Anda di halaman 1dari 5

Handoko, Wuri. 2009.

Ekspansi dan Rivalitas SALIB DI UJUNG TIMUR NUSA LEASE :


Kekuasaan Islam: Pengaruhnya di GEREJA EBENHAEZER, TINGGALAN KOLONIAL DI DESA SILA-LEINITU
Wilayah Sirisori Islam, Pulau Saparua,
Maluku Tengah. Kapata 5 (8): 1-22. KECAMATAN NUSALAUT

Mansyur, Syahruddin., 2010a. “Konstruksi Baru The Cross at the End of Eastern Nusa Lease:
Pameran Museum Kota Makassar”. Tesis. The Ebenhaezer Church the Colonial Remains in the Village of
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya:
Jakarta: Universitas Indonesia. Tidak Sila Leinitu Nusalaut District
Terbit.
Andrew Huwae
Mansyur, Syahruddin., 2010b. “Museum Negeri:
Sebuah Upaya Melestarikan Memori Balai Arkeologi Ambon
Kolektif”. dalam Kapata 6 (11): 25-48. Jl. Namalatu-Latuhalat Ambon 97118
Andrew_huwae@yahoo.co.id
Magetsari, Noerhadi. 2009. “Pemaknaan Museum
untuk Masa Kini”. Makalah disampaikan
dalam “Diskusi dan Komunikasi Naskah diterima: 6-12-2012; direvisi: 21-06-2013; disetujui: 06-09-2013
Museum”, di Jambi tanggal 4-7 Mei
2009. Tidak Terbit. Abstract
Moleong, Lexi, J., 2008. Metodologi Penelitian Not many churches in Indonesia, which still retain the authenticity of nature since
Kualitatif (edisi revisi). Bandung: PT the church was founded. Despite being the oldest church in Ambon Islands Lease,
Remaja Rosdakarya, 2008. Ebenhaezer Church in the village of Sila Leinitu Nusa Laut sub-district which was
built in 1715, is one of the many churches in the Moluccas which still retains the
Perdana, A., 2010. “Museum La Galigo sebagai authenticity of nature, even after repeated experience of building renovations. This
Media Komunikasi Identitas Budaya research aims to describe the architecture and layout of the church. In addition, this
Sulawesi Selatan”. Tesis. Fakultas Ilmu paper describes the findings of worship fixtures in the church hall which is now very
Pengetahuan Budaya: Jakarta: Universitas rare in other churches in the Moluccas.
Indonesia. Tidak Terbit.
Keywords: The Ebenhaezer Church, Technical Architecture, Layout of the Church.

Abstrak
Tidak banyak gereja di Indonesia yang masih mempertahankan sifat keaslian sejak
gereja tersebut didirikan. Meskipun menjadi gereja tertua di Kepulauan Ambon
Lease, Gereja Ebenhaezer di desa Sila Leinitu kecamatan Nusa Laut yang dibangun
pada tahun 1715, adalah salah satu dari sekian banyak gereja di Maluku yang masih
mempertahankan sifat keaslian tersebut, walau telah beberapa kali mengalami
renovasi bangunan. Penulisan ini bertujuan untuk menggambarkan teknik arsitektur
dan tata ruang gereja. Selain itu juga, penulisan ini menjelaskan tentang hasil temuan
perlengkapan peribadatan di dalam ruang gereja yang kini sudah sangat jarang ditemui
pada gereja lainnya di Maluku.

Kata Kunci : Gereja Ebenhaezer, Teknik Arsitektur, Tata Ruang Gereja.

