Bahwa Kabupaten Kepulauan Sula resmi berdiri secara definitif dan menjadi daerah otonom sejak
tahun 2003, dengan dilahirkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003, Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2003 tanggal 25 Pebruari 2003, tentang Pembentukan
Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula,
Kabupaten Halmahera Timur, dan Kota Tidore Kepulauan, Provinsi Maluku Utara.
Sebelumnya, sampai saat terjadinya pemekaran wilayah Provinsi Maluku menjadi dua wilayah,
yaitu Provinsi Maluku dengan ibukota Ambon dan wilayah Provinsi Maluku Utara dengan ibukota
Ternate, maka Kabupaten Kepulauan Sula merupakan wilayah kecamatan yang termasuk
kedalam wilayah administratif Kabupaten Daerah Tingkat II Maluku Utara.
Berdasarkan paparan diatas, sampai saat disusunnya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Kabupaten Kepulauan Sula melalui Bantuan Teknis (BANTEK) Pelaksanaan Penataan Ruang ini,
praktis Kabupaten Kepulauan Sula belum memiliki RTRW sebagai rujukan dan pedoman
pelaksanaan pembangunan daerah.
Sebagaimana diketahui bahwa pada Tahun Anggaran 2004 Pemerintah Kabupaten Kepulauan
Sula telah pernah menyusun RTRW, tetapi belum pernah ditetapkan melalui Peraturan Daerah,
ditambah lagi setelah dipelajari secara cermat tidak dijumpai Struktur Ruang dan Pola Ruang
sebagai bagian paling substansif dan esensial didalam Penataan Ruang. Dengan demikian,
penyusunan RTRW Kabupaten Kepulauan Sula 2008-2028 ini diharapkan akan menjadi pedoman
dan acuan bagi penyusunan perencanaan Pembangunan Daerah, baik Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah 2005-2010; 2011-2016; 2017-2022; dan 2023-2028.
Wilayah Kabupaten Kepulauan Sula terdiri atas 3 (tiga) buah pulau besar, yaitu ; Pulau Taliabu,
Pulau Mangole, dan Pulau Sulabesi. Sebagai “Kabupaten Kepulauan” yang berada pula didalam
Provinsi Kepulauan, maka telah diketahui bahwa Kabupaten Kepulauan Sula meliputi 86 buah
pulau besar dan kecil yang membentuk orientasi Timur - Barat (Pulau Taliabu - Pulau Mangoli)
dan orientasi Utara – Selatan (Pulau Sulabesi), yang dibagi ke dalam 19 kecamatan.
Satu hal yang dapat menguntungkan bahwa Kota Sanana saat ini sebagai Ibu Kota Kabupaten
Kepulauan Sula berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN), dengan status kota PKW (Pusat
Kegiatan Wilayah), sementara beberapa ibu kota kabupaten lainnya tidak atau belum memiliki
status PKW, sehingga masih dikategorikan sebagai kota PKL (Pusat Kegiatan Lokal).
Berdasarkan hal tersebut akan memudahkan proses pembangunan dan pengembangan
Kabupaten Kepulauan Sula dalam berenegosiasi dengan Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan
Pemerintah Pusat.
dimana hubungan satu sama lainnya demikian erat, sehingga gugus pulau, laut diantaranya dan
wujud alamiah lainnya menjadi satu kesatuan geografis, ekonomi politik, sosial budaya dan
pertahanan keamanan yang hakiki dan secara historis telah dianggap sebagai satu kesatuan
wilayah.
Demikian maka Kabupaten Kepulauan Sula secara geografis terletak pada koordinat :
01° 30‟ 00” - 02° 30‟ 00” Lintang Selatan, dan
124° 15‟ 00” - 126° 33‟ 00” Bujur Timur.
Kabupaten Kepulauan Sula terbagi habis kedalam 19 kecamatan dan 124 desa, yang secara
administratif berbatasan : (lihat Gambar : 2.1)
Sebelah Utara : dengan Laut Maluku
Sebelah Selatan : dengan Laut Banda dan Provinsi Maluku
Sebelah Barat : dengan Provinsi Sulawesi Tengah, serta
Sebelah Timur : dengan Laut Seram dan Kabupaten Halmahera Selatan
Berdasarkan berbagai data dan informasi yang didapat dari berbagai sumber, ternyata terdapat
beberapa perbedaan terkait mengenai luasan wilayah Kabupaten Kepulauan Sula ini, baik luas
wilayah daratan maupun luas wilayah lautan.
Data-data dan informasi yang dimaksud, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel : 2 - 1 berikut.
Tabel : 2 - 1.
LUAS WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA
Luas Wilayah Kab. Kepulauan Sula berdasarkan /versi :
Wilayah UU RI Nomor 1 Perda Nomor 2 Permendagri No. 6 BAKOSURTANAL Perhitungan
Tahun 2003 Tahun 2006 Tahun 2008 Tgl 23 Juli 2007 Konsultan, 2008
Daratan (Km²) 9.632,92 14.466,288 4.772,25 4.792,18 4.778,72
Berdasarkan faktual sebagaimana tersaji pada tabel diatas, maka untuk penetapan luas wilayah
dari Kabupaten Kepulauan Sula ini diperlukan kesepahaman dan mufakat dari berbagai pihak
terkait, khususnya dari pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Namun demikian, mengingat kompleknya masalah ini, dan proses pekerjaan yang harus terus
berlangsung sesuai tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan, dan berdasarkan hasil
telaahan/kajian, konfirmasi, verifikasi serta perhitungan (ArchGis) yang diliakukan, maka untuk
sementara (tentative) luas wilayah Kabupaten Kepulauan Sula adalah 10.957,46 Km² yang terbagi
atas luas wilayah daratan 4.772,72 Km² dan luas wilayah lautan 6.178,91 Km².
Luas wilayah lautan 6.178,91 Km² merupakan hasil pengukuran BAKOSURTANAL untuk wilayah
lautan Kab/Kota (termasuk wilayah Kabupaten Kepulauan Sula), sesuai Surat Menteri Keuangan RI
Tahun 2007 yang ditujukan pada BAKOSURTANAL untuk mengukur wilayah kabupaten/kota yang
memilki wilayah lautan sebagai bagian dari verifikasi luasan wilayah terkait DAU lautan.
Hasil perhitungan yang dilakukan Konsultan (menggunakan program ArchGis), masih dalam batas
ambang toleransi perhitungan, yaitu antara 5 - 10 %.
Sedangkan luasan versi UU No 1 tahun 2003 dan hasil pengukuran ulang Pemda Kabupaten
Kepulauan Sula, luasannya sangat berbeda jauh dengan dua sumber data sebelumnya yakni dari
Depdagri dan Bakosurtanal / Menkeu.
Selanjutnya pada Tabel : 2 - 2, luas wilayah Kabupaten Kepulauan Sula dirinci per kecamatan.
Sesuai dengan kedudukan dan keberadaannya sebagai Kabupaten Kepulauan, data terakhir
tercatat jumlah seluruh pulau yang ada di Kabupaten Kepulauan Sula sekitar 86 buah pulau, baik
yang telah dinamai dan yang belum memiliki nama, diantaranya terdapat 3 (tiga) buah pulau besar
yaitu Pulau Taliabu, Pulau Mangole, dan Pulau Sulabesi selebihnya merupakan pulau-pulau kecil.
Sebagaimana telah dijelaskan, maka Kabupaten Kepulauan Sula dapat dikelompokkan ke dalam :
1. Wilayah Gugus Kepulauan yang terdiri dari 86 buah pulau besar dan kecil, yang masing-
masing pulau terpisahkan oleh laut (selat), yang memiliki karakteristik yang berbeda secara
geografis, sosial ekonomi, sosial budaya, dan sosial politik, dengan jarak antar pulau lebih
kurang atau sama dengan 2 x 12 mil laut.
