Anda di halaman 1dari 3

Selama bulan September ini, kita sebagai orang beriman diajak untuk lebih mendekatkan diri dengan sumber

kehidupan rohani kita, yakni Alkitab yang berisikan sabda Tuhan.


Kalau seorang anak akan mendengarkan orang tua nya, demikian pula sebagai umat Tuhan, kita harus
mendengarkan suara Tuhan.
Dengan tema yang diusung ini, kita pun diharapkan mampu untuk merenungkan setiap firman Tuhan.
Selain itu bukan hanya sampai pada pertemuan yang intens saja, melainkan harus mampu menjadi pelaku
firman Tuhan itu dalam kehidupan kita.
Keempat subtema itu direnungkan dalam proses katekese selama empat minggu yaitu :

Subtema pertemuan pertama adalah Allah Sumber Harapan untuk Menangkis Mentalitas Keagamaan Palsu (Am
5:4-6), pertemuan ini berisi ajakan untuk melakukan pertobatan melalui kesungguhan dalam mencari kehendak
Allah. Beribadah bukan dimaknai hanya sebagai kunjungan ke gereja, tetapi apakah hati kita benar-benar mencari
Tuhan, sumber kehidupan.
Hal yang patut kita renungkan, disaat kesesakan, apakah kita masih setia dengan Tuhan Allah kita, atau kita
kecewa dan mendambakan ilah ilah lain, sebagaimana ilah yang sesuai dengan selera kita.
Subtema pertemuan kedua adalah Allah Sumber Harapan untuk Melawan Ketidakadilan (Am 5:14-17), di sekitar
kita pastinya banyak ketidakadilan dari sistem, pemeritahan, maupun penguasa. Kita sebagai anak Allah diajak
untuk berani memilih keadilan dan bertindak seturut firman Allah untuk melawan ketidakadilan tersebut.
Hal yang patut kita renungkan, disaat kesesakan selama pandemi khususnya, banyak hal-hal yang baik terjadi,
demikian juga hal-hal yang jahat. Ada rasa dan perlakuan yang tidak adil menurut takaran kita.
Dalam situasi seperti itu, masihkah kita mampu untuk mencari yang baik dan membenci yang jahat, guna
menegakkan keadilan dalam hidup harian kita dan memunculkan semangat solidaritas diantara kita.

Pertemuan ketiga dengan subtema Allah Sumber Harapan karena Kasih SetiaNya (Hos 6:1-8), dimana kita diajak
untuk lebih mendalami iman bahwa Allah penuh kasih setia. Dari kasih-Nya itulah kita dapat belajar untuk
meningkatkan solidaritas, saling peduli dan mengasihi satu sama lain.
Hal yang patut kita renungkan, disaat kesesakan, apakah kesetiaan kita pada Allah menjadi luntur, dan hilang
harapan atau justru kita dikuatkan dan disadarkan bahwa Kasih-Nya senantiasa menyertai kita.

Apakah kita menyadari bahwa Allah hadir dalam dan melalui berbagai cara, termasuk dalam bentuk solidaritas
yang terbangun di antara kita.

Pertemuan keempat dengan subtema Allah Sumber Harapan karena KerahimanNya (Hos 11:1-11), banyak hal yang
terjadi dalam hidup yang membuat kita jauh dari Allah, namun Allah tidak pernah meninggakan umat-Nya. Ia yang
seperti terdiam dan jauh sesungguhnya sedang menarik kita dalam kerahiman-Nya menuju kebebasan sejati dan
kembali masuk dalam perlindungan-Nya.
Kata rahim berasal dari kata “rahamim” ada kaitannya dengan kata “rehem” yang artinya “rahim atau kandungan”.
Dengan demikian, rahamim (terj: kerahiman) adalah sifat kasih Allah yang serupa dengan sifat rahim seorang ibu.
Seperti rahim yang “melindungi, menghidupi, menghangatkan, memberi pertumbuhan, menjaga, menerima tanpa
syarat, membawa kemana-mana”, demikian pula kasih Allah terhadap umat manusia. Dengan kerahiman-Nya,
Allah melindungi, menghidupi, menghangatkan, memberi pertumbuhan, menjaga, menerima tanpa syarat,
membawa kemana-mana. Seperti janin tidak dapat hidup dan berkembang tanpa rahim ibu, demikian pula
manusia tidak akan dapat hidup tanpa kasih kerahiman dari Allah. Kata lain untuk menyebut kerahiman adalah
“belas kasih”.
Belas kasih Allah diperhitungkan di tengah fakta kebangkrutan moral dan rohani manusia. Seolah-olah tidak ada
apapun dalam kehidupan kita yang dapat kita andalkan untuk mendapatkan pengampunan, keselamatan, dan
pembaruan hidup dari Allah.
Dalam kondisi tanpa harapan itulah belas kasih atau kerahiman Allah mutlak dibutuhkan agar manusia dapat
dipandang layak untuk menerima anugerah keselamatan.
Bisa jadi kita terfokus pada diri kita sendiri dan tidak melihat penyelenggaraan Tuhan yang berbelas kasih.

Sementara Sabda Tuhan telah menjanjikan “Aku tidak datang untuk menghanguskan,” Ia juga pasti hadir dalam
masa sulit ini untuk menyelamatkan kita dan mengantar kita kearah yang lebih baik dan lebih membangun.

