Anda di halaman 1dari 83

MENGGAGAS INTERKONEKSI ANTAR JALUR PENDIDIKAN:

SINERGI PENDIDIKAN SEKOLAH DAN PENDIDIKAN LUAR


SEKOLAH DALAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh: Prof. Dr. Supriyono, M.Pd.

Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah

pada Fakultas Ilmu Pendidikan

Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Negeri Malang

tanggal 10 Oktober 2012

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS NEGERI MALANG (UM)
2012
MENGGAGAS INTERKONEKSI ANTAR JALUR PENDIDIKAN:

SINERGI PENDIDIKAN SEKOLAH DAN PENDIDIKAN LUAR


SEKOLAH DALAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh: Prof. Dr. Supriyono, M.Pd.

Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar Sekolah

pada Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Malang (UM)

MENGGAGAS INTERKONEKSI ANTAR JALUR PENDIDIKAN:

SINERGI PENDIDIKAN SEKOLAH DAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH


DALAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN NASIONAL

Yth. Bapak Rektor selaku Ketua Senat Universitas Negeri Malang

Yth. Para Anggota Senat, Ketua dan Para Anggota Komisi Guru Besar Universitas Negeri
Malang

Yth. Para Pejabat Struktural Universitas Negeri Malang

Yth. Rekan dosen, tenaga fungsional, dan mahasiswa Universitas Negeri Malang

Yth. Para undangan serta hadirin yang berbahagia

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Assalmu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah nikmat, sempat, dan
segala karuniaNya yang sungguh tiada terhingga, sehingga salah satunya berupa kesehatan
dan kesempatan bagi saya sekeluarga, khususnya kebahagiaan pada hari ini. Bersyukur
pula saya pada hari ini masih diberi kesempatan dan mendapat kehormatan untuk
menyampaikan pidato pengukuhan saya sebagai Guru Besar dalam bidang Pendidikan
Luar Sekolah di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Namun demikian, pengukuhan guru besar ini saya rasakan sebagai suatu beban
berat yang harus saya tunaikan untuk memenuhi sebuah proses inisiasi yang mungkin telah
berkembang menjadi tradisi. Untuk memperingan beban itu sampai-sampai saya terpaksa
mengutip pengantar pidato pengukuhan guru Guru Besar saya, Prof. H.M. Saleh Marzuki
ketika memberikan pengantar pada pidato pengukuhan guru besar beliau tanggal 29 Maret
2005. Dikatakan bahwa pidato pengukuhan guru besar adalah proses inisiasi yang telah
berkembang menjadi tradisi. Seseorang yang telah melampaui suatu tahap tertentu dalam
hidupnya perlu memperoleh pengakuan khalayak, untuk jabatan guru besar harus
melakukan pidato pengukuhan. Jika tradisi ini semakin menguat maka akan menjadi adat
kebiasaan, yang apabila tidak dilakukan akan mendapat sanksi sosial dari komunitasnya,
yaitu komunitas akademik. Sebelum saya dikenai sanksi adat tersebut saya memberanikan
diri untuk berpidato pada hari ini. Demikianlah pengantar yang menjadi motivator saya
sehingga “komawani” menggelar pidato.

Namun demikian ada yang menjadi catatan saya yakni bahwa pengukuhan ini sama
sekali tidak saya maksudkan untuk memperoleh pengakuan khalayak bahwa saya patut
menyandang jabatan guru besar, bukan demikian. Terus terang pidato ini saya lakukan
lebih didorong oleh alasan kedua, yakni agar saya tidak mendapat sanksi adat dari
masyarakat adat di perguruan tinggi, khususnya dari ketua adat yang terhormat Bapak
Rektor dan tetua adat yang terhormat Bapak Ketua Komisi Guru Besar.

Lebih lanjut, melalui pidato pengukuhan ini saya berharap mudah-mudahan ada
butir-butir manfaat yang bisa dipetik oleh para pengambil keputusan maupun oleh pihak

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
lain yang ingin membangun masyarakat melalui dunia pendidikan secara lebih baik. Saya
ingin mengajak kita semua untuk memahami pendidikan secara komprehensif dengan
berbagai masalah yang dihadapi. Kita perlu menyadari bahwa pendidikan adalah satu-
satunya jalan arteri atau tulang punggung (back bone) bagi terciptanya sosok manusia dan
tatanan masyarakat yang baik sebagaimana yang dicita-citakan setiap insan, setiap
keluarga, setiap masyarakat, dan setiap bangsa, serta segenap bangsa di dunia yang masih
menginginkan terwujudnya nilai-nilai kenabian (prophet values).

Pendidikan saja memang bukan pancia atau obat mujarab yang mampu
menyembuhkan segala sakit tetapi tanpa pendidikan sudah dapat dipastikan tidak akan ada
pertumbuhan kualitas hidup. Orang boleh kaya tetapi kualitas hidup tidak berjalan searah
dengan kekayaan seseorang. Orang boleh taat hukum dan tercipta masyarakat tertib, aman,
dan damai; tetapi jika tanpa melalui proses pendidikan penyadaran maka ketaatan,
ketertiban, keamanan, dan kedamaian semu, mekanistis, rapuh, temporer, dan potensial
munculnya situasi chaos dan anarkhis. Orang boleh berbudaya, berseni, berpolitik,
berkuasa, dan berteknologi canggih; tetapi tanpa pendidikan bentuk dan arah kebudayaan,
kesenian, politik dan kekuasaan, dan teknologi yang diterapkan bisa jadi membawa umat
manusia ke arah yang destruktif menuju kehancuran dan kebinasaan. Pendidikan bukan
melulu alat untuk sesuatu, pendidikan adalah tujuan itu sendiri.

Setiap preskripsi dan diskripsi tentang prototipe manusia sempurna (insan kamil)
dan masyarakat ideal (good community) senantiasa menghajatkan pembentukan
kepribadian seseorang agar memiliki kualitas hidup yang baik yang menyangkut
perubahan tingkah laku, pertumbuhan dan pengembangan diri yang tidak lain adalah tugas
pendidikan. Dalam berbagai kesempatan diskusi kolegial, guru saya yang lain, yang belum
profesor tetapi sudah saya sebut sebagai guru besar yakni Bapak Dr. Sanapiah Saleh
Faisal, mengintrodusir sebuah teori tentang Teori Pendidikan Prophetik. Inti pemikirannya
bahwa tugas pendidikan adalah sama dan sebangun dengan tugas kenabian, yakni
memperbaiki kualitas hidup dan kehidupan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan
dengan segala predikat potensi kesempurnaannya.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Namun, sayangnya sampai saat ini rasanya kita belum bisa menunjuk atau
memberikan jawaban secara pasti terhadap pertanyaan-pertanyaan sekitar pendidikan yang
mana, pendidikan seperti apa, dan pendidikan yang bagaimana yang dimaksud dan yang
mampu membawa terbentuknya manusia sempurna dan tatanan masyarakat ideal
sebagaimana yang diinginkan tadi. Sebagian besar jawaban atas model pendidikan yang
pernah ditawarkan masih bersifat tekstual dan parsial. Sampai hari ini pencarian sosok
ideal sistem pendidikan itu masih terus dilakukan oleh bangsa Indonesia.

Dalam kesempatan yang baik ini saya hendak menyampaikan sebuah pemikiran
tentang aktualisasi filosofi pendidikan dan belajar sepanjang hayat atau pendidikan dan
belajar seumur hidup yang telah lama diadopsi dalam sistem pendidikan nasional namun
belum sepenuhnya mampu diwujudkan dalam tata kelola sistem pendidikan nasional itu
sendiri. Pemikiran ini saya beri judul: Interkoneksi antar Jalur Pendidikan: Sinergi
Pendidikan Sekolah dan Pendidikan Luar Sekolah dalam Pembangunan Pendidikan
Nasional.

A. PENDAHULUAN
Hadirin yang saya hormati,

Tujuan Negara Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan
bangsa, memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pernyataan ini amat
terkait dengan pendidikan. Pentingnya pendidikan bagi seluruh warga Negara diamanatkan
dalam batang tubuh UUD 1945, Pasal 28 b ayat (1) menyatakan setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan
pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia, dan Pasal
1 ayat (1) menyatakan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Pendidikan merupakan salah satu pilar terpenting dalam meningkatkan kualitas
manusia. Oleh karena itu pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin
pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan dalam menghadapi tantangan nasional dan
global. Demikian pula pembangunan pendidikan nasional harus mempertimbangkan
kesepakatan internasional seperti Pendidikan untuk Semua (Education for All), Konvensi
Hak Anak (Convention on the Right of Child) dan Tujuan Pembangunan Milenium
(Millenium Development Goals) serta Pertemuan Tingkat Dunia untuk Pembangunan
Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development) yang secara jelas menekankan
pentingnya pendidikan sebagai salah satu cara untuk penanggulangan kemiskinan,
peningkatan keadilan dan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai dan keberagaraman
budaya, serta peningkatan keadilan sosial.

Pendidikan berfungsi untuk mengembangkan diri bagi pemenuhan kebutuhan


hidup, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya
demi meningkatkan kualitas kehidupan. Untuk mewujudkan hal ini butuh proses yang
panjang dan penjadian yang tiada akhir (the endless journey). Itulah mengapa bangsa
Indonesia demikian cepat dan mudah mengadopsi pemikiran tentang pendidikan sepanjang
hayat dan belajar sepanjang hayat (long life education and long life learning) dalam sistem
pendidikannya. Belajar dan pendidikan sepanjang hayat bukan sekedar moto dan slogan,
akan tetapi sudah merupakan bidang kajian akademik dan landasan penyelenggaraan
pendidikan internasional yang telah dikukuhkan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa. Konsep
pendidikan yang awalnya digagas oleh Edgar Faure itu kini sudah menjadi komitmen
seluruh negara di dunia dan eksistensinya dipertegas melalui Deklarasi Pendidikan untuk
Semua/Education for All (IDRC,1990). Secara konseptual, Pendidikan Seumur Hidup
adalah suatu falsafah penyelenggaraan pendidikan yang memberikan semangat kepada
semua orang agar terus belajar, tanpa terkendala usia dan sumber daya yang dimiliki, serta
tidak dibatasi oleh demensi ruang dan waktu (Croopley, 1987). Semua orang berhak
belajar dan berkembang melalui pendidikan, dan pada saat itu juga semua negara harus
memberikan peluang yang seluas-luasnya kepada bangsanya untuk belajar dan
memperoleh pendidikan.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Landasan filosofis ini telah merubah pandangan hidup manusia tentang belajar,
yang semula cenderung terjebak pada keterbatasan mainstream sistem pendidikan formal
di persekolahan, menjadi tidak terbatas hanya pada persekolahan. Pemahaman masyarakat
yang meletakkan sekolah sebagai satu-satuanya lembaga pendidikan (on schooling alone)
harus diubah ke arah terbentuknya kepercayaan terhadap sistem belajar seumur hidup
(reliance on lifelong learning system). Sikap masyarakat yang tidak respek dan tidak acuh
terhadap pendidikan (uncaring and cold) harus diubah ke arah sikap penuh perhatian dan
saling berbagi (caring and sharing) (Unesco,1995:21).

Untuk mewujudkan prinsip belajar dan pendidikan seumur hidup, peran pendidikan
anak usia dini, jalur pendidikan nonformal dan informal sangatlah strategis. Hal demikian
juga telah disadari dalam membangun sistem pendidikan nasional di Indonesia. Pendidikan
diselenggarakan atas jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Ketiga jalur
pendidikan itu diselenggarakan untuk melayani semua warga negara berdasarkan pada
prinsip pendidikan sepanjang hayat menuju terbentuknya manusia Indonesia yang
berkualitas.

Pendidikan Nasional Indonesia berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (Pasal 3 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional).

Sejak semula telah disadarari oleh para pendiri bangsa ini bahwa sistem pedidikan
di Indonesia terdiri atas beberapa jalur yang saling mengisi, yaitu jalur pendidikan sekolah
dan jalur pendidikan luar sekolah atau juga disebut sebagai jalur pendidikan formal,
pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Pada masa berlakunya Undang-undang
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebut adanya dua jalur
pendidikan, yaitu: jalur sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Dalam bahasa yang
berbeda, namun dengan kandungan makna yang sama, Undang-undang Nomor 20 Tahun

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebut adanya tiga jalur pendidikan, yaitu:
pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Bahkan jauh sebelum
itu, Ki Hajar Dewantara (1956) telah memikirkan bahwa ada tiga tempat berlangsungnya
pendidikan yang disebut sebagai Tri Pusat Pendidikan, yaitu alam keluarga, alam sekolah,
dan alam kepemudaan. Pusat pendidikan di alam kepemudaan itulah hakekat dari
pengakuan adanya peristiwa pendidikan secara informal dan nonformal di masyarakat.
Pada prinsipnya pilar pendidikan alam kepemudaan (menurut Ki Hajar Dewantara), jalur
pendidikan luar sekolah (menurut UU No. 2 tahun 1989), dan jalur pendidikan nonformal
(menurut UU Nomor 20 tahun 2003) menunjuk pada substansi yang sama yaitu kebutuhan
bangsa Indonesia akan layanan pendidikan sistematis di luar sistem persekolahan.

Setelah sekian lama dibangun dan dimodifikasi sesuai dengan perkembangan


kebutuhan dan perkembangan lokal, regional, nasional, dan internasional; maka sistem
pendidikan nasional dari sisi kelembagaan dapat digambarkan sebagai bagan berikut.

Bagan 2: Peta Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia Tahun 2012

(Dimodifikasi dari Supriadi, 1997 dan Mestoko, 1986)

U SEKOLAH LUAR SEKOLAH


M
U Ta- Satuan-satuan dan Forum
Jenjang Satuan Prodi
R hun Belajar

... ... Pendidikan Berkelanjutan bagi Orang Dewasa melalui:

… .... U P S3 Penataran/Up
/ grading
… ... n S o BERBAGAI
Sp FORUM Kursus dinas
27 21 Pendi- i e l 2 BELAJAR
DAN PEM- Pelatihan
26 20 dikan v k I i

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
25 19 Tinggi e n A S2 BELAJARA Diklat
N PLS:
24 18 r T s k T Sp Kursus
1
23 17 s i t a e Pondok pesantren

22 16 i n i d k Kelompok belajar
D4
(kejar, klompen-
21 15 t g t e n S1 D3 Universi capir, KSM,

a g u m i Pokmas, dsb.)
20 14 D2 tas Ter
s i t i k buka Magang
19 13 D1
Korespondensi
18 12 Pendi- S S M S SMU Program
LB Les Privat
17 11 dikan M M A/ M Paket C
K Home schooling
16 10 Menengah U K Kd
Taman Pendidikan
15 9 SM Program
PL Pola Pembelajaran
14 8 SL MTs B Paket B
alamiah lainnya
13 7 TP
- kelompok hoby
12 6 Pendidik- S
-padepokan/sanggar
11 5 an Dasar L
-dsb
10 4 SD MI B SD Program

9 3 LB Paket A

8 2

7 1

6 Pendidika OA KB,
n
5 Prasekolah OB TPA& SKS

3 PENDIDIKAN KELUARGA, PENDIDIKAN ANAK USIA DINI, DAN PIF

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
2 LAINNYA

B. ARTIKULASI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (PAUDNI)

Hampir semua literatur yang membahas peristiwa, praktik, kebijakan, program, dan
satuan pendidikan yang terjadi di samping sistem persekolahan dominan berisi konsepsi
pendidikan nonformal, sehingga terjadi keruwetan (doubfull) dalam mempersepsi dan
memaknai pendidikan luar sekolah dan pendidikan nonformal. Miskonsepsi tentang
pendidikan luar sekolah tersebut terjadi karena titik pandang (point of view) yang berbeda.
Titik pandang akademisi dari perguruan tinggi atau dari lembaga penelitian dan
pengembangan tentu dari sudut pandang keilmuan atau kajian akademik yang luas
lingkupnya dan bersifat divergen. Titik pandang para pemangku pengambil kebijakan
pendidikan tentu dari sudut pandang peraturan perundangan dan pelayanan publik. Titik
pandang pengelola, penyelenggara, dan praktisi pendidikan tentu dari sudut pandang teori,
konsepsi, prinsip, dan panduan penyelenggaraan lembaga dan program pendidikan secara
praktis.

Dalam pandangan awam, bahkan pada sebagian kalangan akademisi pendidikan,


praktisi, maupun pengambil kebijakan bidang pendidikan tidak memiliki pengertian yang
sama tentang pendidikan luar sekolah. Pendidikan luar sekolah telah memiliki artikulasi,
pemaknaan, nilai, bahkan telah berkembang menjadi sebuah pranata dalam kehidupan
bermasyarakat. Pendidikan luar sekolah seringkali dipertukar-artikan dengan konsep-
konsep yang memang saling berhubungan, beririsan, dan/atau memiliki kesamaan makna,
yaitu pendidikan nonformal, pendidikan masyarakat (community education), pembelajaran
masyarakat (community learning), masyarakat belajar (learning community), pendidikan
berkelanjutan (continuing education), pendidikan masa (mass education), penyuluhan
pembangunan, penyuluhan masyarakat, pendidikan orang dewasa (POD), pendidikan dasar

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
bagi orang dewasa, perubahan sosial, pembangunan masyarakat, pengorganisasian
masyarakat, dan banyak lagi terminologi sejenis yang menunjuk pada substansi pendidikan
nonformal. Masing-masing istilah tersebut memiliki makna dan relevansinya sesuai
dengan program pendidikan yang dimaksudkan, termasuk pendidikan luar sekolah itu
sendiri. Ada terminologi yang terikat dengan satuan pendidikan, term perundangan, term
kebijakan, peristiwa pendidikan, setting tempat, sasaran didik, agensi pendidikan, tujuan
pendidikan/pembelajaran, dan yang paling sering terjadi adalah yang menunjuk pada
program pendidikan spesifik bagi orang dewasa atau kelompok masyarakat.

Mispersepsi dan duplikasi pemaknaan terhadap pendidikan luar sekolah telah lama
terjadi sebagaimana pernah ditulis oleh Apps (1979) tentang pendidikan berkelanjutan
yang maknanya juga dekat dengan pendidikan luar sekolah dan pendidikan nonformal.
Daftar istilah yang dikumpulkan oleh Apps (1979:60) untuk menunjukkan keberagaman
istilah yang terkait dengan pendidikan berkelanjutan (continuing education) sebagai salah
satu genre pendidikan nonformal dalam istilah aslinya yaitu: lifelong education, lifelong
learning, continuous learning, continuous education, continuing education, adult
education, adult learning, permanent education, postsecondary education, recurrent
education, informal education, nonformal study, andragogy, dan nontraditional study.
Bahkan Apps juga masih menambahkan cukup banyak istilah lain yang terkait dengan
program pendidikan berkelanjutan bagi orang dewasa yang dikenal di seluruh dunia, di
mana terdapat lebih dari dua puluh istilah yang terkait dengan pendidikan nonformal untuk
orang dewasa.

Pengertian dan pemaknaan terhadap pendidikan luar sekolah mengalami perubahan


konsep dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Pada
tahap awal kelahirannya, pendidikan luar sekolah di Indonesia identik dengan pendidikan
buta huruf dan pendidikan orang dewasa. Setelah filsafat pendidikan sepanjang hayat
diangkat pada tahun 1970an, makna dan cakupan pendidikan luar sekolah menjadi lebih
luas. Setelah beredarnya tulisan "The World Educational Crisis" oleh Phillips Coombs
(1984), pendidikan luar sekolah dianggap menjadi solusi terhadap keterbatasan pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
formal yang ternyata tidak memberikan dampak kepada pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan rakyat.

Bahkan pada tahun 2010 muncul terminologi baru yang makin memperkaya
khasanah peristilahan pendidikan luar sekolah yaitu PAUDNI (baca: paudni), singkatan
dari kata Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Nonformal, dan Pendidikan Informal.
Istilah paudni muncul pertama kali secara resmi dalam Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 67 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian
Negara, serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. Pada
Peraturan Presiden tersebut disebutkan bahwa salah satu direktorat jenderal yang ada di
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah Direktorat Jenderal Pendidikan Anak
Usia Dini Pendidikan Nonformal dan Informal, disingkat Ditjen PAUDNI. Sejak inilah
dikenal adanya istilah paudni dalam khasanah pendidikan di Indonesia.

Ditjen PAUDNI bertugas dan berfungsi menetapkan kebijakan dan program


pendidikan anak usia dini (paud), pendidikan masyarakat, kursus dan pelatihan, pendidik
dan tenaga kependidikan paudni, serta program pengkajian, pengembangan dan
pengendalian mutu pendidikan, serta program dukungan manajemen dan pelaksana teknis
lainnya. Kebijakan dan program Ditjen PAUDNI diarahkan untuk memenuhi tuntutan
peningkatan kualitas layanan dengan tetap berupaya terus mendorong ketersediaan dan
akses layanan pendidikan yang semakin luas.

Dengan demikian dapat dikatakan munculnya istilah paudni merupakan dimensi


kebijakan pendidikan yang ditujukan untuk memberikan dukungan manajemen dan
pelaksanaan program dan pembinaan satuan penyelenggara pada pendidikan anak usia
dini, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal; yang mana masing-masing
nomenklatur memiliki karakteristik yang berbeda; agar mampu memberikan sumbangan
efektif bagi upaya pencerdasan kehidupan bangsa.

Kebijakan manajemen tidak selalu seiring, searah, dan sebangun dengan dimensi
kajian konseptual teoritik pendidikan. Secara konseptual teoritik dan filosofis antara ke
tiga katagori program/satuan pendidikan yang tergabung dalam istilah paudni yaitu paud,

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
pendidikan nonformal, dan pendidikan informal mememiliki landasan berpijak yang
berbeda. Dengan demikian menyatukan tiga janis program/satuan pendidikan ini dalam
satu kesatuan pembahasan akan banyak mengalami kesulitan. Untuk memperoleh
pemahaman yang sedekat mungkin dengan konsep denotatifnya perlu diuraikan artikulasi,
substansi, dan signifikansi masing-masing nomenklatur itu secara terpisah.

Istilah paudni sering dikaitkan dengan istilah pendidikan luar sekolah (PLS),
pendidikan nonformal, dan pendidikan informal. Hal ini terjadi semata-mata karena sejak
diinisiasi pada tahun 1997 program paud secara kebijakan dan manajerial di Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan diurus oleh Direktorat Jenderal yang dahulu mengurus
pendidikan luar sekolah, yaitu Ditjen PLSPO (Pendidikan Luar Sekolah, Pemuda, dan
Olahraga), kemudian menjadi Ditjen PLSP (Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda),
kemudian menjadi Ditjen PNFI (Pendidikan Nonformal dan Pendidikan Informal), dan
akhirnya tahun 2010 menjadi Ditjen PAUDNI (Pendidikan Anak Uisia Dini, Pendidikan
Nonformal dan Pendidikan Informal). Pada tahun 2000 dibentuk direktorat khusus yang
mengurusi paud yaitu Direktorat PAUD.

