I. Pendahuluan
Kerajaan Pagaruyung yang terletak di Batu Sangkar, Luhak Tanah Datar,
merupakan sebuah kerajaan yang pernah menguasai seluruh Alam Minangkabau. Bahkan
pada masa keemasannya kerajaan ini pernah menguasi seluruh wilayah Sumatera Tengah.
Menurut prasasti-prasasti yang ditemukan seperti Prasasti Kubu Rajo, Prasasti
Pagaruyung, dan Prasasti Suroaso. Yang pertama kali mendirikan kerajaan serta raja
pertama dari kerajaan Pagaruyung adalah Adityawarman (1347-1375 M), seorang
paglima perang Majapahit yang juga merupakan keturunan dari kerajaan Darmasraya
(Melayu). Pada mulanya kerajaan Pagaruyung yang dipimpin oleh Adityawarman yang
juga dibesarkan dalam lingkungan istana Majapahit, merupakan kerajaan yang menganut
agama Budha, baru pada pertengahan abad ke-16 kerajaan Pagaruyung memeluk agama
Islam dimana pada saat itu kerajaan Pagaruyung dipimpin oleh Sultan Alif.
Alam Minangkabau terdiri dari Pesisir, Darat, dan Rantau. Darat merupakan
kekuasaan inti dari kerajaan Pagaruyung terbagi menjadi tiga luhak, yakni Luhak Agam,
Luhak Tanah Datar, dan Luhak Lima Puluh Kota. Pada Abad ke-14 saat Adityawarman
mendirikan kerajaan Pagaruyung, ketiga Luhak tersebut praktis masuk kedalam wilayah
kekuasaan dari kerajaan Pagaruyung dimana ketiga Luhak tersebut merupakan wilayah
asli Minangkabau serta pusat kekuasaan kerajaan Pagaruyung. Tempat raja bertempat
tinggal terdapat di Luhak Tanah Datar tepatnya di Batusangkar.
Sebelum Adityawarman mendirikan kerajaan Pagaruyung ketiga Luhak tersebut
merupakan wilayah kekuasaan kerajaan Darmasraya yang merupakan cikal bakal
kerajaan Pagaruyung. Pada pertengahan abad ke-14 saat Adityawarman mendirikan
kerajaan Pagaruyung, dia memindahkan pusat kerajaannya lebih ke daerah pedalaman,
yakni di daerah Batu Sangkar, di Luhak Tanah Datar. Dan Adityawarman mendirikan
pemerintahan dengan sistem pemerintahan yang terpusat atau sentralisasi, dimana pada
saat itu raja berkuasa penuh serta memiliki wibawa yang cukup besar atas ke tiga Luhak
serta daerah rantau atau daerah taklukkan kerajaan Pagaruyung yang letaknya berada
diluar wilayah ketiga Luhak tersebut yang meliputi seluruh Sumatera Tengah dan
sebagian Sumatera Utara.
Dengan wafatnya Adityawarman dan tepatnya sejak abad ke-15 tidak ada
pemerintah kerajaan Pagaruyung/Minangkabau lagi yang berwibawa dan ditaati oleh
seluruh daerah Alam Minagkabau, pada saat itu menurut (Mansour, 1970:23) “Kerajaan
Pagaruyung adalah konfederasi republik-republik genealogis disebut Luhak”. Yang mana
setiap daerahnya berdiri sendiri-sendiri yang diperintah oleh seorang penghulu yang
memiliki kekuasaan besar atas daerah yang dipimpinnya, pemerintahan penghulu tersebut
disebut Nagari.
II. Pembahasan
Sumber Sejarah Kerajaan Pagaruyung
Merujuk pada sumber sejarah, Kerajaan Pagaruyung dipimpin seorang raja
bernama Adityawarman (Prasasti Amoghapasa). Prasasti Amoghapasa tertulis pada
bagian belakang stela patung baru yang disebut paduka Amoghapasa sebagaimana
disebutkan dalam Prasasti Padang Roco. Pada tahun 1347 M, Adityawarman menambah
pahatan aksara pada bagian belakang patung tersebut untuk merayakan bahwa patung ini
melambangkan dirinya.
Patung Amoghapasa merupakan hadiah dari Raja Kertanegara dari Singasari
kepada Tribhuwanaraja (Raja Melayu di Dharmasraya) pada tahun 1286 M. Pada bagian
lapik arca, terdapat manuskrip yang disebut Prasasti Padang Roco. Manuskrip yang
dipahat pada bagian belakang patung dituliskan dalam bahasa Sanskerta. Tata bahasa dari
pahatan mansukrip ini tidak terstruktur, sehingga menyulitkan dalam menerjemahkannya
secara benar. Sebagian besar isinya merupakan puji-pujian kepada Adityawarman.
(Wintala Achmad, 2021:102)
Dari beberapa teks yang sudah jelas dapat membantu perkiraan maksud dari
manuskrip ini, fokus utama adalah tentang pengukuhan atau pratista dari patung
Amoghapasa oleh Acarya (pendeta guru) Dharmasekara atas perintah Adityawarman
(Adityawarmodaya). Disebutkan pula, Aditywarman menyatakan dirinya menjadi
Maharajadiraja bergelar Srimat Sri Udayadityawarma Pratapaparakrama Rajendra
Maulimali Warmadewa dengan memulihkan keadaan sebelumnya (Kerajaan Melayu) dan
kemudian menamakannya Malayapura pada tahun 1347 M.
Kandungan di dalam Prasasti Amoghapasa ini sama dengan kandungan dalam Prasasti
Batu Sangkar yang menyebutkan bahwa Adityawarman sebagai Raja (Tuan Surawasa) di
Pagaruyung.
III. Penutup
Kerajaan pagaruyung merupakan lanjutan dari kerajaan Darmasraya. Sebelumnya,
kerajaan Darmasraya merupakan kerajaan terbesar dan terkuat di Sumatera, hal inilah
yang mengundang raja Kertanegara untuk mengadakan hubungan persahabatan ke
kerajaan Darmasraya. Maka diadakanlah hubungan diantara kedua kerajaan tersebut yang
dimulai dengan ekspedisi yang dilakukan kerajaan Singashari ke kerajaan Darmasraya,
atau yang lebih dikenal dengan ekspedisi Pamalayu. Dimana ekspedisi Pamalayu ini
merupakan tindakan dari kerajaan Singashari untuk menjalin persahabatan dengan
kerajaan Darmasraya.
Adityawarman merupakan salah seorang panglima perang kerajaan Majapahit dan
juga seorang pejabat istana yang memiliki kedudukan penting di istana Majapahit.
Setelah gagal menduduki tahta Majapahit sepeninggalnya Jayanegara yang juga
merupakan sepupunya, Adityawarman kemudian kembali ke kerajaan darmasraya dan
disana ia dinobatkan sebagai raja. Setelah menjadi raja di Darmasraya Adityawarman
kemudian memindahkan pusat kekuasaannya ke daerah lebih pedalaman dan kemudian
mendirikan kerajaan Pagaruyung, yang mana nama Pagaruyung diambil dari nama
wilayah tempat pusat kekuasaan kerajaan yang baru didirikan Adityawarman, yakni
Nagari Pagaruyung yang ada di Luhak Tanah Datar. Pemindahan kekuasaan dan
pendirian kerajaan Pagaruyung ini dilakukan untuk memperkuat kedudukan
Adityawarman di Sumatera dan juga untuk melepaskan hubungan dengan Majapahit.