Para penulis Alkitab telah menggunakan berbagai lambang untuk menyatakan keberadaan manusia.
Salah satu dari lambang-lambang itu adalah pohon. Karena pohon ada yang baik dan yang buruk,
demikian pun dengan keadaan manusia, ada yang baik dan ada yang jahat. Pemazmur di dalam
Mzm 1:3 menggambarkan umat Allah "seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang
menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya
berhasil." Di Mzm 37:35-36 ia menyaksikan seorang fasik yang gagah dan sombong, yang tumbuh
mekar seperti pohon aras Libanon; yang ketika ia lewat, ia telah lenyap, walaupun ia mencarinya,
tetapi tidak ditemui. Di zaman Perjanjian Baru Yesus menyaksikan di dalam Yoh 15:8 bahwa
BapaNya dipermuliakan oleh pengikut-pengikutNya sebagai pohon yang berbuah banyak. Buah
yang banyak itu menjadi bukti bahwa mereka adalah murid-murid Yesus. Tentu buah- buah mereka
adalah yang baik kualitasnya. Secara alamiah buah itu adalah hasil dari sebuah pertumbuhan. Buah
tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi melalui suatu proses pertumbuhan yang panjang. Dan pohon
yang baik akan menghasilkan buah yang baik, sedangkan pohon yang tidak baik akan menghasilkan
buah yang tidak baik. Sebagaimana buah-buahan yang kita makan adalah hasil dari sebuah proses
pertumbuhan alamiah, maka buah Roh itu juga adalah hasil dari sebuah proses pertumbuhan rohani
di dalam diri seseorang. Buah Roh itu juga akan melalui sebuah proses pematangan. Seperti
buah yang alamiah, buah apel yang masih kecil tetap disebut buah apel walaupun belum matang.
Demikian juga dengan perkembangan buah Roh itu di dalam kehidupan pengikut-pengikut Kristus.
Proses pematangan ini akan terjadi di dalam hidup seseorang dari hari ke hari dengan pertolongan
Roh Kudus. Paulus menggambarkan di dalam Galatia 5:22-23 tentang buah Roh yang harus dimiliki
oleh setiap umat Kristen. Pernahkah anda memperhatikan bahwa ayat-ayat ini tidak menyatakan
adanya buah-buah Roh tetapi hanya buah Roh? Padahal yang tercatat di dalam ayat-ayat tersebut
lebih dari satu buah saja? Alasannya adalah karena di dalam bahasa aslinya (Yunani) buah Roh
itu memang disebutkan dalam bentuk tunggal bukan jamak. Sekarang, apakah ada maknanya bila itu
disebutkan di dalam bentuk tunggal dan bukan dalam bentuk jamak? Tentu. Bentuk tunggal ini
memberikan penekanan bahwa seseorang tidaklah dapat disebut memiliki buah Roh itu bila ia hanya
memiliki salah satu dari kualitas buah Roh itu. Bila seseorang mengatakan bahwa ia memiliki kasih,
sukacita, dan damai sejahtera, tetapi tidak memiliki kualitas lain seperti kesabaran atau kemurahan,
maka secara spontan ia belum memiliki buah Roh itu. Seorang yang telah menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Allah yang hidupnya telah dituntun oleh Roh Allah, pasti akan memiliki semua
kualitas yang ada di dalam buah Roh itu. Berbeda dengan perbuatan daging yang disebutkan
mendahului ayat-ayat tentang buah Roh itu. Seseorang sudah dapat disebut sebagai orang berdosa
dengan hanya melakukan salah satu dari perbuatan yang disebutkan di dalam ayat-ayat tersebut;
seperti percabulan, kecemaran, hawa nafsu, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri
hati, amarah, kepentingan diri sendiri dan lain-lain. Kualitas buah Roh yang pertama disebutkan adalah
kasih. Mengapa sampai kasih itu disebutkan paling awal? Karena kasih kata Paulus di dalam 1
Korintus 13 adalah yang terbesar. Kasih dan manusia Setiap orang yang hidup di dunia ini
membutuhkan kasih. Fakta menyatakan bahwa hal yang paling disenangi dan memori yang paling
indah untuk dikenang adalah kasih. Kasih adalah tema dari seluruh buku-buku di dalam Alkitab.