Sebelumnya, sebelum istilah paudni dipakai telah digunakan istilah pendidikan luar
sekolah (PLS). Perubahan istilah ini pada dasarnya tidak merubah konten sehingga aspek-
aspek yang ada di dalamnya tetap sama. PAUDNI adalah kependekan dari pendidikan
anak usia dini (PAUD), pendidikan nonformal (PNF) dan pendidikan informal (PIF); yang
tidak lain adalah PLS plus.

Perubahan label untuk pendidikan nonschool ini juga terjadi ketika diundangkan
Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menjadi
Undang-undang oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada
tanggal 11 Juni 2003. Melalui undang-undang tersebut tidak lagi digunakan istilah PLS,
dan muncul istilah baru yaitu: pendidikan nonformal, pendidikan informal, dan pendidikan
formal. Meskipun tidak terlalu tepat makna dan sama arti, namun dapat dikatakan bahwa
PLS telah bermetamorfosa menjadi pendidikan nonformal dan pendidikan informal.
Dengan demikian terminologi paudni sama makna dan kandungan esensinya dengan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
pendidikan luar sekolah (PLS). Perubahan label untuk menamai medan garap pendidikan
di luar sistem persekolahan ini bukan hal yang pertama dan terakhir. Hal ini akan duraikan
pada bagian selanjutnya.

Pada masa sebelum lahirnya UU Nomor 20 Tahun 2003, yang berlaku adalah UU
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU No. 2 Tahun 1989
menyebut adanya dua jalur pendidikan, yaitu: jalur sekolah dan jalur pendidikan luar
sekolah (Pasal 10 ayat [1]). Dalam bahasa yang berbeda namun dengan kandungan makna
yang sama, UU Nomor 20 Tahun 2003 menyebut adanya tiga jalur pendidikan, yaitu:
pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal (pasal 26, ayat [1]).
Pada prinsipnya jalur pendidikan luar sekolah (menurut UU No. 2 tahun 1989) dan jalur
pendidikan nonformal dan pendidikan informal (menurut UU Nomor 20 tahun 2003)
menunjuk pada substansi yang sama yaitu kebutuhan bangsa Indonesia akan layanan
pendidikan sistematis di luar sistem persekolahan. Layanan pendidikan sistematis di luar
sistem persekolahan itulah yang bisa disebut sebagai pendidikan nonformal. Sedangkan
peristiwa pendidikan yang kurang sistematis dan tidak sistematis yang terjadi di luar
sistem persekolahan dimasukkan ke dalam kelompok jalur pendidikan informal.

Secara politis dan yuridis formal, kedudukan paudni sebagai pranata didukung oleh
Undang-undang (UU) Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 13
ayat (1) UU) Nomor 20 tahun 2003 tersebut menyebutkan bahwa jalur pendidikan di
Indonesia terdiri atas pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal
yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Selanjutnya pada pasal 26 (ayat 1)
disebutkan bahwa pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau
pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat [ayat
(1)]. Pendidikan informal diatur pada UU Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (13)
dan Pasal 27 ayat (1). Dalam Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional tersebut
pendidikan informal diartikan sebagai jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (Pasal 1;
ayat 13) yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri (pasal 27; ayat 1).

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Adapun penjelasan tentang paud diatur pada pasal 1 ayat (14) bahwa Pendidikan
anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Secara rinci diatur secara khusus pada
pasal 28 yang terdiri dari enam ayat, yaitu: (1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan
sebelum jenjang pendidikan dasar; (2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal; (3) Pendidikan anak usia
dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudhatul athfal
(RA), atau bentuk lain yang sederajat; (4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk
lain yang sederajat; (5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal
berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan;
dan (6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah. Berdasarkan ketentuan undang-undang Sistem Pendidikan Nasional itu, paud
merupakan program pendidikan yang terjadi pada tiga jalur sekaligus yaitu formal,
nonformal, dan informal. Dengan demikian paud bukan melulu perihal yang terkait secara
khusus dengan pendidikan luar sekolah.

Berdasarkan klasifikasi Apps (1979:64) ada dua bentuk kemungkinan peristiwa


belajar terjadi, yaitu apa yang disebut sebagai random learning dan planned learning.
Random learning adalah peristiwa dan hasil belajar yang tidak direncanakan, baik oleh si
pelajar (orang yang beraktivitas belajar) maupun oleh si pengajar (orang yang
membelajarkan orang lain) atau oleh salah satunya. Melalui berbagai peristiwa dan
pengalaman hidup sehari-hari yang bermacam-macam, seseorang dan masyarakat
mendapatkan banyak pelajaran (lesson learned) yang akhirnya mampu mengubah perilaku
mereka secara permanen. Adapun planned learning adalah peristiwa dan hasil belajar yang
secara sistematis, terancang, dan disengaja direkayasa atau memang diciptakan untuk
mengubah perilaku sasaran didik.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Klasifikasi ini sejalan dengan taksonomi Axinn (1976:22), di mana peristiwa
belajar dapat dilihat berdasarkan nirmana (perspective) kesengajaan peserta didik dan
sumber belajar atau pendidik. Apabila pada sebuah peristiwa belajar, si pelajar dan
pengajar keduanya sengaja mengadakan kegiatan belajar-mengajar di luar sistem
persekolahan, maka di situ peristiwa belajar nonformal terjadi sepanjang keseluruhan
proses pembelajaran yang dilakoninya itu terancang secara sistematis dan terkontrol.
Apabila salah satu pihak, si pelajar atau si pengajar tidak sengaja untuk belajar atau untuk
mengajar, namun melalui sebuah interaksi langsung atau secara tidak langsung terjadi
perubahan tingkah laku pada si pelajar, maka di situ telah terjadi peristiwa belajar secara
informal. Berikut ini diagram yang dibuat Axinn untuk menvisualisasikan anatomi sistem
pendidikan berdasarkan aspek kesengajaan belajar dan mengajar. Model ini telah
dimodifikasi untuk memberikan konteks pada situasi di Indonesia.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Nirmana
Pengajar
SENGAJA TIDAK SENGAJA

Nirmana Pelajar

A B
Pendidikan Formal

SENGAJA (Di Persekolahan) Pendidikan Informal


2

Pendidikan Nonformal (Belajar Swarah)

(Di Luar Sekolah)

C D
TIDAK SENGAJA

Pendididkan Informal Pendidikan Informal


1 3

(Pembelajaran (Belajar Secara


Informal) Kebetulan)

Keterangan: Wilayah berarsir adalah garapan PTK PAUDNI sebagai spesialisasi/


professional.

Gambar 2: Paradigma Jenis Sistem Belajar Masyarakat

(dimodifikasi dari Axinn, 1976:22)

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Melalui diagram tersebut mudah untuk dipahami bila format pendidikan nonformal
dan pendidikan informal terjadi pada setting yang spesifik di luar sistem pendidikan
formal. Meskipun diagram tersebut nampak sederhana, namun memiliki implikasi
substantif terhadap nilai-nilai, prinsip, dan aktualisasi praktis dalam penyelenggaraan
pembelajaran di tataran kebijakan dan praksis. Apa yang disebut pendidikan nonformal
adalah format pendidikan yang terjadi di luar sistem persekolahan yang terdesain
sepenuhnya oleh pihak pengajar (pendidik dan tenaga kependidikan) dan keterlibatan
pelajar sebagai subjek belajar dilakukan secara disadari sepenuhnya.

Sedangkan pendidik informal adalah format pendidikan yang terjadi di luar sistem
persekolahan dan program belajarnya tidak sepenuhnya terdisain, dengan tiga
kemungkinan varian yaitu: (1) program didisain oleh pihak pengajar (pendidikan informal
tipe 1), (2) program didisain oleh pihak pelajar sendiri (pendidikan informal tipe 2), dan
(3) program belajar tidak terdesain sama sekali baik oleh pengajar maupun oleh pelajar
(pendidikan informal tipe 3).

Pada kuadran A menunjukkan kegiatan belajar dan pembelajaran yang ditandai


dengan adanya unsur kesengajaan dari dua pihak, yaitu pihak pengajar yang sengaja
membelajarkan pelajar, dan pihak pelajar yang sengaja untuk belajar sesuatu dengan
bimbingan, pembelajaran dan pelatihan dari pengajar, maka kegiatan tersebut digolongkan
ke dalam pendidikan formal dan/atau pendidikan nonformal.

Pada kuadran B menunjukkan tentang pendidikan informal tipe 2. Apabila


kesengajaan itu hanya timbul dari pihak pelajar yang sengaja belajar sesuatu dengan
bimbingan seorang pendidik, sedangkan pihak pendidik tidak sengaja untuk membantu
peserta didik tersebut, maka kegiatan ini tergolong ke dalam belajar mandiri atau belajar
swa-arah. Kegiatan belajar ini muncul karena adanya keinginan dan motivasi dari diri
seseorang untuk belajar dan mengubah perilaku. Belajar mandiri adalah unik karena setiap
orang memiliki strategi yang berbeda-beda dalam melakukan kegiatan belajarnya. Secara
sukarela seseorang melakukan kegiatan belajar tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Bentuk-bentuk belajar mandiri menurut Suryadi (2011) dapat digolongkan sebagai berikut:

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
(1) Kegiatan belajar mandiri pasif. Contoh tipe belajar mandiri secara pasif misalnya:
melalui membaca, mengamati, dan menonton yang akibat dari kegiatan tersebut dapat
menumbuhkan pemahaman atau nilai-nilai tertentu pada dirinya.
(2) Kegiatan belajar mandiri aktif. Contoh tipe belajar mandiri aktif dapat dilakukan
seseorang melalui bertanya dan diskusi dengan orang yang memiliki pengetahuan atau
kecakapan yang lebih banyak, atau membaca berbagai buku tentang suatu keterampilan
atau kecakapan tertentu maupun tentang pendalaman kecakapan profesional.
Pada kuadran C menggambarkan varian pendidikan informal tipe 1 di mana ada
kesengajaan dari pihak pendidik (sumber belajar) untuk membantu atau mengarahkan
peserta didik tertentu guna memperoleh pengalaman belajar, sedangkan pihak peserta didik
tidak sengaja untuk belajar sesuatu dengan bantuan pendidik. Kegiatan belajar semacam
ini termasuk ke dalam kategori pendidikan informal tipe 1. Pendidikan informal tipe ini
dapat berbentuk perorangan, kolektif dan massal. (1) Pendidikan yang dilakukan secara
perorangan dapat terjadi dalam keluarga (pendidik alamiah). Peran orangtua dalam
keluarga adalah sebagai pendidik informal bagi anak-anak dan anggota keluarganya. (2)
Pendidikan informal dapat dilakukan secara kolektif yaitu melalui kegiatan-kegiatan
kelompok yang memiliki kepentingan bersama. Pendidikan informal secara kolektif ini
merupakan bentuk pemberdayaan masyarakat yang terselenggara karena diciptakan oleh
pemerintah atau agensi pendidikan masyarakat secara mandiri (pendidik semi profesional).

Contoh kegiatan pendidikan informal secara kolektif dapat berlangsung pada:


Kelompok Usaha Tani, Kelompok Pendengar Radio, Kelompok Pencinta Alam, Kelompok
Pedagang Kaki Lima, siaran radio tentang pertanian, kesehatan, keluarga berencana; iklan
layanan masyarakat maupun iklan komersial di media masa, dan sejenisnya. Kelompok
tersebut dapat belajar dengan saling belajar, saling memberikan informasi mengenai
sumber belajar yang dapat digunakan, saling tukar-menukar pengalaman, dan lain
sebagainya. (3) Pendidikan informal yang dilakukan secara massal (pendidik profesional).
Kegiatan ini merupakan salah satu bentuk dari pemberdayaan masyarakat yang melibatkan
berbagai institusi sosial, keagamaan, ekonomi, politik sebagai pendidik informal.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Pendidikan yang dilakukan secara massal dapat dilakukan melalui penyuluhan langsung
atau melalui media massa.

Pada kuadran D, menunjukkan tipe pendidikan informal tipe 3 di mana suatu


peristiwa belajar terjadi tanpa kesengajaan dari pihak pendidik dan peserta didik maka
kegiatan ini digolongkan ke dalam belajar secara kebetulan. Belajar yaitu perbuatan secara
wajar dan alamiah yang prosesnya tidak selalu memerlukan kehadiran pendidik (guru,
pelatih, pembimbing, pamong belajar, atau sebutan lain yang relevan dengan konteksnya).
Proses belajar yang demikian mungkin tidak disadari oleh seseorang atau kelompok bahwa
ia atau mereka telah atau sedang terlibat dalam kegiatan belajar mengajar. Sebagai ilustrasi
ketika seseorang sedang mengobrol ke sana ke mari di warung kopi, tanpa direncanakan
sebelumnya obrolan mengarah pada diskusi tentang cara-cara menyelesaikan seuatu
masalah, maka di antara peserta obrolan tersebut telah terjadi kegiatan belajar. Di samping
itu kegiatan belajar sepanjang hayat akan terwujud apabila terdapat dorongan pada diri
seseorang atau kelompok untuk memenuhi kebutuhan belajar dan untuk mencapai
kepuasan diri.

Perubahan akibat belajar dapat terjadi dalam berbagai bentuk perilaku, dari ranah
kognitif, afektif, dan atau psikomotor. Sifat perubahannya relatif permanen (bukan
perubahan bersifat sesaat), tidak akan kembali kepada keadaan semula. Perubahan terjadi
akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta
akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah. Perubahan akan lebih mudah terjadi bila
disertai adanya penguat, berupa ganjaran yang diterima - hadiah atau hukuman - sebagai
konsekuensi adanya perubahan perilaku tersebut. Perasaan bangga dalam diri karena dapat
mengerti dan paham akan apa yang di pelajari. Kegiatan belajar berlangsung sepanjang
hidup manusia karena untuk mempertahankan hidup dan memenuhi kebutuhan hidupnya.

Apabila konsepsi peristiwa belajar dan/atau pendidikan yang dikemukakan Apps


(1979) dikombinasikan dengan yang dikemukakan Axinn (1976) maka akan didapatkan
empat katagori. Katagori pertama adalah pendidikan formal dan pendidikan nonformal
yang sepenuhnya bersifat sebagai planned learning. Katagori ke dua adalah pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
informal tipe 1 di mana perencanaan program belajar dilakukan oleh pihak pengajar, di
mana tipe ini bisa disebut sebagai planned learning sekaligus dapat dikatakan sebagai
random learning. Katagori ke tiga adalah pendidikan informal tipe 2 di mana perencanaan
program belajar dilakukan oleh pihak pelajar sendiri, di mana tipe ini bisa juga disebut
sebagai planned learning sekaligus dapat dikatakan sebagai random learning. Katagori ke
empat adalah pendidikan informal tipe 3 di mana sepenuhnya tidak ada perencanaan
program belajar/pembelajaran.

Dengan demikian dapat dimaknai pula bahwa pendidikan formal dan pendidikan
nonformal sepenuhnya bersifat planned learning. Pendidikan informal tipe 3 sepenuhnya
bersifat random learning atau unplanned learning. Pendidikan informal tipe 1 bersifat
tentatif sebagai planned learning dari sudut pandang pengajar, namun bersifat random
learning dari sudut pandang pelajar. Sebaliknya pendidikan informal tipe 2 bersifat
planned learning dari sudut pandang pelajar, tetapi random learning dari sudut pandang
pengajar.

C. SIGNIFIKANSI PLS

Pendidikan anak usia dini, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal


(paudni) memiliki peran yang sangat penting dalam ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan nonformal dan pendidik informal khususnya memiliki peran yang penting
dalam sejarah pendidikan nasional di Indonesia, terutama dalam pemberantasan buta
aksara dan pendidikan bagi kaum yang kurang beruntung. Peran itu akan semakin penting
pada masa yang akan datang seiring dengan dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, terutama teknologi komunikasi, teknologi informasi, dan teknologi transportasi
yang mengakibatkan terjadinya globalisasi dunia. Salah satu peran pendidikan nonformal
dan pendidikan informal adalah mengembangkan dan memutakhirkan pengetahuan dan
kemampuan seseorang agar tetap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, baik sebagai pribadi, sebagai sumber daya manusia (tenaga kerja), maupun
sebagai warga negara, dan sebagai khalifah di muka bumi, sesuai dengan kaidah

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
pendidikan dan belajar seumur hidup. Sementara pendidikan anak usia dini diharapkan
berperan strategis dalam menyiapkan generasi penerus bangsa sepuluh sampai tiga puluh
tahun ke depan.

Segala bentuk dan praktek belajar yang berlangsung di luar sistem persekolahan,
baik berupa pembimbingan, pembelajaran maupun pelatihan, dapat dikatakan sebagai
praktek pendidikan luar sekolah. Para pemangku praktek, profesi PLS, pengambil
kebijakan, dan pemangku kajian PLS perlu memahami peta ini agar dapat mengarahkan
perhatiannya secara menyeluruh dan mendalam. Dalam posisi ini, setidaknya PLS dapat
diamati sebagai tiga hal yang saling terkait, yaitu: sebagai lahan garapan (field of practice),
sebagai bidang kajian (field of study), dan sebagai bidang pekerjaan (line of
work/profession). Bahkan ada yang menyatakan PLS sebagai sebuah pranata yang berisi
seperangkat komponen dan norma, aturan dan etika.

Memasuki wilayah garapan dan komunitas PLS maka seseorang perlu memahami
terlebih dahulu nilai-nilai normatik-idealistik yang berlaku di wilayah garapan dan
komunitas ini. Nilai-nilai itu antara lain: (1) pendidikan adalah berlangsung seumur hidup,
belajar bisa di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa/apa saja, yang terpenting dalam
kegiatan belajar PLS adalah proses, bukan hasil dan bukan pula ijasah/kredensial; (2)
pendidikan harus dilaksanakan secara swa-arah, membangkitkan kesadaran kritis,
dilakukan secara andragogis, dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan. Nilai-nilai
pendidikan luar sekolah tersebut telah menjadi sebuah “ideologi” dan cara pandang dalam
menyelesaikan problem-problem sosial sebagaimana makna tesis-tesis yang pernah
diintrodusir oleh Soedjatmoko (1990) “Pembangunan sebagai Proses Belajar”; Edgar
Faure (1972) “Belajar untuk Hidup; Kindervatter (1978) “Nonformal Education as
Empowering Process”, atau Freire (1972) “Pendidikan sebagai Praktek Pembebasan.”

Para akademisi, pengambil kebijakan, dan praktisi PLS hendaknya memedomani


atau setidaknya telah menimbang pemikiran-pemikian, teori-teori, dan prinsip-prinsip
pembelajaran, pendidikan, dan pembangunan sebagaimana ditawarkan oleh para pemikir
dan pakar tersebut dalam memberikan arahan dan justifikasi praktek PLS di lapangan.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Berbagai norma PLS itu bahkan telah bisa diangkat sebagai idiologi perubahan sosial
terencana (pembangunan) sebagaimana paradigma pembangunan mulai dari belakang
(rakyat), pendidikan sebagai praktek pembebasan, pendekatan akar rumput, pembelajaran
yang berpusat pada peserta didik, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis
kebutuhan nyata peserta didik, dan segala konsepsi turuannya.

Praktek PLS di masyarakat, di manapun itu dan pada level kebudayaan apapun,
kelembagaan PLS berentang dari yang sangat longgar, terbuka dan tidak terorganisir
sampai dengan yang sangat ketat, tertutup, sangat terorganisir. Dalam bentuknya yang
sangat terbuka, longgar, dan tidak terorganisir misalnya adalah forum belajar melalui
magang, nyantrik, ngernet, belajar mandiri melalui sumber-sumber belajar masyarakat;
termasuk dalam hal ini adalah praktek pendidikan di dalam keluarga. Incidental learning
tidak termasuk dalam klasifikasi ini karena tidak memenuhi karakteristik “kesengajaan”
dari proses pendidikan. Dalam bentuknya yang sangat tertutup, ketat, dan sangat
terorganisir misalnya adalah kursus penjenjangan pegawai, kursus kemiliteran, pendidikan
dan pelatihan kader, penataran kedinasan, dan sebagainya. Bahkan beberapa forum belajar
PLS ini lebih ketat dari sekolah dalam hal persyaratan input, proses pembelajaran, dan
baku mutu out put, dan baku mutu pasca pendidikan.

Menurut Apps (1979) garapan PLS merentang dari persoalan pelajaran yang terkait
dengan “survive for live” atau basic needs yang berupa pemenuhan kebutuhan dasar
manusia sampai dengan pengisian waktu luang dan hal yang bersifat filosofis. Secara
kronologis dalam sekuensi kehidupan manusia, pada PLS-lah proses belajar bagaimana
mempertahankan dan melangsungkan hidup manusia, baik secara personal maupun
komunal; sampai dengan pelajaran tentang nilai-nilai hidup dan kehidupan setelah mati,
dipelajari. Dalam kaitan ini Apps (1979) mengelompokkan kurikulum PLS mencakup tiga
hal pokok, yaitu (1) to help people survive, (2) to help people in a community (society),
dan (3) to help people discover a sense of meaning in their lives.

Misi PLS yang pertama, yaitu to help people survive (membantu manusia untuk
mempertahankan hidup), adalah isi pendidikan yang ditujukan untuk terpenuhinya

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
kebutuhan manusia tingkat dasar, yaitu makan, pakaian, dan perumahan. Bentuk
programnya bisa bermacam-macam, misalnya kelompok belajar usaha (KBU), berbagai
macam program pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam bermata-pencaharian
(pangupa jiwa, Jawa). Program-program kesehatan, gizi, keluarga berencana, pengetahuan
alam (sifat-sifat alam dan cara mengendalikannya), dan sebagainya yang dimaksudkan
agar hidup manusia bisa lestari dan lebih baik adalah termasuk jenis tujuan PLS ini.

Misi PLS yang ke dua, yaitu to help people in a community/society (membantu


manusia dalam kehidupan sosialnya), adalah isi pendidikan yang ditujukan untuk
memfasilitasi dan mendorong manusia sebagai mahkluk sosial. Sifat dasar manusia adalah
sebagai mahkluk individu dan mahkluk sosial. Pada dimensi mahkluk sosial inilah misi
PLS yang ke dua ini dibutuhkan. Permasalahan yang ingin diwujudkan oleh misi PLS ini
adalah bagaimana seorang manusia dapat hidup bersama dengan manusia lainnya,
bagaimana setiap manusia memiliki tanggung jawab sosial yang baik, serta bagaimana
format kehidupan sosial yang perlu diwujudkan. Termasuk program PLS untuk tujuan ini
antara lain kehidupan berumah tangga, kehidupan berbangsa dan bernegara, kehidupan
bertetanggaan, inisiasi pada organisasi atau lingkungan sosial baru. Misalnya seorang
mahasiswa baru membutuhkan penataran tentang cara belajar dan bertinfkah laku di
kampus perguruan tinggi; atau seorang calon pengantin dilatih singkat tentang perannya
sebagai suami atau istri dan orang tua anak.

