Anda di halaman 1dari 8

UANG PANAI DALAM PERNIKAHAN SUKU BUGIS

Nur Azisah Akram1, Diana Wahid2, Ahmad Diponegoro3

Universitas Ahmad Dahlan1, Universitas Ahmad Dahlan2, Universitas Ahmad Dahlan3


2208044080@webmail.uad.ac.id1 , 2208044078@webmail.uad.ac.id2 , filsafatilm@gmail.com

Abstract : One of the traditional traditions that is increasingly heating up and becoming the talk of the
Bugis community is the panai money tradition. Uang Panai is money given by the prospective groom to the
prospective bride as a token of appreciation that is used to finance all the needs of the wedding reception. Uang
Panai is given when a marriage has been determined after the application process. If the application is accepted
by the prospective bride, the next step is to determine the Uang Panai. The amount of Uang Panai given
depends on the social status of the prospective bride starting from the level of education, wealth, heredity, age,
beauty and occupation, which are used as a benchmark in determining Uang Panai. The purpose of giving
Uang Panai is one of giving prestige or honor to the family of the prospective bride whom she will marry. The
purpose of this paper is to find out the gaps in the culture of Uang Panai.

Keywords: Panai money, social status, marriage

Abstrak. Salah satu tradisi adat yang kian hari memanas dan menjadi pembicaraan masyarakat Bugis
yaitu tradisi uang panai. Uang panai merupakan uang yang diberikan oleh calon mempelai laki-laki kepada
calon mempelai perempuan sebagai uang penghargaan yang digunakan untuk membiayai semua kebutuhan
saat acara resepsi pernikahan. Uang panai diberikan saat akan melangsungkan pernikahan yang telah
ditentukan setelah adanya proses lamaran. Apabila lamaran diterima oleh calon mempelai wanita maka
tahapan selanjutnya yaitu menentukan uang panai. Besarnya uang panai yang diberikan tergantung pada
status sosial calon mempelai perempuan mulai dari tingkat pendidikan, kekayaan, keturunan, umur,
kecantikan dan pekerjaan, yang digunakan sebagai patokan dalam menentukan uang panai. Tujuan dari
pemberian uang panai merupakan salah satu pemberian prestise atau kehormatan kepada keluarga calon
mempelai perempuan yang akan di nikahinya. Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui
kesenjangan dalam budaya uang panai.

Kata kunci: uang panai, status sosial, pernikahan

Diana Wahid1, Nur Azisah2, Ahmad Diponegoro3 1


PENDAHULUAN perempuan namun sekarang
berubah menjadi sebuah

Keanekaragaman suku bangsa penghormatan kepada perempuan.

dan budaya yang unik merupakan Sedangkan uang panai menurut

hal yang menarik untuk dikaji. Salah Koentjaraningrat (1967) merupakan

satunya adat istiadat yang mengarah uang yang diberikan keluarga

pada proses perkawinan dan mempelai laki-laki kepada keluarga

permasalahanya adalah penentuan mempelai perempuan untuk

mahar berdasarkan ketentuan adat memenuhi kebutuhan pada saat

(Jasad, 2021). Dalam tulisan ini adat melaksanakan pernikahan, dalam

yang akan diangkat menjadi hal ini uang panai juga bisa disebut

pembahasan yaitu salah satu adat sebagai uang belanja.

dalam pernikahan di Sulawesi


Saat ini jumlah mahar atau uang
Selatan atau suku Bugis yang
panai sudah dipengaruhi oleh status
disebut sebagai Uang panai. Dalam
sosial yang melekat, sebagai sarana
bermasyarakat kehidupan suku
untuk menunjukkan kemampuan
bugis masih memegang nilai- nilai
ekonomi yang berlebihan dan sering
kebudayaan dan tradisi yang masih
salah di interpretasikan. Hal ini
kental.
merupakan salah satu potensi konflik