Kata orang kalau saja keseluruhan buku-buku di dalam Alkitab ini dapat diperas seperti juice, maka
akan meleleh darah Kristus dari dalamnya. Tema kasih telah mendominasi tema di berbagai bidang,
seperti: perfilman, kesusasteraan, dan musik. Banyak buku novel yang laris karena tema ini.
Itulah sebabnya adalah penting bagi kita untuk mengetahui arti kasih yang sesungguhnya yang
disebutkan di dalam Gal 5:22 dan 1 Korintus 13. Berikut ini kita akan membahas bermacam-macam
kasih. Macam-macam kasih Sejak kecil hingga menjadi uban, kita membutuhkan kasih. Namun ada
perbedaan- perbedaan arti kasih di kalangan anak-anak, orang-orang muda, dan orang tua.
Singkatnya semua kita tidak terlepas dari kebutuhan ini. Ada beberapa macam kasih yang kita
ketahui: 1. Eros – adalah kasih yang dimotivasi oleh keinginan fisik untuk kesenangan atau
kenikmatan. Kasih ini terjalin antara laki-laki dan perempuan. Kata ini tidak ditemukan di dalam
PB. 2. Stergo – adalah kasih yang terjalin antara penguasa dan rakyat yang diperintahnya. Kasih ini
dimotivasi oleh wewenang atau posisi seseorang. Sebagaimana kata Eros , kata ini juga tidak
ditemukan penggunaannya di dalam PB 3. Phileo – adalah kasih persaudaraan yang dimotivasi oleh
keindahan dan keakraban persahabatan. Kata ini digunakan sebanyak 20 kali di dalam Perjanjian
Baru 4. Agape – adalah kasih yang agung, kasih tanpa memberi syarat-syarat untuk dikasihi. Kasih
ini dimotivasi oleh Allah yang kita sembah. Kata ini digunakan lebih dari 150 kali di dalam Perjanjian
Baru. Berhubung buah Roh di dalam Gal 5 menyinggung tentang kasih Agape, maka
pembahasan kita akan difokuskan pada kasih jenis ini. Ada 3 ciri khas kasih Agape: pertama, kasih
Agape tidak bergantung pada keadaan dari objek kasih itu. Contohnya, Allah telah mengasihi kita
bukan karena kita layak untuk dikasihi, atau karena kita adalah sahabatNya. Malah, kita yang
tadinya dikategorikan sebagai "seteru" telah diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya,
dan diselamatkan oleh hidup-Nya. Tentu kasih seperti ini sangat berbeda dengan apa yang kita jumpai
sehari-hari. Biasanya kita mengasihi orang yang mengasihi kita, atau yang layak kita kasihi. Kasih
kita kepada seseorang akan sangat bergantung pada keadaan orang yang akan kita kasihi itu. Ciri khas
kedua dari kasih Agape adalah bahwa, kasih ini bukan semata-mata emosi atau perasaan saja.
Kasih Agape adalah kasih yang dipraktekkan dengan rencana dan komitmen. Kasih ini tidak terjadi
secara kebetulan. Kasih Agape dilaksanakan untuk keuntungan orang yang dikasihi itu. Karena itu
Yesus telah datang ke dunia ini untuk keuntungan manusia yang telah jatuh di dalam lumpur dosa.
Ketiga, kasih Agape berani mengambil resiko untuk menderita kerugian, materi, atau hidup sekalipun.