2. Wilayah Laut Pulau sebagai kawasan lepas pantai dari laut diantaranya beberapa gugus
pulau, yang mempengaruhi kondisi geofisik dan biofisik perairan pantai dari kawasan gugus
pulau di dalam wilayah laut tersebut.
Tabel : 2 - 2.
LUAS WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA, DIRINCI PER KECAMATAN
Luas (Km²)
No Kecamatan IKK Persentase
Darat Laut Jumlah
1 Sanana Fogi 82.15 135.70 217.85 1.99
2 Sanana Utara Pohea 97.15 151.86 249.01 2.27
3 Sulabesi Tengah Waiboga 85.16 147.64 232.80 2.12
4 Sulabesi Timur Baleha 76.46 207.07 283.53 2.59
5 Sulabesi Barat Kabau Pantai 86.93 179.06 265.99 2.43
6 Sulabesi Selatan Fuata 104.05 236.57 340.62 3.11
7 Mangoli Timur Waitina 212.37 348.22 560.59 5.12
8 Mangoli Utara Timur Waisakai 152.99 658.48 811.47 7.41
9 Mangoli Tengah Mangoli 321.80 369.45 691.25 6.31
10 Mangoli Barat Dofa 149.63 267.13 416.76 3.80
11 Mangoli Selatan Buya 277.72 283.05 560.77 5.12
12 Mangoli Utara Timur Falabisahaya 140.66 442.25 582.91 5.32
14 Taliabu Timur Selatan Loseng 332.85 313.46 646.31 5.90
13 Taliabu Timur Bamuya 508.67 618.21 1,126.88 10.28
15 Taliabu Barat Bobong 606.89 575.24 1,182.13 10.79
16 Taliabu Utara Gela 658.94 539.87 1,198.81 10.94
17 Taliabu Utara Barat Lede 265.07 310.67 575.74 5.25
18 Taliabu Barat Laut Nggele 191.40 150.37 341.77 3.12
19 Taliabu Selatan Pancadu 427.83 244.44 672.27 6.14
Luas Kab. Kepulauan Sula 4,778.72 6,178.74 10,957.46 100.00
Berdasarkan uraian di atas, maka secara geografis kedudukan Kabupaten Kepulauan Sula
mempunyai posisi strategis bagi Provinsi Maluku Utara, yaitu selain sebagai kawasan yang
berbatasan langsung dengan wilayah provinsi terdekat (Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi
Maluku), sekaligus sebagai pintu gerbang Provinsi Maluku Utara dari arah barat dan selatan, yang
didukung oleh potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada di wilayah ini.
Bahkan secara nasional, wilayah Kabupaten Kepulauan Sula ditetapkan sebagai salahsatu
Kawasan Andalan di wilayah Provinsi Maluku Utara.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) meliputi luas wilayah hampir 2 juta Km² dan
berpenduduk lebih dari 220,89 juta jiwa pada tahun 2005, yang memiliki potensi sumber daya
alam baik di laut (marine natural resources) dan di darat (land natural resources) yang sangat
besar. Di laut, Indonesia memiliki sekitar 17.504 pulau (Data Wilayah Administrasi Pemerintahan,
Departemen Dalam Negeri, 2004) dengan garis pantai sepanjang 81.000 Km. Berdasarkan
Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982, Indonesia memiliki kedaulatan atas wilayah perairan
seluas 3,2 juta Km².
Dilihat dari geografis Indonesia, Kepulauan Indonesia dibagi mejadi dua bagian besar, Sunda
Besar dan Sunda Kecil. Sunda Besar terdiri dari Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku
dan Papua, membentang di belahan Utara Indonesia. Sunda Kecil membentang di belahan
Selatan Indonesia, terdiri dari Pulau Jawa, Madura, Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, dan
Timor.
Bila diperhatikan lebih jauh Kepulauan Indonesia yang duapertiga wilayahnya adalah laut
membentang ke Utara dengan pusatnya di Pulau Jawa membentuk gambaran kipas. Sebagai satu
kesatuan negara kepulauan, secara konseptual, geopolitik Indonesia adalah Wawasan Nusantara,
dan geostrateginya adalah Ketahanan Nasional. Secara entitas, wilayah negara Kepulauan
Nusantara, yang berbentuk kipas itu dapat dikatakan sebagai Kipas Nusantara.
Memperhatikan potensi geografi, demografi dan kekayaan alam di setiap pulau atau kepulauan
maupun wilayah yang berada dalam Kipas Nusantara tersebut, dari titik pusat di Jawa ke titik-titik
ujung wilayah Nusantara yang potensial di daerah lainnya, dapat ditarik garis-garis lurus yang
menghubungkan potensi-potensi sebagai jari-jari tulang kipas. Dengan demikian dapat dipetakan
keseluruhan potensi nasional dalam Kipas Nusantara, dengan mempertimbangkan titik-titik mana
sebagai pusat-pusat keunggulan, pusat gravitasi, dan pusat-pusat pengembangan potensi.
Dengan memperhatikan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif tiap-tiap titik potensi di
dalam Kipas Nusantara tersebut, serta dengan memperhatikan pengendalian ekuilibrium
penawaran dan permintaan, dengan proses distribusi yang lancar dan memperhatikan
pertumbuhan yang berkelanjutan, diharapkan akan timbul titik-titik potensi baru yang semakin
memperkokoh rangka kipas sehingga menimbulkan ketahanan nasional yang berkembang
semakin tangguh.
Perkembangan ekonomi global serta geoekonomi dan geostrategis regional memberi indikasi yang
kuat bahwa Indonesia perlu memfokuskan peningkatan ekspor dan investasinya pada beberapa
wilayah dengan memberikan beberapa fasilitas perpajakan, kepabeanan, dan infrastruktur
pendukungnya sedemikian rupa sehingga dapat bersaing dengan negara-negara tetangga dalam
menarik investasi asing masuk ke Indonesia dan sekaligus juga membantu mengembangkan
wilayah dan kawasan.
Dalam konstelasi perdagangan dan investasi global, sebenarnya Indonesia memiliki beberapa
keunggulan yang seharusnya dapat menjadi peluang dalam menarik investasi. Beberapa
keunggulan Indonesia antara lain, adalah :
a. Lokasi Indonesia sangat ideal bagi pengembangan pusat logistik dan distribusi, karena
dilewati oleh jalur maritim internasional dari Eropa ke Asia, Asia Tenggara ke Asia
Utara/Amerika dan dari Asia ke Australia;
b. Lokasi Indonesia menguntungkan sebagai pusat produksi, karena terletak di tengah pasar
yang sangat besar, yaitu pasar ASEAN sekitar 500 juta jiwa, pasar Cina sekitar 1,3 milyar jiwa
dan pasar India sekitar 1,1 milyar jiwa;
c. Indonesia memiliki pasar tenaga kerja yang sangat besar dengan upah yang kompetitif
dibandingkan dengan negara-negara lain di sekitarnya.
tahun 2005 sebesar 2005. Sejak Juli 2006, nilai tukar rupiah relatif stabil pada rentang Rp. 9.000 -
Rp. 9,200 per satu USD, dan secara keseluruhan tahun 2006 rata-rata nilai tukar rupiah mencapai
Rp. 9.168 per satu USD.
Perbaikan kinerja ekonomi makro belum disertai dengan membaiknya kinerja sektor riil yang
tercermin dari kondisi dunia usaha, industri, dan investasi. Implikasi dari lambannya pemulihan
kondisi sektor riil adalah pengurangan pengangguran dan kemiskinan belum menunjukkan
capaian yang diharapkan. Hal ini menegaskan bahwa membaiknya indikator ekonomi makro
merupakan kondisi yang dibutuhkan, tetapi belum mencukupi untuk mendorong pemulihan
ekonomi. Oleh karena itu, keberhasilan menciptakan stabilitas ekonomi makro perlu dipandang
sebagai landasan untuk meningkatkan kinerja sektor riil dalam rangka pemulihan ekonomi.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah mempunyai tanggung jawab bersama dalam
memberikan stimulan bagi pengembangan sektor riil melalui peningkatan investasi, yang
diharapkan akan menimbulkan efek pengganda (multiplier effect) bagi perekonomian.