Suku bugis dikenal sebagai yang teradi didalam pernikahan

suku yang berkarakter keras dan (Ahsani, dkk, 2018). Dengan prosesi

sangat menjunjung tinggi harga diri pesta pernikahan yang identic

serta nilai-nilai kehormatan lainnya. mewah juga menjadi salah satu

Seperti budaya Siri’ na Pacce, Siri alasan mengapa pernikahan adat

yang berarti rasa malu atau harga diri suku bugis cukup mahal. Seseorang

tinggi untuk dihormati. Sedangkan yang akan melangsungkan

pacce berarti berpendirian kokoh pernikahan akan menjadi bahan

atau keras. Menurut Rinaldi (2022) perbincangan orang apabila tidak

masyarakat bugis dahulu mengadakan pesta yang meriah dan

menjadikan uang panai sebagai ritual adat pernikahan maka akan

bentuk hadiah kepada mempelai dianggap hamil diluan sebelum


menikah (Syahrul, 2017). Sehingga

Diana Wahid1, Nur Azisah2, Ahmad Diponegoro3 2


tidak jarang calon mempelai laki-laki salah satu bentuk ukuran status
rela berhutab untuk memnuhi sosial seseorang yang dapat
permintaan demi menjaga martabat memunculkan adanya Siri. Yansa &
dan tidak ditolak oleh perempuan. Perkasa, (2017) menyebutkan
bahwa seseorang yang mempunyai
Uang panai juga terkadang
status sosial yang tinggi sangat
menimbulkan berbagai
memperhatikan pandangan orang
permasalahan sosial dalam
lain terhadap dirinya karena adanya
masyarakat diantaranya silariang
rasa siri yang tinggi oleh sebab itu,
(kawin lari) dan hamil diluar nikah.
tinggi rendahnya uang panai
Tingginya permintaan uang panai
tergantung pada status sosial calon
dijadikan sebagai gengsi untuk
mempelai perempuan.
menunjukkan status sosial dalam
masyarakat (Yansa & Perkasa, Pada dasarnya uang panai
2017). Besarnya permintaan uang menurut masyarakat Bugis Bone
panai mempelai perempuan memiliki tujuh makna yang
terkadang membuat mempelai laki- terkandung didalamnya,
laki akhirnya membatalkan diantaranya: adat istiadat yang
lamarannya dan terkadang membuat merupakan nilai utama yang harus
keputusan yang melenceng dari dijaga, harga diri keluarga, jenjang
budaya siri (rasa malu), seperti kawin Pendidikan, kesanggupan materi,
lari dan hamil diluar nikah. pesta pernikahan, tanggungjawab
Permintaan uang panai yang tinggi dan komitmen (Erlangga, 2016),
juga sebagai bentuk penolakan Pada perkembangan sekarang ini,
secara halus kepada laki-laki dengan masyarakat suku bugis memandang
dalih bahwa mempelai laki-laki tidak uang panai sebagai gengsi yang
akan sanggup memenuhi uang panai menjadi tradisi dan membudaya,
nya. sehingga setiap tahun uang panai
mengalami peningkatan dan
Syahrul (2017) menunjukkan
dijadikan sebagai ajang perlombaan
bahwa masyarakat suku Bugis
untuk mematok anak perempuan
Makassar menganggap bahwa uang
dangan uang panai yang tinggi,
panai atau uang mahar merupakan
dengan pemberian uang panai yang