Yesus telah buktikan bentuk kasih itu di bukit Golgota. Ia rela mati untuk keselamatan orang
berdosa. Berkaitan dengan hal ini, rasul Paulus menguraikan arti kasih Agape itu secara panjang lebar
di dalam 1 Kor 13:4-7: "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan
diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri
sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena
ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu,
mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu." Dalam pasal ini Paulus
menyimpulkan bahwa kasih adalah yang terbesar (1 Kor 13:13). Dan sebagaimana Allah itu kasih
adanya, demikian pun umatNya harus memiliki kasih model ini. Selanjutnya, kita perlu mengetahui
apa yang dinyakatakan oleh rasul Paulus di dalam 1 Kor 13:7. Ia menegaskan bahwa kasih itu
menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, dan sabar
menanggung segala sesuatu. Kasih Menutupi Segala Sesuatu Di dalam praktek kita sehari-hari, apa-
apa sajakah yang biasanya kita tutupi? Makanan contohnya. Itu ditutup dengan maksud agar
jangan sampai dihinggapi lalat, atau untuk menghindari debu dan kotoran lainnya. Contoh lainnya,
pintu rumah kita tutup untuk mencegah supaya pencuri tidak masuk ke dalam rumah kita, atau agar
anak kita yang masih kecil jangan sampai keluar rumah tanpa pengawasan kita, yang dapat
membahayakan dirinya sendiri. Nah untuk kasih Agape, apa yang ditutup olehnya? Rasul Petrus
menulis di dalam 1 Pet 4:8 bahwa kasih itu "menutupi banyak sekali dosa." Bagaimana caranya
sampai kasih Agape boleh menutup banyak sekali dosa? Salah satu caranya adalah dengan
mengikuti anjuran Yesus di dalam menangani orang yang berbuat dosa. Yesus menganjurkan agar di
dalam menangani dan menyelesaikan masalah-masalah dosa umatNya, Ia mintakan agar itu
diselesaikan di hadapan orang dalam jumlah yang paling minimal. Bilamana dosa itu dilakukan
secara terang-terangan, maka itu dapat diselesaikan dengan melibatkan lebih banyak atau seluruh
anggota jemaat. Yesus menceriterakan tentang perumpamaan tentang domba yang hilang dan
bagaimana besarnya sukacita gembala atas ditemukankannya kembali domba tersebut. Yesus
kemudian berkata "demikian juga Bapamu yang di sorga tidak menghendaki supaya seorangpun dari
anak-anak ini hilang" (Mat 18:14). Yesus melanjutkan pembicaraanNya di ayat 15-17 dengan berkata
"apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan
nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali. Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang
atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan.."
Disini prinsip kasih Agape diungkapkan bahwa dosa seseorang perlu ditutupi bukan untuk di
sebarluaskan. Untuk maksud menyelamatkan orang itu, bahkan untuk seluruh keluarga yang terkait
dengan orang tersebut, dosanya tidak perlu diterompetkan kepada semua orang. Namun di dalam
praktek sehari-hari, dosa yang dibuat seseorang, apalagi orang yang kita kenal, atau yang terkenal
karena berbagai alasan, seperti kaya, rohani, rajin, lemah lembut dll, menjadi bahan gossip yang paling
diminati orang. Kata-kata pendahuluan seperti "tahu ngak si A katanya selingkuh" merupakan kata-
kata yang sangat menarik untuk didengar dan diketahui orang. "Tahu nggak, si ketua jemaat ini,
atau si pendeta itu, ada berita-berita kurang enak untuk diceriterakan." "Kurang enak untuk
diceriterakan" tetapi kenyataannya adalah sangat bertentangan dengan apa yang ia katakan. Berita
gossip itu sangat enak ia ceriterakan, dan sangat enak didengar orang. Apalagi kalau gossip itu
telah ditambah dengan bumbu-bumbu penyedap telinga. Si pembawa berita itu rasanya bagaikan
pahlawan pulang perang setelah menceriterakan issue sensasional itu. Ia begitu bangga dapat
memberitahukan rumor hangat yang kebenarannya belum terbukti. Praktek ini sebenarnya
bertentangan dengan sifat kasih Agape itu.. Ada anjuran yang mengatakan bahwa walau pun berita
itu benar, kita tidak perlu menceriterakan itu kepada orang yang lain. Yang perlu kita lakukan adalah
mendoakan orang tersebut. Kalau memungkinkan kita datang ke rumahnya dan mendoakan orang
tersebut bersama seluruh keluarganya. Lebih-legih lagi kalau ceritera dan issue yang beredar adalah
semata-mata rumor yang tidak benar. Betapa besar efek merusak yang telah diadakannya.