Peningkatan investasi tidak hanya akan meningkatkan permintaan agregat, tetapi juga
meningkatkan penawaran agregat melalui meningkatnya stok kapital dan kapasitas produksi.
Kegiatan produksi akan menyerap tenaga kerja. Investasi, khususnya yang datang dari luar negeri
atau luar wilayah, juga akan mendorong proses alih teknologi dan inovasi. Proses ini pada
akhirnya akan meningkatkan produktifitas, memacu pertumbuhan dan berpeluang untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Untuk itu investasi yang
perlu ditingkatkan adalah investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja, menggunakan
sumber daya ekonomi daerah yang ada, dan dapat memberikan nilai tambah yang besar terutama
investasi di sektor pertanian dan industri yang dapat menyerap tenaga kerja. Demikian pula,
penataan dan pembenahan sektor informal seperti usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM)
termasuk pedagang kaki lima (PKL) juga sangat penting dalam mengembangkan sektor riil.
Pertumbuhan ekonomi daerah saat ini sebagian besar bersumber dari peningkatan konsumsi baik
pemerintah maupun masyarakat. Pertumbuhan ekonomi daerah yang didorong oleh konsumsi sulit
dijaga keberlangsungan dan kestabilannya. Pertumbuhan ekonomi daerah seperti itu tidak
menunjukkan struktur perekonomian daerah yang kuat. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang
mengandalkan konsumsi akan kurang menciptakan nilai tambah dan memicu peningkatan inflasi.
Dalam upaya menciptakan pertumbuhan yang lebih berkualitas dan berkelanjutan, perekonomian
daerah perlu didukung oleh kegiatan investasi di sektor produktif dan jasa.
Investasi swasta dirasakan semakin penting mengingat kapasitas fiskal pemerintah (Pusat,
Provinsi, dan Kabupaten/Kota) yang terbatas sehingga sulit untuk selalu dijadikan sebagai sumber
utama pertumbuhan. Dampak pengganda yang diciptakan dari peningkatan investasi adalah
meningkatnya pemanfaatan sumberdaya secara optimal dalam kegiatan produksi, berkembangnya
kegiatan perdagangan antardaerah, dan terciptanya nilai tambah yang lebih besar. Investasi juga
mendorong percepatan perkembangan teknologi informasi, telekomunikasi, dan transportasi.
Percepatan ini akan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi mobilitas sumberdaya (bahan
mentah, barang modal, dan tenaga kerja) secara lebih mudah dan murah. Percepatan ini juga
bermanfaat bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat di daerah.
Perkembangan investasi di Indonesia saat ini belum menyebar secara merata antar daerah. Data
tahun 2005 menunjukkan bahwa DKI Jakarta merupakan provinsi dengan nilai investasi tertinggi
atau setara dengan 27,9 persen dari total investasi di Indonesia. Lebih dari 60 persen investasi
terdapat di Pulau Jawa dan Bali. Provinsi Maluku Utara dan Maluku adalah dua provinsi dengan
nilai investasi terendah. Sebaran investasi menurut provinsi dapat dilihat pada Tabel : 2 - 3.
Tabel : 2 - 3.
DISTRIBUSI INVESTASI DI INDONESIA MENURUT PROVINSI, TAHUN 2005
Proporsi Proporsi
No Provinsi No Provinsi
Investasi (%) Investasi (%)
1 DKI Jakarta 27,91 18 Papua 1,05
2 Jawa Timur 12,74 19 Nusa Tenggara Barat 1,01
3 Jawa Barat 11,21 20 Bali 0,78
4 Jawa Tengah 6,51 21 Sulawesi Utara 0,63
5 Riau 5,31 22 Kalimantan Selatan 0,60
6 Sumatera Utara 4,01 23 Nusa Tenggara Timur 0,57
7 Kepulauan Riau 3,78 24 Sulawesi Tengah 0,57
8 Kalimantan Timur 3,78 25 Sulawesi Tenggara 0,53
9 Banten 3,68 26 Jambi 0,51
10 Sumatera Selatan 2,88 27 Papua Barat 0,44
11 Sulawesi Selatan 1,93 28 Kep. Bangka Belitung 0,38
12 Kalimantan Barat 1,91 29 Gorontalo 0,19
13 Sumatera Barat 1,48 30 Bengkulu 0,15
14 DI. Yogyakarta 1,36 31 Sulawesi Barat 0,08
15 Lampung 1,34 32 Maluku 0,03
16 Kalimantan Tengah 1,33 33 Maluku Utara 0,02
17 Nanggoe Aceh Darussalam 1,29
Sumber : Diolah dari BPS
Perbedaan nilai investasi antar daerah ini juga memperlihatkan perbedaan sumbangan investasi
dalam menggerakkan perekonomian daerah.
Data tahun 2005 tentang rasio dari pembentukan modal tetap domestik bruto terhadap produk
domestik regional bruto (PDRB) menunjukkan bahwa Provinsi Kepulauan Riau memiliki kontribusi
investasi tertinggi dengan investasi sebesar 45,5 persen dari total aktivitas perekonomian daerah
tersebut. Di sisi lain, terdapat empat provinsi yang selain nilai investasinya rendah juga kontribusi
investasi dalam perekonomian daerah relatif rendah, yakni kurang dari 10 persen. Provinsi
tersebut antara lain adalah Sulawesi Barat, Bengkulu, Maluku dan Maluku Utara, ( Tabel : 2 - 4).
Tabel : 2 - 4
KONTRIBUSI INVESTASI TERHADAP PDRB MENURUT PROVINSI DI INDONESIA, TAHUN 2005
Proporsi Proporsi
No Provinsi No Provinsi
Investasi (%) Investasi (%)
1 Kepulauan Riau 45,49 18 Sulawesi Tengah 17,68
2 Kalimantan Tengah 34,91 19 Papua 17,19
3 DKI Jakarta 34,53 20 Kep. Bangka Belitung 16,83
4 Gorontalo 33,91 21 Lampung 16,74
5 Papua Barat 30,07 22 Jawa Barat 16,67
6 Kalimantan Barat 29,75 23 Sumatera Utara 16,66
7 DI. Yogyakarta 29,35 24 Jawa Tengah 16,63
8 Riau 24,48 25 Jambi 14,86
9 Nusa Tenggara Barat 24,34 26 Kalimantan Timur 14,75
10 Sulawesi Tenggara 24,24 27 Nanggroe Aceh Darussalam 13,49
11 Banten 23,13 28 Bali 13,44
12 Nusa Tenggara Timur 21,56 29 Kalimantan Selatan 10,13
13 Sumatera Selatan 21,21 30 Sulawesi Barat 9,09
14 Sulawesi Selatan 19,35 31 Bengkulu 8,51
15 Sumatera Barat 18,48 32 Maluku 3,48
16 Jawa Timur 18,15 33 Maluku Utara 3,32
17 Sulawesi Utara 18,12
Sumber : Diolah dari BPS
Menurut jenis investasi, realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal
asing (PMA) sebagian besar sangat dominan berada di wilayah Kawasan Barat Indonesia (KBI).
Dalam periode tahun 2001 sampai September 2006, realisasi investasi di wilayah ini sekitar 92%
untuk PMDN dan 97% untuk PMA, sedangkan invetasi Kawasan Timur Indonesia (KTI) adalah 8%
PMDN dan 3% PMA.