Diana Wahid1, Nur Azisah2, Ahmad Diponegoro3 3


tinggi merupakan suatu kebanggaan dan wawancara. Penelitian kualitatif
dan kehormatan pihak keluarga digunakan untuk menjawab
perempuan. Pembahasan pertama pertanyaan penelitian yang terkait
pada saat proses lamaran dengan siapa, apa, dimana dan
berlangsung adalah besaran uang bagaimana suatu peristiwa atau
panai. Tradisi pemberian uang panai pengalaman terjadi hingga akhirnya
kepada perempuan terkadang dikaji secara mendalam untuk
menjadi beban pikiran laki-laki jika menemukan pola-pola yang muncul
ingin menikahi perempuan suku pada peristiwa tersebut (Kim, H.,
bugis apalagi perempuan tersebuat Sefcik, J. S., & Bradway, C., 2016).
memiliki strata sosial yang tinggi Jenis laporan penelitian yang
dalam masyarakat, maka membuat digunakan pada penelitian ini
pihak laki-laki berpikir panjang untuk menggunakan metode penelitian ini
melangsungkan lamarannya karena menggunakan metode penelitian
jangan sampai lamarannya berujung kualitatif melalui studi kasus.
pada penolakan. Makna uang panai Menurut Prof. Dr. H. Mudjia
telah bergeser, dimana pemberian Rahardjo, M.Si (2017).
uang panai dijadikan sebagai gengsi
HASIL DAN PEMBAHASAN
yang menjadi tradisi masyarakat
suku Bugis yang kemudian
Kesenjangan Konflik Pengetahuan-
memberatkan keluarga mempelai
Praktis
laki-laki (Artasia, 2018).
Peneliti pertama yang diteliti
oleh Nasrawati (2019) mengenai
METODE PENELITIAN
Eksistensi Uang panai Terhadap
Status Sosial Laki-Laki Dan
Adapun jenis penelitian yang
Perempuan Dalam Tradisi
dilakukan penulis merupakan
Perkawinan Masyarakat Bugis.
penelitian lapangan (field research)
Nasrawati meneliti peranan serta
yang menggunakan metode
dampak Uang panai terhadap status
kualitatif, sedangkan dalam teknik
sosial laki-laki dan perempuan dalam
pengumpulan data yang digunakan
masyarakat Bugis Penelitian
penulis adalah dengan
dilakukan di Desa Tompo
menggunakan metode observasi

Diana Wahid1, Nur Azisah2, Ahmad Diponegoro3 4


Kecamatan Barru. Metode yang Islam Dan Undang-Undang Nomor 1
digunakan dalam penelitian ini Tahun 1974 Tentang Perkawinan”.
adalah studi kasus, proses Umami melakukan penelitian di
pengumpulan data melalui kecamatan Mamajang yang
observasi, wawancara, dan studi merupakan salah satu Kecamatan
dokumentasi. Hasil penelitian ini yang ada di Kota Makassar. Adat
menunjukkan pertama, keberadaan perkawinan di Kecamatan
Uang panai dalam tradisi perkawinan Mamajang menggunakan adat
masyarakat Bugis yaitu sebagai perkawinan Bugis, yaitu adanya
bentuk penghargaan terhadap uang panai yang harus disediakan
seorang perempuan yang bisa oleh mempelai laki-laki dan
menjaga harkat dan martabat keluarganya. Yang membedakan
keluarganya sampai ke jenjang dengan tempat lain yang ada di
pernikahan. Kedua, peranan Uang Makassar adalah uang panai yang
panai untuk memenuhi kebutuhan diminta oleh pihak mempelai
pesta perkawinan, menaikkan status perempuan dan keluarganya bisa
seseorang, baik secara vertical dibayarkan dalam beberapa bagian
maupun horizontal, juga sebagai yaitu dengan ketentuan bisa
bentuk penolakan ketika perkawinan dibayarkan lunas dan atau
ini tidak diinginkan, serta sebagai dibayarkan setengahnya dulu dan
ajang penunjukkan gengsi sosial. setelah akad atau pada saat kedua
Ketiga, Dampak Uang panai mempelai sudah sah sebagai suami
terhadap status sosial laki-laki dan istri baru dilunasi. Apabila selama
perempuan bahwa semakin tinggi uang panai tersebut belum lunas
status seorang perempuan maka dibayarkan sampai setelah prosesi
semakin tinggi Uang panainya dan perkawinan, maka mempelai laki-laki
itu akan bisa dipenuhi oleh laki-laki dilarang meninggalkan rumah
yang berstatus tinggi pula. mempelai perempuan dan
Peneliti kedua yang diteliti oleh keluarganya, sesuai batas waktu
Umami, Riza. (2021) mengenai yang sudah disepakati bersama. Dan
“Uang panai Dalam Perkawinan Adat apabila uang panai tidak bisa
Bugis Makassar Perspektif Hukum dibayarkan sesuai dengan jangka