Diceriterakan mengenai seorang yang mempunyai kebiasaan buruk menggossip. Dia sadar bahwa
kebiasaan itu tidak baik dan perlu dihentikan. Untuk mengatasi itu ia pergi kepada seorang yang
bijaksana agar mendapat pertolongan dari padanya. Orang yang bijaksana itu ingin memberikan
pelajaran penting kepadanya dengan berkata bahwa hari pertama ia harus pergi ketempat peternakan
bebek dan mengambil bulu-bulu bebek yang halus yang telah jatuh, hitung dan masukkan ke dalam
keranjang. Hari kedua, bawa bulu-bulu bebek itu ke setiap rumah di kampung ini, dan taruh di
halaman rumah tersebut . Pada hari ketiga engkau datang kembali kepadaku dan aku akan
memberikan instruksi berikutnya. Orang ini melakukan hal-hal yang dikatakan orang bijaksana itu dan
pada hari ketiga ia kembali menghadap. Ia bertanya apa lagi yang harus ia lakukan. Si orang
bijaksana itu berkata kepadanya: pergilah kembali ke setiap rumah dimana engkau telah letakkan
bulu-bulu bebek itu, dan kumpul kembali semuanya di dalam keranjang, dan hitung kembali jangan
ada yang kurang. Dan ia pun pergi. Di sore hari dia kembali dengan muka murung, karena ia
hanya dapat mengumpulkan kembali sebahagian kecil dari apa yang ia sudah sebarkan. Bulu-bulu
itu telah ditiup dan diterbangkan angin dan tidak diketahui kemana itu telah terbang. Si orang
bijaksana itu memberi nasehat, demikian pula yang terjadi dengan gossip yang engkau sebarkan.
Efek yang terjadi tak dapat sepenuhnya engkau perbaiki. Sangat banyak yang engkau tidak dapat
tarik kembali dari peredaran gossip, entah itu benar atau pun tidak benar. Orang yang memiliki kasih
Agape akan menghindar diri dari gossip-gossip semacam ini. Gantinya menggossip, ia akan
mendoakan atau melawat orang-orang yang digossipkan untuk melindungi nama baik mereka,
terlebih agar mereka dapat diselamatkan dalam Sorga. Kasih percaya segala sesuatu Apakah
maksudnya kasih Agape itu percaya pada segala sesuatu? Bukankah ini sangat berbahaya?
Apakah kita akan mempercayai semua orang yang datang ke rumah kita, diundang ataupun yang tidak
diundang? Tentu saja tidak. Maksudnya adalah bahwa orang yang punya kasih Agape mempercayai
bahwa setiap manusia yang diciptakan Allah mempunyai peran penting di dalam dunia ini. Allah telah
memberikan talenta kepada setiap orang menurut kesanggupannya. Setiap orang mempunyai
potensi. Berdasarkan pada pemikiran ini, setiap pengikut Tuhan yang punya kasih Agape akan percaya
pada segala sesuatu dalam arti bahwa ia percaya dalam keadaan apa saja, Tuhan dapat membantu
setiap orang yang bermohon kepadaNya untuk menjadi umatNya. Dengan kasih Agape seorang
akan menghargai orang yang lain, apapun keadaannya. Ia melihat potensi yang baik pada setiap
orang yang ia jumpai setiap hari. Ia tidak akan menganggap dirinya melebihi orang lain sehingga
sifat Lucifer, yakni kesombongan akan dapat dihindarinya. Kasih Mengharapkan Segala Sesuatu Kita
hidup di dunia yang penuh kesusahan, kekerasan, penyakit, bahkan kematian. Sering keadaan-
keadaan ini melemahkan semangat hidup kita. Keadaan-keadaan ini sering menggoda kita untuk
mempercayai bahwa dunia ini dalam keadaan yang tak terkendali, bahwa Allah itu tidak dapat lagi
mengontrol dunia yang bergelimang dosa ini. Namun bila kita dengan tekun membaca Alkitab dan
melihat kegenapan nubuatan- nubuatan yang tertera di dalamnya, maka kita yakin bahwa Allah tetap
dalam kontrol. Apa yang Ia katakan sudah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi. Yang baik
mau pun yang tidak baik sudah terjadi sesuai yang Ia telah sabdakan. Namun ada yang baik yang Ia
sediakan bagi setiap umatNya yang setia, yang masih akan terjadi pada waktu Yesus datang kedunia ini
untuk kali yang kedua. Dan mereka yang memiliki kasih Agape mempercayai hal ini dan
mengharapkan bahwa segala sesuatu akan kembali menjadi seperti yang Ia telah rencanakan.
