dibubarkan.
Oleh
Gubernur
Sulawesi
mengeluarkan
maka
status Sulawesi Tenggara telah menjadi daerah tingkat II yang berkedudukan di BauBau.
Wilayah administrasi Kabupaten Sulawesi Tenggara terbagi dalam 4
kewedanaan, yaitu :
1.
2.
3.
4.
setingkat kabupaten dari Kabupaten Sulawesi Tenggara dengan berbagai alasan : (1)
keadaan geografis yang terdiri dari kawasan daratan dan kepulauan yang
menampakkan adanya pemisahan kesatuan kedua kawasan tersebut, (2) potensi yang
menunjukkan kemungkinan masing-masing kawasan untuk membiayai rumah
tangganya sendiri; (3) keadaan politik psikologis, menunjukkan adanya keinginan
yang kuat untuk masing-masing memperoleh hak otonom; (4) sidang DPRS pada
tanggal 23 Januari 1954 di Kendari, kemungkinan daerah Sulawesi Tenggara dibagi
atas dua kabupaten (Thalha, 1082 : 269).
Pada sidang DPRS Sulawesi Tenggara tanggal 27 Juli 1954 di Raha, atas usul
S. Joesoef dan kawan-kawannya akhirnya sidang menyetujui pembagian Kabupaten
Sulawesi Tenggara, menjadi dua daerah otonom setingkat kabupaten masing-masing
diberi nama :
a.
b.
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah tentang Pengangkatan Kepala Daerah
Tingkat II, masing-masing adalah :
1.
Jacob Silondae sebagai Kepala Daerah Tingkat II Kolaka dilantik pada tanggal 2
Februari 1960.
2.
La Ode Abdul Halim sebagai Kepala Daerah Tingkat II Buton dilantik pada tanggal
1 Maret 1960.
3.
La Ode Abdul Koedoes sebagai Kepala Daerah Tigkat II Muna dilantik tanggal 1
Maret 1960.
4.
Drs. Abdullah Silondae sebagai Kepala Daerah Tingkat II Kendari dilantik pada
tanggal 3 Maret 1960 (Monografi, 1997 : 130).
Dengan terbentuknya empat daerah tingkat II di Sulawesi Tenggara maka
residen koordinator Sulawesi tidak lagi mengkoordinir satu kabupaten dalam satu
trotoar, tetapi telah mengkoordinir 4 daerah tingkat II masing-masing : Buton, Muna,
Kendari dan Kolaka. Bertambahnya jumlah Kabupaten se-Sulawesi Tenggara
sehingga mendorong terbentuknya keresiden Sulawesi Tenggara yang berkedudukan
di Kendari.
Pada tahun 1958, para tokoh-tokoh masyarakat yang tergabung dalam 4
Kabupaten Dati II Sulawesi Tenggara melaksanakan musyawarah dalam hal untuk
memperjuangkan pembentukan Propinsi Sulawesi Tenggara dengan peserta peserta
musyawarah antara lain yaitu Sultan Buton, La Ode Manarfa, La Ode Abdul Kasim,
Bunggasi, Djuhaepa Balaka, Abdul Rahman, II Surabaya, Raja Muna, La Ode
Rianse, La Ode Ado, La Ode Tobulu, Ch Pingak dan Muhidin. Dalam kepulusan
(PERMAIST) yang diketuainya pada tahun 1948. Ketika beliau menjadi Bupati Tk. II
Kolaka yang masa itu juga menjadi anggota MPRS, wakil golongan Fungsional
Daerah Sultra. Memanfaatkan kesempatan melanjutkan upaya tersebut akhirnya
berhasil menelorkan Tap. MPRS No. II/ MPRS/1960 pasal III bidang pemerintahan
Keamanan dan Pertahanan ayat 3 dan 5 disebutkan antara Lain tidak setuju adanya
propinsi Admistratif Pulau Sulawesi supaya dibagi menjadi empat daerah Swatantra
Tk I. Mengenai Pekasanaan Desentralisasi pembentukan daerah Swatantra bahwa
Sulawesi menjadi empat daerah Tk. I yaitu ; Sulawesi Utara Sulawesi tengah,
Sulawesi Selatan dan Sulaweasi Tenggara. Lebih Lanjut Yacob Silondae menyatakan
beberapa tokoh-tokoh lainnya yang berjasa perjuangan Sultra antara La Ode Hia
(Buton), Idrus Efendi (Muna), Supu Yusuf (Kendari), La Ode Ado (Muna), sementara
La Ode Rasyid mendukung Kendari sebagai Ibu kota Propinsi Sulawesi Tenggara.
