsur biaya tetap dari divisi penjual  JIKA manajer divisi pembeli melakukan
perencanaan laba jangka pendek  usaha optimasi laba jangka pendek yang dilakukan

14
oleh divisi pembeli tidak selalu berakibat optimasi laba perusahaan secara keseluruhan
(hal ini bisa terjadi jika menggunakan harga transfer perunit.

Untuk divisi penjual yang menjual seluruh (hampir seluruh) produknya ke divisi lain
dalam perusahaan yang sama, divisi penjual disebut CAPTIVE SUPPLIER  memiliki
tanggung jawab pokok pada pengendalian biaya, mutu produk dan ketepatan jadual
produksi dan TIDAK memiliki wewenang yang significant dalam bidang pemasaran 
laba divisi CAPTIVE SUPPLIER sangat ditentukan oleh volume produk yang dijual 
penilaian kinerja SANGAT COCOK di dasarkan atas biaya dibanding LABA 
Pseudo profit center (pusat laba tidak dalam arti yang sebenarnya)  karena laba divisi
penjual sangat ditentukan oleh kinerja divisi lain.

Untuk memecahkan masalah yang dihadapi Captive supplier di atas, ada dua alternative
yang dapat dipilih :
1. Memperlakukan divisi penjual sebagai pusat biaya  Pjelasan di atas
2. Memilih satu dari tiga alternative harga transfer :
2.1. Beban tetap bulanan
2.2. Pembagian laba
2.3. Dua macam harga.

Kebijakan harga transfer yang disarankan adalah :


1. Metode perbandingan harga antara pihak yang independen comparable
uncontrolled price (CUP) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang
dilakukan dengan membandingkan harga dalam transaksi yang dilakukan antara
pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan harga dalam transaksi
yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa
dalam kondisi atau keadaan yang sebanding;
2. Metode harga penjualan kembali (resale price method/RPM) adalah metode
Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan membandingkan harga dalam
transaksi suatu produk yang dilakukan antara pihak-pihak yang mempunyai
Hubungan Istimewa dengan harga jual kembali produk tersebut setelah dikurangi
laba kotor wajar, yang mencerminkan fungsi, aset dan risiko, atas penjualan

15
kembali produk tersebut kepada pihak lain yang tidak mempunyai Hubungan
Istimewa atau penjualan kembali produk yang dilakukan dalam kondisi wajar;
3. Metode biaya-plus (cost plus methode / CPM) adalah metode Penentuan Harga
Transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang
diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh
perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai
Hubungan Istimewa pada harga pokok penjualan yang telah sesuai dengan Prinsip
Kewajaran dan Kelaziman Usaha;
4. Metode pembagian laba (profit split method / PSM) adalah metode Penentuan
Harga Transfer berbasis laba transaksional (transactional profit method) yang
dilakukan dengan mengidentifikasi laba gabungan atas transaksi afiliasi yang
akan dibagi oleh pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa tersebut
dengan menggunakan dasar yang dapat diterima secara ekonomi yang
memberikan perkiraan pembagian laba yang selayaknya akan terjadi dan akan
tercermin dari kesepakatan antar pihak-pihak yang tidak mempunyai
HubunganIstimewa;
5. Metode laba bersih transaksional (transactional net margin
method/TNMM) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan
membandingkan persentase laba bersih operasi terhadap biaya, terhadap
penjualan, terhadap aktiva, atau terhadap dasar lainnya atas transaksi antara
pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa dengan persentase laba bersih
operasi yang diperoleh atas transaksi sebanding dengan pihak lain yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa atau persentase laba bersih operasi yang
diperoleh atas transaksi sebanding yang dilakukan oleh pihak yang tidak
mempunyai Hubungan Istimewa lainnya.

16

Anda mungkin juga menyukai