Umat Allah yakin bahwa apa yang disediakanNya adalah nyata dan benar. Dengan keyakinan seperti
ini, sebagai umat Allah, kita akan dapat menjalani hidup sehari- hari kita di tengah-tengah dunia yang
jahat ini dengan pengharapan yang teguh. Karenanya, orang yang memiliki kasih Agape akan memiliki
ciri khas berikut ini. Kasih itu Sabar Menanggung Segala Sesuatu Orang yang memiliki kasi Agape sabar
menanggung segala sesuatu, menyenangkan atau menyusahkan. Ini menyangkut komitmen kita. Mzm
27:14 "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" Kita
percaya bahwa Allah di dalam segala sesuatu dapat memberikan yang terbaik bagi kita. Kesusahan
boleh melanda dan menggoncang umatNya, tetapi dengan kasih Agape yang ia miliki, ia dapat tahan
menghadapinya. Rangkuman Kasih Agape adalah kasih yang perlu kita teladani dari Allah. Kasih
ini adalah ekspressi tabiatNya. Kasih yang sama harus juga menjadi ekspressi terbesar umatNya
kepada sesamanya. Umat-umatNya yang telah dilahirkan dari atas, yang telah lahir baru memiliki kasih
Agape. Mereka akan dapat menilai orang lain seperti Tuhan menilai setiap orang.. Nilai setiap orang
dilihat dari kematian Yesus di Golgota.Umat-umatNya akan membenci kejahatan dalam segala
bentuknya, dan menghindari diri dari segala nafsu keduniawian (Mzm 97:10 dan 1 Yoh 2:15-17).
Orang-orang yang memiliki kasih Agape adalah orang-orang yang menyatakan bahwa asalnya dari
Allah karena Allah itu kasih adanya. (1 Yoh 4:8,16). Semoga kasih Agape itu nyata dalam hidup
anda dan saya sekarang dan selamanya.
Dengan dipenuhi kasih-Nya, kita dapat menahan rasa sakit, mengurangi ketakutan, mengampuni
dengan bebas, menghindari pertentangan, memperbarui kekuatan, serta memberkati dan menolong
sesama. Apa kasih sejati yang menyentuh setiap hati itu? Mengapa kalimat sederhana “Saya
mengasihimu” mengingatkan sukacita yang bersifat universal? Orang memberikan berbagai alasan,
namun alasan sebenarnya adalah bahwa setiap orang yang datang ke dunia adalah putra dan putri
Allah. Karena semua kasih berasal dari Allah, kita dilahirkan dengan kemampuan dan keinginan untuk
mengasihi dan dikasihi. Salah satu hubungan terkuat yang kita miliki dengan kehidupan prafana kita
adalah betapa besar Bapa Kita dan Yesus Kristus mengasihi kita dan betapa besar kita mengasihi
Mereka. Meskipun tabir menutupi ingatan kita, kapan pun kita merasakan kasih sejati, hal itu
membangkitkan kerinduan yang tidak dapat dipungkiri. Menanggapi kasih sejati adalah bagian dari
keberadaan kita. Kita secara alami menginginkan untuk menghubungkan kembali, di sini, kasih yang
kita rasakan di sana. Hanya ketika kita merasakan kasih Allah dan mengisi hati kita dengan kasih-Nya
kita dapat sungguh- sungguh berbahagia. Kasih Allah memenuhi seluruh bumi; oleh karenanya, tidak
ada kekurangan kasih di alam semesta ini, hanya dalam kesediaan kita untuk melakukan apa yang
diperlukan untuk merasakannya. Untuk melakukan ini, Yesus menjelaskan bahwa kita harus
“[meng]asihi Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu … jiwamu … kekuatanmu … akal budimu, dan
kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Lukas 10:27). Semakin kita mematuhi Allah
semakin kita berkeinginan untuk menolong sesama. Semakin kita menolong sesama semakin kita
mengasihi Allah, begitu seterusnya. Sebaliknya, semakin kita tidak mematuhi Allah dan semakin kita
egois, semakin sedikitlah kasih yang kita rasakan. Berusaha memperoleh kasih yang bertahan
selamanya tanpa mematuhi perintah Allah adalah seperti berusaha memuaskan dahaga dengan
minum dari gelas yang kosong—Anda dapat melakukan tindakan itu, namun Anda akan tetap dahaga.