Sebaliknya adanya perjuangan sebuah organisasi yang disebut Badan Penuntut
Sulawesi Timur yang wilayahnya termasuk Kolonadale, Luwuk Banggai yang
pengagasnya terdiri ; La Ode Manarfa, La Ode Hadi, Safiudin, E. Anwar, La Ode
Walanda dll. (Yacob Silondae , wawancara, 1 - 10-2007).
Pandangan kontras dengan versi tokoh-tokoh Buton dan Muna bahwa perjuangan
pembentukan Provinsi Sulawesi Timur perlu dibedakan dengan pembentukan
Kabupaten Sulawesi Tenggara yang berkedudukan di Bau-Bau ke arah pembentukan
sebuah propinsi. Penamaan Perjuangan pembentukan Provinsi Sulawesi Timur
mencakup wilayah 4 kabupaten yang ada di Sulawesi Tenggara ditambah dengan
Sulselra oleh para delegasi atau utusun-utusan daerah yang masih menjabat sebagai
anggota DPRD di propinsi Sulselra serta dukungan masyarakat yang masih tergabung
dalam Sulselra sepakat mendukung penuh otonomi berdirinya Propinsi Sulawesi
Tenggara dimana terlebih dahulu dikenal sistem pemerintahan sistem swapraja pada
zaman penjajah yang ibukotanya berkedudukan di Bau-Bau. Namun dalam
perkembangannya Sulawesi Tenggara mempunyai status sebagai propinsi maka
ditetapkanlah Kendari sebagai Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara yang dikepalai
oleh seorang gubernur .
Dari penjelasan di atas bahwa dalam proses penetapan Kendari sebagai Ibu
kota Provinsi Sulawesi Tenggara tanpa adanya diskriminasi dari manapun baik ras,
suku dan agama dimana masyarakat Sulawesi Tenggara bahu membahu dalam
mendukung berdirinya Propinsi Sulawesi Tenggara.
Dengan penetapan Propinsi Sulawesi Tenggara sebagai propinsi yang berdiri
sendiri dengan wilayah pemerintahan meliputi empat daerah tingkat II yakni Buton,
Kendari, Kolaka dan Muna, dari keempat wilayah tersebut terdapat pula wilayah
kerja pembantu bupati yaitu :
1.
a.
b.
c.
d.
Pembantu Bupati Buton di Pasar Wajo meliputi Kecamatan Wolio, Kapuntori, Pasar
Wajo, Sampolawa dan Batauga.
2.
a.
b.
3.
a.
Pembantu Bupati Kendari di Tinobu meliputi wilayah Kecamatan Asera, Lasolo dan
Wawonii.
b.
c.
4.
Kabupaten / Daerah Tingkat II Kolaka terdiri dari dua Pembantu Bupati, yaitu :
a.
b.
Pembantu Bupati Kolaka di Lasusua meliputi wilayah Kecamatan Lasusua dan Pakue
(Monografi, 1977: 20).
Penetapan wilayah pembantu bupati tersebut ditetapkan dengan Surat Menteri
Dalam Negeri tanggal 17 Januari 1977 No. Pern 7/1/14, sebagai salah satu pemekaran
atau perluasan wilayah kabupaten yang berada di wilayah Propinsi Sulawesi
Tenggara.
Berita pertama tentang Kota Kendari ditulis oleh J.N. Vosmaers (orang
Belanda) yang mengunjungi Teluk Kendari pertama kalinya pada tangga 9 Mei 1831,
pesisir Teluk Kendari dihuni oleh orang Bajo dan orang Bugis. Vosmaers kemudian
mendirikan loji (kantor dagang) di suatu bukit di tepi Teluk Kendari yang kemudian
disebut Bukit Vosmaers. Vosmaers menggambarkan bahwa Teluk Kendari itu
merupakan suatu pelabuhan alam yang tenang dan indah, di depan teluk merupakan
jalur pelayaran dan perdagangan yang ramai menghubungkan Makassar dan bagian
barat Ternate di bagian timur yang sejak dahulu menjadi pusat-pusat perdagangan di
Nusantara.