Konsentrasi investasi di KBI berada di Pulau Jawa, yang porsinya mencapai 50 persen untuk
PMDN dan sekitar 70-80 persen untuk PMA secara nasional. Pulau Sumatera adalah wilayah
kedua yang menjadi lokasi berinvestasi, namun dengan selisih yang cukup besar bila
dibandingkan dengan Pulau Jawa, yaitu sekitar 40 persen untuk PMDN dan sekitar 13 persen
untuk PMA. Investasi di Pulau Jawa khususnya dan KBI umumnya telah mendukung pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi dan stabil, khususnya pada periode sebelum krisis 1997/1998.
Indonesia sebagai negara kepulauan dituntut untuk dapat menyediakan Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI) yang merupakan alur laut bagi kepentingan pelayaran internasional. Dalam awal
penetapannya, maka hal-hal yang menjadi pertimbangan utama adalah persoalan pertahanan
keamanan negara dan kondisi hidro-oseanografi (kedalaman laut, arus laut, angin, pasang surut,
posisi karang yang berbahaya dan lain-lain), sehingga keberadaan ALKI memungkinkan alur
pelayaran yang aman untuk dilayari oleh setiap kapal.
Saat ini, Indonesia mempunyai 3 (tiga) jalur ALKI Utara – Selatan, dengan dua alur berada di
Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan satu alur berada di Kawasan Barat Indonesia (KBI). Sesuai
dengan kebutuhan pengembangan wilayah, maka peluang adanya ALKI ini harus dioptimalkan
bagi pengembangan ekonomi wilayah nasional dan peluang dengan keberadaan ALKI bagi
pengembangan wilayah di KTI adalah terbukanya peluang untuk pemasaran dan promosi berbagai
jenis komoditas unggulan KTI yang didukung pula oleh kondisi perekonomian di kawasan Asia
Pasifik dan kerjasama ASEAN yang semakin berkembang. Hal ini juga memberikan peluang
ekspor sumber daya alam termasuk hasil-hasil kekayaan laut, khususnya dari KTI.
Berdasarkan potensi, persebaran, dan pemanfaatan sumber daya alam yang terdapat di wilayah
KTI, dapat dicatat beberapa sektor dan komoditas unggulan yang dapat diandalkan untuk
mempercepat pertumbuhan ekonomi guna mempercepat pembangunan KTI sekaligus mengurangi
kesenjangan dengan KBI. Sektor dan komoditas unggulan nomigas tersebut adalah :
a. Sektor Perikanan dengan komoditas unggulan seperti tuna, udang, ikan hias, dan ikan
kalengan. Disamping komoditas tersebut masih terdapat komoditas lain yang cukup prospektif
untuk dikembangkan seperti kerang, mutiara, dan kepiting;
b. Sektor Pertanian sub sektor tanaman pangan dengan komoditas unggulan padi, jagung, dan
kedelai;
c. Sektor Pertanian sub sektor tanaman pangan dengan komoditas unggulan karet dan tebu;
d. Sektor Kehutanan dengan komoditas unggulan berbagai jenis kayu dan hasil-hasil olahannya.
Didalam pengembangan perekonomian wilayah, selain potensi, persebaran dan pemanfaatan
sumber daya alam tersebut, maka akses dan informasi terhadap kondisi dan kesinambungan
pasar dunia merupakan hal yang penting.
Kondisi pasar dunia dapat diindikasikan dari besarnya permintaan negara-negara lain terhadap
jenis komoditas tertentu atau dari besarnya nilai ekspor. Untuk situasi KTI yang relatif belum „kuat‟,
maka produk-produk yang memasuki pasar ekspor akan mampu mendorong peningkatan produksi
lokal, dan pada akhirnya, meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal.
Melalui jalur ALKI, bagi KTI konstelasi geografis kepulauan yang tersebar dalam gugus-gugus
kepulauan juga membuka peluang untuk mengembangkan oulet untuk ekspor maupun
pembukaan jalur pelayaran yang merupakan kemudahan akses kepada pusat pasar dan kawasan
perdagangan potensial. Data tahun 1997-1998 menunjukkan bahwa pangsa pasar (market share)
dari seluruh komoditas ekspor Indonesia, 64% diantaranya ditujukan ke negara-negara Asia
Pasifik terutama negara ASEAN (Singapura, Brunei) dan Asia Timur (Jepang, Korea, Hongkong,
RRC, dan Taiwan), 17% ditujukan ke negara Amerika termasuk Kanada, 16% ditujukan ke Benua
Eropa terutama Eropa Barat, dan sisanya sebesar 3% ditujukan ke Benua Australia dan Afrika.
ALKI ditetapkan untuk menghubungkan dua perairan bebas,yakni Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik (Peraturan Pemerinta RI Nomor 37 Tahun 2002), meliputi :
a. ALKI I yang melintasi Laut Cina Selatan-Selat Karimata-Laut Jawa-Selat Sunda. ALKI I
memiliki cabang yang disebut ALKI I-A yang melintasi Selat Singapura-Laut Natuna.;
b. ALKI II yang melintasi Laut Sulawesi-Selat Makasar-Laut Flores-Selat Lombok;
c. ALKI III yang melintasi Samudera Pasifik - Selat Maluku - Laut Seram - Laut Banda.
ALKI III memiliki cabang, yaitu :
1) ALKI III-A yang menghubungkan Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia melintasi Laut
Maluku-Laut Seram-Laut Banda-Selat Ombai-Laut Sawu;
2) ALKI III-B yang menghubungkan Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia melintasi Laut
Maluku-Laut Seram-Laut Banda-Selat Leti;
3) ALKI III-C yang menghubungkan Samudera Pasifik dengan Laut Arafura melintasi Laut Maluku-
Laut Seram-Laut Banda;
4) ALKI III-D yangmenghubungkan Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia melintasi Laut
Maluku-Laut Seram-Laut Banda-Selat Ombai-Laut Sawu;
5) ALKI III-E yang menghubungkan Samudera Hindia ke Laut Sulawesi melintasi Laut Sawu-Selat
Ombai-Laut Banda-Laut Seram-Laut Maluku.
Terkait dengan Wilayah Perencanaan yang merupakan bagian dari Provinsi Maluku Utara dan
letak geografis serta pola perpindahan barang dan orang, maka tinjuan wilayah KTI yang
berpengaruh terhadap ALKI III akan difokuskan kepada ALKI III-A (lihat Gambar : 2.2). Oleh
karena itu, berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang diatur dalam PP
RI Nomor 26 Tahun 2008, dapat diacu arah pengembangan pelabuhan laut hingga tahun 2028
dan sistem kota nasional. Kota nasional dan pelabuhan laut dan yang berpeluang untuk dapat
memanfaatkan ALKI III-A ini sepereti tersaji pada Tabel : 2 - 5 dan Tabel : 2 - 6.
Tabel : 2 - 5.
KOTA NASIONAL (PKN) YANG TERKAIT DENGAN ALKI - IIIA
No Provinsi PKN
1 Sulawesi Utara Bitung
2 Gorontalo Gorontalo
3 Sulawesi Tenggara Kendari
4 Nusa Tenggara Timur Kupang
5 Maluku Utara Ternate
Sumber : PP No. 26 Tahun 2006 tentang RTRWN
Tabel : 2 - 6.
PELABUHAN YANG TERKAIT DENGAN ALKI - IIIA
Pelabuhan Pelabuhan
No Provinsi
Internasional Nasional
1 Sulawesi Utara Bitung -
2 Gorontalo - Gorontalo
3 Sulawesi Tengah Pantoloan Pare-pare, Toli-toli
4 Nusa Tenggara Timur Tenau Waingpau
5 Maluku Utara - Ternate dan Labuha
Sumber : PP No. 26 Tahun 2006 tentang RTRWN
Kota nasional dan pelabuhan laut tersebut berpotensi sebagai simpul-simpul produksi, koleksi, dan
pemasaran hasil produksi dalam rangka pengembangan kawasan-kawasan prioritas di sekitar
ALKI III-A, yang meliputi Kawasan Andalan, Kawasan Andalan Laut dan Kawasan Strategis
Nasiona (KSN), sebagaimana diperlihatkan pada Tabel : 2 - 7 dan Tabel : 2 - 8.