Demikian juga, berusaha menemukan kasih tanpa menolong dan berkurban bagi sesama adalah
seperti berusaha hidup tanpa makan—itu bertentangan dengan hukum alam dan tidak dapat berhasil.
Kita tidak dapat memalsukan kasih. Kasih harus menjadi bagian dari kita. Nabi Mormon menjelaskan:
“Kasih yang murni adalah kasih suci Kristus dan kasih itu bertahan untuk selamanya; dan barangsiapa
kedapatan memiliki kasih itu pada hari terakhir, ia akan selamat. Oleh karena itu, saudara-saudaraku
yang kukasihi, berdoalah kepada Bapa dengan segala kekuatan hati, supaya kamu boleh dipenuhi
dengan kasih ini” (Moroni 7:46–47). Allah berkeinginan untuk menolong kita merasakan kasih-Nya—di
mana pun kita berada. Izinkanlah saya memberi sebuah contoh. Sebagai misionaris muda, saya
ditugaskan ke sebuah pulau kecil yang berpenduduk sekitar 700 jiwa di pedalaman Pasifik Selatan.
Bagi saya panasnya sungguh menyengat, nyamuknya banyak sekali, dan lumpur di mana-mana,
bahasanya mustahil untuk dipelajari, dan makanannya—“berbeda.” Setelah beberapa bulan, pulau
kami dilanda badai hebat. Kerusakan yang ditimbulkan sangatlah besar. Hasil panen hancur, kehidupan
lenyap, rumah-rumah rubuh, serta stasiun telekomunikasi—satu-satunya hubungan kami ke dunia luar
—rusak. Sebuah kapal kecil milik pemerintah biasanya datang setiap satu atau dua bulan, jadi dengan
hemat kami menggunakan cadangan makanan yang kami miliki untuk empat atau lima minggu
berikutnya, dengan harapan kapal itu akan datang. Namun tidak satu pun kapal yang datang. Setiap
hari kami menjadi semakin lemah. Masih ada tindakan kebaikan, namun ketika minggu keenam dan
ketujuh berlalu dengan sangat minimnya makanan, kekuatan kami benar-benar lenyap. Rekan saya,
Feki, penduduk asli di situ, menolong saya semampu dia, namun ketika minggu kedelapan tiba, saya
tidak memiliki tenaga sama sekali. Saya hanya duduk di bawah pohon yang rindang. Saya berdoa dan
membaca tulisan suci serta meluangkan banyak waktu merenungkan hal-hal yang bersifat kekal.
Minggu kesembilan tiba dengan sedikit perubahan jasmani. Namun, ada berubahan besar di dalam
batin. Saya merasakan kasih Tuhan lebih dalam dibanding sebelumnya dan untuk pertama kalinya
belajar bahwa kasih-Nya adalah “hal yang paling patut diinginkan melebihi segala hal. … Ya, dan yang
paling menyenangkan jiwa” (1 Nefi 11:22–23). Saat itu saya kelihatan kurus kering. Saya ingat
menyaksikan, dengan kekhidmatan yang dalam, hati saya berdegup, paru-paru saya berdetak, dan
berpikir betapa luar biasanya tubuh yang telah Tuhan ciptakan untuk menampung roh kita yang sama
luar biasanya! Pemikiran akan suatu persatuan yang permanen dari kedua unsur itu, yang menjadi
mungkin melalui kasih Juruselamat, kurban penebusan, serta Kebangkitan, sedemikian mengilhami
dan memuaskan sehingga ketidaknyamanan fisik apa pun sirna dan terlupakan. Ketika kita memahami
siapa Allah, siapa kita, betapa Dia mengasihi kita, dan apa rencana-Nya bagi kita, rasa takut sirna.