Ditinjau dari segi letak geografisnya posisi Kendari di pertengahan sehingga
dapat dikategorikan sebagai jalur yang dapat dilalui dari semua daerah yang ada di
Sulawesi Tenggara
jalur
laut sehingga
wilayah
Sulawesi
Tenggara
telah
mengalami
kemajuan
utamanya
pariwisata dan pertambangan serta hasil-hasil hutan dan pertanian sehingga dapat
meningkatkan RAPBN khususnya dalam meningkatkan pendapatan terhadap
pembangunan daerah Sulawesi Tenggara.
B.
PROVINSI
SULAWESI
TENGGARA
DAN
PERKEMBANGAN PEMERINTAHANNYA
Negeri tanggal 29 April 1981 No. 3 Tahun 1981, Keputusan Mendagri No.
061.341.54-418.
Dengan terkendalinya keamanan wilayah Sulawesi Tenggara, sesuai Perda
No. 3 Tahun 1981 yang disahkan oleh Menteri Dalam Negeri tanggal 29 April 1981
No. 3 Tahun 1981, Keputusan Mendagri No. 061.341.54-418.
Dengan terkendalinya keamanan wilayah Sulawesi Tenggara, maka
mulailah pemerintahan secara teratur sejak terbentuknya propinsi ini. Secara
kronologis periode pemerintahan dapat diuraikan sebagai berikut:
dan
diwarnai
dengan
kekacauan
di
bidang
ekonomi
sehingga
: 29).
Gubernur Kepala Daerah T'ngkat I, Edi Sabara dengan tekad membangun
Sulawesi Tenggara sesuai dengan tujuan pembangunan nasional, maka dengan itu
beliau mengambil suatu langkah-langkah untuk melaksanakan sebaik-baiknya
kebijakan nasional baik yang tertuang dalam GBHN, trilogi Pembangunan, Panca
Krida Kabinet Pembangunan IV dan V, delapan sukses dan delapan jalur pemerataan
untuk diterapkan di Propinsi Sulawesi Tenggara. Dimana langkah-langkah tersebut
berpedoman pada prinsip "pusat adalah pusatnya daerah dan daerah adalah daerahnya
pusat".
Kebijaksanaan pembangunan daerah Sulawesi Tenggara seperti yang tertuang
dalam pola dasar pembangunan Propinsi/Daerah Tingkat I Sultra dilaksanakan
berdasarkan pedoman yang sejalan dan seirama dengan kebijaksanaan nasional.
Dalam kepemimpinan yang merakyat tapi tegas Gubernur Edi Sabara tidak menemui
kesulitan yang berani dalam usahanya memacu pembangunan sejaian dengan
pelaksanaan Repelita I yang dicanangkan oleh pemerintah pusat.
Keberhasilannya membangun Propinsi Sulawesi Tenggara, Edi Sabara
kembali mendapat kepercayaan dari pemerintah pusat dan masyarakat Sulawesi
Tenggara menjadi Gubernur untuk periode yang kedua kalinya hingga tahun 1978.
Gubernur Kepala Daerah Tingkal I Propinsi Sulawesi Tenggara tahun 1781982 adalah Drs. Abdullah Silondae sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara yang
keempat berdasarkan Keputusan Presiden No PEM 7/18/39 tanggal 19 Juni 1978.
Pelantikan dilaksanakan pada tanggal 23 Juni 1978 oleh Menko Polkam, M.
Panggabean.
perencanaan
program
pembangunan
daerah
Sulawesi
Tenggara
"pernanfaatan tanah dan air" tersebut pada Repelita I dan II dalam melanjutkan
perencanaan pembangunan dan berfokus pada sumber daya manusia dengan
memperbanyak pembangunan sarana pendidikan mulai dari tingkat SD, menengah
pertama
dan
atas
hingga
perguruan
tinggi
termasuk
lembaga-lembaga
Dimulai dari jalur lingkar Pulau Buton, Pulau Muna dan lingkar daratan Sulawesi
Tenggara.
2)
3)
4)
5)
pendapatan
dan
kesejahteraan
masyarakat
pedesaan
yang
Drs. H.