PENDAHULUAN Tidak saja agama dari barat yang disiarkan


Gereja adalah wujud kelembagaan dari ke dalam masyarakat Maluku, melainkan juga
suatu kekuasaan yang dianggap bersumber banyak kebudayaan barat lainnya, mula-mula
dari “dunia seberang”, dan sesuai kepercayaan lewat kekuasaan politik Portugis kemudian
orang Maluku Tengah, mencakup keilahian belanda. Akibatnya, selain dari lembaga-
yang dianut oleh masyarakat tersebut (Cooley lembaga keagamaan, lembaga-lembaga
: 1984). Ciri terakhir dari satuan-satuan pemerintahan dan lembaga-lembaga desa pun
masyarakat desa Kristen di Maluku Tengah mendapat pengaruh besar dari luar. Hal ini
yang perlu dicatat adalah, masyarakat tercermin dalam struktur tempat duduk dalam
tersebut seluruhnya telah berada di bawah gereja, yaitu nampak jelas dalam perbedaan
pemerintahan “barat” selama empat abad. strata lapisan masyarakat.

102 Kapata Arkeologi Volume 9 Nomor 2, November 2013: 89-102 Salib di Ujung Timur Nusa Lease: Gereja Ebenhaezer ......., Andrew Huwae 103
Sejarah gereja Kristen di Maluku Arsitektur kolonial, sebagai sebuah Ebenhaezer di desa Sila Leinitu. abad ke- XVII dan ke- XVIII di Indonesia,
adalah yang tertua di Indonesia (Pattikayhatu istilah atau pernyataan, tidak dapat dijabarkan Tahap berikutnya adalah analisis data, nyata sekali perbedaannya. Pertama: Maksud
: 1967), yaitu pada kurun waktu 1534 – menggunakan definisi yang sederhana dan tahap ini biasanya akan dihasilkan deskriptif Perhimpunan-perhimpunan Pekabaran Injil,
1605 (masa Portugis menyebarkan agama mapan. Passchier (2009 : 121) mengatakan analitis data sejarah dan arkeologi yang sudah yang bekerja di Indonesia, bukanlah untuk
katolik; pengkristenan pertama) dan 1605 bahwa arsitektur ini bisa mengacu ke karya- ditempatkan dalam konteks formal (bentuk), “mempropagandakan” ajaran atau pengakuan
– 1815 (masa VOC menyebarkan agama karya arsitektur dari masa silam, bangunan spatial (ruang), dan temporal (waktu) suatu Gereja yang tertentu di Barat, tetapi
kristen protestan). Sehingga imbas dari di koloni-koloni barat yang sekarang sudah tertentu. Misalnya saja, klasifikasi bentuk untuk, secara murni, memberitakan Injil.
masa kekuasaan atau penyebaran agama merdeka sejak beberapa dasawarsa, atau atau gaya dan ukuran, bahkan juga tentang NZG, yang bekerja di banyak daerah di
kristen oleh bangsa eropa turut dirasakan barangkali hanya sebuah fitur arsitektur, seperti keadaan perkembangan infrastruktur gereja Indonesia, seperti di Maluku, Minahasa,
oleh masyarakat Maluku Tengah, khususnya yang biasanya digunakan para pengembang Ebenhaezer. Berdasarkan hasil pengolahan Timor, Tanah Karo, Poso, Jawa-Timur,
pada masyarakat Negeri Sila – Leinitu yang proyek ketika mereka mengiklankan rumah- data yang dilakukan, dapat dianalisis bahwa Bolaang-Mongondow telah merumuskan