Ketika kita mendapat sekelumit gambaran akan kebenaran-kebenaran ini, kecemasan kita terhadap
hal-hal yang bersifat duniawi lenyap. Untuk memikirkan kita sebenarnya mempercayai kebohongan-
kebohongan Setan bahwa kekuasaan, kemasyhuran, atau kemakmuran duniawi penting, benar-benar
menggelikan—atau justru sebaliknya akan sangat menyedihkan. Saya belajar bahwa sama seperti
roket yang mengatasi kekuatan gravitasi untuk melaju cepat menuju ruang angkasa, demikian juga kita
harus mengatasi tarikan dunia untuk melaju menuju kenyataan-kenyataan akan pemahaman serta
kasih. Saya menyadari kehidupan fana saya mungkin akan berakhir di pulau kecil itu, namun tidak ada
kepanikan. Saya tahu kehidupan akan terus berlanjut, baik di sini maupun di sana, itu tidaklah menjadi
masalah. Yang sangat berarti adalah berapa banyak kasih yang saya miliki di dalam hati saya. Saya tahu
saya memerlukannya lebih banyak lagi! Saya tahu bahwa kebahagiaan kita sekarang dan selamanya
tidak dapat tak terikat pada kemampuan kita untuk mengasihi. Ketika pikiran-pikiran itu mengisi dan
mengangkat jiwa saya, perlahan-lahan saya menyadari akan suara-suara yang menyenangkan. Mata
rekan saya berbinar saat dia mengatakan, “Kolipoki, ada kapal datang, dan penuh dengan makanan.
Kita selamat! Apakah kamu tidak senang?” Saya tidak yakin. Tetapi karena kapal itu telah tiba, pastilah
itu jawaban dari Allah, jadi memang, saya bahagia. Feki memberi saya makanan seraya mengatakan,
“Ini, makanlah.” Saya ragu-ragu. Saya melihat makanan itu. Saya menatap Feki. Saya memandang ke
langit dan menutup mata saya. Saya merasakan sesuatu yang sangat dalam. Saya bersyukur kehidupan
saya di sini akan berlanjut terus seperti sebelumnya, namun ada perasaan pedih—rasa penangguhan
yang lembut, seperti saat gelap menutupi indahnya warna-warni cakrawala senja dan Anda menyadari
harus menunggu malam berikutnya untuk menikmati keindahan seperti itu lagi. Saya tidak yakin ingin
membuka mata saya, namun saya menyadari bahwa kasih Allah telah mengubah segalanya. Panas,
lumpur, nyamuk, orang-orang, bahasa, makanan bukanlah tantangan lagi. Mereka yang telah berusaha
menyakiti saya tidak lagi menjadi musuh saya. Setiap orang adalah saudara saya. Dipenuhi dengan
kasih Allah merupakan hal yang paling menggembirakan dari segalanya dan itu sepadan dengan setiap
usaha yang diperlukan. Saya berterima kasih kepada Allah untuk waktu yang terpilih ini dan banyaknya
pengingat akan kasih-Nya—matahari, bulan, bintang, bumi, kelahiran anak, senyuman teman. Saya
berterima kasih kepada-Nya untuk tulisan suci, kesempatan istimewa untuk berdoa, dan untuk
pengingat yang menakjubkan akan kasih-Nya itu—sakramen. Saya belajar bahwa ketika kita
menyanyikan nyanyian rohani sakramen dengan maksud yang sungguh-sungguh, seperti: “Betapa
bijak Pengasih!” atau “Tuhan benar mengasihi dan haruslah kita” akan membesarkan hati kita dengan
kasih dan rasa syukur (lihat “Betapa Bijak Pengasih,” Nyanyian Rohani, no. 81; “Ada Bukit yang Sangat
Jauh,” Nyanyian Rohani, no. 83). Ketika kita dengan tulus mendengarkan doa sakramen, ungkapan
seperti: “selalu mengingat Dia,” “mematuhi perintah-perintah-Nya,” “agar roh-Nya selalu menyertai
mereka” akan memenuhi hati kita dengan keinginan yang besar untuk menjadi orang-orang yang lebih
baik (AP 20:77, 79). Kemudian ketika kita dengan hati yang patah dan jiwa yang penuh sesal
mengambil roti dan air, saya tahu kita dapat merasakan serta bahkan mendengarkan kata-kata yang
paling luar biasa itu: “Saya mengasihimu. Saya mengasihimu.” Saya mengira saya tidak dapat
melupakan perasaan-perasaan ini, namun daya tarik dunia sangatlah kuat dan kita cenderung jatuh.