Tabel : 2 - 7.
KAWASAN ANDALAN YANG TERKAIT DENGAN ALKI - IIIA
No Provinsi Kawasan Andalan Sektor Unggulan
Perikanan Laut, Pariwisata, Industri &
Kawasan Manado, dsk
Pertambangan
1 Sulawesi Utara Kawasan Dumoga-Kotamobuga, dsk Pertanian, Perkebunan & Perikanan
(Bolaang Mongondaow)
Kawasan Andalan Laut Batutoli, dsk Perikanan, Pertambangan & Pariwisata
Pertanian, Perikanan,
Kawasan Gorontalo
Perkebunan,Pertambangan
2 Gorontalo
Kawasan Marisa Pertanian, Perkebunan, Perikanan
Kawasan Andalan Laut Tomini, dsk Perikanan & Pariwisata
Pertanian, Perikanan, Pariwisata, Perkebunan,
Kawasan Kolonedale, dsk
Agrowisata & Pertambangan
Pertanian, Perikanan, Pariwisata, Perkebunan
3 Sulawesi Tengah Kawasan Poso, dsk
& Industri
Kawasan Andalan Laut Teluk Tomini-Kep. Perikanan & Pariwisata
Banggai, dsk
Agroindustri, Pertambangan, Perikanan,
Kawasan Asesolo/Kendari
Perkebunan, Pertanian, Industri & Pariwisata
Agroindustri, Pertambangan, Perikanan,
Sulawesi Kawasan Kapolimu-Patikala Muna-Buton
4 Perkebunan, Kehutanan & Pariwisata
Tenggara
Kawasan Andalan Laut Asera Lasolo Perikanan & Pariwisata
Kawasan Andalan Laut Kapontori-Lasalimu, Perikanan, Pertambangan & Pariwisata
dsk
Pertanian, Industri, Pariwisata, Perikanan Laut
Kawasan Kupang, dsk
& Pertambangan
Nusa Tenggara Kehutanan, Pariwisata, Industri, Perikanan,
5 Kawasan Maumere-Ende
Timur Pertanian & Perkebunan
Kawasan Sumba Pertanian, Pariwisata & Perkebunan
Kawasan Andalan Laut Sawu-Sumba Perikanan & Pariwisata
Kawasan Ternate, Tidore, Sidangoli, Sofifi, Perkebunan, Perikanan Laut, Industri,
Weda, dsk Pertambangan & Pariwisata
Kawasan Bacan-Halmahera Selatan Perkebunan & Pertanian
6 Maluku Utara
Perkebunan, Kehutanan, Industri,
Kawasan Kepulauan Sula
Pertambangan & Perikanan
Kawasan Andalan Laut Halmahera, dsk Perikanan, Pertambangan & Pariwisata
Sumber : PP No. 26 Tahun 2006 tentang RTRWN
Tabel : 2 - 8.
KAWASAN STRATEGIS NASIONAL YANG TERKAIT DENGAN ALKI-IIIA
No Provinsi KPSN
1 Sulawesi Utara KAPET Manado-Bitung
2 Sulawesi Tengah KAPET Batui
3 Sulawesi Tenggara KAPET Buton, Kolaka & Kendari
4 Nusa Tenggara Timur KAPET Mbay
5 Maluku Utara P. Morotai
Sumber : PP No. 26 Tahun 2006 tentang RTRWN
Pelaksanaan aktifitas investasi dan pembangunan daerah di sekitar ALKI III-A diarahkan dalam
rangka pengembangan ekonomi kawasan-kawasan prioritas melalui upaya peningkatan
aksesibilitas dan penyediaan prasarana/sarana pendukung proses produksi sektor-sektor
unggulan kawasan, proses koleksi pada kota nasional dan kota-kota pusat pertumbuhan lainnya,
serta distribusi dan pemasaran yang dapat menarik pasar dunia (berorientasi internasional /
ekspor), melalui pelabuhan laut dengan memanfaatkan ALKI III-A. Dalam kaitan tersebut,
pembangunan sektoral dalam pengembangan prasarana/sarana pendukung di sekitar ALKI III-A
diarahkan pada kawasan-kawasan prioritas dan keterkaitannya dengan kota-kota nasional serta
pelabuhan laut di sekitar ALKI III-A.
Pemanfaatan jalur ALKI untuk pengembangan wilayah KTI merupakan peluang yang besar dalam
rangka : a) meningkatkan daya saing produk-produk unggulan, b) meningkatkan efisiensi aliran
hasil-hasil produksi yang berorientasi ekspor, c) meningkatkan akses menuju pasar potensial
dunia, dan d) meningkatkan arus investasi pembangunan ke KTI.
Pada tahun 2003, Kabupaten Maluku Utara dimekarkan menjadi Kabupaten Halmahera Utara,
Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, Kabupaten Halmahera Timur, dan
Kota Tidore Kepulauan, yang tertuang di dalam Undang-undang RI Nomor 1 Tahun 2003.
Berdasarkan nama kabupaten pemekaran tersebut, dapat ditemukenali bahwa salah satu
kabupaten baru adalah Kabupaten Kepulauan Sula.
Secara geografis, Kabupaten Kepulauan Sula terletak di sebelah Barat Daya Provinsi Maluku
Utara, yang berbatasan dibagian Utara - Timur dengan Provinsi Maluku Utara sebagai provinsi
induk, Provinsi Maluku di bagian Selatan, Provinsi Sulawesi Tengah di bagian Barat, dan Provinsi
Sulawesi Utara di bagian Utara. Karena keterdekatannya dengan beberapa provinsi tersebut,
Kabupaten Kepulauan Sula mempunyai interaksi yang erat dalam hubungan regional
antarkawasan. Selain dengan provinsi tersebut, Kabupaten Kepulauan Sula juga mempunyai
hubungan regional dengan beberapa wilayah yang lebih jauh, yaitu Provinsi Gorontalo, Provinsi
Sulawesi Selatan dan Provinsi Jawa Timur.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Kepulauan Sula mempunyai
keterkaitan yang sangat erat dengan Pulau Sulawesi dan Kepulauan Maluku, baik Provinsi Maluku
dan Provinsi Maluku Utara.
Uraian berikut ini gambaran keterkaitan yang terjadi antara Kabupaten Kepulauan Sula dengan
Pulau Sulawesi dan Maluku.
1) Aktifitas ekonomi jasa dan perdagangan terpusat di Kota Makassar, Kota Manado, Kota Ambon
dan Kota Ternate serta Kota Surabaya;
2) Aktifitas ekonomi industri pengolahan terpusat di Kota Surabaya dan Kota Makassar.
Tabel : 2 - 9.
PUSAT BANGKITAN DAN TARIKAN WILAYAH SULAWESI DAN MALUKU
No Kategori Cakupan Pusat Bangkitan dan Tarikan
1 Orang internasional, nasional atau Manado, Bitung, Gorontalo, Makassar, Palu, Kendari,
beberapa provinsi Ambon, Ternate
provinsi atau beberapa Tomohon, Tondano, Kotamobagu, Isimu, Kuandang,
kabupaten Tilamuta, Poso Luwuk, Kolonedale, Baubau, Raha,
Lasolo, Jeneponto, Watampone, Bulukumba, Namlea,
2 Barang Internasional Bitung, Pantoloan, Makassar, Ambon
Nasional Gorontalo, Ternate, Labuha, Dobo
Sumber : PP No. 26 Tahun 2006 tentang RTRWN
Tabel : 2 - 10.
JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT BARANG DAN MUATAN UMUM
Kode
No Trayek
Trayek
1 B-41 Tg Perak dsk – (Belawan) – (Aceh Port) – Perawang – (Tg. Priok) PP
2 B-42 Tg Perak – (Makassar) – Ternate dsk – (Ambon dsk) PP
3 B-43 Tg Perak – Sorong – Manokwari – Baik – Jayapura PP
4 B-44 Tg Perak – Pkl. Balam – Tg.Pandan – Tg. Perak
5 B-45 Tg Perak – Banjarmasin PP
6 B-46 Tg Perak dsk – Makassar – Pare Pare – Palopo
7 B-47 Tg Perak dsk – Banjarmasin/Tarjun – Makassar/ Pare Pare – Kendari/Luwuk – Bitung/Gorontalo –
Tarjun/Biringkasi – Celukan Bawang/Benoa/Lembar – Tg. Perak
8 B-48 Tg Perak dsk – Lembar/Kupang – Waingapu – Atapupu – Tarjun/Birngkasi – Bitung/Gorontalo–
Celukan Bawang/Benoa – Tg. Perak
9 B-49 Tg Perak – Dumai – Perawang/Buatan – Palembang/Panjang – (Tg. Priok) – Cirebon – Celukan
Bawang/Benoa – Tg. Perak
10 B-50 Tg Perak dsk – Tg. Perak dsk – Banjarmasin/Balikpapan/Samarinda – Tarjun – Pare Pare/Makassar –
Bitung – Gorontalo – Tarjun/Biringkasi – Celukan Bawang/Benoa/Lembar – Tg. Perak
11 B-51 Tg Perak dsk – Pontianak (Palembang) – Cirebon/Tarjun – Celukan Bawang/Benoa/Lembar –Tg.Perak
12 B-52 Tg Perak – Sorong – Tg. Perak
13 B-53 Tg Perak – Jayapura – Tg. Perak
14 B-54 Tg Perak – Nabire – Tg. Perak
15 B-55 Tg Perak dsk – (Makassar/Biringkasi/Pare pare) – Gorontalo – Bitung – (Ternate dsk/Tobelo
dsk/Bobong/Sanana-Morotai) – (Makassar/Biringkasi/Pare Pare) – Tg. Perak
16 B-56 Tg Perak dsk – (Makassar/Biringkasi/Pare pare) – Manoksari/Biak/Jayapura – (Ternate dsk/Luwuk
dsk/Parigi dsk/Poso dsk) – Tg. Perak
17 B-57 Tg Perak dsk – (Makassar/Biringkasi/Pare pare) – Serui/Nabire/Jayapura – (Demta/Jamna) –
(Makassar/Pare Pare/Biringkasi) - Tg. Perak dsk/Semarang
18 B-58 Tg Perak dsk – (Makassar/Biringkasi/Pare pare) – Sorong/Manokwari – (Ternate
dsk/Sanana/Luwuk/Posa dsk) – Tg. Perak dsk
19 B-59 Tg Perak dsk – (Makassar/Biringkasi/Pare pare) – Fak Fak/Merauke
20 B-60 Tg Perak dsk – (Makassar/Biringkasi/Pare pare)
21 B-61 Tg Perak dsk – (Makassar/Biringkasi/Pare pare)
22 B-62 Tg Perak dsk – Bitung/Gorontalo/Ternate dsk – (Luwuk dsk/Parigi dsk/Poso dsk/Kolonedale) –
(Bobong/Ampanan/Bunta/Mambuke) – Tg. Perak dsk.
23 B-63 Tg Perak dsk – Belawan/Dumai – Perawang/Buatan – Tg. Perak/Tg. Priok
24 B-64 Tg Perak/Tg. Priok – Palembang/Dumai/Belawan – Tg. Perak/Tg. Priok
25 B-65 Tg Perak/Tg. Priok – Pontianak dsk/Banjarmasin dsk/Kumai dsk/Sampit dsk/Samarinda dsk/Balikpapan
dsk-Tg. Perak/Tg. Priok.
26 B-66 Tg Perak Tg. Priok – Panjang/Padang/Bengkulu – Tg. Perak/Tg. Priok
27 B-67 Tg Perak dsk – (Makassar/Biringkasi/Pare Pare/Biak/Jayapura/Sorong/Manokwari) – Gorontalo/Bitung –
(Ternate dsk/Sanana) – Tg Perak
28 B-68 Tg Perak dsk – (Makassar/Biringkasi/Pare Pare) – Gorontalo/Bitung – (Tual/Fak-Fak /Kupang/ Lembar
/Celukan Bawang) – Tg Perak dsk
29 B-69 Tg Perak dsk – (Makassar/Biringkasi/Pare Pare) – Sorong/Manokwari/Biak – (Serui/Nabire) – Ternate
dsk – Sanana/Luwuk dsk – Tg. Perak dsk
30 B-70 Tg Perak dsk – (Makassar/Biringkasi/Pare Pare) – Manokwari/Biak/Sorong/Jayapura – (Ternate
dsk/Luwuk dsk/Poso dsk) – Tg. Perak dan sekitarnya
31 B-71 Tg Perak dsk – (Makassar/Biringkasi/Pare Pare) – Fak-Fak/Merauke – (Karas/Demta/Jamna) –
(Bobong / Sanana / Poso / Parigi) – (Makassar/Biringkasi/Pare Pare) – Tg. Perak dsk/Semarang
Sumber : Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No : AL 59/1/9-02
Keterangan :
1. Trayek B : Trayek kapal-kapal barang/muatan umum
2. / : Alternatif (boleh disinggahi salah satu/keseluruhan)
3. () : Fakultatif (boleh disinggahi atau tidak)
4. Tanjung Perak dsk : Termasuk Pelabuhan Tanjung Perak, Penarukan, Gresik, Probolinggo, Banyuwangi, Meneng, Kalianget, Sumenep dan
Branta.
Tabel : 2 - 11
JARINGAN TRAYEK ANGKUTAN LAUT KONTAINER / PETI KEMAS
Kode
No Trayek
Trayek
1 K-22 Tg Perak – Balawan PP
2 K-23 Tg Perak – Tg. Priok – Balawan PP
3 K-24 Tg Perak – (Tg. Priok )– Balawan PP
4 K-25 Tg Perak – Banjarmasin PP
5 K-26 Tg Perak – Balikpapan PP
6 K-27 Tg Perak – Samarinda PP
7 K-28 Tg Perak – Tarakan PP
8 K-29 Tg Perak – Sorong PP
9 K-30 Tg Perak – Manokwari PP
10 K-31 Tg Perak – Makassar
11 K-32 Tg Perak – Makassar – Bitung PP
12 K-33 Tg Perak – (Makassar) – Ambon PP
13 K-34 Tg Perak – (Makassar) – Kwandang – (Bitung) PP
14 K-35 Tg Perak – Kendari PP
15 K-36 Tg Perak – Makassar – Kendari PP
16 K-37 Tg Perak – Pantoloan PP
17 K-38 Tg Perak – (Makassar) – Samarinda PP
18 K-39 Tg Perak – Jayapura PP
19 K-40 Tg Perak – Sampit PP
20 K-41 Tg Perak – Benoa PP
21 K-42 Tg Perak – (Makassar) – Ambon – (Kwandang) PP
22 K-43 Tg Perak – Samarinda – Bontang PP
23 K-44 Tg Perak – (Makassar) – (Ternate dsk - (Ambon) PP
Sumber : Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut No : AL 59/1/9-02
Keterangan :
1. Trayek K : Trayek kapal-kapal kontainer dan peti kemas
2. () : Fakultatif (boleh disinggahi atau tidak)
Salah satu contoh pola kerjasama perdagangan yang terjadi antara Kabupaten Kepulauan
Sula dengan kota-kota tersebut adalah pemenuhan kebutuhan pangan kabupaten tersebut.