Misi PLS yang ke tiga, yaitu to help people discover a sense of meaning in their
lives (membantu manusia menemukan makna atau nilai-nila hidup), adalah isi pendidikan
yang ditujukan untuk memfasilitasi dan mendorong manusia sebagai mahkluk yang ber-
Tuhan, beretika dan berestetika. Pada dimensi inilah PLS berperan mewujudkan sosok
manusia dan masyarakat yang memahami dan menghargai nilai-nilai hidup serta berupaya
mewujudkannya dalam kehidupan antara lain dalam bentuk pelajaran dan pencarian makna
hidup atau nilai-nilai hidup (values of life). Contoh program PLS yang termasuk kategori
misi ini misalnya pengajian, sekolah minggu, berbagai latihan kejiwaan, meditasi,
“management qalbu”, latihan pencarian makna hidup, kelompok hobi, pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
kesenian, dan sebagainya. Melalui program pendidikan tersebut hidup manusia berusaha
diisi dengan nilai-nilai keagamaan, keindahan, etika dan makna.

Pendek kata program PLS merentang sangat luas, baik dari dimensi waktu, isi dan
tujuan pendidikan, maupun tempat dan pola transaksi pembelajarannya. Ketika sekolah
terbelenggu oleh persyaratan-persyaratan formal sehingga sangat banyak mengalami
keterbatasan, maka PLS dapat keluar dari semua keterbatasan itu. Di luar sekolah orang
bisa belajar apa pun di kala usianya telah di atas usia sekolah, orang bisa belajar apapun
yang dibutuhkan atau disukai di pusat-pusat sumber belajar yang ada di masyarakat. Pada
sisi lain orang dapat mengajarkan apapun, menginformasikan apa pun, atau kampanye apa
pun yang menjadi kepentingannya melalui media komunikasi dan forum belajar
indigeneous maupun yang telah direkayasa.

Dalam kasus di Indonesia, bidang pelajaran dan pendidikan yang tidak diajarkan di
sekolah adalah garapan dan tanggung jawab pendidikan luar sekolah. Banyak masalah dan
kebutuhan belajar individu dan masyarakat yang hanya bisa dipenuhi melalui teknologi
(rekayasa) pendidikan luar sekolah, sementara daya jangkau dan kemampuan teknologi
pembelajaran sekolah tidak bisa menyentuhnya. Kemampuan sekolah untuk menyentuh
masalah-masalah sosial kependidikan yang ada di masyarakat sangat terbatas, baik karena
keterbataan tempat, ruang, waktu, maupun keterbatasan sarana-prasarana. Secara
sederhana dapat dikatakan, di mana ada kebutuhan belajar atau masalah sosial yang
membutuhkan sentuhan pendidikan di luar sistem persekolahan, maka di situ PLS perlu
hadir. Hanya PLS yang bisa menyentuh masalah-masalah buta huruf, penyakit sosial,
masalah disintegrasi bangsa, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, kemampuan
kewiraswastaan, trauma konflik horizontal, trauma psikologis, pengembangan hobi dan
kegiatan pengisi waktu luang, sampai dengan masalah-masalah kemanusiaan dalam
mencari makna hidup. Meskipun retorika semacam ini sering diucapkan berbagai pihak
namun aktualisasinya sering mengalami kendala dan keterbatasan terkait sumberdaya
pembelajaran dan masalah-masalah kejiwaan dan budaya.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Dalam kaitan ini paudni atau PLS tidak sekedar sebagai substitusi bagi mereka
yang tidak memperoleh pendidikan formal, tetapi lebih dari itu, yakni sebagai alternatif
untuk mengatasi kelemahan pendidikan formal. Dirjen PNFI, Hamid Muhammad (2009)
mulai mengintrodusir peran PNFI (baca: paudni) yang lebih luas lagi, yakni sebagai
”pilihan” dalam arti alternatif layanan pendidikan yang diprioritaskan, baik oleh subjek
belajar maupun oleh perancang program belajar. Fenomena ini telah muncul cukup lama di
mana ada di antara warga masyarakat yang memilih belajar di jalur pendidikan luar
sekolah dalam upaya untuk mendapatkan pendidikan. Sensasi yang terkahir adalah
munculnya praktik sekolah rumah (home schooling) sebagai wujud praktik pendidikan di
luar sekolah sebagai pilihan dalam mengembangkan diri. Dalam hal ini, PLS berperan
sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap terhadap pendidikan formal yang dipandang
tidak cukup lagi mampu menampung konsep dan kebutuhan mutakhir layanan pendidikan
nonformal dan informal.

Hadirin yang saya mulyakan

Perubahan “label” dan keberpihakan kebijakan pada program-program prioritas


pada pendidikan di luar sistem persekolahan bukanlah yang pertama kali terjadi. Literatur
sejarah pendidikan nasional Indonesia menyebut bahwa cikal bakal pendidikan nonformal
adalah apa yang disebut sebagai “pendidikan masyarakat”, biasa disebut dengan singkatan
“Penmas”. Bahkan pada jaman penjajahan Belanda, para tokoh pergerakan nasional dan
pejuang kemerdekaan sering mengadakan kursus-kursus khusus bagi wanita, kursus
pengetahuan umum atau politik bagi warga masyarakat, dan juga pendidikan kepanduan
dan keolahragaan bagi para pemuda (Mestoko, 1986; Hamidjojo, 1956). Apa yang
dilakukan para tokoh pergerakan dan pejuang kemerdekaan itu pada dasarnya adalah
aktivitas pendidikan nonformal. Pada jaman pendudukan Jepang, pendidikan masyarakat
disebutnya “pendidikan rakyat” (Mestoko, 1986:240).

Coombs (1974) mendefinisikan pendidikan nonformal dalam perspektif yang luas,


yaitu sebagai setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir di luar sistem pendidikan
formal, bisa sebagai kegiatan mandiri/tunggal atau menjadi bagian dari kegiatan yang lebih

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
besar, yang ditujukan untuk memberikan layanan pendidikan kepada sasaran didik yang
tujuan belajarnya teridentifikasi secara jelas dan spesifik. Dalam konteks ini pendidikan
formal dianggap hanya salah satu saja dari komponen sistem pendidikan di samping
komponen pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Peran pendidikan nonformal
sejajar dengan pendidikan formal dalam sistem pendidikan nasional. Peran pendidikan
nonformal menjadi lebih besar lagi apabila dikaitkan dengan upaya mewujudkan
masyarakat belajar (the learning society).

Pendidikan luar sekolah menyediakan peluang pendidikan melalui berbagai


program pembelajaran yang dikembangkan secara luwes. Dari sisi sasaran didik,
pendidikan luar sekolah memiliki cakupan garapan yang sangat luas serta besar
variabilitasnya. Sasaran didik yang dilayani adalah kelompok masyarakat, mulai dari anak
usia dini sampai lanjut usia, untuk memenuhi kebutuhan belajarnya, dan kegiatan
pendidikannya berlangsung sepanjang hayat. Pada kapasitas inilah pendidikan luar sekolah
bersifat beragam sasaran (multi audience), baik individu, kelompok, komunitas, maupun
masyarakat luas. Peserta didik tidak saja ditinjau dari karakteristik individu seperti usia,
jender, pekerjaan, melainkan juga dari faktor sosial, budaya dan geografis.

Ditinjau dari faktor tujuannya, pendidikan luar sekolah menyediakan berbagai


program pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar yang sangat luas, baik jenis,
tingkatan, maupun cakupannya. Dalam hal ini muncul ciri PLS yang bersifat beragam
tujuan. Ditinjau dari faktor penyelenggara, PLS memiliki keragaman yang luas, baik yang
berada di bawah koordinasi pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM),
maupun lembaga kemasyarakatan lainnya. Bentuk penyelenggaraan satuan PLS beragam
yang terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan
belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. Dalam
berbagai situasi inilah pendidikan luar sekolah menunjukkan karakteristik sebagai praktik
pendidikan yang luwes dan fungsional. Pada kapasitas inilah pendidikan luar sekolah
bersifat beragam agensi (multi agencies),

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Kebutuhan terhadap layanan PLS dewasa ini semakin meningkat, sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan kualitas hidup yang semakin
meningkat. Pada saat ini tidak kurang dari 39 ribu satuan PLS yang memberikan layanan
berbagai jenis program PNF kepada 48 juta penduduk; diantarannya 8,3 juta dilayani
melalui program pendidikan anak usia dini, 12,7 juta mengikuti program pendidikan
keaksaraan, dan 1,5 juta mengikuti program keterampilan teknis melalui berbagai macam
kursus dan pelatihan (Ditjen PLSP, 2006).

Berbagai hasil penelitian menujukkan bahwa keberhasilan pendidikan anak di


tingkat sekolah dasar sangat dipengaruhi oleh kesiapan anak untuk pertama kali memasuki
dunia pendidikan formal di sekolah dasar. Kesiapan belajar itu akan lebih besar apabila
anak memperoleh kesempatan mendapatkan rangsangan pengembangan potensi fisik dan
psikologisnya dalam masa usia dini baik melalui kelompok bermain, sekolah taman kanak-
kanak atau kegiatan lain yang merangsang pertumbuhan kecerdasannya.

Hadirin yang saya mulyakan.

Sejarah kehadiran institusi Pendidikan Luar Sekolah di Indonesia, dimulai jauh


sebelum kelahiran Bangsa Indonesia itu sendiri. Hamidjojo (1957) memulai uraian tentang
sejarah Pendidikan Masyarakat di Indonesia dengan menggambarkan cita-cita Bangsa
Indonesia untuk mendidik masyarakat dengan disertai perwujudannya berupa usaha-usaha
nyata oleh para kaum terpelajar, pemimpin, dan pemuka masyarakat. Pada waktu itu, di
tengah kancah revolusi kemerdekaan banyak kaum terpelajar, pemimpin dan pemuka
masyarakat menyingkir dan melanjutkan perjuangan bersenjata dan politik ke desa-desa.
Di sanalah mereka menyadari perlunya mendidik masyarakat, tidak saja bagi kepentingan
niat dan misi suci kemanusiaan, tetapi juga bagi kepentingan dukungan keberhasilan
perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

Pertempuran dan kekedjaman jang mengganas pada waktu itu telah


memaksa orang dari kota2, djuga para pemimpin, pemuka dan kaum
terpeladjarnja untuk mengungsi ke-daerah2 pedusunan, dan hidup,
berdjuang dan menderita ber-sama2 dengan masjarakat tani dan desa pada

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
umumnja. Semuanja itu telah memberi kesadaran jang lebih mendalam
dikalangan orang2 dan pemimpin serta pemuka rakjat dan kaum terpeladjar
pada umumnja akan kekurangan2 jang ada pada sesama bangsanja, terutama
dalam hal kurangnja pengertian, kemelaratan dan kesengsaraan (Hamidjojo,
1957:44).

Demikianlah gambaran romantik yang terjadi pada tahun 1946 tentang awal mula
munculnya gerakan Pendidikan Masyarakat di Indonesia. Seiring dengan keinginan dan
desakan dari berbagai pihak maka pada tanggal 1 Juni 1946 di dalam kementerian P.P. dan
K. diadakan satu bagian khusus yaitu Djawatan Pendidikan Masyarakat. Secara formal
(kedinasan) program Djawatan Pendidikan Masyarakat yang semula disebut dengan istilah
P.B.H (Pemberantasan Buta Huruf), atau Kursus P.B.H. dengan berbagai macam
variannya seperti K.K.O.D. (Kursus Kemasjarakatan Orang Dewasa), atau KBU
(Kelompok Belajar Usaha), K.K.M. (Kursus Kader Masjarakat), T.P.M. (Taman Pustaka
Masjarakat), atau Perpustakaan Desa. Ada lagi Program Kepanduan, Kepemudaan,
Kewanitaan, dan Keolahragaan (Cf. Hamidjojo, 1957).

Dalam perkembangannya praktek Pendidikan Masyarakat tidak sebatas pada


program-program “pemberantasan buta huruf” dan pendidikan bagi kaum tak beruntung
(education for disanvantage groups), melainkan juga mengkaji program pendidikan yang
ditujukan untuk kebutuhan aktualisasi diri dan citra diri (self actualization and self
esteem). Di daerah perkotaan di Indonesia, sangat banyak program-program pendidikan
dan pelatihan, baik berupa kursus, kelompok belajar, maupun pusat belajar (learning
center) yang menyediakan layanan pendidikan bagi kaum berada (the haves) untuk
memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dan peningkatan citra diri. Sebut misalnya kursus
kecantikan, kursus kepribadian, pelatihan penggunaan piranti komunikasi elektronik, dan
pendidikan dan latihan spiritual (dan keagamaan) yang bertujuan untuk mendapatkan dan
memaknai nilai-nilai hidup (kehidupan manusia). Semua kebutuhan belajar yang demikian
tidak bisa dilayani oleh sub-sistem pendidikan pada jalur persekolahan.

Peranan PLS dalam mengatasi berbagai masalah yang timbul di masyarakat masih
belum banyak dikenal oleh banyak kalangan termasuk para pendidik. Pendidikan luar

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
sekolah (baca: Pendidikan Nonformal) yang oleh para ahli didefinisikan sebagai upaya
pelayanan pendidikan yang diprogram secara sistematik, berencana dan terorganisasi
kepada mereka yang ingin menambah, melengkapi dan mengganti, kekurangan
pengetahuan, keterampilan dan sikap di luar sistem persekolahan, belum banyak dipahami
orang. Coombs (1983) mendefinisikan sebagai kegiatan belajar yang terorganisasi untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu bagi sekelompok sasaran didik, yang dilaksanakan di
luar sistem persekolahan. Archibald Callaway dalam Brembeck (1983) mendefinisikan
PLS sebagai suatu bentuk kegiatan belajar yang berlangsung di luar sekolah dan
universitas. Harbison dalam Brembeck (1983) mengintrodusir pendapat tentang PLS
sebagai pembentukan skills dan pengetahuan di luar sistem sekolah formal. Di luar sistem
pesekolahan artinya tidak mengikuti sepenuhnya kaidah-kaidah yang diberlakukan dalam
sistem persekolahan, seperti jenjang, kesebayaan usia, ketenagaan yang profesional, ijazah,
periodesasi, dan lain-lain. Pemaknaan PLS yang demikian menimbulkan kerancuan karena
PLS disamakan dengan pendidikan nonformal, pendidikan massa, dan pendidikan orang
dewasa.

Pendidikan nonformal sebagai subsistem pendidikan nasional, selain memberikan


kontribusi terhadap peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) melalui program
pendidikan keaksaraan dan kesetaraan, juga terhadap peningkatkan kesiapaan anak masuk
pendidikan formal, penuntasan program wajib belajar sembilan tahun, pembibitan calon
pemimpin di kalangan kaum muda, peningkatan harkat dan martabat perempuan, serta
peningkatan kompetensi keterampilan.

Perkembangan peran pendidikan nonformal dalam sistem pendidikan nasional dapat


dibagi ke dalam empat periode, yaitu periode pra-kemerdekaan, periode setelah
kemerdekaan, periode pembangunan, dan periode reformasi.

Pertama, berbeda dengan pendidikan formal yang didorong oleh kebutuhan


pemerintah untuk mempersiapkan calon pegawai pemerintah, dalam hal ini pemerintah
Hindia Belanda, pendidikan nonformal pada zaman pra-kemerdekaan lebih didorong oleh
kebutuhan masyarakat (community driven). Kebutuhan pendidikan nonformal lebih banyak

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
didorong oleh terbatasnya penduduk pribumi yang memperoleh kesempatan pendidikan
pada zaman penjajahan Belanda dan Jepang. Oleh karena itu peran pendidikan nonformal
lebih banyak sebagai substitusi dari pendidikan formal bagi yang tidak memperoleh
pendidikan formal dengan fokus utama untuk pemberantasan buta huruf dalam hal
membaca, menulis dan berhitung, diselenggarakan oleh swasta melalui swadaya
masyarakat dengan sasaran utama orang dewasa.

Dengan desakan dari Kongres Perempuan Indonesia ke-2 pada tahun 1935 dan mosi
Putri Budi Sejati, pendidikan rakyat (masyarakat) tumbuh subur dan didorong dengan
tujuan utama untuk (i) memberikan pelatihan keprajuritan bagi pemuda dan pemudi; (ii)
memberikan pendidikan pada orang dewasa; (iii) pendidikan khusus bagi kaum ibu; dan
(iv) memberikan layanan bahan bacaan dengan memajukan perpustakaan, penerbitan, surat
kabar dan majalah (Depdikbud, 1995:50-51). Pada masyarakat yang beragama Islam,
kebutuhan melek huruf itu tidak saja diartikan sebagai huruf Latin, tetapi juga huruf Arab
dan pengetahuan keagamaan yang tidak diajarkan di sekolah formal. Inilah yang
mendorong didirikannya pesantren dan madrasah guna memenuhi kebutuhan tersebut.

Kedua, pada awal kemerdekaan akses untuk memperoleh pendidikan sekolah dasar
masih sangat terbatas. Hanya sekitar 2,5 juta orang saja yang memperoleh kesempatan
mengenyam pendidikan sekolah dasar dan sekitar 90 ribu orang yang memperoleh
kesempatan pendidikan tingkat sekolah lanjutan pertama (Depdikbud, 1995:96-97). Hanya
sekitar 3 persen warga negara Indonesia yang dapat memperoleh akses terhadap
pendidikan formal. Pada tanggal 1 Juni 1946 untuk pertama kali dibentuk Bagian
Pendidikan Masyarakat pada Kementerian PP dan K dengan tugas: (i) memberantas buta
huruf; (ii) menyelenggarakan kursus pengetahuan umum; dan (iii) mengembangkan
perpustakaan rakyat.

Melalui metode kerja Panca Marga pendidikan nonformal yang berbentuk


pendidikan masyarakat mempunyai lima program utama, yaitu: (i) melestarikan dasar-
dasar pengertian untuk membangun masyarakat dengan melaksanakan pendidikan dasar
untuk masyarakat; (ii) membentuk kader-kader pendidikan untuk membangun masyarakat

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
dengan melaksanakan kader masyarakat; (iii) menyediakan dan menyebarkan bacaan
dengan mengadakan perpustakaan atau taman bacaan masyarakat; (iv) memfungsionalkan
golongan wanita dengan melaksanakan pendidikan kewanitaan; dan (v) memfungsionalkan
golongan pemuda dengan melaksanakan pendidikan taruna karya.

Pada periode ini peran pendidikan nonformal lebih difokuskan dalam bentuk
pendidikan masyarakat yang target sasarannya mencakup pemuda dan pemudi sebagai
kader masyarakat. Peran pendidikan nonformal diujudkan dalam bentuk pendidikan masal
(mass education) dengan metode kampanye (campaign). Pendidikan nonformal tidak
sebatas sebagai substitusi tetapi telah meningkat menjadi suplemen pendidikan formal
dalam pembangunan masyarakat.

Ketiga, dalam periode pembangunan, tuntutan penyelenggaraan berbagai progam


pendidikan nonformal dalam bentuk program pasca tiga buta untuk meningkatkan
kesejahteraaan ekonomi masyarakat merupakan kebutuhan yang tumbuh selaras dengan
tumbuhnya kemampuan ekonomi nasional. Sebagai program pasca pemberatasan bura
huruf diwujudkan dalam bentuk pendidikan kesetaraan sekolah dasar yang diintegrasikan
dengan pendidikan mata pencaharian dan peningkatan keterampilan untuk memasuki dunia
usaha yang sedang tumbuh selaras dengan pertumbuhan ekonomi bangsa dengan
menggunakan pendekatan kelompok belajar, bekerja sambil belajar, untuk mengejar
ketinggalan (disingkat Kejar). Ada lima program utama yang dikembangkan, yaitu:

(1) Kejar pendidikan dasar melalui program pemberantasan buta huruf fungsional dengan
cara belajar paket A.
(2) Kejar Pendidikan Kesejahteraan Keluarga yang ditujukan untuk menciptakan keluarga
sejahtera dengan mempelajari 10 pokok keluarga sejahtera.
(3) Kejar Pendidikan Mata Pencaharian untuk memperoleh keterampilan bagi masyarakat
yang dipergunakan untuk memperoleh mata pencaharian.
(4) Pendidikan kejuruan masyarakat yang memberikan keterampilan kejuruan tertentu.
(5) Kursus-kursus keterampilan yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Mulai tahun 1978, Kejar Pendidikan Dasar dikembangkan menjadi program
pemberantasan buta huruf gaya baru dilakukan dengan pendekatan andragogy dan
dikaitkan dengan upaya peningkatan ekonomi dan berbagai bidang kehidupan. Pada waktu
Presiden Republik Indonesia menyampaikan pidato kenegaraan dihadapan Dewan
Perwakilan Rakyat pada tanggal 16 Agustus 1978, diungkapkan strategi perluasan
kesempatan belajar melalui pernyataan sebagai berikut.

"Usaha lain untuk memeratakan kesempatan memperoleh pendidikan ditempuh


melalui program kerja dan belajar atau "Program Kejar", yang khusus diarahkan
untuk mereka yang berada di luar sekolah dengan memberikan pengetahuan dasar,
cara berpikir dan keterampilan, tanpa harus meninggalkan pekerjaannya sehari-hari.
Di desa-desa, Program Kejar ini dikaitkan dengan program pemberatasan buta
aksara Latin, angka, buta bahasa Indonesia dan buta pendidikan dasar" (Depdikbud,
1995:173).

Dengan menggunakan 100 buku Paket A warga belajar tidak hanya mempertahankan
kemampuan baca-tulis-hitung (calistung), tetapi juga memperoleh keterampilan hidup
guna menunjang kesejahteraannya. Melalui program Kejar Pendidikan Mata Pencaharian,
modal dan keterampilan diberikan sebagai bekal untuk menjalankan usaha sendiri secara
berkelompok.

Dalam perkembangannya, Kejar Paket A dilengkapi dengan Kejar Paket B untuk


memberikan kesempatan kepada orang dewasa maupun para lulusan SD/MI yang tidak
mempunyai kesempatan memperoleh pendidikan di jalur pendidikan formal setingkat
sekolah menengah pertama. Pada periode ini, pendidikan nonformal dianggap merupakan
instrumen strategis untuk pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, terutama
pendidikan dasar dalam rangka menuntaskan program wajib belajar pendidikan dasar
enam tahun.

Melalui Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional,


seluruh program pendidikan nonformal diberi nomenklatur Pendidikan Luar Sekolah, yang

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
bentuknya dapat berupa pendidikan umum, pendidikan keagamaan, pendidikan jabatan
kerja, pendidikan kedinasan, dan pendidikan kejuruan.