Namun Allah terus mengasihi kita. Beberapa bulan setelah saya memperoleh kekuatan kembali, kami
diserang badai lain yang sangat hebat, namun kali ini saya berada di laut. Ombak tersebut menjadi
sedemikian hebat sehingga menggulingkan kapal kecil kami, dan melemparkan kami bertiga ke tengah
lautan yang sedang mengamuk. Ketika saya mendapati diri saya terombang-ambing di tengah lautan,
saya heran, takut, dan agak sedih. “Mengapa ini terjadi?” pikir saya. “Saya seorang misionaris. Di mana
perlindungan untuk saya? Misionaris tidak seharusnya berenang.” Namun jika saya ingin hidup saya
harus berenang. Setiap kali saya menggerutu saya mendapati diri saya tenggelam, jadi saya tidak lagi
menggerutu. Segala sesuatu akan tetap seperti itu, dan menggerutu tidak akan menolong. Saya
membutuhkan setiap tenaga untuk menjaga kepala saya agar tetap berada di atas air dan berenang ke
tepian pantai. Karena pernah mendapat piagam di Pramuka, saya cukup percaya diri untuk berenang,
namun berulang kali angin dan ombak membuat saya kelelahan. Saya tidak pernah berhenti berusaha,
namun ada waktunya ketika otot-otot saya tidak lagi dapat bergerak. Saya berdoa di dalam hati,
namun masih saja saya tenggelam. Ketika saya akan tenggelam mungkin untuk ter-akhir kalinya, Tuhan
mengilhamkan ke dalam pikiran serta hati saya suatu perasaan kasih yang dalam bagi orang yang
sangat istimewa. Seolah-olah saya dapat melihat dan mendengarnya. Walaupun dia jauh dari saya,
kasih itu melewati jarak yang jauh, serta menembus ruang dan waktu, menyelamatkan saya dari
kedalaman lautan—mengangkat saya dari kepedihan dan kematian serta membawa saya ke terang
dan kehidupan serta harapan. Dengan tenaga yang muncul tiba-tiba, saya berenang ke tepian, di mana
saya menemukan teman-teman sekapal saya. Jangan lagi meremehkan kekuatan kasih sejati, karena
kasih itu tidak mengenal rintangan. Apabila dipenuhi dengan kasih Allah, kita dapat melakukan dan
melihat serta memahami hal-hal yang sebaliknya tidak dapat kita lakukan atau pahami. Dengan
dipenuhi kasih-Nya, kita dapat menahan rasa sakit, mengurangi ketakutan, mengampuni dengan
bebas, menghindari pertentangan, memperbarui kekuatan, serta memberkati dan menolong sesama
dengan cara-cara yang mengagumkan bahkan kepada diri kita sendiri. Yesus Kristus penuh dengan
kasih yang tak terhingga sewaktu Dia menahan kepedihan, kelaliman, dan ketidakadilan yang tak
tertanggungkan bagi kita. Melalui kasih-Nya bagi kita, Dia bangkit mengatasi semua hal yang
merupakan rintangan yang tak mungkin dikalahkan. Kasih-Nya tidak mengenal rintangan. Dia
mengundang kita untuk mengikuti-Nya dan mengambil bagian dari kasih-Nya yang tak terbatas, agar
kita juga, dapat bangkit mengatasi kepedihan dan kelaliman serta ketidakadilan dari dunia ini dan
menolong, mengampuni, serta memberkati. Saya tahu Dia hidup, saya tahu Dia mengasihi kita. Saya
tahu kita dapat merasakan kasih-Nya di sini dan saat ini. Saya tahu suara-Nya adalah suara yang halus
dengan kelembutan sempurna, yang menembus sampai ke jiwa yang terdalam. Saya tahu Dia
tersenyum dan penuh dengan belas kasihan serta kasih. Saya tahu Dia penuh dengan kelembutan,
kebaikan hati, belas kasih, dan hasrat untuk menolong. Saya mengasihi Dia dengan sepenuh hati saya.
Saya bersaksi bahwa bila kita siap, kasih murni-Nya bergerak langsung melintasi ruang dan waktu,
menjangkau dan menyelamatkan kita, dari dosa, kepedihan, kematian atau dukacita dimana mungkin
kita terjebak di dalamnya, dan membawa kita ke terang dan kehidupan serta kasih kekekalan. Dalam
nama Yesus Kristus,