Berdasarkan Laporan Tahunan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Tahun 2007,
ketersediaan pangan di Kabupaten Kepulauan Sula masih dipasok dari wilayah-wilayah di
sekitarnya, seperti dapat dilihat pada Tabel : 2 - 12 berikut ini.
Tabel : 2 - 12
ALIRAN IMPORT PANGAN KE KABUPATEN KEPULAUAN SULA TAHUN 2007
No Komoditas Asal Jumlah (Ton) Transportasi
1 Beras Surabaya, Makassar, Manado, 17.309,2 Kapal Laut
Namlea, Luwuk
2 Bawang Merah Manado 45 Kapal Laut
3 Kedele Surabaya dan Manado 36 Kapal Laut
4 Cabe Merah Namlea dan Manado 0,5 Kapal Laut
5 Gula Pasir Surabaya dan Manado 580 Kapal Laut
6 Minyak Goreng Surabaya 11 Kapal Laut
7 Daging Ayam Manado 0,2 Kapal Laut
8 Telur Manado dan Makassar 0,8 Kapal Laut
9 Susu Surabaya dan Manado 7 Kapal Laut
Sumber : Laporan Tahunan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kab. Kepulauan Sula, 2007
Berdasarkan tabel tersebut, ditemukenali bahwa aliran pangan yang masuk ke Kabupaten
Kepulauan Sula berasal dari berbagai wilayah, terutama Kota Surabaya dan Kota Manado.
Adapun berdasarkan produk yang masuk ke kabupaten ini, terlihat bahwa produk tersebut
merupakan produk pangan utama bagi penduduk, dan hal ini menunjukkan bahwa kabupaten
tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Namun, selain sebagai
pemasok kebutuhan Kabupaten Kepulauan Sula, kota-kota tersebut juga dimanfaatkan oleh
penduduk kabupaten tersebut sebagai lokasi pemasaran hasil bumi mereka.
Kabupaten Kepulauan Sula yang mempunyai 3 (tiga) buah pulau utama, yaitu Pulau Sulabesi,
Pulau Mangoli dan Pulau Taliabu mempunyai pola distribusi perjalanan yang berbeda-beda,
yaitu :
1) Pulau Sulabesi yang terletak di bagian Selatan kabupaten ini, dengan pusat aktifitas di Sanana
(menghadap Laut Seram), mempunyai orientasi eksternal ke Kota Ambon, Namlea dan Air Buya
di Kabupaten Buru, Kota Ternate, Labuha di Kabupaten Halmahera Selatan, Kota Makassar, dan
Kota Surabaya. Pada umumnya, aktifitas perekonomian yang terjadi di Kota Sanana melibatkan
kota-kota tersebut, baik pola aliran barang dan orang, dengan menggunakan moda angkutan laut
dan moda angkutan udara. Moda angkutan laut adalah kapal penumpang dengan tujuan Kota
Ternate dan diteruskan ke Kota Manado (KM Tidore I dan II serta KM Intim), dan kapal barang
dengan tujuan Kota Makassar, Kota Surabaya dan lokasi lainnya, sedangkan moda angkutan
udara adalah angkutan penumpang dengan trayek Kota Ternate – Sanana – Kota Ambon pulang
pergi, dengan jadwal 3 kali dalam seminggu (Trigana). Produk yang di bawa keluar merupakan
hasil dari pengolahan sumber daya yang ada di Pulau Sulabesi saja, terutama perkebunan, seperti
kopra, jambu mente, kenari dan sebagainya, sedangkan produk yang dibawa ke Pulau Sulabesi
merupakan segala macam barang keperluan masyarakat, mulai dari kebutuhan pangan, sandang,
dan papan serta yang lainnya.
2) Pulau Mangole yang terletak di bagian Timur, dengan pusat aktifitas di Dofa dan Falabisahaya
(menghadap ke Laut Maluku) berorientasi eksternal dengan Kota Manado, Kota Bitung, Kota
Ternate, dan Luwuk di Kabupaten Banggai. Moda angkutan yang digunakan dalam menunjang
pergerakan orang dan barang adalah moda laut dan moda udara. Moda angkutan laut yang
digunakan adalah kapal laut dengan menggunakan Pelabuhan Dofa dan Pelabuhan Falabisahaya,
sedangkan angkutan udara yang digunakan masih terbatas pesawat kecil jenis Cassa (oleh
Merpati) dengan rute di dalam Provinsi Maluku Utara dan memanfaatkan lapangan terbang milik
PT. Barito Pacific Timber Tbk. Angkutan laut tersebut menunjang pergerakan barang dan orang,
sedangkan angkutan udara hanya menunjang pergerakan orang saja. Produk yang dipasarkan
merupakan produk hasil bumi dari Pulau Mangoli, seperti kopra yang dipasarkan ke Kota Manado,
kakao ke Luwuk, dan ikan yang dipasarkan ke Kota Bitung. Pada umumnya, produk yang dijual
merupakan produk mentah atau setengah jadi, yang akan diolah lebih lanjut di kota-kota
pemasaran tersebut, karena di Kabupaten Kepulauan Sula belum terdapat industri pengolahan
hasil bumi, terutama di Dofa dan Falabisahaya.
3) Pulau Taliabu yang terletak di bagian Barat, dengan pusat aktifitas di Bobong (menghadap
Kabupaten Banggai Kepulauan) berorientasi eksternal dengan Luwuk, Kota Manado, Kota
Kendari, Kota Makassar. Tingkat akulturasi sosial bdauay masyarakat di Pulau Taliabu, terutama
Bobong lebih tinggi dibandingkan dengan Sanana, karena banyaknya pendatang ke Bobong yang
berasal dari Sulawesi dan Jawa. Hal ini dikarenakan aksesibilitas yang lebih mudah dan tingginya
interaksi yang terjadi antara Bobong dengan Pulau Sulawesi, khususnya Luwuk, Kota Kendari,
Kota Manado dan Kota Makassar. Seperti juga kedua pulau lainnya, interaksi yang terjadi
merupakan interaksi perdagangan antarwilayah.
Tabel : 2 - 13
ORIENTASI KABUPATEN KEPULAUAN SULA TERHADAP WILAYAH SEKITARNYA (SULAWESI – MALUKU)
Moda Jenis
No Pulau Orientasi Eksternal
Transportasi Angkutan
1 Sulabesi Kota Ambon, Namlea dan Air Buya (Kab. Buru), Laut dan Orang dan
Kota Ternate, Labuha (Kab. Halmahera Udara Barang
Selatan), Kota Makassar, dan Kota Surabaya
2 Mangole Kota Manado, Kota Bitung, Kota Ternate, Laut dan Orang dan
Luwuk, dan Kabupaten Banggai Udara Barang
3 Taliabu Luwuk, Kota Manado, Kota Kendari, Kota Laut dan Orang dan
Makassar Udara Barang
Sumber : Bappeda Kab. Kepulauan Sula, 2008
Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa Kabupaten Kepulauan Sula mempunyai posisi
yang strategis dalam sistem perwilayahan Pulau Sulawesi dan Kepulauan Maluku. Lokasi-
lokasi seperti Dofa dan Falabisahaya (Pulau Mangole), Bobong (Pulau Taliabu), dan Sanana
serta Malbufa (di Pulau Sulabesi), akan dikembangkan Pelabuhan Samudera yang dapat
dimanfaatkan sebagai pintu utama dalam menunjang perkembangan wilayah kabupaten
tersebut, dengan menjadikannya sebagai pusat-pusat pertumbuhan kawasan. Untuk itu, dapat
diterapkan sistem pintu banyak (multigate system) dalam mendukung konsep gugus pulau di
Kabupaten Kepulauan Sula sehingga dapat tercapai tingkat perkembangan wilayah yang
seimbang di setiap pulau.