terdapat di kecamatan Nusa Laut. Hal ini rumah “bergaya kolonial”. gereja Ebenhaezer merupakan salah satu tujuan dan isi pemberitaannya seperti berikut:
dapat dibuktikan dengan adanya tinggalan gereja tertua di Maluku, yang terdapat di “Menanamkan secara sederhana dan jujur
gereja tua Ebenhaezer yang di bangun pada METODE desa Sila – Leinitu Kecamatan Nusa Laut dan dalam hati manusia Agama Kristen yang
tahun 1715, sehingga dapat dikatakan sebagai Secara geografis, desa Sila – Leinitu masih mempertahankan konstruksi aslinya, benar dan aktif. Kedua: Perhimpunan-
gereja tertua di Kepulauan Ambon dan Lease. terletak di gugusan kepulauan Lease, walaupun kini telah mengalami beberapa kali perhimpunan Pekabaran Injil itu bukan saja
Untuk itu tinjauan yang lebih mendalam yaitu terdapat di Pulau Nusa Laut dan pemugaran bangunan. memberitakan Injil kepada orang-orang di
demi penelusuran tinggalan kolonial Gereja berada di wilayah administratif Kabupaten Indonesia, tetapi membawa juga peradaban
Ebenhaezer perlu dilakukan, karena hingga Maluku Tengah. Desa Sila dan desa Leinitu HASIL DAN PEMBAHASAN bagi mereka (Muller-Kruger : 1966).
kini informasi arkeologi kolonial, khususnya merupakan dua desa bertetangga yang Sejarah Penginjilan di Maluku Kedatangan Belanda telah membawa
tinggalan gereja belum pernah diteliti lebih memiliki pemerinahan otonom desa masing- S ejarah gereja Kristen di Maluku satu hadiah besar bagi kampung-kampung
spesifik. masing, namun kedua desa ini berada dalam adalah yang tertua di Indonesia, yaitu pada Kristen, malahan bagi seluruh masyarakat
Untuk mempermudah kajian tentang satu jemaat, sehingga hanya memiliki satu kurun waktu 1534 – 1605 (masa Portugis Ambon dan Lease. Oleh karena belanda
tinggalan gereja Ebenhaezer di Kecamatan gedung gereja yang bertempat di desa Sila menyebarkan agama katolik; pengkristenan berhasil mengikat perjanjian perdamaian
Nusa Laut, maka Secara spasial subjek kajian . Oleh karena alasan tersebut, sehingga pertama) dan 1605 – 1815 (Gereja di Maluku antara semua kampung di pulau-pulau
akan mencakup secara khusus tentang negeri lazimnya biasa disebut desa atau jemaat Sila dibawah pemeliharaan Gereja VOC sampai tersebut. Berhentilah peperangan antar-
Sila – Leinitu. Bertitik tolak dari latar belakang – Leinitu. Untuk mencapai wilayah tersebut, 1800 - dan jangka pendek yang berikutnya kampung, yang selama masa Portugis menjadi
yang telah dikemukakan, maka permasalahan dapat ditempuh dengan perjalanan laut dari dibawah pemeliharaan Pekabaran Injil salah satu halangan besar bagi perkembangan
yang ditemukan adalah bagaimanakah bentuk desa Tulehu yang berada di Pulau Ambon dari pihak Inggris (1814 – 1817), dan agama Kristen (Tanasale : 1973). Tujuannya
arsitektur dan pola keruangan dalam Gereja selama ± 45 menit. berkembangnya kembali Gereja di Maluku sama dengan tujuan orang-orang Portugis