Diana Wahid1, Nur Azisah2, Ahmad Diponegoro3 5


waktu yang telah disepakati wajib perkawinan adat suku Bugis
bersama, maka keluarga mempelai merupakan kepercayaan atau adat
perempuan dan mempelai istiadat turun temurun yang tidak
perempuannya sendiri boleh melanggar hukum islam dan tidak
mengajukan pembatalan perkawinan melanggar syarat formil maupun
Dalam hasil wawancara yang syarat materiil yang diatur dalam
dilakukan kepada AL (58 tahun) yang Pasal 6 sampai dengan Pasal 10
menjabat sebagai kepala KUA Undang-Undang Perkawinan.2)
Perumnas Antang beliau Menurut kepercayaan adat Bugis,
menjjelaskan bahwa tidak ada uang panai merupakan bagian dari
paksaan dalam keluarga syarat-syarat pernikahan yang wajib
menggunakan tradisi uang panai, dipenuhi, sebagaimana dalam Pasal
namun kentalnya budaya siri na 2 Undang-Undang Perkawinan yaitu
pacce tersebutlah yang melekatkan perkawinan sah apabila dilakukan
budaya uang panai sulit dihilangkan. berdasarkan hukum agama dan
Karena uang panai dalam arti tidak kepercayaannya masing-masing..
wajib dan bukan syarat nikah Maka berdasarkan aturan Pasal 22
sehingga dalam keluarga dapat ayat (1) Undang-Undang
melangsungkan pernikahan tanpa Perkawinan, konsekuensi apabila
adanya uang panai. Namun kembali uang panai‟ tidak dibayarkannya
lagi, tradisi yang telah mendarah adalah sah dan diperbolehkan bagi
daging ini sulit dihilangkan apabila mempelai perempuan dan
tidak dibersihkan dari akarnya. keluarganya untuk melakukan
Perlunya peran pemerintah turun pembatalan perkawinan.
tangan dalam menyelesaikan
Penelitian pertama budaya uang
permalahan adat ini.
panai yang digunakan masih
Dalam penelitian ini dapat
mengedepankan gengsi atau harga
disimpulkan bahwa 1) Bahwa ditinjau
diri, sehingga saat laki-laki tidak
dari Hukum Islam Dan Undang-
dapat memenuhi syarat uang panai
Undang Nomor 1 Tahun 1974
tersebut maka akan terjadi
Tentang Perkawinan terhadap
penolakan pernikahan yang
penerapan uang panai dalam syarat
kemudian menyebabkan hal-hal