Hal ini juga ditunjang oleh kedekatan Kabupaten Kepulauan Sula dengan jalur Alur Laut
Kepulauan Indonesia III-A (ALKI III-A), yang merupakan jalur pelayaran dan penerbangan
internasional antara Asia Timur (Cina, Jepang, Korea, Taiwan dan Pilipina) menuju Australia
dan Amerika serta Asia Barat dan Eropa. Saat ini, pelabuhan yang melayani ALKI III-A adalah
Pelabuhan Bitung, namun itupun belum memberikan pelayanan yang optimal. Oleh karena itu,
masih ada kesempatan bagi Kabupaten Kepulauan Sula untuk menangkap peluang
ditawarkan oleh jalur ALKI III-A tersebut.
Sebenarnya, pemanfaatan jalur ALKI III-A pernah dilakukan di Kabupaten Kepulauan Sula,
yaitu oleh perusahan nasional PT. Mangole Timber Producers (anak perusahaan PT. Barito
Pacific Timber Tbk), yang memproduksi hasil olahan kayu. Perusahaan yang berpusat di
Falabisahaya tersebut menghasilkan olahan kayu dengan mutu ekspor, sehingga pemasaran
produknya pun langsung dibawa ke luar negeri dengan memanfaatkan jalur ALKI III-A.
Namun, saat ini perusahaan tersebut telah berhenti beroperasi dikarenakan rusaknya fasilitas
pabrik (mesin dan gedung) akibat gempabumi yang terjadi pada tahun 1998 dan makin
sulitnya mencari bahan baku. Padahal, saat beroperasinya perusahaan tersebut,
perekonomian di Falabisahaya berkembang sangat pesat, bahkan melebihi Sanana. Sebagai
gambaran, tenaga kerja yang ditampung perusahaan tersebut mencapai 10.000 tenaga kerja,
dengan luas pabrik mencapai 160 Ha, yang telah dilengkapi dengan perumahan beserta
prasarana sarana.
Kabupaten Kepulauan Sula merupakan salah satu wilayah kabupaten dari Provinsi Maluku Utara,
yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Maluku Utara. Dalam lingkup provinsi, Kabupaten
Kepulauan Sula berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Selatan di sebelah Timur dan Kota
Tidore Kepulauan di sebelah Utara, sedangkan sebelah Barat dan Selatan berbatasan dengan
provinsi lain, Provinsi Sulawesi Tengah di bagian Barat dan Provinsi Maluku di bagian Selatan.
Dengan potensi letak geografis yang strategis tersebut, Kabupaten Kepulauan Sula mempunyai
aksesibilitas eksternal yang lebih luas dibandingkan dengan wilayah internal.
Dalam lingkup internal Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Kepulauan Sula mempunyai hubungan
dengan Kota Ternate dalam pergerakan barang dan orang. Pola pergerakan ini didukung oleh
transportasi laut (melayani pergerakan barang dan orang), dan transportasi udara (melayani
pergerakan orang).
Secara umum, transportasi laut internal yang terdapat di Provinsi Maluku Utara adalah jaringan
pelayaran perintis dan pelayaran rakyat, yang menghubungkan hampir seluruh pulau-pulau
penting dan daerah-daerah terpencil, sehingga keterkaitan antar wilayah telah terpenuhi, namun
frekuensi kedatangan kapal masih terbatas, sehingga perlu ditingkatkan untuk mengurangi
keterisolasian, keterbelakangan dan jaminan kelancaran pemasaran hasil produksi wilayah.
Rute pelayaran perintis di Provinsi Maluku Utara dan termasuk melayani Kabupaten Kepulauan
Sula, adalah sebagai berikut :
a. Ternate - Babang - Lawui - Falabisahaya - Dofa - Bobong – Sanana - Ambon - Namlea - Air
Buaya - Sanana - Bobong – Dofa - Falabisahaya - Lawui - Babang - Ternate;
b. Ternate - Gane Dalam - Bisui - Maffa - Weda - Patani - Gebe - Sorong - Gebe - Patani - Weda
- Maffa - Bisui - Gane Dalam - Saketa - Ternate.
Rute pelayaran pertama menunjukkan perjalanan dari Provinsi Maluku Utara ke Provinsi Maluku
(pulang-pergi), yang menyinggahi beberapa wilayah di Kabupaten Kepulauan Sula, seperti
Falabisahaya, Dofa, Bobong dan Sanana, yang mana wilayah tersebut telah memiliki pelabuhan
yang mampu untuk melayani pelayaran antarwilayah. Rute ini dilayani oleh Kapal Penumpang
Theodora 2 (milik swasta), yang menyinggahi Kabupaten Kepulauan Sula seminggu sekali.
Untuk melayani transportasi udara di Provinsi Maluku Utara, diantara beberapa lapangan terbang
terdapat Bandar Udara Sultan Babullah di Ternate yang mempunyai luas tertinggi, yaitu sebagai
Bandar Udara Pusat Penyebaran Tersier, yang menjadi centre point dari jalur penerbangan di
Provinsi Maluku Utara, baik intrawilayah maupun antar provinsi. Dalam skala intrawilayah Provinsi
Maluku Utara, bandara ini melayani penerbangan ke Kabupaten Kepulauan Sula, melalui Bandar
Udara Emalamo (dengan status perintis), yang dilakukan oleh Trigana Air, dengan pelayanan 3
kali seminggu. Rute penerbangan yang dilayani oleh Trigana Air ini adalah Kota Ternate – Sanana
– Ambon pulang pergi. Selain dilayani oleh Bandara Emalamo, akses udara di Kabupaten
Kepulauan Sula dilayani oleh lapangan terbang swasta milik PT. Mangole Timber Producer di
Falabisahaya, yang dilayani oleh Merpati Air, dengan jadwal yang belum teratur.
Lebih lanjut, kedudukan Kabupaten Kepulauan Sula dalam sistem perwilayahan Provinsi Maluku
Utara, termasuk ke dalam Gugus Pulau VII, dengan pusat pelayanan di Sanana dan Gugus Pulau
VIII, dengan pusat pelayanan di Bobong. Dalam mendukung sistem perwilayahan tersebut, telah
ditetapkan sistem kota-kota di Provinsi Maluku Utara, berupa Pusat Kegiatan Nasional (PKN),
Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN), Pusat Kegiatan Lokal
Wilayah (PKLW), dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Dalam sistem kota tersebut, Kabupaten
Kepulauan Sula termasuk ke dalam hirarki PKW, PKLW dan PKL, dengan Kota Sanana sebagai
PKW, Bobong sebagai PKLW, serta Dofa dan Falabisahaya sebagai PKL. Sistem pusat kota
tersebut mempunyai fungsi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel : 2 - 14 berikut :
Tabel : 2 - 14
FUNGSI SISTEM KOTA DI KABUPATEN KEPULAUAN SULA, MENURUT SISTEM KOTA PROVINSI MALUKU UTARA
Gugus Pulau Ibukota Skala
No Hirarki Fungsi
(WP) Kecamatan Pelayanan
Pusat perdagangan, jasa dan pemasaran;
1 PKW 7 Sanana Regional Pusat produksi pengolahan;
Pusat pelayanan sosial.
Pusat perdagangan, jasa dan pemasaran;
2 PKLW 8 Bobong Regional Pusat produksi pengolahan;
Pusat pelayanan sosial.
Pusat perdagangan, jasa dan pemasaran;
3 PKL 8 Falabisahaya Sub-regional Pusat produksi pengolahan;
Pusat pelayanan sosial.
Pusat perdagangan, jasa dan pemasaran;
4 PKL 7 Dofa Sub-regional Pusat produksi pengolahan;
Pusat pelayanan sosial.
Sumber : Draft RTRW Provinsi Maluku Utara, 2007 – 2027