Anda di halaman 1dari 3

Hampir kebanyakan konflik mempunyai satu tema yang serupa, yaitu bahwa kita merasa

pasangan kita tidak lagi seperti yang kita harapkan atau dengan kata lain kalau saya gunakan
satu kalimat kita berkta: "Engkau tidak hidup seperti yang aku harapkan."

Yang seharusnya dikomunikasikan untuk mengurangi tingkat konflik:

a. Seyogyanya sebelum menikah, suami dan istri mulai membicarakan apa-apa yang diharapkan,
sehingga harapan-harapan itu dikomunikasikan dan mulai untuk dicoba dipenuhi, kalau tidak
bisa dipenuhi ya akan dicoba disesuaikan atau dikompromikan.

Ada dua jenis harapan :

a. Harapan muncul dari yang disebut idealisme. Kita membawa harapan yang bersumber dari
hal-hal yang kita memang semestinya kita dapati atau temukan dalam pernikahan. Contoh
idealisme:

 Kita berkata seharusnya seorang suami berlaku seperti ini atau kita berkata seharusnya
seorang istri bersikap seperti ini, ini adalah idealisme kita tentang apa yang seharusnya
menjadi perilaku perbuatan atau sikap seorang suami atau istri.

 Konflik seharusnya diselesaikan malam ini juga

 Atau seharusnya anak-anak kita jadi anak yang membuahkan harapan.

b. Kebutuhan, kebutuhan-kebutuhan emosional yang kita miliki sebetulnya memerlukan


pemenuhan. Kita ingin dikasihi, ingin merasa dihargai atau kita ingin merasa penting, bisa
melakukan atau memberikan sumbangsih kepada pasangan kita. Nah semua ini adalah
kebutuhan-kebutuhan yang kita bawa, jadi misalnya munculnya dalam bentuk kata-kata
seperti misalnya seharusnyalah engkau tidak melukaiku.

Untuk mengatasi konflik yang sudah benar-benar muncul dalam hubungan suami-istri adalah
sbb:

a. Kita mesti menyadari bahwa konflik terjadi tatkala harapan berubah menjadi tuntutan. Maksud
saya kita mesti mempelajari atau menyadari anatomi konflik itu sendiri. Yang jadi metode
penyelesaiannya adalah Galatia 6:1, "Saudara-saudara kalaupun seorang kedapatan
melakukan pelanggaran maka kamu yang rohani harus memimpin orang itu ke jalan yang
benar dalam roh yang lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri supaya kamu juga jangan
kena pencobaan."
Saya mau menerapkan konsep ini ke dalam keluarga, jadi maksud saya adalah pasangan kita
atau anak kita bisa jatuh, bisa gagal memenuhi tuntutan kita. Nah apa yang perlu kita lakukan
sewaktu kita menemukan pasangan atau anak kita bisa jatuh:

 Tuhan meminta kita harus memimpin orang itu ke jalan yang benar, istilah medisnya
merestorasi, memulihkan atau mengembalikan ke keadaan semula. Tuhan meminta kita untuk
meluruskan orang yang gagal hidupnya sesuatu dengan harapan yang kita minta darinya.
 Tuhan memberikan syaratnya, siapa yang boleh memimpin orang ke jalan yang benar. Tuhan
berkata orang yang rohani, Galatia 5:22,23 yaitu orang yang mempunyai buah Roh misalnya
kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,
kelemahlembutan dan penguasaan diri serta ay. 25 "Jika kita hidup oleh Roh baiklah hidup
kita juga dipimpin oleh Roh." Jadi orang yang rohani adalah orang yang hidupnya dipimpin
oleh Roh.

Di Matius 18:21-22 dicatat percakapan antara Petrus dan Tuhan Yesus. "Kemudian datanglah
Petrus dan berkata kepada Yesus:: ""Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni
saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya:
"Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh
kali. " Bagaimanakah mungkin kita mengampuni orang sebanyak itu yang secara tidak langsung
berarti, tanpa batas?
Rintangan untuk Mengampuni
1. Kita memiliki kodrat keadilan dan sebagai makhluk yang dianugerahkan kodrat keadilan, kita
terdorong untuk menuntut balas tatkala kita dirugikan. Kita ingin menghukum perbuatan salah itu
dengan ganjaran yang menurut kita setimpal dengan tindakannya.
2. Kita adalah makhluk emosional yang dapat merasakan sakit dan marah-dua elemen yang
menyulitkan kita untuk mengampuni. Tatkala sakit dan marah, kita terdorong melampiaskan emosi
yang kuat itu dalam bentuk pembalasan. Tindak balasan cenderung menyurutkan intensitas marah
dan sakit yang kita rasakan.
Menerapkan Matius 18
1. Mengampuni seseorang lebih dari sekali hanyalah dimungkinkan bila kita memandang
perbuatannya satu per satu. Kecenderungan kita adalah menyamaratakan satu perbuatan salah
dengan perbuatan-perbuatannya yang lain dan mengaitkan satu perbuatan dengan pribadi orang
secara keseluruhan. Menyamaratakan adalah kodrat alamiah manusia untuk melindungi dirinya
dari kerugian. Dengan kata lain, menyamaratakan merupakan perisai dan mengampuni lebih dari
sekali menuntut kita untuk meletakkan perisai manusiawi ini.
2. Mengampuni berulang kali melawan kodrat manusiawi kita dan hanya dimungkinkan bila kita hidup
di dalam Tuhan sebab mengampuni berulang kali sesungguhnya adalah kodrat ilahi. Jadi,
mengampuni berulang kali hanya dimungkinkan jika kita hidup dekat dengan Tuhan karena hanya
dekat dengan Tuhanlah kuasa-Nya baru dapat mengalir masuk ke dalam diri kita dan
memampukan kita melakukan sesuatu yang ilahi seperti mengampuni ini. "Tinggallah di dalam Aku
dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri kalau ia
tidak tinggal pada pokok anggur demikian juga kamu tidak berbuah jikalau kamu tidak tinggal di
dalam Aku." Yohanes 15:4
3. Mengampuni berulang kali hanya dimungkinkan jika kita mempercayai Tuhan untuk melindungi
dan memelihara hidup kita sepenuhnya. Pada dasarnya mengampuni merupakan masalah iman:
Apakah kita cukup beriman untuk menyandarkan hidup pada tangan Tuhan ataukah kita bersandar
pada kekuatan sendiri?
A. PASTORIUM
Jl. Taman Dieng III/16, Malang - 65146
Telp./Fax. (0341) 561498
e-mail : pastorium@gmail.com

Para konselor:

1. Heman Elia, M.Psi. -- (konseling keluarga & pria)


2. Esther Tjahja, M.A.in Counselling --(konseling anak)
3. Shelfie Tjong, M.K. --(konseling remaja/pemuda, wanita, lansia)
4. Pdt. Dr. Daniel Tanusaputra -- (konseling keluarga & pria)
5. Pdt. Dr. Paul Gunadi (konseling keluarga)
6. Ferry Hartanti, SH.,M.K. (konseling anak – orang tua)
7. Ev. Carolina Soputri, M.K. (konseling mahasiswa dan dewasa)

Anda mungkin juga menyukai