Diana Wahid1, Nur Azisah2, Ahmad Diponegoro3 6


seperti silariang hamil diluar nikah mempelai laki-laki dan keluarganya
atau bahkan bunuh diri. Sedangkan saja, sehingga tidak bisa hanya
pada penelitian kedua budaya uang berdasarkan uang panai. Akan tetapi
panai yang digunakan sudah tidak perkawinan itu adalah peleburan dua
begitu kental karena keluarga dimana kedua keluarga
memperbolehkan laki-laki juga harus menanggung beban yang
melakukan pelunasan uang panai sama dalam mengadakan acara
secara bertahap dengan tujuan prosesi adat perkawinan, khususnya
meringankan dan tidak prosesi adat perkawinan suku bugis
memberatkan pihak laki-laki. Dari yang memerlukan biaya yang sangat
hasil kedua penelitian tersebutlah besar. Perlu juga ada pemahaman
terlihat adanya kesenjjangan konflik bahwa uang panai tidak serta merta
pengetahuan-praktis karena masih dapat membatalkan perkawinan,
banyak orang yang beranggapan tetapi harus dibicarakan dengan baik
bahwa uang panai tidak bisa ditawar antara mempelai laki-laki dan
dan sangat memberatkan. mempelai perempuan tentang
kesepakatan pembayaran uang
SIMPULAN panai dimana nantinya uang tersebut
tidak membebani keluarga dan
Uang panai merupakan uang
mempelai laki-laki dan tujuan dari
yang diberikan oleh calon mempelai
perkawinan yaitu sakinah mawaddah
laki-laki kepada calon mempelai
dan rohmah bisa tercapai.
perempuan sebagai uang
penghargaan untuk membiayai REFERENSI
semua kebutuhan saat acara resepsi
pernikahan. Selain itu, orang tua Ahsani. (2018). Uang Panai dan
calon mempelai perempuan melihat Tantangan bagi Pemuda
keseriusan calon mempelai laki-laki Bugis di Perantauan (Studi
berdasarkan tingginya uang panai Kasus di Desa Wonggoloko
yang akan diberikan. Perlunya Kec. Ladomi Kab. Kolaka
pemahaman bagi masyarakat suku Timur. Jurnal Neo Societal,
Bugis bahwa untuk biaya perkawinan 541-546.
bukan merupakan beban dari

Diana Wahid1, Nur Azisah2, Ahmad Diponegoro3 7


Artasia, I. (2018). Hubungan Nasrawati. (2019). Eksistensi Uang
Persepsi Uang Panai’ Terhadap Status
Panai’(Doi’menre’) Terhadap Sosial Laki-Laki Dan
Masyarakat Suku Bugis Bone Perempuan Dalam Tradisi
(Doctoral dissertation, Perkawinan Masyarakat
Universitas Negeri Bugis (Studi Kasus Di Desa
Makassar). Tompo Kecamatan Barru
Sulawesi Selatan).
Erlangga, S. F. (2016). Makna Uang
Panai’: Studi Indigenous Pada Syahrul, S. (2017). Dilema feminis
Masyarakat Bugis Makassar sebagai reaksi maskulin
(Doctoral dissertation, dalam tradisi pernikahan
Universitas Negeri bugis makassar. Jurnal Al-
Makassar). Maiyyah, 10(2), 313–334.

Rinaldi. (2022). Uang Panai Sebagai Umami, Riza. (2021). Uang Panai’
Harga Diri Perempuan Suku Dalam Perkawinan Adat
Bugis (Tinjauan Sosiologis Bugis Makassar Perspektif
Teori Status Sosial, Teori Hukum Islam Dan Undang-
Perubahan Sosial Dan Teori Undang Nomor 1 Tahun 1974
Pertukaran Sosial). Tentang Perkawinan. Skripsi.
Sukabumi. Haura Utama. Hukum Islam. IAIN Ponorogo.

Jasad, U. J. (2021). Fenomena dan Yansa Hajra, Yayuk Basuki, M.


Implikasi Uang Panai Yusuf K, Wawan Ananda
terhadap Pernikahan di Desa Perkasa. (2016). Uang Panai
Datara Kecamatan Dan Status Sosial Perempuan
Bontoramba, Kabupaten Dalam Perspektif Budaya Siri
Jeneponto (Perspektif Pada Perkawinan Suku Bugis
Dakwah Kultural). Jurnal Makassar Sulawesi Selatan.
Mercusuar, 22-37. Jurnal Pena, 3(2), 524.

Koentjaraningrat. (1967). Beberapa


Pokok Antropologi Sosial.
Jakarta. Dian Rakyat.

Diana Wahid1, Nur Azisah2, Ahmad Diponegoro3 8

Anda mungkin juga menyukai