Keempat, periode reformasi. Pada periode ini tuntutan masyarakat terhadap


pendidikan nonformal semakin besar sejalan dengan berkembangnya empat hal, yaitu a)
disadari pentingnya pendidikan anak usia dini, b) semakin banyaknya anak putus sekolah,
c) semakin pentingnya pendidikan nonformal sebagai suplemen pendidikan formal dalam
keterampilan untuk hidup, dan d) semakin meningkatnya proporsi usia produktif.

Salah satu reformasi di bidang pendidikan adalah direvisinya undang-undang


tentang sistem pendidikan nasional dengan diberlakukannya UU Nomor 20 Tahun 2003.
Dalam UU ini nomenklatur pendidikan nonformal dan pendidikan informal dipergunakan
sebagai pengganti istilah "pendidikan luar sekolah" yang dipergunakan dalam UU
sebelumnya.

Sebagaimana sejarah perkembangaan konsep pendidikan nonformal dalam konteks


internasional, perkembangan makna pendidikan nonformal di Indonesia, kurang lebih
sama seperti yang diuraikan di atas. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 memberikan
landasan konsepsional bahwa berbeda dengan pendidikan formal yang banyak
diselenggarakan oleh pemerintah, pendidikan nonformal pada hakekatnya adalah
pendidikan yang diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Difinisi operasional a la
UU No. 20 Tahun 2003 ini sejatinya telah membelenggu atau membatasi makna
pendidikan nonformal itu sendiri, karena ada kegiatan pembelajaran pendidikan nonformal
yang lepas sama sekali dengan kepentingan persekolahan. Ada penyelenggaraan
pendidikan nonformal dan pendidikan informal yang sama sekali tidak terkait dengan
kepentingan persekolahan.

D. COMPLEMENTARY EDUCATION

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Konsepsi pendidikan nonformal sebagai “anunya” sekolah karena merujuk
pendapat David R. Evans sebagaimana dikutip Marzuki (2010) yang mengkategorikan
pendidikan nonformal berdasarkan peranan dan fungsinya terhadap sekolah yaitu sebagai
(1) complementary education, (2) suplementary education, dan (3) replacement education.
Konsep inilah yang selanjutnya banyak dirujuk oleh ahli pendidikan di Indonesia termasuk
para ahli pendidikan luar sekolah, dan diadopsi dalam peraturan perundangan tentang
sistem pendidikan nasional di Indonesia tahun 2003. Complementary education, artinya
pendidikan nonformal berfungsi melengkapi pelajaran di sekolah karena biasanya kegiatan
belajarnya tidak cocok untuk disajikan di kelas atau sekolah. Suplementary education,
artinya pendidikan nonformal berfungsi sebagai tambahan pendidikan setelah mereka
tamat dari sekolah, karena ketika di sekolah tidak mendapatkannya. Replacement
education, artinya pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti pendidikan sekolah
bagi mereka yang tidak dapat menikmati sekolah, biasanya berupa keterampilan dasar
membaca, menulis berhitung dan pengetahuan-pengetahuan praktis seperti kesehatan,
nutrisi, berkeluarga, bermasyarakat, berwarga negara, pertanian, dan lain-lain.

Dalam sejarah kehidupan manusia, pendidikan dilaksanakan melalui proses informal


yang terpadu dalam kehidupan sehari-hari. Manusia belajar bahasa, bertingkah laku,
belajar nilai-nilai untuk menjadi anggota yang efektif dari suatu masyarakat, dan belajar
melalui individu-individu dalam masyarakat. Porsi belajar yang paling besar adalah
melalui peniruan yang dikombinasikan dengan belajar sambil bekerja. Keterampilan yang
agak khusus dipelajari melalui magang, yakni belajar menjadi pembantu orang-orang
terampil, sampai suatu saat mereka melepaskan diri atau dilepas untuk bekerja secara
mandiri.

Sebagai suatu kegiatan pendidikan kepada anak manusia, keberadaan pendidikan di


luar setting sekolah dimulai sejak manusia ini ada, karena sekolah lahir belakangan sebagai
kegiatan pendidikan berkelompok yang dilakukan oleh seorang yang dianggap memiliki
kemampuan lebih yang oleh orang tua dianggap perlu untuk diajarkan kepada anak-
anaknya. Sekolah lahir sebagai akibat perubahan yang terjadi di masyarakat dengan
berbagai pengetahuan yang semakin luas dan keahlian yang semakin spesifik dan sulit

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
sehingga tidak memungkinkan lagi untuk diajarkan oleh orang tua. Pada awalnya sekolah
masih sederhana dengan mendatangkan guru untuk mengajar sekelompok anak di
lingkungan istana. Sesuai dengan perkembangan jaman kegiatan tersebut tidak lagi
sesederhana itu. Ia memerlukan suatu lembaga yang diurus oleh sejumlah orang dengan
pembagian tugas yang berbeda dan memerlukan pengaturan atau pengelolaan yang lebih
baik. Perkembangan itu semakin kompleks dengan sarana dan prasarana yang semakin
canggih seperti sekolah-sekolah modern sekarang ini.

Sebenarnya sekolah datang lebih kemudian daripada format pendidikan informal


dalam sejarah manusia, dan hanya beberapa ratus tahun saja dalam sejarah Eropa, yang
sudah tentu merupakan upaya sejumlah kecil dalam persentase penduduk dunia. Di negara
berkembang kedatangan sekolah baru sekitar 50 tahun yang lalu. Belakangan timbul
kesadaran baik di negara berkembang maupun negara maju bahwa sekolah memiliki
banyak keterbatasan dan semakin banyak tugas-tugas pendidikan yang tidak dapat
dikerjakan oleh sekolah sehingga sekolah bukan lagi merupakan kendaraan terbaik untuk
mengantarkan menjadi masyarakat terdidik. Demikian esensi pendapat David M. Evans
(1981) dalam memaparkan konsep pendidikan nonformal dan pendidikan informal.

Bentuk pendidikan tertua sudah tentu adalah pendidikan yang berlangsung di rumah
dan masyarakat. Pendidikan ini berlangsung secara alami sebagaimana juga binatang yang
dibekali instink untuk memelihara anaknya. Hanya saja pada manusia lebih berkembang
sebagai hasil belajar karena manusia memang makhluk belajar yang dapat
mengembangkan tingkah lakunya. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh orang tua
maupun masyarakat yang tidak atau kurang terorganisir itu biasa disebut pendidikan
informal. Kegiatan pendidikan di luar setting sekolah dimaksud adalah pendidikan yang
diajarkan oleh keluarga dan masyarakat yang belum terorganisir yang sekarang dikenal
sebagai pendidikan informal, meskipun tidak berarti pendidikan informal adalah
pendidikan keluarga.

Pendidikan luar sekolah secara terorganisir dengan program yang sistematik


memang lahir kemudian, dan selanjutnya disebut sebagai sistem/subsistem pendidikan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
nonformal. Evans menyebutnya sebagai anggur lama dimasukkan ke dalam botol baru atau
“old wine in new bottles,” artinya ia bukan barang baru. Konsep pendidikan nonformal
menurut Evans adalah kegiatan pendidikan yang terorganisir di luar sistem pendidikan
formal yang menempatkan pendidikan nonformal sebagai bagian dari keseluruhan konsep
terpadu dari sistem pendidikan. Dalam konsep itu Evans juga memberikan penekanan
pada ciri-ciri antara lain sebarannya sangat luas, partisipatif, melibatkan kerja organisasi
kemasyarakatan, perkumpulan swasta, lebih mementingkan tindakan pada tingkat lokal,
namun pada saat yang sama menimbulkan kerancuan yang lebih kompleks antara
perencanaan pendidikan nonformal dan sistem pendidikan pada umumnya yang
mempertimbangkan tujuan pembangunan nasional.

Apabila pada awal mulanya gerakan Pendidikan Masyarakat atau PLS atau
pendidikan nonformal hanya ditujukan untuk memberantas buta huruf dan pendidikan
politik akan perlunya perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan, maka pada
perkembangan terakhir pendidikan luar sekolah telah berkembang menjadi sebuah
enterprise yang sangat luas wilayah garapnya dan bervariasi jenjangnya seiring dengan
prinsip belajar dan pendidikan seumur hidup.

Ditinjau dari faktor tujuan belajar/pendidikan, pendidikan nonformal bertanggung


jawab menggapai dan memenuhi tujuan-tujuan yang sangat luas jenis, level, maupun
cakupannya. Dalam kapasitas inilah muncul ciri pendidikan nonformal yang bersifat multi
purposes. Ada tujuan-tujuan pendidikan nonformal yang terfokus pada pemenuhan
kebutuhan belajar tingkat dasar (basic education) semacam pendidikan keaksaraan,
pengetahuan alam (natural knowledge), keterampilan vokasional (social economic well-
being), pengetahuan gizi dan kesehatan, sikap sosial berkeluarga dan hidup bermasyarakat
(positive attitude, household, and social relationship), pengetahuan umum dan
kewarganegaraan (functional knowledge and skill for civic participation), serta citra diri
dan nilai hidup (self esteem and meaning of life).

Ada juga pendidikan nonformal yang ditujukan untuk kepentingan pendidikan


kelanjutan (continuing education) setelah terpenuhinya pendidikan tingkat dasar, serta

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
pendidikan perluasan dan pendidikan nilai-nilai hidup. Contoh program pendidikan
nonformal yang ditujukan untuk mendapatkan dan memaknai nilai-nilai hidup misalnya
pengajian, sekolah minggu, berbagai latihan kejiwaan, meditasi, “manajemen qalbu”,
latihan pencarian makna hidup, kelompok hoby, pendidikan kesenian, dan sebagainya.
Dengan program pendidikan ini hidup manusia berusaha diisi dengan nilai-nilai
keagamaan, keindahan, etika, dan makna hidup. Dalam kapasitas inilah pendidikan
nonformal memiliki sifat multi purposes.

Ditinjau dari faktor agensi atau provider (penyedia layanan), pendidikan nonformal
memiliki variabilitas agensi yang besar dan beragam, baik yang berada di bawah
koordinasi pemerintah, swasta, LSM, atau masyarakat luas lainnya. Dalam kapasitas inilah
pendidikan nonformal memiliki sifat multi agencies. Perkembangan agensi ini telah diikuti
pula oleh perkembangan “profesi” pendidik pendidikan nonformal dengan variasi jenis dan
tingkat pekerjaan dari yang setara “tukang” sampai dengan tenaga professional, dan tenaga
ahli.

Dalam kapasitasnya sebagai pelengkap pendidikan sekolah (complementary


education), dalam makna pendidikan nonformal berfungsi melengkapi pelajaran di
sekolah, terdapat tiga forum, program, dan satuan pendidikan nonformal yang
terselenggara untuk kepentingan ini, yaitu lembaga bimbingan belajar, les privat, dan
kursus. Beberapa sekolah juga menyelenggarakan jam pelajaran tambahan (JPT).
Walaupun belum ada temuan penelitian yang kredibel, tidak sulit untuk menemukan bukti
bahwa sangat banyak siswa sekolah dan lulusan sekolah yang terlibat dalam kegiatan
pendidikan nonformal, khususnya dalam bentuk bimbingan belajar dan les privat, guna
melengkapi kompetensi atau lebih tepatnya penguasaan materi pelajaran yang didapat di
sekolah.

Kesertaan warga masyarakat dalam pendidikan nonformal pelengkap pendidikan


sekolah tidak hanya diikuti oleh siswa yang masih duduk di bangku sekolah, melainkan
juga diikuti oleh para lulusan sekolah yang hendak mengikuti seleksi penerimaan
mahasiswa dan siswa baru di perguruan tinggi atau sekolah lanjutan berikutnya. Maraknya

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
lembaga bimbingan belajar (Bimbel atau LBB) di setiap kota merupakan indikasi larisnya
layanan pembelajaran pelengkap ini. Sayangnya belum ada penelitian kredibel yang
memberikan bukti ilmiah tentang berbagai variabel keberadaan LBB, misalnya sumbangan
efektifnya terhadap peningkatan kompetensi atau penguasaan materi siswa, bagaimana
profil siswa dan lulusan sekolah yang mengikuti bimbingan belajar pada LBB, berapa
banyak dana masyarakat yang beredar pada program LBB, bagaimana sistem penjaminan
mutunya, bagaimana modus pemasarannya, dan sebagainya.

Dua judul penelitian terbatas yang dilakukan secara terpisah oleh dua orang
mahasiswa yaitu Pradana (2010) dan Pratesnya (2012) setidaknya memberikan bukti awal
bahwa peran pendidikan nonformal sebagai pelengkap pendidikan sekolah cukup berarti.
Pradana (2010:54, 59) menemukan bahwa 56% mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan UM
menyatakan pernah mengikuti kursus bahasa Inggirs ketika duduk di bangku sekolah, di
mana proporsi kesertaan yang paling tinggi adalah ketika sekolah di tingkat SLP. Ketika
dihubungkan dengan kemampuan berbahasa Inggris yang diwakili dengan indikasi sekor
kemampun setara TOEFL ditemukan bahwa pengalaman mengikuti kursus bahasa Inggris
memberikan sumbangan efektif yang signifikan sebesar 16,75%. Sedangkan latar belakang
sosial ekonomi sebagai variabel dependen yang lain tidak memberikan sumbangan efektif
yang signifikan walaupun sumbangan efektifnya juga cukup besar (14,19%). Ini berarti
kemampuan berbahasa Inggris (mahasiswa FIP UM) dipengaruhi oleh pengalaman
kesertaan mereka pada kursus bahasa Inggris ketika masih duduk di bangku sekolah
sebelumnya. Dalam penelitian ini memang tidak dilacak bagaimana sumbangan variabel
mutu pembelajaran bahasa Inggris di sekolah mereka terhadap kemampuan berbagai
Inggris tersebut. Hasil penelitian Pratesnya (2012) terhadap siswa sebuah SMP Swasta di
Kota Malang, menunjukkan bahwa semua siswa diwajibkan mengikuti jam belajar
tambahan (JPT) di mana 65,2% siswa mengaku mengikuti dengan sungguh-sungguh, 8,3%
siswa mengikuti Bimbel, 9,7% mengikuti les privat, dan sekitar 9,7% mengikuti kursus
yang terkait dengan mata pelajaran sekolah seperti kursus bahasa Inggris, kumon, mental
aritmatika, dan sebagainya.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Tidak sulit unuk menemukan bukti lain melalui pengamatan umum di kota-kota
besar betapa banyak siswa sekolah, mulai dari SD hingga perguruan tinggi yang mengikuti
program pendidikan nonformal di luar jam belajarnya di sekolah. Lembaga bimbingan
belajar (LBB) marak ada di mana-mana, baik yang didirikan secara lokal di setiap daerah
maupun yang bersifat sebagai waralaba (francise) dari merek-merek lembaga bimbingan
belajar yang terkenal. Sebagaimana LBB GO (Ganesha Operasion) dan Prima Gama yang
cabangnya/waralabanya ada hampir di semua kota besar di Indonesia. Pada sekolah-
sekolah favorit dengan tingkat persaingan belajar yang tinggi, keberadaan LBB dan
kesertaan siswa pada LBB atau les privat di luar jam belajar sekolah proporsinya dapat
diperkirakan mendekati angka 100%. Bahkan siswa lulusan SLTA yang belum diterima di
perguruan tinggi banyak yang melibatkan diri pada LBB, les privat, belajar kelompok,
komunitas belajar bersama, atau menjelang seleksi penerimaan mahasiswa di perguruan
tinggi.

Namun sayangnya tidak ada komunikasi dan kordinasi antara skolah dengan
lembaga bimbingan belajar, les privat, atau bentuk lain program pendidikan luar sekolah
yang kompelentari terhadap sekolah tersebut. Keberadaan berbagai LBB dan les privat
tersebut lebih didorong karena kebutuhan (demand drivent) dari pihak orang tua siswa dan
para siswa yang merasa belum cukup belajar di sekolah dan atau karena kehawatiran tidak
akan lulus ujian akhir atau ujian seleksi siswa/mahasiswa baru bila tidak menambah
kegiatan belajar di luar sekolah tersebut. Implikasi dari model belajar melalui bimbingan
belajar yang demikian tentu tidak akan sinkron dengan desain pendidikan yang dirancang
untuk mencapai SKL (standar kompetensi kelulusan), terutama yang berkenaan dengan
pencapaian tujuan pendidikan pada ranah nilai dan moral.

E. KONEKSITAS, KOMPATIBILITAS, INTEGRASI, DAN KOHERENSI (KKIK)


ANTAR JALUR PENDIDIKAN
Keharusan bagi Sistem Pendidikan Nasional untuk mengembangkan jalur
pendidikan nonformal dan pendidikan informal sebagai suatu usaha sadar dan terencana
sebenarnya sangat jelas tersirat maupun tersurat dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Ketentuan Umum pasal 1 ayat (1) sampai dengan ayat (4)

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
UU tersebut secara berurutan menarasikan bahwa (1) pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana, (2) pendidikan nasional adalah pendidikan yang berlandaskan Pancasila dan
UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama dan kebudayaan nasional Indonesia dan
tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman, (3) sistem pendidikan nasional adalah
keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai
tujuan pendidikan nasional, dan (4) jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta
didik untuk mengembangkan potensi dirinya dalam suatu proses pendidikan yang sesuai
dengan tujuan pendidikan.

Berkenaan dengan jalur pendidikan, dalam UU tentang Sistem Pendidikan


Nasionan, Bab VI pasal 13 ayat 1 menyatakan bahwa ”Jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya”. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tertera di Bab II pasal 3 yang
menyatakan ”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.

Pada bab dan pasal yang lain, yaitu Pasal 4 ayat (2) Undang-undang tentang Sitem
Pendidikan Nasional tersebut menyatakan hal-hal sebagai berikut:

• Pasal 4 ayat (2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik
dengan sistem terbuka dan multi makna.
• Pasal 5 ayat (1): setiap warga negara mempunyai hak yang sama utnuk memperoleh
pendidikan yang bermutu.
• Pasal 5 ayat (5): setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan meningkatkan
pendidikan sepanjang hayat.
• Pasal 13 ayat (1): jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan
informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.
• Pasal 26 ayat (3): Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hayat,
pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan
perempuan, pendidikan keaksaraan pendidikan keterampilan dan pelathan kerja,

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik.
• Pasal 26 ayat (6): Hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil
program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga
yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar
nasional penilaian.

Berdasarkan ketentuan dan narasi tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa,


pertama, jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal merupakan satu kesatuan di
dalam Sistem Pendidikan Nasional yang satu sama lain dapat saling melengkapi dan
memperkaya; kedua, ketiga jalur pendidikan yang terintegrasi di dalam Sistem Pendidikan
Nasional merupakan usaha sadar dan terencana untuk terwujudnya kualitas manusia
Indonesia sebagaimana yang dinyatakan dalam tujuan pendidikan nasional.

Dalam kenyataan empiris, yang disebutkan pertama maupun kedua belum


terpenuhi sebagaimana mestinya. Jalur pendidikan nonformal dan pendidikan informal
masih belum dikembangkan sebagai usaha sadar dan terencana oleh Kementerian
Pendidikan Nasional sehingga dengan sendirinya (1) jalur pendidikan informal tidak dapat
saling melengkapi dan memperkaya dengan kedua jalur pendidikan lainnya, dan (2) jalur
pendidikan informal tidak memiliki kekuatan pembentuk bagi terciptanya kehidupan
sehari-hari yang edukatif guna mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Ketentuan UU Sisdiknas Pasal 27 ayat (1) sampai dengan ayat (3) sebetulnya telah
memberi dasar kebijakan operasional bagi pendidikan informal, namun substansi ayat-ayat
tersebut memaknai pendidikan informasi sebatas ”belajar mandiri” dalam kerangka
sebagai substitusi pendidikan formal. Hal tersebut tentu saja mereduksi makna pendidikan
informal sebagai wahana pembelajaran yang sangat luas dan tak terbatas, baik dalam
cakupan konten maupun tempat dan waktu.

Dalam tataran praktik, sebetulnya telah terdapat program-program atau kegiatan


yang dapat diidentifikasi sebagai bentuk intervensi edukatif pada lingkungan sosial
sehingga dapat menjadi sumber pemicu belajar bagi siapa pun yang terkena terpaan event

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
tersebut. Misalnya program taman bacaan masyarakat (TBM), balai belajar bersama,
posyandu, berbagai lomba dan festival, jambore, dan sebagainya pada hakikatnya
merupakan intervensi agar tercipta lingkungan yang mendidik. Berbagai praktik semacam
itu masih belum dikelola oleh sistem pendidikan nasional dalam kerangka pengembangan
jalur pendidikan nonformal dan pendidikan informal, karena belum ada payung kebijakan
yang dijadikan dasar pengembangan program dan kelembagaan jalur tersebut.

F. SIMPUL-SIMPUL KONEKSITAS DAN INTEGRASI

Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi


menuntu adanya keterampilan belajar sepanjang hayat yang sesuai dengan potensi, minat,
dan kebutuhan peserta didik. Pada satu pihak, masyarakat cenderung menginginkan hasil
pendidikan yang lebih cepat dan lebih terfokus (intisari), cepat menghasilkan (quick
yielding) untuk bekerja atau berusaha mandiri. Pada sisi lain masyarakat juga tidak ingin
kehilangan kesempatan mendapatkan pengakuan hasil belajarnya secara akademik. Untuk
memandu dua kepentingan tersebut peserta didik memerlukan pembelajaran yang lebih
luwes, meluas, dan dinamis sesuai dengan tuntutan keadaan, kebutuhan, kondisi, dan
potensi individu. Dalam hal ini relevansi pendidikan sangat diperlukan sehingga siapapun
akan memperoleh manfaat setinggi-tingginya sebagai hasil dari pembelajaran dan
pendidikan yang dijalaninya yang tidak mengasingkan, memarjinalkan atau
mendiskriminasikan pilihan peserta didik yang menentukan jalur pendidikan tertentu.

Koneksitas, kompatibilitas, integrasi, dan koherensi (KKIK) antar jalur pendidikan


ini diharapkan mampu memberi ruang dan peluang seluas-luasnya bagi peserta didik untuk
memperoleh pengakuan atas pembelajaran yang telah ditempuh melalui jalur pendidikan
tertentu atau belajar mandiri oleh pemegang otoritas pengakuan hasil belajar secara
susbtansial maupun secara legal formal. Setiap saat seseorang subjek belajar selalu belajar
dari kejadian dan pengalamannya. KKIK menjadi pilihan untuk membuat pembelajaran
yang dapat diakui dalam sistem darjah (tingkat) dan tes penempatan sehingga dapat
disetarakan sesuai dengan hasil penilaian kompetensi pada pendidikan formal dan/atau
pendidikan nonformal. Dengan demikian standar kompetensi lulusan dapat dicapai setelah

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
menempuh tes penempatan dan pembelajaran untuk mengikuti proses penyetaraan sesuai
dengan jenjang dan jenis pendidikan yang akan dijalani.