Ebenhaezer di desa Sila – Leinitu? Pengumpulan data dilakukan dengan oleh usaha Pekabaran Injil Netherland sebelumnya, yaitu memperoleh monopoli,
Tujuan dari penelitian ini dimaksudkan tiga cara yakni pengumpulan data melalui Zendelinggenootschap (NZG) dalam hak tunggal untuk jual-beli rempah-rempah.
untuk dapat mengetahui konstruksi dan pola studi pustaka, pengumpulan data dengan kerjasama dengan Gereja Protestan pada Untuk itu, VOC tidak perlu menjajah seluruh
keruangan dalam gereja Sila – Leinitu, mengadakan kunjungan langsung ke lokasi 1815 – 1864, serta kurun waktu 1864 – 1935 Maluku; cukuplah menguasai daerah itu
sedangkan manfaat dari penelitian ini, kiranya penelitian (observasi langsung) dan teknik gereja di Maluku dibawah pimpinan gereja sehingga penguasa-penguasa serta penduduk
diharapkan mampu memberikan kontribusi komunikasi langsung. protestan (Cooley : 1984). Sehingga imbas dapat dipaksa mengakui monopoli tersebut.
bagi pengembangan data arkeologi kolonial Sumber data diperoleh melalui studi dari masa kekuasaan atau penyebaran agama Orang-orang Portugis telah gagal dalam
di Maluku. literatur yang berkaitan dengan sejarah kristen oleh bangsa eropa turut dirasakan usaha ini, tetapi VOC jauh lebih kuat
Masuknya unsur Eropa telah agama Kristen di Maluku. Pengumpulan data oleh masyarakat Maluku Tengah, khususnya daripada mereka. Produksi rempah-rempah
menambah kekayaan ragam arsitektur di lapangan dilaksanakan dengan cara survey, pada masyarakat Negeri Sila – Leinitu yang dipusatkan di pulau-pulau tertentu, yang
nusantara. Seiring berkembangnya peran dimana peneliti melakukan pengamatan terdapat di kecamatan Nusa Laut. Hal ini dijadikan jajahan Belanda: Ambon-Lease dan
dan kuasa (khususnya pada abad ke-18 dan secara langsung di lokasi penelitian guna dapat dibuktikan dengan adanya tinggalan kepulauan Banda. Daerah-daerah lain tidak
ke-19) bangsa Eropa telah memperkenalkan mengetahui secara pasti keadaan bangunan gereja tua Ebenhaezer yang di bangun pada dijajah, tetapi pohon-pohon cengkeh dan pala
bangunan modern seperti gedung administrasi gereja Ebenhaezer di desa Sila – Leinitu. tahun 1715, dan dapat dikatakan sebagai di daerah tersebut dirusakkan (hongi).
pemerintah kolonial, rumah sakit, gereja Pengumpulan data diperoleh lewat proses gereja tertua di kepulauan ambon dan lease. Orang-orang Kristen di Ambon dan
atau fasilitas militer. Bangunan-bangunan komunikasi langsung dengan para informan Jika dibandingkan dengan pekerjaan Lease mempunyai agama yang sama seperti
inilah yang kemudian disebut dengan istilah yang dianggap mempunyai wawasan pekabaran injil yang dijalankan oleh Gereja orang-orang Portugis. Hal itu tak dapat
bangunan kolonial. pengetahuan tentang keberadaan gereja di Belanda dengan perantaraan VOC dalam diterima oleh penguasa-penguasa baru