Paus Fransiskus menyinggung pentingnya harapan. Paus Fransiskus mendesak umat beriman untuk tidak pernah
kehilangan harapan: “Keinginan saya adalah jangan kehilangan harapan. Harapan yang nyata tidak pernah
mengecewakan.
Bagi orang yg selalu merasa berdosa dan seperti nya dikejar-kejar rasa bersalah. Maka kerahiman Allah adalah
sumber harapan.
SEBUAH harapan membuat kita tak lagi ragu.
Sebuah harapan akan membuat kita selalu sabar menunggu.
Sebuah harapan membuat kita sadar kasihNya.
Sebuah harapan memampukan kita tersenyum.

Setiap orang memerlukan pengharapan. Pengharapan terkait dengan sumber-sumber pertolongan yang ada.
Sebenarnya tidak salah berharap pada pertolongan tertentu sepanjang tidak menggantikan kedudukan Tuhan atau
melanggar perinsip kebenaran firman-Nya.
Bacaan : Hosea 11:1-11
Setahun: Efesus 4-6
Nats: Aku tidak akan melaksanakan murka- Ku yang bernyala-nyala itu, tidak akan membinasakan Efraim kembali.
Sebab Aku ini Allah dan bukan manusia, Yang Kudus di tengah-tengahmu, dan Aku tidak datang untuk
menghanguskan. (Hosea 11:9)

Renungan:

KASIH MENGALAHKAN KEDEGILAN

Dalam sejarah perjalanan bangsa Israel tidak terhitung betapa besar kasih Allah atas mereka. Sejak mereka masih
berada di Mesir, keluar dari Mesir, selama dalam perjalanan, sampai ke tanah Kanaan, kemudian semakin besar
jumlahnya dan semakin tersebar. Walau berulang kali mereka berbuat dosa menjauh dari Allah, namun Allah
menarik mereka kembali, dengan hukuman dan pengampunan. Walau mereka berulang kali meninggalkan Allah
dan berhenti meninggikan nama-Nya, namun kasih Allah pada bangsa Israel selalu mengalahkan kedegilan mereka.

Allah itu panjang sabar dan berlimpah kasih setianya, Ia senantiasa memberi kesempatan kepada kita untuk
kembali bertobat. Walau banyak dosa dan kesalahan kita yang mendukakan hati-Nya, kasih Allah tidak akan
pernah habis untuk hidup kita. Namun Ia tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Ia tetap akan tegas jika hal itu
sudah menyangkut dosa dan menjauhkan kita dari kehendak-Nya.

Pancaran kasih Allah yang telah mengalahkan kedegilan kita harusnya membuka hati dan pikiran kita untuk hidup
lebih bersyukur dan mengasihi-Nya. Allah yang kita sembah adalah Allah yang kasih dan pengampunan-Nya tidak
berkesudahan. Kerahiman Nya akan selalu menarik hati kita kembali pada-Nya untuk segera menerima pemulihan.
Tidak hanya sampai di situ, Allah juga ingin agar kita semakin taat dan juga mampu membagikan kasih dan
pengampunan yang telah kita peroleh dengan tulus kepada siapa saja. --JSH/www.renunganharian.net

BUKALAH HATI PADA ALLAH AGAR KITA MENJADI SEPERTI YANG IA INGINKAN DAN KITA DIMAMPUKAN
MENGASIHI DENGAN SETULUS HATI.

Penggunaan kata "anak-Ku" (1) mengingatkan kita pada sifat dan sikap orang tua terhadap anaknya. Orang tua
pasti dengan sabar mengajari anaknya berjalan. Ia menimang, menggendong, mendidik, dan mengasuhnya hingga
remaja. Kadang, ia memang marah dan kesal melihat tingkah laku anak yang menentangnya. Namun, setelah itu, ia
akan memeluk anaknya dan mengasihinya kembali. Walau kesal dan marah, hati orang tua selalu berbalik kepada
anaknya. Orang tua pasti gigih dalam bekerja dan berdoa demi mencukupi kebutuhan anaknya.

Apalagi Tuhan! Sebagai Pencipta dan pemilik umat-Nya, Ia setia dan gigih bagi kita. Cinta-Nya lebih kuat daripada
kekesalan hati-Nya. Kesabaran-Nya lebih kuat daripada kemarahan-Nya. Dia selalu merindukan umat yang dikasihi
untuk dipanggil dan dipilih-Nya. Dia selalu mengikatkan diri dengan umat-Nya dalam kesetiaan dan kasih.

Cobalah selami perasaan Tuhan saat kita melakukan hal yang mengecewakan-Nya! Cobalah rasakan getar hati
Tuhan saat kita tidak mau insaf! Rasakanlah kesabaran-Nya saat Allah menahan kekesalan hati-Nya dan
menanggapi tingkah pemberontakan kita! Rasakan juga cinta, belas kasih, kesetiaan, dan sukacita-Nya ketika Dia
berkenan mengampuni kita! Saat kita mampu mengenakan semua perasaan itu di dalam diri kita, maka kita akan
mampu mengasihi Allah dan bersyukur atas kasih-Nya.

Anda mungkin juga menyukai