Gagasan dan implementasi KKIK antar jalur pendidikan sesungguhnya telah mulai
dilakukan oleh pengambil kebijakan dan praktisi pendidikan, walaupun mungkin
dilakukan secara tidak sengaja atau terlepas dari kepentingan KKIK tersebut. Beberapa
kebijakan yang dapat dipandang sebagai simpul-simpul KKIK antar jalur pendidikan
antara lain pengakuan hasil belajar pendahuluan (PHBP), model multi entry multi exit,
sistem kredit kompetensi (SKK), model kumpul kredit, model pengakuan kredit, ujian
nasional pendidikan kesetaraan, dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia.

Pengakuan Hasil Belajar Pendahuluan (PHBP) atau Recognition of Prior Learning


(RPL) bertolak dari realitas adanya belajar sepanjang hayat melalui berbagai sumber, baik
jalur formal, nonformal, dan informal. PHBP/RPL dilakukan baik terhadap hasil belajar
yang bersertifikat (credentialled learning) maupun yang tidak bersertifikat
(uncredentialled learning). PHBP/RPL yang terakreditasi terjadi jika seseorang pindah
dari satu satuan pendidikan formal ke satuan pendidikan perguruan tinggi lainnya, atau
pernah kuliah pada perguruan tinggi yang sama, yang bersangkutan berhenti sementara
untuk kemudian melanjutkan studi lagi. PHBP/RPL terhadap hasil belajar yang tidak
terakreditasi meliputi berbagai pengalaman belajar yang diperoleh seseorang melalui
beragam kursus, pelatihan, praktik kerja/magang, prestasi, dan pengalaman bekerja yang
berlangsung sepanjang hayatnya.

PHBP/RPL adalah suatu sistem pengakuan terhadap hasil belajar, pengalaman


mengajar, atau kegiatan akademik lainnya yang diperoleh seseorang dalam pendidikan
formal, nonformal, dan informal. PHBP/RPL merupakan salah satu cara untuk mengakui
kesinambungan dan keutuhan pengalaman belajar masa lalu sebagai landasan yang
bermakna untuk pengalaman belajar masa kini dan masa yang akan datang. Pengalaman
belajar masa lalu yang tidak terakreditasi sekalipun merupakan bagian dari keutuhan
landasan yang bermakna dari pengetahuan dan keterampilan seseorang sehingga dapat

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
dihargai dan diekuivalensikan dengan pengalaman belajar terakreditasi dalam dunia
akademik.

Pengakuan hasil belajar merupakan aktualisasi dari reformasi pendidikan di


Indonesia yang menuntut diterapkannya prinsip demokrasi, desentralisasi, keadilan, dan
menjunjung tinggi hak asasi manusia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tuntutan
tersebut menyangkut pembaharuan sistem pendidikan menjadi lebih terbuka dan multi
makna. Untuk itu diperlukan diversifikasi layanan pendidikan yang sesuai dengan
keragaman kondisi, kebutuhan, dan potensi peserta didik.

PHBP/RPL dipersiapkan untuk menunjang kualifikasi akademik formal didasarkan


pada proses ekuivalensi, yaitu proses penyetaraan atas pengalaman hasil belajar yang
diperoleh sebelumnya ke dalam standar akademik, yaitu dalam bentuk SKS mata kuliah di
LPTK/Perguruan Tinggi. Pola PHBP/RPL ini telah diterapkan oleh Kemdikbud untuk
meningkatkan kuafilikasi dan kompetensi guru dan pendidik agar memiliki derajat
pendidikan formal S1/D-IV. Dalam hal ini PHBP dilakukan dalam kepentingan
optimalisasi layanan lembaga perguruan tinggi untuk peningkatan kualifikasi guru dan
tenaga kependidikan lainnya sehingga mereka berpendidikan akademik sarjana S1/D-
IV. Regulasi pelaksanaan program ini dituangkan dalam Permendiknas Nomor 58
Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Program Sarjana (S1) Kependidikan bagi Guru
Dalam Jabatan, yang ditinkdak lanjuti dengan Kepmendiknas Nomor 015/P/2009
tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Program Sarjana (S1)
Kependidikan bagi Guru Dalam Jabatan. UM termasuk yang terdaftar dalam
Kepmendiknas 015/P/2009 tersebut.

Untuk memberikan panduan (guide line) implementasi PKBP atau yang juga disebut
sebagai PPKHB (Pengakuan Pengalaman Kerja dan Hasil Belajar) Kemdiknas (2010) telah
merumuskan dan menerbitkan sebuah buku panduan berjudul Model Penilaian Portofolio
Pengakuan Pengalaman Kerja dan Hasil Belajar (PPKHB) Program Sarjana (S-1)
Kependidikan bagi Guru Dalam Jabatan. Namun demikian dalam implementasinya banyak
mengalami kendala, tidak banyak perguruan tinggi LPTK yang berkenan menerapkan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
model ini secara masif. Kesulitan administrasi akademik, keterbatasan prasarana dan
fasilitas pembelajaran menjadi alasan keengganan penerapan model ini. Walaupun belum
ada penelitian (evaluasi) yang dilakukan terhadap penerapan model ini, keengganan
menerapkan model PPKHB oleh LPTK lebih disebebkan karena ketidak percayaan awak
sistem program studi dan universitas terhadap efektivitas model ini dalam membentuk
keutuhan kompetensi kependidikan.

Konsepsi pendidikan terbuka dan multi makna diwujudkan melalui pembukaan


sistem perpindahan jalur melalui proses penyetaraan yang akan menentukan kompetensi
peserta didik dan kesesuaiannya terhadap tingkatan tertentu. Sistem ini memungkinkan
peserta didik dapat keluar dengan berbagai alasan (masalah ekonomi, bekerja, pindah
tempat, masalah keluarga, dan lain sebagainya) dan tetap berpeluang masuk kembali ke
program pendidikan dengan menunjukkan rekaman standar kompetensi yang telah dicapai,
misalnya melalui portofolio.

Sistem satuan kredit kompetensi (SKK) berlaku pada program Pendidikan


Kesetaraan baik Pogram Paket A, Paket B, dan Paket C. Pemerintah sudah berprakarsa
memulai kebijakan itu dengan menerbitkan Permendiknas nomor 14 tahun 2007 tentang
Standar Isi untuk program pendidikan kesetaraan tersebut. Pada lampiran Permendiknas
tersebut disebutkan, “Beban belajar program Paket A, Paket B, dan Paket C dinyatakan
dalam SKK yang menunjukkan bobot kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik
dalam mengikuti program pembelajaran, baik melalui tatap muka, praktek keterampilan,
dan/atau kegiatan mandiri”. SKK merupakan penghargaan terhadap pencapaian
kompetensi sebagai hasil belajar peserta didik dalam menguasai suatu mata pelajaran.
SKK diperhitungkan untuk setiap mata pelajaran yang terdapat dalam struktur kurikulum.
Pada penjelasan selanjutnya tertulis, “SKK merupakan penghargaan terhadap pencapaian
kompetensi sebagai hasil belajar peserta didik dalam menguasai suatu mata pelajaran.
SKK diperhitungkan untuk setiap mata pelajaran yang terdapat dalam struktur kurikulum”.

Salah satu alasan utama rencana penerapan sistem SKK pada pendidikan kesetaraan
adalah memberikan peluang kepada warga belajar untuk belajar sesuai dengan gaya belajar

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
dan tingkat kesanggupan masing-masing. Dengan sistem SKK, ada kesempatan lebih luas
bagi warga belajar yang cerdas dan punya sumber daya untuk menyelesaikan pendidikan
kesetaraan lebih cepat daripada bila ia harus mengikuti sistem reguler melalui
pembelajaran semester dan klasikal. Model implementasi konsep SKK untuk pendidikan
kesetaraan telah pernah dilakukan oleh Supriyono (2009) selama dua tahun 2008 dan tahun
2009 dengan judul Model Pengelolaan Ketuntasan Belajar pada Program Pendidikan
Kesetaraan dengan Pola Satuan Kredit Kompetensi (SKK) untuk Berbagai Media Belajar
Masyarakat.

Pengakuan kredit adalah penghargaan pengalaman belajar atau kegiatan akademik


yang telah dimiliki oleh subjek didik yang kemudian diakui atau diakreditasi sebagai
komponen dari kelengkapan keutuhan kompetensi oleh otoritas penyelenggara program
pendidikan. Pengakuan kredit ini diajukan secara stelsel aktif oleh subjek didik kepada
penyelenggara program pendidikan ketika seseorang melibatkan diri pada sebuah program
pendidikan untuk mendapatkan sebuah kredensial tertentu pada satuan pendidikan formal
atau pendidikan nonformal. Pengakuan kredit hanya bisa dilakukan apabila seseorang
tercatat pada sebuah program pendidikan atau terdaftar sebagai peserta didik pada program
pendidikan tertentu. Pengalaman belajar yang bisa diakui adalah pengelaman belajar yang
didapat sebelum yang bersangkutan mencatatkan diri sebagai peserta program pendidikan
dan/atau ketika peserta didik dalam proses menjalani program pendidikan. Sebagai
ilustrasi, ketika mahasiswa pindah program studi atau perguruan tinggi maka satuan kredit
semester yang pernah ditempuh dan lulus dapat diekuivalensi, ketika seorang mahasiswa
akan menempuh matakuliah produksi media pendidikan di mana yang bersangkutan telah
berpengalaman dalam produksi multi media (film dan/atau animasi), maka mahasiswa
tersebut langsung diakreditasi pengelaman belajarnya sebagai telah menempuh mata kuliah
produjksi media, tentunya setelah dilakukan proses validasi dan verifikasi. Universitas
Negeri Malang secara regulatif telah menerapkan konsep pengakuan kredit ini melalui
Pasal 21 pada Pedoman Pendidikan mulai edisi 2010. Yang perlu mendapat catatan
penerapan konsep ini belum sepenuhnya implementatif di tingkat program studi.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Kumpul kredit adalah kegiatan mahasiswa untuk menempuh dan menyelesaikan
beban studinya melalui kegiatan nonreguler. Apabila mahasiswa reguler menyelesaikan
studinya melalui kegiatan perkulihan reguler sebagai mahasiswa penuh waktu (full-time
student), maka mahasiswa kumpul kredit menyesaikan studinya melalui kegiatan belajar
yang bersifat on-off. Ketika memiliki waktu cukup dia akan mengikuti kegiatan
perkuliahan, namun ketika memiliki agenda lain yang lebih prioritas dia bisa cuti kuliah
dengan tetap mencatatkan diri sebagai mahasiswa terdaftar di perguruan tinggi afiliasinya.
Yang perlu dicatat bahwa penerapan konsep ini juga belum sepenuhnya implementatif di
perguruan tinggi karena terkendala oleh kerumitan sistem administrasi kemahasiswaan dan
administrasi akademik.

Konsep multi entry multi exit menunjuk pada adanya peluang bagi seorang peserta
didik melakukan pindah jalur, pindah satuan pendidikan, dan atau pindah jenis/jenjang
program sesuai dengan situasi yang dialami. Sebagai ilustrasi, karena alasan ekonomi,
keluarga, atau mobilitas geografis seorang siswa SMA tidak bisa menyelesaikan studinya
di sebuah SMA asal, kemudian pindah jalur pada program Paket C, atau sebaliknya. Pada
jalur pendidikan nonformal pola multi entry multi exit sudah biasa terjadi, misalnya pada
program kursus Bahasa Inggris di mana mobilitas perpindahan peserta kursus antar
lembaga sangat sering terjadi.

Ujian nasional pendidikan kesetaraan (UNPK) atau yang juga disebut sebagai ujian
nasional program paket (UNPP) diselenggarakan sebagai proses akreditasi kompetensi
peserta didik program paket untuk mendapatkan pengakuan (sertifikat) pendidikan
kesetaraan. Secara operasional UNPK/UNPP disiapkan bagi para peserta didik warga
belajar Program Paket A, B, dan C. Karena alasan-alasan administratif dan regulatif
UNPK/UNPP hanya disediakan untuk warga belajar program yang telah tercatat pada
satuan-satuan lembaga penyelenggara program paket. Secara konseptual pola
UNPK/UNPK bisa digunakan sebagai pintu sertifikasi kompetensi kesetaraan atau
kompetensi lainnya sepanjang lembaga penyelenggara ujian/sertifikasi memiliki
kredibiltas yang tinggi.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Melalui Peraturan Presiden RI nomor 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI) Pemerintah Republik Indonesia berkehendak adanya acuan
yang jelas tentang kesetaraan kompetensi kerja sebagai luaran lembaga/program
pendidikan dengan dunia kerja yang disepekati secara nasional dan kompatibel dengan
kerangka kualifikasi kerja secara internasional. Putra (2012), seorang anggota Tim IQF
(Indonesian Quality Framework), menyatakan bahwa KKNI adalah penjenjangan capaian
pembelajaran yang menyetarakan luaran bidang pendidikan formal, nonformal, informal,
atau pengalaman kerja dalam rangka pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur
pekerjaan di berbagai sektor. Jenjang kualifikasi adalah tingkat capaian pembelajaran yang
disepakati secara nasional, disusun berdasarkan ukuran hasil pendidikan dan/atau pelatihan
yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, informal, atau pengalaman kerja.
KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan sistem
pendidikan dan pelatihan nasional yang dimiliki Indonesia.

Konsep dasar KKNI sangat kompetibel dengan ide KKIK antar jalur pendidikan, dan
diharapkan mampu memberi ruang dan peluang seluas-luasnya bagi peserta didik untuk
memperoleh pengakuan atas pembelajaran yang telah ditempuh melalui jalur pendidikan
tertentu atau belajar mandiri oleh pemegang otoritas pengakuan hasil belajar secara
susbtansial maupun secara legal formal, khususnya pada dunia kerja. Peran Kemendikbud
dalam peningkatan mutu sumber daya manusia Indonesia berbasis KKNI adalah (1)
Menjamin akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan melalui Penyetaraan Jenis dan Strata
Pendidikan Nasional berbasis KKNI, (2) Mengembangkan strategi dan kebijakan
implementasi Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) dalam sektor pendidikan, (3)
Menjamin Pendidikan Sepanjang Hayat melalui pnegembangan kebijakan pendidikan
berbasis Multi Entry Multi Exit yakni perpindahan antara jenis, jalur dan strata pendidikan
tinggi, dan (4) Menjamin implikasi KKNI terhadap peningkatan mutu pendidikan:
Pengembangan Sistem Penjaminan Mutu (SPMI) sesuai dengan sasaran KKNI (Putra,
2012). Berikut ini salah satu visualisasi keterkaitan pendidikan formal, pendidikan
nonformal dan pendidikan informal dengan pengakuan derajad stratifikasi kompetensi dan
renumerasinya.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Pencapaian Level KKNI Melalui Berbagai Jalur

Gambar 3: Interaksi Pencapaian Level KKNI antara Latar Pendidikan Formal, Pendidikan
Nonformal dan Informal, Jenjang Profesionalitas,

dan Karir Jabatan (dikutip dari Putra, 2012)

Dalam gambar tersebut, sisi bawah kanan adalah interaksi dari jalur pendidikan nonformal
dan pendidikan informal sebagai komponen pembentuk kompetensi okupasi, vokasi, dan
profesional yang akan berpengaruh terhadap jenjang kompetensi kerja, jabatan, dan
renumerasinya.

Berapa simpul KKIK antar jalur pendidikan sebagaimana terurai di atas masih
bersifat sebagain saja. Masih ada pola-pola manajemen pendidikan dan praktek bagus (best

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
practice) pendidikan yang bisa saling dipertautkan untuk terciptanya KKIK dalam sistem
pendidikan nasional di Indonesia. Tiga praktek model pendidikan lain yang bisa digunakan
sebagai model implementasi KKIK adalah preseden model SKS (Sistem Kredit Semester)
dan satuan kredit semester (sks) di perguruan tinggi dan pada sekolah, model SKU dan
SKK (syarat kecakapan umum dan syarat kecakapan khusus) pada Gerakan Pramuka, dan
model Iqro’ untuk pembelajaran huruf Arab.

Pada sistem sks di perguruan tinggi, untuk memperoleh seperangkat kompetensi di


pada perguruan tinggi, mahasiswa ditamsilkan memprogram/mengam-bil sejumlah satuan
kredit untuk setiap satuan semester. Untuk melunasi kredit itu ia harus mengerjakan tiga
kegiatan belajar secara terintegratif, yakni kuliah tatap muka, mengerjakan tugas
terstruktur, dan mengerjakan tugas mandiri. Apabila ia mampu memenuhi persyaratan
administratif dan tugas perkuliahan tersebut sebagaimana yang dipersyaratkan, maka
dosen pembina mata kuliah di bawah panduan pedoman akademik universitas akan
menyatakan mahasiswa yang bersangkutan LULUS dan memperoleh sejumlah bobot
kredit sesuai yang tertera pada kurikulum program studi. Seorang mahasiswa dinyatakan
lulus sebuah jenjang pendidikan tententu apabila telah mampu membukukan (lulus) semua
sks yang dipersyaratkan.

Model SKU dan SKK pada Gerakan Pramuka digunakan sebagai instrumen
pengelolaan pengakuan kecakapan anggota Pramuka. SKU digunakan untuk mengukur
dan mengakui kemampuan anggota pada kompetensi umum kepramukaan, mulai dari
komitmennya terhadap organisasi, kerajinannya mengikuti latihan-latihan, dan
penguasaannya terhadap kompetensi umum kepramukaan. Sedangkan SKK digunakan
untuk mengukur dan mengakui kemampuan anggota pada kompetensi khusus yang disebut
kemampuan kesakaan, yaitu peminatan dan kompetensi khusus.

Daftar satuan SKU dan SKK tertulis dalam sebuah buku saku yang harus dimiliki
oleh seorang anggota Pramuka. Sepanjang hari-hari latihan, seorang anggota Pramuka
belajar berbagai kecakapan hidup sesuai dengan jenjang usia dan kemampuan yang
disediakan untuknya, sesuai dengan lingkungan alam--sosial yang bersangkutan. Apabila

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
ia merasa telah menguasai satu atau lebih satuan SKU/SKK, maka ia mengajukan diri
untuk diuji oleh pembinanya. Setelah pembina melakukan pengukuran (asesmen) terhadap
anggota yang bersangkutan dan merasa puas atas performance anggota sesuai dengan
peraturan dan berlandaskan kode etik dan profesionalisme Pembina Pramuka, maka
Pembina tersebut memberikan paraf yang berarti “persetujuan” pada Buku SKU/SKK
yang dimiliki anggota, sebagai bukti bahwa anggota itu telah cakap mengerjakan sebuah
kompetensi. Demikian seterusnya sampai sejumlah kecakapan yang dipersyaratkan pada
satu jenjang jabatan terpenuhi, maka anggota Pramuka itu boleh mengajukan ujian
kenaikan tingkat. Anggota Pramuka yang tidak pernah mengajukan ujian SKU dan SKK,
maka yang bersangkutan tidak akan pernah mendapatkan brevet kecakapan tingkat
tertentu.

Iqro’ adalah metode pembelajaran membaca huruf Arab yang sangat dikenal di
satuan-satuan Taman Pendidikan Al Qur’an. Dengan metode ini kemampuan membaca
huruf Arab disusun secara berjenjang sebanyak enam tahapan yang disebut Iqro’ 1 sampai
dengan Iqro’ 6, di mana Iqro’ 1 adalah pelajaran yang paling sederhana berupa pelajaran
pengenalan abjad huruf hijaiyah beserta harokat-nya. Seorang siswa harus terlebih dulu
menguasai secara sempurna (mastery) kompetensi yang tertuang pada Iqro’ 1 sebelum
beranjak ke pelajaran pada Iqro’ 2; demikian seterusnya. Keterangan tingkat penguasaan
kompetensi itu dicatat dalam sebuah buku semacam buku rapor yang berisi tingkatan-
tingkatan kompetensi baca tulis secara hirarkis. Pihak yang berwenang menetapkan tingkat
penguasaan itu adalah para pengajar, yakni para Ustadz atau Ustadzah (tutor). Dengan
demikian setidaknya terdapat dua jenis dokumen yang dimiliki oleh setiap siswa sebagai
komponen model Iqro’, yaitu buku paket belajar Iqro’ dan buku catatan laporan kemajuan
belajar siswa.

Berdasarkan buku laporan tingkat penguasaan kemampuan baca tulis tersebut


seorang siswa Taman Pendidikan Al Qur’an (TPA) dapat melanjutkan pelajaran baca
tulisnya di mana pun ia bermukim. Bilamana suatu saat dia berpindah tempat tinggal,
sepanjang ada lembaga penyedia layanan atau penyelenggara program Iqro’, maka dia bisa
meminta program belajar lanjutannya, setelah terlebih dahulu menjalani tes penempatan.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Apabila dia sempat putus belajar, maka untuk memulai lagi program belajarnya, sang
Ustad akan melakukan tes penempatan untuk mengetahui di mana pelajaran berikutnya
harus dimulai lagi. Dengan metode Iqro’ ini proses belajar dapat menerapkan sistem multi
entry and multi exit, yakni kapanpun bisa memulai belajar dan kapan pun bisa (boleh)
putus belajar dengan berbagai alasannya, untuk suatu saat nanti melanjutkan lagi program
belajar ngajinya.

Berdasarkan preseden sistem SKS di perguruan tinggi, sistem SKU dan SKK
dalam Gerakan Pramuka, dan sistem Iqro’; model KKIK dalam sistem pendidikan nasional
dapat dikembangkan. Hal-hal yang diambil dari ketiga sistem tersebut adalah model
pembobotan kompetensi menjadi satuan kredit kompetensi (skk), kalender pendidikan,
cara mengadministrasikan ketuntasan belajar, serta cara pengujiannya.

G. PENUTUP

Hadirian yang saya mulyakan.

Dari berbagai diskripsi yang telah dipaparkan di atas, terkait dengan gagasan upaya
menciptakan koneksitas, kompatibilitas, integrasi, dan koherensi antar jalur, program, dan
satuan pendidikan yang dibutuhkan daalam sistem pendidikan nasional di Indonesia, untuk
mengaktualkan pinsip belajar dan pendidikan seumur hidup, berikut adalah butir-butir
kesimpulan yang relevan.