104 Kapata Arkeologi Volume 9 Nomor 2, November 2013: 103-110 Salib di Ujung Timur Nusa Lease: Gereja Ebenhaezer ......., Andrew Huwae 105
VOC, “Yang empunya negara, menentukan gereja nan indah dengan tembok batu dan aslinya (seperti tertera pada gambar 2). Bagian yang memakai tongkat kayu dengan ukuran
agama”, jadi orang-orang Kristen yang baru perabot-perabot yang bagus, termasuk salah luar dari gereja tersebut masih mengikuti panjang 2, 60 M. Terletak di bagian selatan,
ditaklukkan harus menjadi Protestan, Imam- satunya adalah gereja Ebenhaezer di negeri bentuk awal berdirinya, hal ini nampak pada tepatnya di samping kiri mimbar utama.
imam Katolik diusir. Tetapi untuk sementara Sila – Leinitu yang dibangun pada tahun pagar gereja yang terbuat dari batu dengan
waktu mereka tidak diganti. Tidak ada lagi 1715. campuran spesi dan kapur. Demikian halnya
ibadah, sekolah dihentikan. Kebijaksanaan juga dengan bagian atas gereja yang masih
VOC itu membawa akibat bagi penyiaran Sejarah Gereja Ebenhaezer mengikuti arsitektur tempo dulu, namun
agama Kristen. Bagi VOC, sama seperti bagi Gereja Ebenhaezer merupakan bahannya yang kini telah berubah, yaitu
negara Portugis, kepentingan agama dan gereja tertua di kepulauan Ambon dan bahan atap digantikan dengan seng multi roof
kepentingan negara bertindih tepat. Berarti, Lease, dibangun pada tahun 1715 – 1719 buatan pabrik.
VOC dengan segala tenaga mendukung pada masa pemerintahan Patty Sila yang
pemeliharaan orang-orang Kristen dan bernama Louis (Tanasale : 2003). Bukti
pekabaran Injil di daerah-daerah yang secara arkeologis yang membuktikan hal tersebut Gambar 4. Tempat persembahan
langsung dikuasainya, yaitu Ambon-Lease adalah keberadaan prasasti di dinding (Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Ambon)
dan Banda. Daerah-daerah ini menjadi gereja yang menghadap kejalan disebelah
daerah-pusat agama Kristen di Maluku. pintu masuk arah timur. Keadaan prasasti 2. Bagian tengah
Jika pulau-pulau yang terletak di sekitar masih dalam keadaan utuh dan berbentuk Gambar 2 dan 3. Gereja Ebenhaezer pada abad Untuk bahagian tengah atau badan
pusat itu, seperti Seram Selatan, Kei, Aru, segitiga dengan motif ukiran bunga XVIII dan tahun 2013. bangunan terbuat dari dinding dengan
pulau-pulau Barat-daya, masih ada perhatian cengkih. Prasasti tersebut tertuliskan (Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Ambon) campuran kapur, spesi dan batu, sehingga
juga, tetapi sudah kurang. Daerah-daerah sebagai berikut: bangunan tersebut bersifat permanen. Pada
ini menjadi daerah-pinggir dalam riwayat “Djouw Louwis Pati Bentuk Arsitektur Gereja Ebenhaezer masing-masing dinding bagian selatan dan
kekristenan Maluku pada zaman VOC. Sila Pounja Wactou Gereja Ebenhaezer berdiri di atas utara terdapat terdapat tiga pasang jendela
Akhirnya daerah-daerah yang jauh atau yang Ini Jgeresia Souda Moulai Badiri Akan lahan seluas 30 x 24 M dengan luas bangunan dan pada bagian barat dan timur terdapat dua
sama sekali tidak mempunyai arti bagi VOC Kapada 28 Hari Boulang Mart Taon 1715 14, 85 x 12 M. Gedung gereja Ebenhaezer pasang jendela. Jendela tersebut berbentuk
dibiarkan saja, walaupun dalam beberapa hal : Berhabis Akan Kapada Hari Boulang adalah bangunan permanen, namun hanya lingkaran seperti kubah pada bagian atas
Injil sudah dikabarkan di sana sebelumnya Taon 1719”. memiliki satu lantai dan tidak mempunyai yang pemasangannya dalam bahasa lokal
oleh Misi Katolik-Roma. Begitu misalnya balkon seperti bangunan gereja lainnya disebut dengan istilah jendela kabaya
Halmahera, juga Irian. Dibandingkan dengan yang banyak tersebar di wilayah Maluku. (jendela kembar), dengan ukuran tinggi 2 M
zaman Portugis, agama Kristen pada zaman Pembagian dari bangunan gereja Ebenhaezer dan lebar 1, 13 M.
VOC berkurang di Maluku Utara, tetapi terdiri tiga bagian, yaitu bagian bawah,
memperoleh wilayah yang lebih luas di bagian tengah dan bagian atas, :
wilayah Maluku Selatan (kepulauan Ambon 1. Bagian bawah
– Lease). Pada bagian bawah terdapat mimbar
Dengan adanya pemeliharaan rohani dan tempat duduk bagi para jemaat. Fondasi
yang teratur, kekristenan Ambon-Lease pada tiap sudut mempunyai arah sejajar
berkembang dengan baik. Jumlahnya dengan dinding, sehingga saling menopang
bertambah besar. Hal ini hanya untuk sebagian Gambar 1. Prasasti Gereja Ebenhaezer antara satu dengan yang lainnya. Pada
kecil merupakan hasil kegiatan pekabaran (Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Ambon) bagian ini juga terdapat enam buah tiang
Injil. Orang-orang yang secara resmi masih soko guru dengan ukuran tinggi 3, 25 M
menganut agama nenek-moyang sudah tidak Te l a h t e r j a d i b e b e r a p a k a l i dan berdiameter 30 cm. Pada bagian ini
banyak lagi ketika Belanda masuk. Dengan perenovasian gedung gereja Ebenhaezer, juga, terdapat salah satu alat kelengkapan Gambar 5. Jendela Kabaya
adanya keadaan damai, penduduk pulau terakhir dilakukan pada tahun 2000. Hal ini gereja yang masih bertahan hingga kini, yaitu (Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Ambon)
Ambon dan Lease bertambah banyak, dan dilakukan karena beberapa bagian gereja tempat persembahan (tempat warga jemaat
dengan demikian jumlah orang-orang Kristen telah lapuk atau telah mengalami kerusakan, meletakan nazar kepada Tuhan). Bentuk fisik 3. Bagian atas
naik dari 16.000 pada akhir masa Portugis salah satunya adalah renovasi ruang tempat persembahan ini sangat unik, jika Konstruksi bangunan bagian atas terdiri
menjadi 33.000 satu abad kemudian. Setiap konsistori. Meskipun telah terjadi beberapa dibandingkan dengan bangunan-bangunan dari rangka kap, terbuat dari kayu besi
negeri mempunyai gedung gereja sendiri; kali perubahan, namun bentuk arsitektur gereja tua lainnya yang tersebar di Maluku. dengan sistem pasak dan kep, sehingga tahan
banyak tempat didirikan gedung-gedung dari gereja tersebut masih mengikuti bentuk Hal ini nampak pada tempat persembahan terhadap angin atau gempa.