1. Simpulan

a. Koneksitas antar jalur pendidikan merupakan amanat undang-undang, memiliki


landasan filosofis dan konseptual, pragmatis, dan kebutuhan yang sangat kuat, serta
menjadi kebutuhan strategis dalam penataan sistem pendidikan nasional di Indonesia;
namun belum teraktualisasi secara sistemik dalam sistem pendidikan nasional.
b. Belum ada koneksitas sistematis antar jalur pendidikan dan program pendidikan dalam
membentuk sosok manusia ideal sebagaimana yang diidamkan. Yang terjadi adalah

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
gerakan atomistis, anomik, dan ego sektoral. Bahklan pada program pendidikan yang
paling dekatpun tidak ada komunikasi apalagi integrasi, misalnya, antara sekolah
dengan lembaga bimbingan belajar, lembaga kursus mata pelajaran, dan atau lembaga
les privat.
c. Ada beberapa pola dan model penyelenggaraan pendidikan, regulasi, dan kebijakan
yang dapat difungsikan sebagai simpul KKIK antar jalur pendidikan yang bisa lebih
mensinergikan sistem pendidikan nasional sehingga menjadi lebih efisien, efektif serta
yitu: pengakuan hasil belajar pendahuluan (PHBP), model multi entry multi exit,
sistem kredit kompetensi (SKK), model kumpul kredit, model pengakuan kredit, ujian
nasional pendidikan kesetaraan, dan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia
(KKNI).
d. Dibutuhkan adanya revisi peraturan perundangan tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang berkaitan dengan pendidikan informal dan pendidikan nonformal, koneksitas
antar jalur, program, dan satuan pendidikan yang benar-benar mempu mewujudkan
sebuah sistem pendidikan nasional yang utuh, saling kompetibel, integratif, efisien,
dan efektif dalam mewijudkan sosok insan kamil dan masyarakat madani. Momentum
revisi undang-undang sistem pendidikan nasional yang dihajadkan oleh lembaga
legislatif nasional pada tahun 2013 harus dimanfaatkan untuk merkonstruksikan KKIK
antar jalur, program, dan satuan ini.

2. Saran-saran

Realitas yuridis dan empiris yang demikian merupakan tantangan yang dihadapi
Sistem Pendidikan Nasional. Oleh sebab itu, Kementerian Pendidikan Nasional bersama
kementerian dan lembaga terkait perlu menentukan langkah-langkah strategis, sistematis
dan terencana untuk mengembangkan model koneksitas, kompatibilitas, integrasi, dan
koherensi (KKIK) antar jalur pendidikan. Gagasan untuk pengembangan pendidikan
nonformal dan pendidikan informal sebagai suatu usaha sadar dan terencana di dalam
Sistem Pendidikan Nasional menuntut kebijakan penting. antara lain sebagai berikut:

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
1) Mengembalikan konsep pendidikan nonformal dan pendidikan informal sesuai dengan
makna yang sesungguhnya sehingga dapat mewujudkan amanat UUD 45. Konsep dan
makna pendidikan nonformal tidak lagi direduksi sebatas pada program pendidikan
yang bersifat sebagai pelengkap, penambah, dan pengganti pendidikan formal.
Sementara pendidikan informal yang ada saat ini, sebagaimana tertuang dalam dalam
UU no 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 27 ayat (1), (2), dan
(3), telah tereduksi menjadi sekedar belajar mandiri di keluarga dan lingkungan,
sebagai subordinasi pendidikan formal dan nonformal. Untuk itu perlu ada upaya
sinkronisasi di tingkat undang-undang.
2) Perlu adanya ketentuan-ketentuan turunan dari UU no 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan pendidikan informal dan pendidikan
nonformal, yang dapat dijadikan landasan operasional pengembangan dan
pelembagaannya. Sampai dengan saat ini tuntutan penerbitan Peraturan Pemerintah
tentang pendidikan nonformal dan pendidikan informal sebagaimana diminta UU No
20 Tahun 2003 pada Pasal 26 ayat (7) dan Pasal 27 ayat (3) belum berhasil
diwujudkan.
a. Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (Pasal 26 ayat [7].
b. Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (Pasal
27 ayat [3].
3) Perlu adanya lembaga (setidaknya setingkat direktorat) yang secara teknis mengelola
program-program pengembangan pendidikan informal dan pendidikan nonformal
yang betul-betul memahami peta masalah, garapan, dan menejerial pendidikan
nonformal dan pendidikan informal sebagai subsistem pendidikan nasional yang
sangat strategis bagi pembentukan karakter dan kompetensi warga negara.
4) Perlu peningkatan layanan pendidikan nonformal dan/atau pendidikan informal yang
dapat menciptakan lingkungan mendidik di keluarga dan di masyarakat.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
5) Perlu pengembangan kompetensi dasar pendidik yang sesuai dengan karakteristik
pendidikan informal dan pendidikan nonformal, agar mereka dapat berfungsi optimal
di lingkungannya.
Dalam rangka mendukung implikasi-implikasi kebijakan di atas perlu dilakukan
kajian-kajian yang mendalam tentang potensi dan aktualisasi pendidikan informal dan
pendidikan nonformal dalam Sistem Pendidikan Nasional.

PENGAKUAN DAN UNGKAPAN PENGHARGAAN

Hadirin yang saya hormati,

Berkat pertolongan, ridha, dan kehendak Allah SWT dan dorongan berbagai pihak,
akhirnya saya mendapat kesempatan memangku jabatan akademik tertinggi sebagai guru
besar yang tidak pernah saya cita-citakan ketika masa kanak-kanak dan remaja, dan
sekaligus pada hari ini saya mampu menyampaikan pidato pengukuhan jabatan guru besar
tersebut. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan menjaga kesehatan, kecerdasan
otak dan kecerdasan hati ini sebagai karunia yang tak terhingga harganya, apabila Allah
SWT menghendaki maka dalam sekejap seluruh karunia kecerdasan ini akan hilang tanpa
bekas. Allahu Akbar.

Dalam kesempatan yang baik dan mulia ini perkenankan saya menyampaikan
penghargaan dan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan berjasa
dalam hidup dan karir saya.

Kepada Pemerintah Republik Indonesia, khususnya Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan saya menyampaikan terimakasih karena telah dipercaya untuk menduduki
jabatan Guru Besar. Terima kasih yang setinggi-tingginya saya sampaikan kepada Rektor
UM Prof. Dr. H. Soeparno yang telah memberikan dorongan terus-menerus kepada saya
untuk mengurus diri agar cepat mencapai jenjang jabatan Guru Besar. Tidak hanya itu,
sebagai Rektor UM maupun sebagai pribadi, Pak Parno, demikian banyak memberikan
kesempatan dan kepercayaan kepada saya dalam kepanitiaan ad-hoc di UM sehingga saya

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
bisa menunjukkan kemampuan saya sekaligus merasa tertantang sekaligus memacu
andrenalin akan kesanggupan saya menyelesaikan tugas-tugas tersebut secara baik.
Kepada segenap pimpinan universitas yang lain ketika usulan guru besar ini dimajukan,
Bapak Dr. Kusmintradjo, M.Pd. (Warek I), Prof. Dr. Rofi’udin, M.Pd. (Warek II), Bapak
Drs. Kadim Masykur, M.Pd. (Warek III), dan Bapak Drs. Ir. Isnandar, M.T. (Warek IV),
para Dekan, Ketua Lembaga dan khususnya Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Prof. Dr. H.
Hendyat Sopetopo, M.Pd, para Pembantu Dekan dan Staf Tata Usaha Fakultas Ilmu
Pendidikan saya ucapkan terima kasih atas segala fasilitasi dan kerjasamanya.

Kepada Ketua, Sekretaris Jurusan PLS beserta segenap kolega dosen jurusan, saya
sangat berterimakasih atas pemberian kesempatan dan dukungannya, serta iklim kerja yang
kondusif kepada saya sampai ke jenjang jabatan Guru Besar, tanpa mereka sulit untuk
meraihnya karena tidak ada Guru Besar Bidang PLS jika tanpa keberadaan jurusan
tersebut. Hampir semua dosen yang sudah pensiun dan yang sekarang bertugas adalah para
dosen yang turut nggula-wenthah saya. Salam hormat kepada bapak-bapak dosen: Prof.
Drs. HM. Saleh Marzuki, M.Ed., Drs. H.M. Sofwan, M.Pd., Drs. B. Suparna, M.Pd., Drs.
H. Abdillah Hanafi, M.Pd., Dr. Sapaiah S. Faisal, Drs. Mulyadi Guntur Waseso, Drs.
HMA. Prawoto, M.Pd., Drs. Nurhadi Musa, M.Pd., Drs. Ishom Ihsan, M.Pd., Drs. Imam
Hambali, M.Pd., dan Dr. Ach. Rosyad, M.Pd. Ungkapan terimakasih, dan doa seorang
murid selalu saya panjatkan. Khusus kepada Bapak Dr. M. Ishaq Maulana, M.Pd. saya
sampaikan terima kasih atas kerbersamaan dan kerjasama selama menempuh studi doktor
di UPI Bandung. Kepada beliau para dosen Jursan PLS UM yang sudah tiada semoga
mendapat tempat yang bahagia di sisi Alloh SWT, yakni Pak Soedomo, Pak Nachrowi,
Pak Sardjan Kadir, Pak Latief Ismail, pak Zainal Arifin, pak Ikhsan Hadi Saputro, dan pak
In’am Sulaiman. Kepada yang masih sugeng semoga diberi kesehatan dan panjang usia
oleh Allah swt., sejahtera, dan bahagia bersama para putra dan para cucu, mulai dari Prof.
Drs. H.M. Saleh Marzuki, M.Ed. dan Bapak Drs. H.M. Sofwan, M.Pd., sampai dengan
generasi dosen PLS angkatan 1981. Penghargaan dan terima kasih saya ini disertai
permohonan maklum atas segala keterbatasan dan kekurangan daya pikir, kemampuan,

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
dan perilaku saya yang belum bisa menyempurnakan sosok akademisi PLS sebagaimana
yang ingin Bapak-bapak wujudkan dalam sosok ideal guru besar PLS yang saya sandang.

Tanpa mengurangai makna jasa para senior lainnya, perlu saya sebutkan adanya
empat orang dosen PLS UM yang begitu berpengaruh dalam memberikan hikmah dan
inspirasi bagi saya. Kepada mereka saya sampaikan terimakasih secara khusus. Mereka
adalah: (1) Prof. Drs. H.M. Soedomo, M.A, (2). Prof. Drs. H.M. Saleh Marzuki, M.Ed., (3)
Dr. Sanapiah S. Faisal, dan (4) Drs. Mulyadi Guntur Waseso.

Prof. H.M. Soedomo, M.A. adalah “guru spiritual” saya. Walaupun saya hanya
sempat akrab dengan beliau selama satu setengah tahun ketika menempuh studi S2 tahun
1994 – 1995, saya merasa begitu dekat dan senantiasa mendapat pertolongannya secara
tidak langsung. Kemudahan dan kelancaran urusan selalu saya dapatkan ketika
berhubungan dengan kolega PLS di Indonesia, karena begitu diketahui saya adalah orang
Jurusan PLS UM, murid Pak Domo, maka seolah mendapat “syafaat” karena telah
“bertawasul” kepada Pak Domo, semua urusan menjadi cepat dan lancar.
Allahumaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fuanhu, semoga Allah SWT telah menyiapkan
sorga untuk beliau.

Prof. Drs. H.M. Saleh Marzuki, M.Ed. adalah guru, pembimbing dan orangtuaku.
Skripsi S1 dan tesis S2 saya selesai atas bimbingannya. Ilmu dan pengetahuan yang saya
miliki sebagian adalah ajaran dan bimbingannya. Nilai-nilai hidup yang saya terapkan
sebagian adalah petuahnya yang disampaikan dalam forum informal, nonformal, maupun
formal. Terima kasih atas segala bimbingan dan nasehatnya, disertai permohonan maaf
bila ada hal yang kurang berkenan di hati, termasuk keterlambatan saya mengurus diri
untuk mencapai jabatan guru besar.

Dr. Sanapiah S. Faisal adalah inspirator saya. Harus diakui bahwa pola perilaku
egalitarian yang berkembang di Jurusan PLS UM adalah ajaran Pak San. Terimakasih Pak
San atas segala inspirasi dan diskusi-diskusinya yang selalu mengejutkan, menantang, dan
memancing untuk berpikir ulang. Sedangkan Drs. Mulyadi Guntur Waseso (Pak Guntur)
adalah mentor saya dalam penelitian, pengoperasian komputer, dan menulis karya ilmiah.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Proposal penelitian saya yang pertama dengan dana DIP tahun 1989 adalah atas berkat
dorongan dan bimbingan beliau. Keberanian saya pertama kali mengoperasikan komputer
pada tahun 1992 adalah berkat kegigihannya berkali-kali “menculik” saya untuk dibawa ke
rumah beliau (sewaktu masih pidalem di Perumahan Poharin, sekarang sudah jengkar ke
Ndalem Mertojayan) untuk dilatih mengoperasikan komputer. Keberanian saya menulis
artikel opini di koran, majalah, dan artikel ilmiah di jurnal adalah berkat provokasi melalui
“show of” dan suri tauladan yang ditampilkannya sebagai penulis dan penyunting naskah
buku dan artikel jurnal yang produktif hingga saat ini.

Penghargaan dan ucapan terimakasih saya sampaikan kepada semua guru mulai
dari Taman Kanak-kanak Pertiwi 2 Desa Wonorejo Talun Blitar, Sekolah Dasar Negeri
Wonorejo I Talun Blitar, SMP Negeri I Wlingi Blitar, SPG Negeri Blitar, sampai dosen
Prodi S1 dan S2 PLS IKIP Malang dan program Pasca Sarjana S3 PLS UPI Bandung.
Dalam hal ini, jasa kepala sekolah sewaktu saya sekolah di SD, bapak Darijono Ugroseno
(alm), dan wali kelas VI tahun 1976, Ibu Soemartiwi, sangat saya kenang dan hargai.
Beliau berdua adalah pemandu bakat dan aktor intelektual atas terpilih saya dalam seleksi
di tingkat kecamatan untuk memperoleh beasiswa Pembinaan Bakat dan Prestasi (kalau
tidak salah menyebutkan namanya) dari Depdikbud. Beasiswa inilah yang saya rasakan
sangat berpengaruh terhadap self-efficacy perception dan pandangan saya tentang potensi
diri. Dalam kapasitas ini secata khusus saya sampaikan rasa hormat dan terimaksih kepada
Bapak Prof. Dr. Soetaryat Trisnamansyah, M.A. dan Dr. H.M. Zainuddin (alm.), beliau
adalah promotor dan pembimbing studi doktor saya di UPI Bandung, bersama Bapak Prof.
Dr. Endang Sumantri, M.Ed. Tiada terhitung kebaikan, kebijakan, dan jasa beliau berdua
sekeluarga terhadap saya. Bahkan perhatian dan kasih sayang Pak Taryat itu masih saya
terima sampai hari ini. Untuk Pak Zainuddin, semoga almarhum ditempatkan di sisi Allah
SWT, diterima amal baiknya dan diampuni semua dosa dan kesalahannya.
Allohumaghfirlahu, warhamhu wa’affihi wa’fu’anhu.

Khusus kepada yang terhormat Prof. Dr. H.S. Mundzir, M.Pd. (Guru Besar PLS
UM) dan Prof. Dr. Achmad Fatchan, M.Pd., M.Si. (Guru Besar Pendidikan Geografi FIS
UM), saya sangat berterimakasih yang telah bersedia menjadi reviewer atas karya tulis

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
saya, serta perkenan beliau merekomendasikan kelayakan saya untuk diusulkan kepada
pemerintah untuk menjadi Guru Besar dan alhamdulillah disetujui.

Kepada penyunting dan tata usaha Jurnal Ilmu Pendidikan (JIP) khususnya Pak
Drs. M. Guntur Waseso, Ibu Dra. Aminarti Siti Wahyuni, dan mbak Retno; Jurnal
Teknologi Pendidikan khususnya Bapak Dr. Waras, M.Pd.; Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran khususnya Bapak Prof. Dr. Ipung Yuwono, M.Ed; saya sampaikan terima
kasih yang setinggi-tingginya atas perhatian, peluang, dan kerjasamanya sehingga artikel
jurnal saya termuat pada jurnal-jurnal terakreditasi nasional tersebut, sehingga memenuhi
syarat komponen untuk usulan jabatan guru besar. Dalam era pengusulan jabatan guru
besar saya saat itu (sampai hari ini) artikel yang termuat di jurnal terakreditasi nasional
merupakan hal yang paling sulit didapatkan/dipenuhi. Dalam kapasitas ini ungkapan
terima kasih saya sampaikan juga kepada para penyunting jurnal lainnya (yang non
akreditasi) yaitu Visi (UNJ & Dit PTKPNF), Jurnal Pendidikan Nonformal dan Buletin
Mediksi (BPPNFI Regional II Surabaya) yang telah menerima dan memuat artikel-artikel
ilmiah yang saya gunakan untuk usulan guru besar.

Terima kasih saya sampaikan pula kepada para senior, sahabat, dan teman sejawat
atas segala perhatian, atensi, pemberian kesempatan, dan kerjasama yang baik ketika
mengerjakan tugas dinas maupun mencari solusi atas masalah-masalah pribadi. Saya
merasa berarti, tenteram dan terlindungi ada di antara bapak-bapak dan ibu sekalian.
Komunikasi, silaturahmi, interaksi, dan diskusi bersama para senior, sahabat, dan sejawat
ini telah ikut mewarnai hidup dan karir saya. Dalam kapasitas ini adalah Prof. Dr. H.
Sukowiyono, SH., M.H., Prof. Dr. Hariyono, M.Pd., Prof. Dr. Sumarmi, M.Pd., Prof. I
Nyoman Sudana Degeng, M.Pd., Prof. Dr. Punaji Setyosari, M.Ed., Prof. Dr. Ruminiati,
M.S., Dr. Triyono, M.Pd., Dr. Hardika, M.Pd., Drs. H. Sutrisno, S.Pd. M.Pd., Prof. H.M.
Sochieb, M.Pd. (alm.), Prof. Dr. Ery Trijatmiko RWW, M.A. M.Si., Dr. Bambang
Pranowo, M.Pd., Prof. Dr. Budi Eko Sucipto, M.Ed., M.Si., Prof. Dr. Wahyudi, M.Pd.,
M.M., Dr. H. Suharto S.M., M.Pd. M.M., Prof. Dr. F. Danardhana Murwani, M.M., Dr. H.
Sutrisno, M.M., Drs. Sugeng Rahayu, Drs. Suwarno Winarno, Dr. Waras, M.Pd., Drs.
Andoko, MT., Drs. Maftuchin Romlie, M.T., Prof. Dr. M.E. Winarno, M.Pd., Drs. H.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Mahmud Yunus, M.Kes., Drs. Mu’arifin, M.Pd., Drs. Sapto Adi, M.Kes., Prof. Dr. Anang
Santoso, M.Pd., Prof. Dr. Suyono, M.Pd., Prof. Dr. Joko Saryono, M.Pd., dan Dr. Gunadi
Harisulistyo, M.Pd.

Peran dan jasa jajaran Ditjen PMPTK dan Ditjen PNFI Kementerian Pendidikan
Nasional Jakarta juga sangat signifikan dalam ikut mengantarkan karir saya sehingga
mampu memangku jabatan Guru Besar PLS. Sebagian besar kredit poin untuk karya
ilmiah dan pengabdian kepada masyarakat yang saya kumpulkan adalah berkat banyaknya
kesempatan yang saya terima dari dua Ditjen tersebut sebagai konsultan, nara sumber, dan
peserta dalam berbagai workshop, seminar, dan diklat tentang PNFI. Dalam hal ini peran
dan jasa bapak Dr. Erman Syamsuddin, M.Pd. (mantan Direktur PTK PNF, sekarang
Direktur PAUD Kemdikbud) beserta jajaran stafnya, serta bapak Drs. H. Harun Al-Rasyid,
M.Si. (sekarang Dosen di Universitas Trunojoyo Madura) dan bapak Drs. Sucahyono,
M.Pd. (sekarang Dosen di Universitas Negeri Surabaya), beliau berdua adalah mantan
Kepala Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Regional IV Surabaya.
Untuk semua kesempatan dan kerjasama yang telah diberikan untuk saya, saya sampaikan
terima kasih.

Ketika menempuh studi S1 saya merasa sangat berhutang budi kepada keluarga
Bapak Sahari (alm) di Klampok Kasri Gang II-D Nomor 190 Malang, tempat di mana saya
kost selama lima tahun. Ketika mulai belajar bekerja sebagai CPNS tahun 1988, menikah
tahun 1990 sampai tahun 1997 saya numpang di “rumah dinas” Paklik Sajitno (alm) di Jl.
Besar ijen 94 Malang. Dan ketika menempuh studi S3 kami sekeluarga juga kos di rumah
keluarga Bapak Haji Mohammad Ido (alm.) di Jl. Gegerkalong Girang 9 Bandung selama
tiga tahun. Kami sampaikan terima kasih atas segala kesediaan menerima, bantuan dan
pertolongannya, pemberian tarif kos yang lebih murah dibanding konsumen yang lain dan
keistimewaan fasilitas lainnya.

Kepada orang tua saya, ayahanda Soepartono (87 tahun) dan ibunda Welas (75
tahun), serta bapak-ibu mertua Bapak Soejoto (82 tahun) dan ibu Lasmiati (72 tahun), saya
haturkan sembah sungkem untuk kesekian kalinya, penghargaan dan terima kasih yang tak

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
ada tandingannya atas segala kasih sayang, perhatian dan doa restunya. Selanjutnya, saya
sampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada istriku Titik Purwowinarni,
S.Pd. yang telah mendampingi, merawat saya dan memberi semangat dalam hidup ini,
termasuk mencapai Guru Besar dan hidup saya selanjutnya. Demikian pula kepada ketiga
anakku: Riset Wijang Prihandana, Wuwuh Wijang Prihandini, dan Anisa Wijang
Prihandani, mereka telah ikut memberi semangat hidup dan penghilang duka lara.
Memandangmu bertiga bersendagurau, “bertengkar” dan saling menggoda, dan belajar
(dan bekerja membantu orangtua); bahkan di kala kalian tertidur pulas pun di wajah kalian
senantiasa tergambar masa depan yang indah. Dari ketulusan gerak hatimu, gerak bibir,
dan tengadah tanganmulah doa anak sholeh/khah senantiasa kami rindukan di dunia dan di
akhirat kelak. Kepada semua saudara adik sekandung dan adik ipar: Dwi Purwanti,
Trimanto, S.Pd., Ari Krismawati, Sujito, S.Kom., M.Pd., Septiana Okhirawati, A. Dwi
Purnomo, dan Tri Rudi W. (alm) beserta keluarga masing-masing, saya sampaikan terima
kasih atas kehidupan rukun, saling asih asuh dan pengertian yang tercipta. Terima kasih
pula saya sampaikan kepada Ustad Ali Alatas, Ustad Sasmito, dan kelompok pengajian
Masjid Ahmad Yani yang menjadi tempat kami sekeluarga belajar “Iqro’’secara privat dan
melalui kursus. Jazakumullah khairan katsyira.

Kepada Kasubag Kumtala UM Drs. Sudibyo Putra, M.Pd. (mas Dibyo) beserta
jajaran staf, Bagian Kepegawaian UM, dan semua pihak yang telah berupaya
terselenggaranya acara pengukuhan ini saya sampaikan terima kasih yang tulus.

Kepada siapa saja dan/atau pihak manapun yang telah membantu mengantar saya
ke jenjang guru besar dan belum sempat disebutkan dalam naskah pidato ini saya ucapkan
terima kasih dan permohonan maaf.

Terakhir saya berterima kasih dan bertawakal kepada Allah SWT. Syukur
Alhamdulillaah atas karunia yang berlimpah kepada kami sekeluarga semoga tetap dalam
bimbingan Nya. Karena kuasa-Nya-lah otak ini berfungsi untuk berpikir, hati ini dapat
merasa, dan segenap potensi jiwa raga ini bisa bertasbih dan bersujud. Berkat karunia-Nya,
yang demikian besar saya dapat dititipi sedikit ilmunya dari sekian maha luas ilmu

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
pengetahuan yang dimiliki-Nya. Amanah memangku jabatan guru besar ini semakin
menyudutkan saya pada sebuah titik sempit betapa kecil ilmu maha luas yang dimiliki
oleh-Nya yang bisa saya pelajari. Semakin mendapat kesempatan maju sedikit menguasai
sekelumit pengetahuan, semakin terasa betapa masih begitu banyak ilmu pengetahuan lain
yang belum dan tidak mungkin saya kuasai.

Robbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani shaghira. Rabbana


hablana min azwajina wadzurriyatina qurrata a’yun waj’alna lil muttaqina imama.

Amin.

Atas kesabaran Bapak, Ibu dan Hadirin sekalian mengikuti acara ini, saya ucapkan
terima kasih.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Malang, Sptember 2012

SUPRIYONO

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
REFERENSI

Apps, Jerold W. 1979. Problems in Continuing Education, New York: McGraw Hill, Inc.

Axinn, Nancy W. 1976. Non-Formal Education and Rural Development. Monograph.


Michigan: Michigan State University.

Breembek, Cole S. 1983. New Strategis for Educational Development. Lexington: DC


Health and Company.

Coombs, Philip H. 1983. New Paths to Learning. For the Rural Children and Youth. New
York: International Council for Educational Development.

Coombs, Philip H. 1984. Attacking Rural Poverty, How Non Formal Education Can Help.
Baltimore: The Johns Hopkins University Press.

Croopley, A.J. 1987. Longlife Education: A Psychological Analysis. terjemahan oleh


Sardjan Kadir. Surabaya: Usaha Nasional.

Cross, Patricia, K. 1981. Adult as Learners. San Francisco: Jossey Boss Publisher.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995. 50 Tahun Pendidikan di
Indonesia. Jakarta: Sekrateriat Jenderal.

Departemen Pendidikan Nasional, Ditjen PLS dan Pemuda. 2003. Majalah Visi, Media
Kajian Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda no. 14, th XI. 2003.

Dewantara, Ki Hadjar. 1938. “Sistem Trisentra”, dalam Karya Ki Hadjar Dewantara,


bagian pertama. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Ditjen PLSP. 2006. Program Prioritas Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda tahun 2006.
Jakarta: Ditjen PLSP.

Evans, David R. 1981. The Planning of Nonformal Education, Paris:Unesco.

Faure, Edgar, et al. 1972. Learning to Be: the World of Education Today and Tomorrow.
Paris: Unesco.

Freire, Paulo, 1984, Education of The Oppresed, Center for International Education
University of Massachusetts.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Hamidjojo. Santoso 1956. Pendidikan Masjarakat (Djilid III): Tjara2 Penjelenggaraan
dan Perkembangan Usaha Chusus di Indonesia. Bandung: Ganaco, N.V.

Kemdiknas. 2010. Model Penilaian Portofolio Pengakuan Pengalaman Kerja dan Hasil
Belajar (PPKHB) Program Sarjana (S-1) Kependidikan bagi Guru Dalam Jabatan.
Jakarta Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan & Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Kindervatter, Suzanne. 1979. Nonformal Education as an Empowering Process.


Massachusetts: Center for International Education University of Massachusetts.
Marzuki. H.M.S. 2005. “Peranan Pendidikan Luar Sekolah Sebagai Penggerak
Pembangunan Dalam Mengatasi Migran Perkotaan”. Naskah pidato Pengukuhan
Jabatan Guru Besar. Malang: Universitas Negerti Malang.
Mestoko, dkk. 1986. Pendidikan Nasional dari Jaman ke Jaman. Jakarta: Balai Purtaka.
Pradana, C.D.E. 2010. “Pengaruh Latar Belakang Sosial Ekonomi dan Pengalaman
Mengikuti Program Kursus terhadap Kemampuan Berbahasa Inggris Mahasiswa
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang”. Skripsi. Malang: Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Pratesnya. Lukyta Dwi. 2012. “Kesertaan Siswa dalam Program Pendidikan Nonformal
sebagau Suplemen Pendidikan Formal di SMP Laboratorium Universitas Negeri
Malang”. Skripsi. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.

Putra, Ardhana. 2012. “Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (Indonesian


Qualificatioan Framework),” Makalah pada Sosiaslisasi KKNI di Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Malang, tanggal 24 September 2012.

Soedjatmoko, 1985. “Pembagunan sebagai Proses Belajar”. Basis, Edisi XXXIV-9,


Yogyakarta: Yayasan BP Basis.

Supriyono, 2008 & 2009. “Model Pengelolaan Ketuntasan Belajar Pada Program
Pendidikan Kesetaraan Dengan Pola Satuan Kredit Kompetensi (SKK) Untuk
Berbagai Media Belajar Masyarakat. Lapaoran penelitian. Malang: Lembaga
Penelitian UM.

Suryadi, Ace. 2011. “Pendidikan Informal Dalam Perspektif Pembangunan Pendidikan


Nasional, Sebuah Monograf.” Makalah untuk workshop Pendidikan Informal pada
Pusat Pengembangan PNFI Regional I Bandung.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional.

Permendiknas Nomor 58 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Program Sarjana (S1)


Kependidikan bagi Guru Dalam Jabatan

Kepmendiknas Nomor 015/P/2009 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara


Program Sarjana (S1) Kependidikan bagi Guru Dalam Jabatan.

UNESCO. 1972. 'The Faure Report1. Paris: UNESCO.

UNESCO. 1992. Researh in Basic Education and Literacy. Report of Regional Seminar,
Apied UNESCO, Bangkok.

UNESCO. 1993. Continuing Education New Policies and Direction. Bangkok: Unesco.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
CURRICULUM VITAE

I. IDENTITAS DIRI
Nama/Jenis : Prof. Dr. SUPRIYONO, M.Pd. Laki-laki
Kelamin
Profesi : Dosen Tetap Universitas Negeri Malang

Tanggal Lahir : Blitar, 21 Agustus 1963

Mulai Bekerja : Th. 1989

Keanggotaan : 1. Anggota Ikatan Sarjana Pendidikan dan Pengembangan Sosial


Dalam Asosiasi Indonesia (ISPPSI)
Dan Profesi 2. Anggota Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI)
3. Pengurus Ikatan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidikan Nonformal Indonesia (IKAPENFI)
Keahlian/Minat : Ahli dalam Kajian Pendidikan Luar Sekolah, Pelatihan dan
Khusus Pengembangan Masyarakat, Assessment Kebutuhan Belajar,
Penerapan Prinsip Partisipatori dan Pendekatan Andragogi, dan
Penyusunan Model Program Pendidikan Berbasis Masyarakat.

Pendidikan : 1. Sekolah Dasar Negeri I Wonorejo Talun Blitar, lulus tahun


1976
2. Sekolah Menengah Pertama Negeri I Wlingi Blitar, lulus tahun
1979/1980.
3. Sekolah Pendidikan Guru Negeri Blitar, lulus tahun 1983/1984.
4. Perguruan Tinggi dan Pascasarjana:
a. S1 Pendidikan Luar Sekolah, Drs, IKIP Malang, lulus tahun
1988
b. S2 Pendidikan Luar Sekolah, M.Pd, IKIP Malang, lulus
tahun 1997
c. S3 Pendidikan Luar Sekolah, Dr. UPI Bandung, lulus tahun
2000
Keluarga : Orangtua:

Ayah: Soepartono (88 tahun)

Ibu: Welas (72 tahun)

Mertua:

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Ayah: Soejoto (79 tahun)

Ibu: Lasmiati (69 tahun)

Istri : Titik Purwowinarni, S.Pd.

Anak- 1. Riset Wijang Prihandana (20 tahun)


anak:
2. Wuwuh Wijang Prihandini (17 tahun)

3. Anisa Wijang Prihandani (6 tahun)

Alamat rumah : Perumahan Puri Cempaka Putih I Blok O No. 22

Malang (65132)

Tilpon (0341) 751845

Hand phone: 085736029212

E-mail: pakprium@yahoo.com

pakprium@gmail.com

II. RIWAYAT KEPANGKATAN DAN JABATAN FUNGSIONAL

1. Kepangkatan dan Ruang Pengajian


Gol. Gaji SURAT KEPUTUSAN
Pangkat dan
No Ruang TMT Pokok
Jabatan PEJABAT NOMOR TGL
Gaji (Rp)

1. Calon III/a 22–12- 64.800 Kabiro 1408/KEP/P 22-


Pegawai 1988 Administrasi T28.H15/C/ 121988
Negeri/CPN Umum a.n. 88
S Mendikbud

2. Penata III/a 01–05- 81.000 Pembantu 0278/KEP/ 31-03-


Muda 1990 Rektor II IKIP PT28.H2/C/ 1990
Malang a.n. 90
Mendikbud

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
3. Penata III/b 01–10- 141.600 Rektor IKIP 0097/KEP/P 20-02-
Muda Tk. I 1992 Malang a.n. T28.H2/C/9 1993
Mendikbud 3

4. Penata III/c 01–10- 189.000 Pembantu 0019/KEP/ 20-01-


1994 Rektor II IKIP PT28.H2/C/ 1995
Malang a.n. 95
Mendikbud

5. Penata Tk I III/d 01–10- 330.700 Pembantu 0040/KEP/ 05-02-


1997 Rektor II IKIP PT28.H2/C/ 1998
Malang a.n. 98
Mendikbud

6. Penata Tk I III/d 01–01- 330.700 Rektor IKIP 0133/KEP/ 20-03-


(Empassing 2001 Malang a.n. PT28.H2/C/ 2001
) Mendikbud 2001

7. Pembina IVa 01–04- 1.248.50 Kabiro 24348/A2.7/ 01-09-


2003 0 Kepegawaian KP/2003 2003
Sesjen
Depdiknas

8. Pembina IV/b 01-04- 2.733.40 Sekretaris 41315/A4.5/ 21-06-


Tk. I 2010 0 Jenderal KP/2010 2010
Kemdiknas

2. Riwayat Jabatan Fungsional

Gol. SURAT KEPUTUSAN


Tunjangan
Pangkat dan Ruang
No TMT Jabatan
Jabatan Penggaj PEJABAT NOMOR TGL
(Rp.)
ian

1. Asisten 01– III/a 81.000 Rektor IKIP 0510/KEP/P 30-04-


Ahli Madya 05- Malang a.n. T28.H/C/90 1990
1990 Mendikbud

2. Asisten 01–07 III/a 137.800 Rektor IKIP 0206/KEP/P 30-06-


Malang a.n.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Ahli -1992 Mendikbud T28.H/C/92 1992

3. Lektor 01–07 III/b 183.600 Rektor IKIP 0285/KEP/P 30-06-


Muda -1994 Malang a.n. T28.H/C/94 1994
Mendikbud

4. Lektor 01– III/c 220.200 Rektor IKIP 0241/KEP/P 31-07-


Madya 10- Malang a.n. T28.H/C/97 1997
1997 Mendikbud

5. Lektor 01– III/d 502.000 Rektor IKIP 0133/KEP/P 20-03-


(Empassing 01- Malang a.n. T28.H/C/200 2001
) 2001 Mendikbud 1

6. Lektor 01– III/d 1.197.800 Kabiro 14701/A2.7/ 31-03-


Kepala 04– Kepegawaia KP/2003 2003
2003 n Sesjen
Depdiknas

7. Guru Besar 01- IV/b 1.350.000 Mendiknas 102592/A4.5/ 01-01-


01- KP/2010 2011
2011

III. PENGALAMAN PEKERJAAN


1. 1989 – : Dosen pada Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu
sekarang Pendidikan IKIP Malang (sekarang Universitas Negeri Malang)

2. 1999 – 2000 : Konsultan Ahli Pendukung bidang Pelatihan pada P2KP KMW III
LPPM Uninus Bandung

3. 2000 – : Dosen pada Program Pascasarjana (PPS) Universitas Negeri Malang


Sekarang

4 2001 – 2004 : Panitia ad hoc Penyiapan Naskah Renstra Universitas Negeri


Malang

5. 2001 : Panitia ad hoc Penyusun/Pengembang Pola Dasar Pendidikan


Tenaga Kependidikan (PSPTK) Universitas Negeri Malang

6. 2000 –2008 : Ketuan penyunting Jurnal Pendidikan Masyarakat: Berkala Kajian

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
dan Terapan Pendidikan dan Pengembangan Masyarakat,
Universitas Negeri Malang

7. 2008 – : Ketua penyunting Ilmu Pendidikan: Jurnal Teori dan Praktek


sekarang Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang

8. 2010 – : Penyunting Ahli Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan, Dinas


sekarang Pendidikan Propinsi Jawa Timur

9. 2001 – 2002 : Konsultan Program Dana Bantuan Langsung (School Block Grant
Concultant) pada Proyek Peningkatan Pendidikan Dasar III
Sumatera Depdiknas Jakarta under World Bank Guide

10 2004 : Konsultan pada Proyek Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah


Ditjen PLSP Depdiknas Jakarta untuk Bagian Proyek
Pengembangan Pendidikan Keaksaraan

11. 2001 – : Konsultan Mitra dan Pelatih/Narasumber pada Balai Pengembangan


sekarang Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPPLSP) Regional IV
Surabaya
12. 2004 – : Anggota Tim Akademisi pada Program Pengembangan Kualifikasi
sekarang dan Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan
Nonformal (PTK PNF) pada Balai Pengembangan Pendidikan
Nonformal dan Informal (BPPNFi) Regional IV Surabaya

13. 2005 – 2006 : Manajer Program Sekolah Unggul Terpadu (SUT) Kabupaten
Lumajang (Kerjasama UM & Pemda Kab. Lumajang)
14. 2006 : Anggota Tim ad hoc BSNP untuk Penyusunan Standar Isi
Pendidikan Kesetaraan (Paket A B C) Depdiknas

15. 2007 – 2008 : Panitia ad hoc Penyusun/Pengembang Rencana Induk


Pengembangan Universitas Negeri Malang 2008—2025

16. 2007 : Anggota Tim ad hoc BSNP untuk Penyusunan Standar Lembaga
kursus dan Pelatihan, Depdiknas
17. 2008 : Anggota Tim ad hoc BSNP untuk Penyusunan Standar Teknisi dan
Sumber Belajar pada Kursus. Depdiknas
18. 2003-2012 : Dosen undangan di Program Magister Manajemen dan Kebijakan
Pendidikan Program Pasca Sarjana Universitas Muhamadiyah
Malang .
19. 2003-2012 : Dosen luar biasa pada Program Magister Pendidikan Luar Sekolah
Program Pasca Sarjana Universitas Palangkaraya.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
20. 2012 : Anggota Tim ad hoc BSNP untuk Pemantauan dan Evaluasi
Standar-standar Pendidikan Nonformal (Program Pendidikan
Kesetaraan Paket A, B, dan C)
21. 2007 – 2011 : Pembantu Dekan I (Bidang Akademik) Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Malang
22. 2012 – : Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang
sekarang

IV. PENGALAMAN PENELITIAN


1. 1987 : Keterlibatan dalam Kegiatan Pendidikan Luar Sekolah dan Prestasi
Belajar Yang Dicapai Mahasiswa PLS FIP IKIP Malang. (ketua)
2. 1988 : Motivasi Mahasiswa Mengikuti kegiatan Kepramukaan yang
Berpangkalan di Kampus..(ketua)
3. 1989 : Hubungan Antara Keterlibatan dalam Kegiatan Intra Kampus,
Pengambilan Jalur Skripsi, Pengambilan Program Studi Minor
dengan Lama Studi dan Indeks Prestasi Mahasiswa FIP IKIP
Malang (ketua)
4. 1990 : Hubungan Antara Motivasi Mengikuti Program Pembelajaran
dengan Apirasi terhadap Program Pembelajaran para Warga Belajar
di SKB Kabupaten Malang (ketua)
5. 1990 : Hubungan Prestasi Belajar Matakuliah Statistika, Metodologi
Penelitian dan Indeks Prestasi Komulatif dengan Mutu Skripsi
Mahasiswa IKIP Malang (ketua)
6. 1991 : Perbedaan Tujuan Kursiter Dalam mengikuti Kursus Komputer
berdasarkan Latar Belakang Sosialnya di Kotamadya Malang.
(ketua)
7. 1991 : Penerapan Prinsip Partisipatori Dalam Pendekatan Andragogi Pada
Kelompok Belajar Binaan Mahasiswa PPL PLS IKIP Malang di
Kedungkandang (ketua)
8. 1991 : Aspirasi kerja Wanita Muda Usia Kerja ditinjau dari beberapa latar
belakang social dan karakteristik Sosiologisnya di Kecamatan
Kepanjen, Kabupaten Malang. (ketua)
9. 1990/1991 : Perbedaan Prestasi Belajar Matakuliah MKDU Mahasiswa IKIP
Malang Berdasarkan Latar Belakang Sekolah Menengah Atas
Mereka. (ketua)
10. 1991/1992 : Pengaruh Latar Belakang Sosial dan Tingkat Keyakinan akan
Kemanfaatan Pengalaman Belajar Terhadap Prestasi Akademik para
Kursister Komputer di Kodya Malang (ketua)
11. 1991/1992 : Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Tingkat Pendi-dikan Tutor
Terhadap keberhasilan Belajar Para Kursister Kursus PLSM di
Wilayah Kodya Malang.(anggota)
12. 1991/1992 : Motivasi Kursister dalam Mengikuti Kursus Komputer di Lembaga
Pendidikan Komputer Indonesi Amerika (LPKIA), Malang (ketua)

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
13. 1992/1993 : Pengaruh Pemilihan Kepala Desa terhadap Partisipasi Warga Desa
dalam Pembangunan di Wilayah Kecamatan Kedungkandang
Kodya Malang (ketua)
14. 1992/1993 : Aspirasi Kerja Buruh Wanita Pada Pabrik Rokok di Kodya Malang
Ditinjau dari Tingkat Pendidikan, Latar Pergaulan Sosial dan
Frekwensi Terpaan Media, (ketua)
15. 1994/1995 : Kesiapan Masyarakat Desa dalam Melaksanakan Program IDT di
Desa-desa di Dua Wilayah Kabupaten Jawa Timur, (ketua)
16. 1994/1995 : Fasilitasi Petugas Lapangan Kecamatan dalam Pelaksanaan
Program IDT di Empat Kecamatan di Dua Wilayah Kabupaten jawa
Timur, (ketua)
17. 1995/1996 : Penelitian tentang Pelaksanaan Program IDT, Studi Kasus dua
Wilayah Kabupaten di Jawa Timur, (ketua)
18. 1996/1997 : Penelitian Tindakan untuk Pengembanan Gerakan Pramuka yang
Berpangkalan di Kejar Paket B pada Yayasan Pendidikan Miftahul
Jannah, di Desa Sumbersekar Kec. Dau Kabupaten Malang. (ketua)
19. 1998 : Pengaruh Peningkatan Pelibatan Warga Belajar dalam Pengelolaan
Interaksi Belajar terhadap Keaktifan Prestasi Belajanya, Studi
Eksperimental Pada Kejar Paket B Setara SMP di Kabupaten Blitar
Jawa Timur. (ketua)
20. 1999 : Kontribusi Model Pengelolaan Kelompok Belajar terhadap
Keberdayaan Diri Warga Belajar pada Program Kejar Paket B
(Studi Sidik Pengaruh Faktor Determinan Yang Menentukan
Keberdayaan Diri Warga Belajar Pada Program Kejar Paket B di
Kabupaten Bandung. (ketua)
21. 1999/2000 : Model Pemberdayaan warga belajar pada kelompok belajar (Studi
Eksperimental untuk mengembangkan Kelompok Belajar Sebagai
Satuan Pendidikan Untuk Meningkatkan rasa Keberdayaan Diri
warga Belajar Pada Program Kejar Paket B) (ketua)
22. 2000 : Pemberdayaan Warga Belajar pada Kelompok Belajar (Studi
Pengembangan Model Pengelolaan Program Pembelajaran Paket B
Kesetaraan melalui Kelompok Belajar) (ketua)
23. 2000 : Survey Indeks Kualitas Sekolah (School Quality Indexs Survey)
Sekolah-sekolah Dampingan PLAN International Unit Surabaya
(peneliti utama)
24. 2001 : Penelitian Tindakan Penerapan Manajemen Berbasis Sekolah pada
Sekolah-sekolah Binaan PLAN International Program Unit
Surabaya. (peneliti utama)
25. 2003 : Penelitian Profil Pengelola Pusat-pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM) di Propinsi Jawa Timur, (peneliti utama)
26. 2005 : Kajian Partisipasi Masyarakat terhadap Sekolah (Pelajaran dari
Lapangan untuk Mewujudkan Visi Direktorat PLP Ditjen
Dikdasmen Depdiknas) (peneliti utama)

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
27. 2006 : Model Akreditasi dan Sertifikasi Program Paket C dalam Upaya
Menciptakan Standarisasi Baku Mutu Program Pendidikan
Kesetaraan Berbasis Otonomi Daerah (anggota)
28. 2006 Model Perilaku Belajar Masyarakat Mantan Petani Dalam
Mengembang kan Usaha Nonpertanian Sebagai Akibat Dari
Pengalihan Fungsi Lahan Pertanian Untuk Keperluan Nonpertanian.
(Penelitian Hibah Bersaing Tahun I dan II, peneliti utama)
29. 2006, 2007 Model Akreditasi dan Sertifikasi Program Paket C Dalam Upaya
Menciptakan Standarisasi Baku Mutu Program Pendidikan
Kesetaraan Berbasis Otonomi Daerah (Penelitian Hibah Bersaing
Tahun I dan II, ketua peneliti)
30. 2007 Sistem Belajar Asli (Indigenous Learning System) Masyarakat
MantanPetani Dalam Mengembangkan Usaha Nonpertanian.
(anggota)
31. 2007 Peningkatan Kreativitas Belajar Mahasiswa Dalam Matakuliah
Belajar Pembelajaran Jurusan PLS Melalui Strategi Transfer Of
Learning (anggota)
32. 2008 Pengembangan Model Pembelajaran Transfer Of Learning Untuk
Peningkatan Kreativitas Dan Kemandirian Belajar Mahasiswa
Berwawasan Life Long Learning (anggota).
33. 2008, 2009 Model Pengelolaan Ketuntasan Belajar Pada Program Pendidikan
Kesetaraan Dengan Pola Satuan Kredit Kompetensi (SKK) Untuk
Berbagai Media Belajar Masyarakat (Penelitian Hibah Bersaing
Tahun I dan II, ketua peneliti)
34 2010 : Studi Kebijakan tentang Pembinaan dan Pengembangan Program
Kelembagaan Kursus dan Pelatihan di Indonesia (peneliti utama)
35 2010/2011 Pemetaan dan Analisis Sisi Pasokan dalam Dimensi Kualitas,
Kuantitas, Lokasi, dan Waktu (Studi Ekplorasi Pasokan Tenaga
Kerja Lulusan Lembaga Pendidikan) (peneliti utama)