106 Kapata Arkeologi Volume 9 Nomor 2, November 2013: 103-110 Salib di Ujung Timur Nusa Lease: Gereja Ebenhaezer ......., Andrew Huwae 107
Bentuk Tata Ruang Gereja Ebenhaezer c. Tempat duduk untuk masyarakat
Gereja Ebenhaezer berbentuk empat b. Tempat duduk khusus untuk para biasa
persegi panjang dan mempunyai ruang majelis, keluarga pendeta, keluarga Tempat duduk untuk masyarakat
tambahan di sebelah belakang sebagai raja dan keluarga staf saniri biasa (tidak mempunyai status dalam
ruang persiapan yang biasa disebut sebagai (pemerintahan desa), serta pemuka pemerintahan desa, yaitu bahwa
ruang konsistori, sering digunakan juga masyarakat. mereka tidak mempunyai suatu
sebagai tempat pertemuan maupun tempat Letak tempat duduk para jabatan dalam tata pemerintahan
penyimpanan peralatan. Dipandang dari majelis bersama keluarganya berada desa) berada di bagian tengah gereja, Gambar 10. Alkitab berbahasa
segi tata ruang di dalam gereja Ebenhaezer, di sebelah selatan, letaknya persis terdiri dari tiga lajur panjang arah melayu cetakan 1748
diketemukan bahwa tata ruang dibagi disamping kanan mimbar utama atau selatan ke utara. Tempat duduknya (Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Ambon)
berdasarkan status, baik status itu menyangkut berada dibagian depan dari anggota mempunyai dua ukuran panjang,
kedudukan seseorang ditengah pemerintahan jemaat gereja lainnya. Tempat duduk yaitu 2,80 M dan 2, 13 M. 2. Tata ruang halaman
maupun status didalam jemaat gereja. Hal dari para pelayan gereja berbentuk Tata ruang halaman berada pada
ini dapat diperjelas oleh tiga tata ruang bangku, dengan ukuran panjang 4, bagian luar dari gedung gereja, namun
yang terdapat di dalam bangunan gereja 25 M dan dibatasi dengan susunan masih seareal dengan lokasi gereja, atau
Ebenhaezer, yaitu tata ruang tempat ibadah, kayu tipis berbentuk pagar sebagai biasa disebut dengan halaman gereja.
tata ruang konsistori dan tata ruang halaman, pembatas tanpa pola hias. Sedangkan Tata ruang halaman ini berisikan menara
dapat dijelaskan sebagai berikut: tempat duduk staf saniri dan raja lonceng dan pagar gereja yang terbuat
1. Tata ruang tempat ibadah berisikan: terletak di bagian utara. dari spesi, kapur dan batu.
a. Mimbar utama dan mimbar tambahan Posisi tempat duduk raja dan Keterangan :
Mimbar utama dan mimbar staf saniri beserta keluarganya berada 1. Mimbar utama dan tambahan
tambahan berada di bagian selatan, di bagian utara. Tempat duduk para 2. Tempat duduk raja dan keluarga
dimana letak mimbar tambahan tepat saniri berada di bagian kanan bawah Gambar 9. Tempat duduk masyarakat biasa 3. Tempat duduk saniri (anggota
di bawah atau di depan mimbar utama. tempat duduk raja, juga dibatasi (Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Ambon) pemerintahan desTempat duduk
Mimbar utama dan tambahan terbuat dengan susunan kayu tipis berbentuk pelayan jemaat
dari kayu eboni, khusus mimbar pagar, dengan ukuran panjang 3, 06 2. Tata ruang konsistori 4. Tempat duduk jemaat (masyarakat
tambahan, bentuknya polos atau M. Sedangkan tempat duduk raja dan Tata ruang kunci stori berisikan biasa)
tidak ada pola hias. Namun mimbar keluarga mendapat porsi istimewa kelengkapan lemari, meja kursi dan 5. Ruang konsistori (kantor gereja)
utama berbentuk persegi delapan dan (kedudukannya lebih tinggi dari berbagai kebutuhan administrasi jemaat,
dilengkapi dengan kanopi berpola hias para jemaat lainnya), sebagai tanda selain itu juga berisikan perangkat
matahari (dalam kepercayaan agama penggolongan strata tertinggi dalam cawan untuk melaksanakan perjamuan U
suku di Maluku, matahari dianggap masyarakat. Tempat duduk raja dan pada hari besar gerejawi. Pada tata
sebagai upu lanite atau penguasa keluarga berbentuk undakan yang ruang konsistori ini tersimpan sebuah
langit). Mimbar utama ditopang oleh terdiri dari dua baris, dengan motif Alkitab berbahasa melayu yang dicetak
fondasi setinggi 1,75 M dan tinggi hias mahkota pada bagian atasnya, pada tahun 1748. Bahasa inilah yang
mimbar sendiri berukuran 110 M. serta berukuran panjang 2, 32 M. menjadi bahasa masyarakat Kristen-
Ambon Lease. Begitu terikat orang-orang
Ambon Lease dengan bahasa tersebut,
sehingga di kemudian hari masyarakat
Ambon Lease enggan memakai bahasa
lokal setempat dan hanya menggunakan
bahasa melayu di sekolah dan gereja.
Konsistori berada di bagian selatan atau
Gambar 7 dan 8. Tempat duduk pelayan gereja tepatnya berada di belakang mimbar
dan tempat duduk raja bersama staf saniri utama (hanya dibatasi oleh dinding),
Gambar 6. Mimbar utama dan mimbar (Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Ambon) dengan ukuran 12 x 4, 10 M. Gambar 11. Denah bagian dalam gereja
tambahan Ebenhaezer
(Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Ambon) (Sumber: Dokumen Balai Arkeologi Ambon)