36 2011 Policy Study tentang Arah Pengembangan Program dan Ketenagaan


di Bidang PLS (ketua)

37 2011 Studi Evaluasi Penyelenggaraan Program Kursus Para Profesi


(KPP) di Jawa Timur (anggota)

V. PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT/PENGEMBANGAN MASYARAKAT

1. 1989 : Penyuluhan tentang Fungsi Dan Peranan Pendidikan Luar Sekolah


Dalam Keluarga Menyongsong Era Informasi bagi Angota PKK Di
Kelurahan Kebon Agung, Kecamatan Pakisaji Malang (anggota)

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
2. 1990, 1991, : Penilaian Lomba Kejar Paket A dan Pembinaan Kejar Paket A,
1992 Tingkat Wilayah Pembantu Gubernur Jawa Timur di Malang (tim
penilai)
3. 1991 : Penilai Lomba Permainan Simulasi Dalam Rangka HUT RI ke 46 di
Kelurahan Lowokwaru Kecamatan Lowokwaru (anggota)
4. 1991 : Pendidikan dan Bimbingan Peningkatan Peranan Wanita untuk
Pemanfaatan Air Bersih dan Sehat di Desa Pandansari Lor
Kecamatan Jabung Kabupaten DATI II Malang. (ketua)
5. 1992/1993 : Bimbingan Analisis Kelemahan dan Faktor Pengham-bat serta
Pemecahannya bagi Pengembangan KBU di Desa Kebobang
Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang (ketua)
6. 1992/1993 : Bimbingan Pengembangan Budidaya Tanaman Produktif di Desa
Ngenep Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang (ketua)
7. 1992/1993 : Rintisan Pengembangan Laboratorium Sosial Lembaga Pengabdian
s.d Kepada Masyarakat (Labsos LPM) IKIP Malang (anggota)
1994/1995

8. 1992/1993 : Pengembangan Labsite Laboratorium Pendidikan Luar Sekolah


(PLS) IKIP Malang di Desa Arjowinangun Kecamatan Kedung
Kandang Kodya Malang (ketua)
9. 1992/1993 : Bimbingan Pengembangan Swadaya Masyarakat dalam
Penyelenggaraan Kejar Paket B di Desa Gunungrejo Kecamatan
Singosari Kabupaten Malang (ketua)
10. 1994/1995 : Pelatihan Tutor Kejar Paket B di Dusun Kreweh Desa Gunungrejo
Kecamatan Singosari Kabupaten Malang (ketua)
11. 1994/1995 : Bimbingan Pemanfaatan Pengalaman Belajar Program Kejar Pakaet
B untuk Peningkatan Pendapatan pada Kejar Paket B di Desa
Gunungrejo Kecamatan Singosari Kabupaten Malang (ketua)
12. 1995/1996 : Penyuluhan dan Bimbingan tentang Mekanisme Kelompok,
Pegembangan Dana Kelompok dan Pegelolaan Dana Bergulir bagi
Pengurus Pokmas Program IDT di Wilayah Kecamatan Kepanjen
Kabupaten Malang (ketua)
13. 1996/1997 : Pengembangan Bahan Penyuluhan dan Bimbingan tentang
Mekanisme Kelompok, Pegembangan Dana Kelompok dan
Pengelolaan Dana Bergulir bagi Pengurus Pokmas Program IDT di
Wilayah Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang (ketua)
14. 1998 : Program Penanggulangan Pengangguran Pekerja Trampil (P3T)
yang diselenggarakan Koperasi Bhakti Mandiri Kamar Dagang dan
Industri Kodya Bandung (master trainer)
15. 1998 : Achievement Motivation Training (AMT) pada Pelatihan Pelatih
Program Penanggulangan Pengangguran Pekerja Trampil (P3T)
yang diselenggrakan Kopersi Karyawan Yayasan Fondasi Ekonomi
Bangsa Bandung (narasumber)

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
16. 1996/1997 : Konsultan Ahli Pendukung pada Konsultan Manajemen Wilayah
Program Pengentasan Kemiskinan di Perkotaan Wilayah Kerja III
(KMW P2KP SWK III) Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat Universitas Islam Nusantara Bandung.
17. 1998 - 2000 : Konsultran Mitra (Assosiate Consultant) pada Klinik Konsultasi
Bisnis (KKB) Kantor Wilayah Departemen Koperasi., Pengusaha
Kecil dan Menengah Propinsi Jawa Barat
18. 2000-2002 : Tenaga Ahli pada Pendampingan Penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) pada Sekolah-sekolah Dasar Binaan PLAN
International Unit Surabaya
19. 2000-2002 : Model Perencanaan dan Pengelolaan Program-program Pendidikan
Luar Sekolah pada Era Otonomi Daerah (ketua)
20. 2005— : Tim Akademisi pada berbagai Pelatihan, Workshop, dan Penelitian,
sekarang Produksi Media, dan Pengembangan program pada Balai
Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal (BPPNFi)
Regional IV Surabaya

2009— : Narasumber/Instruktur pada berbagai Pelatihan, Workshop, dan


sekarang Rapat Kerja bidang Pendidikan Luar Sekolah Dinas Pendidikan
Propinsi Jawa Timur

VI. PUBLIKASI
A JURNAL DAN BUKU

1. “Permainan Simulasi: perlu reformulasi”, Pendidikan Masyarakat, ISSN 0852-1921


tahun 4, nomor khusus, April 1994, 48 – 55

2. “Problematik keluarga sebagai Satuan Pendidikan”, Ilmu Pendidikan, ISSN 0854-8307,


tahun 21, Nomor 2, Juli 1994, 121 – 142

3. “Penerapan Prinsip Androgogi pada Kelompok Belajar Binaan Mahsiswa PPL PLS FIP
IKIP MALANG”, artikel hasil penelitian, Jurnal Penelitian Kependidikan, ISSN 0854-
8323, tahun 5 nomor 2, Desember 1996, halaman 175 - 183

4. “Menyiasati Kelangkaan Sumber Daya Dalam Penyelenggaraan Kejar Pakaet B”, Abdi
Masyarakat, ISSN 234-4251, Tahun 12 Nomr 1, Pebruari 1995, 133-150, Malang LPM
IKIP Malang

5. “Menggalang Keswadayaan Masyarakat dalam Pembangunan”, Abdi Masyarakat,

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
ISSN 234-4521, Tahun 13 No. 1, Pebruari 1996, 133-150, Malang LPM IKIP Malang

6. “Peningkatan Pelibatan Warga Belajar dalam Pengelolaan Interaksi Belajar dan


Pengaruhnya terhadap Keaktifan dan Prestasi Belajar”, Forum Penelitian
Kependidikan; Jurnal Teori dan praktik Penelitian kependidikan, ISSN 0215-8019,
tahun 8, Desember 1996, 43-46

7. “Pelibatan warga Belajar dala pengelolaan Kelompok dan Interaksi Belajar pada
Program kejar Paket B”, Jurnal Pendidikan Humaniora dan Sains, ISSN 0854-9095,
Tahun 4, Nomor 1 dan 2, April –September 1998, 89-101.

8. “Pemberdayaan Kelompok Belajar Sebagai Satuan Pendidikan”, Ilmu Pendidikan,


ISSN 0854-8307, Tahun 26, Nomor Khusus, Desember, 1999, 75-89.

9. “Terapan Strategi-Strategi Perubahan Sosial dalam Pengembangan Masyarakat”,


Pendidikan Masyarakat, ISSN 0852-1921. Tahun 9, Nomor 1, Januari 2000, 1-20

10. “Problematik Lembaga Keluarga Sebagai Satuan Pendidikan Pada Masyarakat


Modern”, Wawasan Tridharma, ISSN 0215-8256, tahun XII, Nomor 9, April 2000, 3-
12

11. “Metode Action Research sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat”, Forum


Penelitian Kependidikan: ISSN 0215-8019, Nomor 12 Nomor 1, Juni 2000, 1-16.

12. “Potensi Pendidikan Demokrasi dari Kelompok Belajar Sebagai Satuan Pendidikan”,
Laterat: Majalah Ilmiah Kependidikan, ISSN 0852-1557, Nomor 10/ Tahun 2000, 25-
35

13. “Model Pengelolaan Program Pembelajaran Paket B pada Kelompok Belajar Berbasis
Pemberdayaan”, Jurnal Ilmu Pendidikan, ISSN 0215-9643, Februari 2001, Jilid 8,
Nomor 1, 57-70.

14. “Kontribusi Model Pengelolaan Kelompok Belajar terhadap Keberdayaan Diri Warga
Belajar Program Kejar Paket B” , Jurnal Penelitian Kependidikan, Tahun 11, Nomor
1, Juni 2001, 27—36, ISSN 0854-8323.
15. “Ilmu Pendidikan Sebagai Guru Kebenaran”, Pendidikan Masyarakat, Tahun 11,
Nomor 1, Januari 2002, 1—12., ISSN 0852-1921.
16. “Pendidikan Nonformal Membangun Sumberdaya Manusia Indonesia Yang Unggul
dan Tangguh Pada Era Globalisasi”. Tulisan Terbaik/Juara III pada Lomba Karya Tulis
Dosen Tingkat Nasional (Depdiknas). Selanjutnya dimuat pada Jurnal Ilmiah VISI,
Nomor 04/XIII/2005, 53—68., ISSN 1410-4342.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
17. “Disain Diklat Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Nonformal”, Jurnal
Ilmiah VISI, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2006, 45—55., ISSN 1907-9176.

18. “Komponen Pembelajaran pada Kursus Komputer dan Kursus Menjahit dan Upaya
Standarisasinya”, TEKNOLOGI PEMBELAJARAN, Tahun 12, Nomor 2, Oktober
2004, (halaman 156 - 166); Penulis Tunggal; ISSN: 0854 – 7599; Terakreditasi dengan
SK Dirjen Dikti Nomor: 52/DIKTI/KEP/2002
19. “Kebutuhan Akreditasi Dan Sertifikasi Pendidikan Kesetaraan Program Paket C
Berbasis Otonomi Daerah”, JURNAL ILMU PENDIDIKAN, Jilid 15, Nomor 1,
Februari 2008` (halaman 48–53); Penulis Tunggal; ISSN: 0215 – 9643; Terakreditasi
dengan SK Dirjen Dikti Nomor: 56/DIKTI/Kep/2005, tanggal 6 Desember 2005.
20. “Kebutuhan Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah, Suatu Keharusan”. JURNAL
PENDIDIKAN NON FORMAL, ISSN: 1907 – 1108. Edisi 02, Tahun 2006; (hal 1 –
10); Penulis Tunggal;
21. “Partisipasi Masyarakat Terhadap Sekolah” Pelajaran dari Lapangan Untuk
Mewujudkan Visi Direktorat Pembinaan SMP, Penerbit: UNIVERSITAS NEGERI
MALANG, Cetakan I, Agustus 2007 ISBN: 979-495-808-5
22. “Evaluasi Program Untuk Pendidikan Dan Pelatihan”, Buku. Penerbit: Balai
Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (BPPLSP) Regional IV, Cetakan
Pertama Desember 2007, ISBN: 978-979-24-5363-6
23. “Standarisasi Kursus: Antara Kebutuhan Dan Kesulitan Menetapkan Benchmark” VISI
Jurnal Ilmiah PTK-PNF, Volume 2, Nomor 2, 2007;, (halaman 52 – 59); Penulis
Tunggal; ISSN: 1907 – 9176
24. “Kemampuan Mengembangkan Profesionalisme Penilik Pendidikan Nonformal di
Indonesia” Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran, Volume 16, Nomor 2, Oktober 2009;
(halaman 194 - 202); Penulis Tunggal; Terakreditasi dengan SK Dirjen Dikti Nomor:
83/DIKTI/Kep/2009, tanggal 6 Juli 2009, ISSN: 0854-8315, dan Laporan Penelitian
Mandiri, Lembaga Penelitian Universitas Negeri Malang, Tahun 2009

B KORAN, MAJALAH, BULETIN

25. “Manajemen Pemasaran Sekolah”, Tabloid KOMUNIKASI IKIP Malang, N0. 136 Th.
XIV h. 3, 4, 5, Juni-Juli 1992
26. “Dehistorisasi dan Tugas Guru”, Tabloid KOMUNIKASI IKIP, Malang,
dipublikasikan ulang melalui buku kumpulan artikel berjudul PENDIDIKAN DALAM
BERBAGAI PERSPEKTIF, Juli 1992
27. “Refleksi Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat LPM IKIP MALANG tahun
1992/1993”, bulletin WARTA IKIP MALANG No. 15 tahun XI, 31 Desember 1993

28. “Lahan Pendidikan Yang Belum Tergarap”, artikel pada tabloid KOMUNIKASI IKIP
Malang, No. 144 Th. XIV hal. 5, 6 , April 1993
29. “Dampak Negatif Alat Permainan”, artikel pada tabloid KOMUNIKASI IKIP Malang,
No. 142 Th. XIV hal. 5,6, Pebruari 1993.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
30. “Sedikit Diskusi Tentang Guru”, Majalah Suara Gu-ru, ISSN 0126-1864. No. 10/TH.
XLVI/1996, 26-28
31. “Nggayuh Sukses Liwat Pendidikan Luar Seko-lah”, Mingguan JAYA BAYA, Nomor
19/LII, 11 Januari 1998, 22—23, 29, ISSN 0215-4803
32. “Radio Siaran Kangge Ngrembakakaken Basa Jawi”, Mingguan JAYA BAYA, Nomor
23/LV, 4 Pebruari 2001, 11,46, ISSN 0215-4803.
33. “Sekolah Mahal dan Demokratisasi Pendidikan”, artikel opini pada Harian Surya, 1
Mei 2003:21, No 161 Tahun XVII.
34. “Makna Idiologis Marak dan Abruknya Bisnis Pohon Mas”, artikel opini pada Harian
Malang Post, 7 Mei 2003:12.
35. “Transfer PLS dan Pewujudan Masyarakat Belajar”, artikel opini pada Harian Jawa
Pos-Radar Malang, 0, dan 31 Maret 2005:41.
36. “Ban Serep Itu Bernama Program Paket C”, artikel opini pada Harian Surya, 30 Juni
2006:4, No 222 Tahun XX.
37. “Solusi Pendidikan Nonformal Mengatasi Krisis”, Mediksi: Media Pendidikan dan
Aksi, 771907 111625, halaman 8—10, ISSN 1907-1116.
38. “Konsep Itu Bernama Life Skills”, Mediksi: Media Pendidikan dan Aksi, ISSN 1907-
1116. edisi kedua tahun dua 2006, halaman 1—3,.
39. “Sistem SKK, Dari Surabaya Kita Mulai”, Mediksi: Media Pendidikan dan Aksi, edisi
ke satu tahun ketiga 2007, halaman 1—5, ISSN 1907-1116.

VII. KESERTAAN DALAM FORUM ILMIAH


1. Malang, : Lokakarya Petunjuk Pelaksanaan Pengajaran Mikro, UPPL
IKIP Malang (peserta)
14 s/d 25 Mei ‘90

2. Malang, : Seminar dan Lokakarya Evaluasi Belajar Mahasiswa, IKIP


MALANG (peserta)
18 s/d 22 Peb 2001

3. Malang, : Refleksi Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat LPM


IKIP Malang tahun 1992/1993, disampaikan pada Evaluasi
31 Desember‘ 93 Pelaksanaan Pengabdian Kepada masyarakat LPM IKIP
Malang tahun 1992/1993 di Balai Desa Ngenep Karangploso
Malang

4. Mataram, : Seminar Temu Kolegial PLS VI dan Konvensi ISPPSI


Tingkat Nasinal 1993. Panitia Oleh IKIP Mataram, (peserta)
4 – 8 ‘Okt 1993

5. Jakarta, : Seminar Nasional “Kemiskinan di Indonesia dan Peran

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Nopember 1993‘93 Lembaga Pendidikan dalam Pengentasannya (peserta)

6. Surabaya, Lokakarya Penyempurnaan Model, Sarana Belajar, dan Alat


Peraga Satuan-satuan PLS di BPKB Surabaya (narasumber)
Januari 1994

7. Jakarta, Program Pendidikan Keluarga dan Pendidikan Prasekolah


Jalur Pendidikan Luar Sekolah (pemakalah)
Maret 1997

8. Bogor, Lokakarya Nasional Rintisan Model Program Pendidikan


keluarga dan Pendidikan Prasekolah jalur Pendidikan Luar
Maret 1997 Sekolah, (pemakalah)

9. Malang, Pekerja anak dan problematiknya di Indonesia (pemakalah)

9 Mei 1995

10. Malang, Model Pendampingan Program Inpres Desa Tertinggal (IDT)

Maret 1996

11. Malang, Forum Komunikasi Jurusan PLS dengan tema “Pemantapan


Karakteristik Akademik dan Profesi PLS” (pemakalah)
Mei 1995

12. Malang. Perpektif Teknologi Pembelajaran: Peluang dan Tantangan,


(pemakalah)
Juni 1996

13. Bandung, Manusia dan Dimensi Emosionalnya menjelang Milenium III,


seminar sehari oleh HMJ PPB FIP IKIP Bandung, (peserta).
Nopember 1997

14. Bandung, Optimalisasi Iklim Akademis pada Program Pasca Sarjana


IKIP Bandung melalui Outsourcing, Peningkatan Intensitas
Oktober 1997 Penelitian, dan Diskusi Ilmiah, seminar sehari oleh PPS IKIP
Bandung, (peserta).

15. Surabaya, Seminar Nasional dan Konperensi ISPPSI 1997, Hotel Natour
Simpang, Surabaya, (penyumbang makalah dan peserta)
Nopember 1997

16. Bandung, Diskusi Panel dan Temu Karya Pendidikan Umum Program
Pasca Sarjana IKIP Bandung (penyumbang makalah dan

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
Desember 1998 peserta)

17. Bandung, Conference on Civic Education for Civil Society (Democratic


Maret 1999 Citizens in a Civil Society: Building Rationales for the 21-st
Century’s Civil Education, Papandayan Hotel Bandung,
(peserta)

18. Jakarta, Rakernas dan Temu Karya Pendidikan Ikatan Sarjana


Pendidikan Indonesia (IPSI), (peserta)
Mei 1999

19. Bandung , Peranan Persetujuan Trips-WTO, Khususnya Perlindungan di


Bidang Merek dalam Menunjang Kegiatan Perekonomian dan
Pebruari 2000 Perdagangan (peserta)

20. Yogyakarta, Lokakarya Review Kurikulum Berbasis Kompetensi dan


Instrumen Penilaian Keaksaraan Fungsional, (narasumber)
21 – 25 Juli 2004

21. Batu, Seminar Nasional, Lokakarya dan Pelatihan Pengembangan


Paradigma Pendidikan Berbasis Masyarakat: Orientasi dan
29 Sept -1Okt 2004 Strategi Pembangunan Pendidikan bagi Pemerintahan Baru
Pasca pemilu 2004

22. Surabaya, Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) V


dengan tema: Menata Pendidikan Nasional yang Bermutu
5 – 9 Oktober 2004 untuk Membangun Kualitas Kehidupan dan Peradaban
Bangsa, (steering committee dan pemakalah).

23. Jakarta, Temu Nasional Membangkitkan Kembali Gerakan Percepatan


Pemberantasan Buta Aksara, (panitia dan moderator).
1 – 3 Des. 2004

24. Jogyakarta, Lokakarya Review Kurikulum Berbasis Kompetensi dan


Instrumen Penilaian Keaksaraan Fungsional (peserta)
21 – 25 Juli 2004

25. Malang, Lokakarya Pengem bangan Paradigma Pendidikan Berbasis


Masyarakat, Orientasi Strategi Pembangunan Pendidikan Bagi
29 Sept - 1Okt. Pemerintahan Baru Pasca Pemilu 2004 (peserta)
2004

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
26. Surabaya, Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) V
(steering committee)
5 – 9 Oktober 2004

27. Jakarta, Temu Nasional Membangkit kan Kembali Gerakan


Percepatan Pemberantasan Buta Aksara
1 – 3 Des. 2004

28. Surabaya, Seminar Nasional Implementasi Undang-Undang Guru dan


Dosen Serta Implementasinya Terhadap Peningkatan Kualitas
26 Juli 2006 Pendidikan. Guru (peserta)

29. Ambon. Seminar Nasional “Kontribusi Pendidikan Luar Sekolah


Kepulauan dan Pembentukan Karakter Anak Bangsa
30 – 31 Maret 2011 (narasumber)

VIII. PENATARAN/PELATIHAN
1. 1985 : Pendidikan Latihan Dasar Resimen Mahasiswa Mahasurya Jawa Timur
Angkatan XXX (peserta)
2. 1990 : Lokakarya Penelitian Tingkat Dasar bagi Dosen PT. Negeri dan Swasta
Angkatan XII, Puslit IKIP Malang (presenter)
3. 1991 : Penataran P4, Tingkat Nasional Pola 120 Jam/Calon Penatar bagi Dosen
PTN dan PTS oleh BP-7 Pusat (peserta)
4. 1991 : Penyegaran Penatar P-4 Tingkat I (Propinsi) di bawah pembinaan
pengawasan dan pengkoordinasian BP-7 Daerah (panitia dan peserta)
5. 1993 : Penataran/Kursus Bahasa Inggris IKIP MALANG, selama 8 Bulan
(peserta)
6. 2003 : Pelatihan Pengelola dan Penyuntingan Jurnal Ilmiah (peserta)

IX. KUNJUNGAN LUAR NEGERI


WAKTU NEGARA TUJUAN NAMA KEGIATAN & SPONSOR

09-17 Juli Spanyol Study Visit for Benchmarking of Educational


2011 Quality Assurance (Sponsor: Kantor Pusat
(Madrid dan Barcelona Penjaminan Mutu Pendidikan, Kemdiknas,
Jakarta)

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012
X. PENGHARGAAN
NAMA
TAHUN NOMOR SURAT PEJABAT
PENGHARGAAN

2011 SatyaLencana Karya 74/TK/TAHUN 2011 Presiden Rebublik


Satya XX Tahun nomor urut 46856 Indonesia

Malang, September 2012

Yang membuat pernyataan

Keterangan Pribadi,

Prof. Dr. SUPRIYONO, M.Pd.

Prof. Dr. SUPRIYONO , M.Pd, Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Luar
Sekolah pada Fakultas Ilmu Pendidikan Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas
Negeri Malang, Rabu 10 Oktober 2012

Anda mungkin juga menyukai