108 Kapata Arkeologi Volume 9 Nomor 2, November 2013: 103-110 Salib di Ujung Timur Nusa Lease: Gereja Ebenhaezer ......., Andrew Huwae 109
PENUTUP Pattikayhatu, J.A. 1967. Tinjauan Terhadap INDEKS PENULIS
Masuknya kolonial Belanda di Sejarah Gereja di Maluku. Skripsi F.K.I.S-
IKIP. Salatiga: Universitas Kristen Satya KAPATA Arkeologi Volume 9, Nomor 1, Juli 2013, dan Nomor 2, November 2013
Maluku telah membawa suatu perubahan
Watjana.
besar dalam sistem kepercayaan masyarakat
di wilayah tersebut. Yang mana pada awalnya
masih memeluk agama suku, berganti
Tanasale, 1973. Sejarah Pulau Nusalaut, Dalam
Bunga Rampai Sejarah Maluku. Jakarta: A
memeluk agama Kristen. Hal ini berimbas Lembaga Penelitian Sejarah Maluku. Andrew Huwae
pada pembangunan tempat-tempat ibadah di Salib di Ujung Timur Nusa Lease: Gereja Ebenhaezer, Tinggalan Kolonial di Desa Sila-Leinitu,
wilayah Maluku, khususnya pada desa Sila – Anonim, 2003. Kilas balik 288 Tahun Gedung Kecamatan Nusalaut, 9 (2): halaman 103-110
Gereja Ebenhaezer Jemaat GPM Sila-
Leinitu di kecamatan Nusa Laut. Leinitu (hasil rumusan seminar), Ambon.
Keberadaan Gereja Ebenhaezer yang
dibangun pada tahun 1715 di desa Sila –
H
Hari Suroto
Leinitu kecamatan Nusa Laut, adalah gereja
Strategi Subsistensi dan Pemilihan Lokasi Hunian Prasejarah di Situs Yomokho, Sentani, 9 (2):
tertua di kepulauan Ambon dan Lease.
halaman 75-80
Bangunan gereja tersebut telah menjadi
salah satu rekam jejak peninggalan kolonial
di wilayah Maluku dengan konstruksi
asli nan indah, dimana keadaannya masih
L
Lucas Wattimena
bertahan hingga kini, jauh dari pengaruh Arkeologi Kepulauan Maluku, 9 (1): halaman 29-36
modernitas pembangunan dewasa ini. Karena Pengelompokan Masyarakat Negeri Tuhaha Pulau Saparua, Maluku Tengah, 9 (2): halaman 81-88
walaupun telah beberapa kali mengalami
renovasi, namun keadaan tata ruang dan
arsitektur dalam gereja masih tetap terjaga. M
Hal ini terlihat dari pembagian tempat duduk Marlon Ririmasse
dalam gereja yang berdasarkan strata sosial, Survei Arkeologis di Kawasan Halmahera Bagian Tengah, 9 (1): halaman 13-28
keutuhan bagian fisik konstruksi gereja yang Arkeologi Pulau Kobror Kepulauan Aru, 9 (2): halaman 59-74
masih terjaga dan terpakai hingga kini; seperti
jendela, mimbar, tempat persembahan, dan
sebagainya. S
Syahruddin Mansyur
Tinggalan Perang Dunia II dan Konseptualisasi Museum di Morotai, 9 (1): halaman 1-12
***** Studi Konseptual Museum Negeri Sirisori Islam, 9 (2): halaman 89-102

DAFTAR PUSTAKA
U
Cooley, F. L. 1984. Mimbar dan Tahta. Jakarta: Ummu Fatimah Ria Lestari
Pustaka Sinar Harapan. Fungsi Bangunan Dokwi Vam dan Kembu Vam bagi Suku Yali dalam Novel Penguasa-Penguasa
Bumi Karya Don Richardson, 9 (1): halaman 51-58
Leirissa. R. Z, dkk. 1973. Maluku Tengah di Masa
Lampau, Gambaran Sekilas Lewat Arsip
Abad Sembilan Belas. Jakarta: Arsip
Nasional.
W
Wuri Handoko
Gerabah Situs Wayputih sebagai Komoditi Barter di Kerajaan Hoamoal, 9 (1): halaman 37-50
Muller-Kruger. 1966. Sejarah Gereja di Indonesia.
Jakarta : BPK Gunung Mulia.

Passchier Cor. 2009. Arsitektur Kolonial di


Indonesia: Rujukan dan perkembangan,
Dalam Masa Lalu dalam Masa Kini
Arsitektur di Indonesia. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.

110 Kapata Arkeologi Volume 9 Nomor 2, November 2013: 103-110

Anda mungkin juga menyukai